Hutan dan Lahan Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan dan Lahan Gambut

Hutan menurut Undang-Undang No. 411999 tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Lahan gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm Soil Survey Staff, 1998. Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000 - 5.000 tahun yang lalu. Untuk gambut pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu Brady, 1997. Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya akan kandungan Lignin dan Nitrogen. Karena lambatnya proses dekomposisi, di ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang dan akar besar. Menurut Radjagukguk 1991 sifat-sifat fisik gambut yang menonjol di Indonesia dicirikan oleh nilai bulk density yang rendah berkisar antara 0,1 – 1,2 gcm 3 . Nilai bulk density yang relatif tinggi ditemukan di pinggir kubah gambut gambut tipis karena bercampur dengan tanah-tanah mineral dan semakin menurun dengan meningkatnya ketebalan gambut. Berat jenis bulk density atau Bulk Density-BD gambut tropis umumnya rendah 0,1 - 0,3 gcm3 dan sangat dipengaruhi oleh tahapan dalam proses dekomposisi dan kandungan mineral, serta porositas yang tinggi 70 - 95. Lahan gambut tropis juga dicirikan oleh rendahnya kandungan hara dan tingginya kemasaman. Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 - 4,5. Porositas tanah gambut relatif tinggi berkisar antara 80 – 95 , mempunyai kemampuan menyimpan air yang sangat tinggi, tetapi menjadi tidak lagi mampu menyerap air hidrofobik bila terlalu kering. Tanah gambut di Sumatera tingkat dekomposisinya sebagian besar hemik, meskipun tipe fibrik dan saprik juga ditemukan. Ekono 1981 dalam Andriesse, 1988 dalam peninjauan gambut sebagai sumber energi, menunjukkan bahwa C-Organik berkisar 48-50 pada tingkat dekomposisi rendah fibrik, C-Organik berkisar 53-54 pada tingkat dekomposisi sedang hemik, C-Organik berkisar 58-60 pada tingkat dekomposisi lanjut saprik. Menurut Lopulisa 1993, bahan organik mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menyerap dan mengikat air. Besarnya kemampuan ini secara langsung berhubungan dengan ukuran pori, jumlah ruang pori dan permeabilitas yang kesemuanya berkaitan dengan bulk density dan kandungan serat, yang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi bahan organik. Konduktivitas hidrolik menentukan laju dimana air yang diikat dalam suatu deposit dibebaskan ke permukaan atau di drainase secara alami atau buatan. Karakteristik ini ditentukan oleh porositas, permeabilitas, konfigurasi saluran yang saling berhubungan, beban tekan dan gradien hidrolik. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tipe gambut dan tingkat dekomposisi. Kebanyakan tanah gambut akan menyusut shringkage bila kering. Saprik yang dikeringkan sampai pada suhu 105 C dapat menyusut sampai 70 atau lebih tergantung pada jumlah bahan mineral khususnya yang berukuran liat. Penyusutan tidak balik ditentukan oleh tingkat dekomposisi dan komposisi biologi bahan organik. Gambut ialah tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 atau 30 tergantung tekstur tanah mineralnya dan mempunyai ketebalan lebih dari 40 cm. Tingkat dekomposisi bahan organik bervariasi dari kasar fibrist sampai halus saprist, tetapi pada umumnya mempunyai tingkat dekomposisi sedang hemistTim Fakultas Pertanian IPB, 1992. Menurut Andriesse 1998, tanah gambut organik adalah tanah yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 50 pada kedalaman 80 cm. Gambut adalah bahan atau serasah tanaman yang terdekomposisi secara parsial dan telah terakumulasi di lahan-lahan tergenang dalam kondisi kekurangan oksigen, dimana laju pemasukan bahan atau serasah tanaman lebih cepat daripada laju dekomposisinya Radjagukguk, 1991. Apabila bahannya telah mengalami perombakan cukup jauh sehingga bagian-bagian tumbuhan asalnya tidak mungkin lagi dikenali, bahan itu disebut 4 muck Soil Survey Staff, 1951. Lahan gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm Soil Survey Staff, 1998.

2.2 Karbon

Dokumen yang terkait

Kandungan Fosfor dan Distribusinya pada Jenis-Jenis Pohon dalam Rangka Pemilihan Jenis Pohon untuk Penanaman di Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus di HPH PT. Diamond Raya Timber, Propinsi Dati I Riau)

0 9 82

Pengukuran Biomassa dan Kandungan Hara Kalsium (Ca) di atas Permukaan Tanah pada Hutan Rawa Gambut (Studi Kastls di HPH PT. Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Propinsi Dati I Riau)

0 6 69

Kandungan Fosfor dan Kalsium Serta Penyebarannya pada Tanah dan Tumbuhan Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau)

3 64 414

Kandungan Fosfor dan Kalsium pada Tanah dan Biomassa Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus di Wilayah HPH PT. Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Provinsi Riau)

0 16 28

Strategi Pengendalian Kebakaran Hutan Di Iuphhk – Ha (Studi Kasus Di Iuphhk – Ha Pt.Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah )

1 18 96

Pendugaan Potensi Karbon Bahan Organik Mati Berdasarkan Tingkat Dekomposisi di Berbagai Kondisi Hutan Gambut. (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau)

1 8 215

Struktur Tegakan dan Sebaran Jenis Ramin dan Meranti di Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus PT. Diamond Raya Timber dan PT. Riau Andalan Pulp And Paper, Provinsi Riau)

1 5 125

Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau

2 8 103

Pendugaan Potensi Massa Karbon Hutan Alam Tropika Rawa Gambut di Areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Dumai, Provinsi Riau

0 1 28

Pendugaan Potensi Biomassa Hutan di Areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Dumai, Provinsi Riau

0 4 27