persen. Baik tekstil maupun garmen, pada tahun 2008 keduanya sama-sama mengalami penurunan. Penurunan tersebut antara lain dikarenakan adanya efek
dari krisis ekonomi global yang saat ini sedang dialami oleh negara-negara di dunia yang membuat likuiditas keuangan mereka menjadi berkurang sehingga
menurunkan permintaan akan barang ekspor dari Indonesia. Sama halnya dengan nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa, nilai ekspor ke Jepang juga mengalami
penurunan pada tahun 2008. Untuk tekstil, mengalami penurunan nilai sebesar 1,7 persen sedangkan untuk garmen penurunannya lebih besar yaitu 4,14 persen
Tabel 5. Namun, dalam kondisi krisis global seperti saat ini, ekspor Indonesia ke tiga negara tersebut untuk garmen secara keseluruhan sebagian mengalami
penurunan kecuali AS.
4.2. Perkembangan Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang
Tidak Dirajut atau Disulam
Jenis garmen yang terbesar untuk diekspor ke AS adalah jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam selain itu AS juga
merupakan negara pengimpor garmen dari Indonesia yang terbesar. Dibandingkan dengan jenis kemeja pria lainnya yang tidak dirajut atau disulam,
jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton memiliki total volume yang terbesar. Meskipun cotton atau kapas yang merupakan bahan baku dari kemeja pria ini
diimpor, namun kemeja pria jenis ini masih memiliki daya saing untuk diekspor ke AS. Hal tersebut disebabkan industri garmen Indonesia yang bersifat padat
karya atau menggunakan banyak tenaga kerja. Dibandingkan dengan Amerika yang sebagian besar industrinya adalah padat modal yaitu sebagian besar
menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi maka untuk memproduksi suatu jenis garmen diperlukan biaya yang cukup tinggi sehingga akan menyebabkan
tingginya biaya produksi dan harga jual dari jenis garmen yang diproduksi sehingga bagi Amerika lebih baik mengimpor nya dari negara lain, seperti
Indonesia, yang memiliki harga lebih rendah jika dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Dengan begitu, maka dalam hal ini Indonesia memilki
keunggulan komparatif dibandingkan dengan Amerika. Dengan alasan itulah mengapa Indonesia masih tetap mampu mengekspor produknya ke AS yang
merupakan negara adidaya. Untuk mengetahui total volume dari masing-masing garmen untuk jenis kemeja pria yang diekspor ke AS dapat dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Total Volume Ekspor Kemeja Pria ke AS Tahun 2000-2008 kg
Jenis Kemeja Pria Total
Volume Ekspor
Kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam 88.617.129
Kemeja pria yang terbuat dari wool yang tidak dirajut atau disulam 2.806.547
Kemeja pria yang terbuat dari serat buatan yang tidak dirajut atau disulam
13.369.003 Kemeja pria yang terbuat dari bahan tekstil lainnya yang tidak dirajut
atau disulam 5.627.507
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 diolah
Berdasarkan Tabel 6, dari tahun 2000 hingga tahun 2008 jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton memiliki total volume ekspor yang terbesar yaitu 88.617.129
kg sedangkan total volume ekspor terbesar kedua adalah kemeja pria yang terbuat dari serat buatan. Pada saat dihapuskannya kuota pada tahun 2005, persentase
ekspor garmen Indonesia ke AS khususnya kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam meningkat 2,62 persen atau menjadi sebesar 13,51
persen dibandingkan pada tahun 2004 yaitu satu tahun sebelum dihapuskannya
kuota. Persentase ekspor garmen jenis kemeja pria ini pada tahun 2004 memiliki persentase sebesar 10,69 persen terhadap total ekspor kemeja pria yang terbuat
dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dari tahun 2000-2008. Persentase tiap tahun untuk kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam
dapat dilihat dalam Tabel 7. Tabel 7. Persentase Ekspor Kemeja Pria yang Terbuat dari Cotton yang Tidak
Dirajut atau Disulam ke AS Tahun 2000-2008 Tahun
Total Nilai Per Tahun US Persentase
2000 151.033.060
9,60 2001
130.931.731 8,32
2002 109.043.662
6,93 2003
127.799.181 8,12
2004 168.195.061
10,69 2005
212.493.126 13,51
2006 212.107.123
13,48 2007
245.565.469 15,61
2008 216.100.654
13,74 Total
1.573.269.067
100,00
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 diolah
Namun, pada pertengahan tahun 2008 yaitu saat terjadinya krisis global, nilai ekspor untuk masing-masing jenis kemeja pria sebagian besar mengalami
penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 8. Nilai ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dari bulan Juli hingga
September menunjukkan nilai yang relatif stabil, tetapi pada bulan Oktober dan November yaitu di tengah terjadinya krisis global nilainya mulai menunjukkan
penurunan. Pada Tabel 8, nilai ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton pada bulan September masih menunjukkan nilai sebesar 21.874.358 juta US tetapi
pada saat bulan Oktober nilai ekspor mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu menjadi 15.957.420 juta US atau turun sebesar 27 persen dan masih turun
kembali pada November menjadi 15.359.772 juta US atau 3.7 persen dari bulan
Oktober. Meskipun sempat terjadi penurunan nilai ekspor, namun penurunan tersebut tidak berlangsung lama karena pada bulan Desember nilai ekspornya
relatif stabil kembali menjadi sebesar 21.758.376 juta US atau meningkat 41,66 persen dari bulan sebelumnya.
Tabel 8. Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat untuk Kemeja Pria Bulan Juli-Desember Tahun 2008 US
Jenis Kemeja Pria
2008 Juli
Agt. Sept.
Okt. Nov.
Des. Kemeja pria
yang terbuat dari cotton
yang tidak
dirajut atau disulam
20.791.745 20.546.637
21.874.358 15.957.420
15.359.772 21.758.376
Kemeja pria yang terbuat
dari wool
yang tidak
dirajut atau disulam
772.767 519.834
329.259 366.007
734.261 857.305
Kemeja pria yang terbuat
dari serat
buatan yang tidak dirajut
atau disulam
2.091.740 1.964.091
2.196.646 1.418.066
1.190.879 1.753.323
Kemeja pria yang terbuat
dari bahan tekstil
lainnya yang tidak dirajut
atau disulam
- -
54.388 56.952
1.242 -
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009
Selain dari Indonesia, AS juga mengimpor jenis kemeja pria tersebut dari berbagai negara antara lain yaitu Cina, Banglades, Hongkong, dan India. Maka
bagi Indonesia negara-negara tersebut adalah pesaing yang cukup berat bagi produk ekspornya. Untuk mengetahui seberapa besar total nilai impor AS tahun
2000-2008 dari masing-masing negara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, Cina adalah negara terbesar yang mengekspor kemeja pria
ke AS sebesar 29,79 persen atau senilai 4.366.252.507 ribu US. Cina dapat menduduki posisi pertama sebagai negara pengekspor terbesar ke AS karena
memiliki daya saing yang tinggi, selain harga yang murah, tenaga kerja yang melimpah dengan upah murah dan biaya energi yang relatif lebih murah jika
dibandingkan dengan Indonesia sehingga biaya produksi dapat rendah dan efisiensi produksi dapat dicapai. Hal lain yang menyebabkan biaya produksi nya
rendah adalah bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pakaian jadi seperti kapas, juga terdapat di Cina sehingga Cina tidak perlu mengimpornya dari
negara lain. Selain itu, kebijakan moneter di Cina yang menerapkan fixed exchange rate
sehingga sangat menguntungkan bagi pelaku industri di negara itu karena mereka dapat melakukan perdagangan dengan negara lain atau melakukan
ekspor ke negara tujuan ekspornya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya termasuk salah satunya
Indonesia. Tabel 9. Total Nilai Impor Kemeja Pria AS Tahun 2000-2008
Negara Asal Total Nilai Impor
ribu US Persentase Nilai Impor
Cina 4.366.252.507
29,79 Banglades
3.152.433.094 21,51
Hongkong 2.761.107.552
18,84 India
2.283.252.301 15,58
Indonesia 2.092.482.409
14,28
Sumber: Departemen Perdagangan, 2009 diolah
Untuk nilai impor dari Indonesia, berdasarkan Tabel 9, Indonesia berada pada urutan ke lima setelah India dengan nilai ekspor sebesar 2.092.482.409 ribu US
atau 14,28 persen berbeda 190.769.892 ribu US atau 1,3 persen dengan India. Dengan
adanya negara-negara
pesaing tersebut,
maka dapat
mempengaruhi besarnya nilai ekspor Indonesia ke AS. Pada industri garmen, sekitar 88 persen hasilnya untuk diekspor ke luar negeri sedangkan 12 persennya
ditujukan untuk pasar domestik. Namun, masih banyak berbagai masalah yang dihadapi oleh industri ini antara lain yaitu mesin-mesin yang sudah tua,
banyaknya produk TPT illegal dalam bentuk pakaian jadi yang masuk ke Indonesia, bahan baku yang masih mengimpor dan biaya energi yang cukup
mahal. Permasalahan tersebut nantinya akan menyebabkan turunnya produktivitas dan membuat harga dari garmen Indonesia menjadi lebih mahal jika dibandingkan
dengan germen negara lain sehingga pada akhirnya akan menyebabkan produk garmen Indonesia tidak memilki daya saing di pasar internasional dan akan
mengurangi nilai ekspor Indonesia serta devisa yang diperoleh. Namun, di tengah permasalahan yang dihadapi, industri TPT Indonesia khususnya garmen tetap
mampu bertahan dan bersaing di pasar internasional dan tetap mampu memberikan kontribusi bagi Indonesia yang tercermin dari nilai ekspor ke negara-
negara partner dagang yang masih cukup tinggi di tengah krisis global yang sedang dihadapi saat ini.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN