memasuki pasar dan memperoleh harga yang menguntungkan di pasar negara maju seperti AS dan UE. Negara-negara yang mengenakan kuota adalah Amerika
Serikat AS, Uni Eropa UE dan Kanada. MFA berakhir pada tanggal 31 Desember 1994 dan digantikan dengan
Agrreement on Textile and Clothing ATC. ATC merupakan perjanjian transisi
untuk membebaskan perdagangan TPT secara penuh dalam waktu 10 tahun secara bertahap sehingga pada saat berakhirnya ATC yaitu pada tanggal 1 Januari 2005
semua TPT telah terintegrasi secara penuh ke dalam sistem WTO dan artinya berakhirlah sistem kuota dimana negara pengimpor tidak lagi dapat
mendiskriminasi para eksportir. Perjanjian ini mengatur tahapan dan cara pengintegrasian TPT, peningkatan pertumbuhan, transitional safeguard,
kepentingan negara-negara kecil dan terbelakang, dan lain-lain. Integrasi dilakukan dengan empat tahap dan produk yang sudah diintegrasikan tidak lagi
dapat dikenakan kuota, selain itu pada setiap tahapannya harus mencakup empat tipe utama tekstil dan pakaian jadi, yaitu benang, serat bahan fabrics, made-up
textile products , dan pakaian jadi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Kusumawardiani 2005 melakukan penelitian mengenai analisis perkembangan ekspor TPT dan peran pasar kuota bagi Indonesia menunjukkan
bahwa adanya pasar kuota di Indonesia membawa dampak yang positif dan negatif, namun perkembangan ekspor TPT selama periode 1980-2002 cenderung
meningkat meskipun bersifat fluktuatif. Sementara itu, variabel yang berpengaruh secara nyata mempengaruhi peningkatan ekspor tekstil ke negara kuota AS adalah
GNP riil dan nilai tukar riil, sedangkan untuk ekspor pakaian jadi variabel yang mempengaruhi secara nyata adalah GNP riil, nilai tukar riil, dummy krisis dan
dummy pergejolakan niai tukar. Untuk tujuan negara non-kuota Singapura, peningkatan ekspor tekstil dan pakaian jadi dipengaruhi secara nyata oleh GDP
riil dan dummy krisis. Prihartini 2004 dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor tekstil Indonesia ke Singapura, menggunakan metode Ordinary Least Square
OLS dan menggunakan data dari tahun 1979-2001 untuk data ekspor benang tekstil dan tahun 1978-2001 untuk data ekspor kain tenunan kapas. Secara
uji serempak, variabel-variabel yang diduga yang meliputi harga riil di Indonesia, harga riil di Singapura, pendapatan per kapita Singapura, nilai tukar riil Indonesia
Singapura dan variabel dummy berpengaruh secara nyata terhadap ekspor benang tekstil dan kain tenunan kapas ke Singapura. Sedangkan secara parsial, harga riil
di Indonesia dan dummy tidak nyata mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura namun variabel harga riil di Singapura, pendapatan per
kapita Singapura dan nilai tukar riil Indonesia Singapura mempengaruhi ekspor benang tekstil Indonesia ke Singapura secara nyata. Sementara itu, variabel harga
riil di Indonesia, harga riil di Singapura dan nilai tukar riil tidak nyata mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas namun variabel pendapatan per kapita
Singapura dan dummy mempengaruhi ekspor kain tenunan kapas Indonesia ke Singapura secara nyata.
Chintia 2008 melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di Uni Eropa dengan
menggunakan metode analisis OLS. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yaitu volume ekspor TPT, GDP per
kapita, harga ekspor, nilai tukar dan dummy kuota. Dari hasil estimasi tersebut, semua variabel yang digunakan sesuai dengan teori yang berlaku kecuali harga
ekspor TPT negara pesaing.
2.7 Kerangka Pemikiran Konseptual