V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT
Indonesia di Amerika Serikat
Berdasarkan hasil output Eviews, model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS menunjukkan nilai R-squared sebesar 0,628 62,8 dan adjusted R-
squared sebesar 0,609 60,9. Nilai R-squared tersebut berarti bahwa 62,8
persen keragaman yang terjadi pada volume ekspor Indonesia ke AS mampu dijelaskan oleh faktor-faktor atau variabel-variabel yang terdapat dalam model,
sedangkan 37,2 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Lalu untuk membuktikan bahwa regresi yang dilakukan bukanlah regresi palsu, maka
dilakukan uji ko-integrasi dari model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari lampiran tersebut dapat disimpulkan
bahwa model permintaan ekspor TPT Indonesia di AS bukan regresi palsu karena antara variabel dependen dengan variabel independennya terkointegrasi pada taraf
nyata 5 persen. Dalam Tabel 10 terlihat bahwa seluruh variabel berpengaruh nyata atau
signifikan terhadap volume ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria ke AS pada taraf nyata 5 persen kecuali dummy krisis global. Sedangkan untuk nilai
probabilitas F-statistiknya sebesar 0.000000 yang berarti bahwa model dianggap mampu menjelaskan permintaan ekspor TPT Indonesia pada taraf nyata 5 persen
atau paling tidak ada satu variabel independen yang signifikan. Sehingga, persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria ke AS yang
tidak dirajut atau disulam dapat dituliskan menjadi:
LN_X = -50.60908511 + 3.148380228 LN_GDP - 1.165506183 LN_PX –
-2.249122 3.056277
-7.052827 0.5650229075 LN_NT + 0.3189831991 D1
-2.192962 2.994936
Karena model permintaan ekspor yang digunakan adalah dalam bentuk model log- log atau double log, maka slope dari masing-masing variabel independennya
merupakan suatu elastisitas atau kepekaan terhadap variabel dependennya. Tabel 10. Hasil Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor
TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS Variabel
Koefisien t-statistik
probabilitas Keterangan variabel
C -50.60909
-2.249122 0.0267
Konstanta LN_GDP
3.148380 3.056277
0.0029 GDP riil
LN_PX -1.165506
-7.052827 0.0000
Harga ekspor LN_NT
-0.565023 -2.192962
0.0306 Nilai tukar riil
D1 0.318983
2.994936 0.0034
Dummy kuota D2
0.075419 0.606848
0.5453 Dummy krisis global
R-squared 62,8 F-statistik 34.44549 Adj-R-squared 60,9 Prob F-statistik 0.000000
Durbin-Watson stat 1.158450 ObsR-squared Uji heteroskedastisitas 13.30685 Probabilitas 0.064976
Sumber: Lampiran 2 dan Lampiran 5 Keterangan
: signifikan pada taraf nyata 5
Untuk mengetahui apakah model permintaan ekspor tersebut baik secara ekonometrik maka dilakukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi OLS.
Berdasarkan Tabel 10, untuk masalah autokorelasi untuk persamaan permintaan ekspor TPT Indonesia untuk jenis kemeja pria di AS tidak dapat diidentifikasi
atau tidak dapat diputuskan apakah terdapat autokorelasi atau tidak karena nilai statistik DW nya menunjukkan angka sebesar 1,15. Sedangkan untuk mengetahui
apakah dalam model terdapat heteroskedastisitas maka dilakukan uji White Heteroscedasticity
. Nilai probabilitas yang dihasilkan setelah dilakukan uji White
Heteroscedasticity adalah sebesar 0.064976 yang artinya bahwa tidak terdapat
heteroskedastisitas dalam model karena nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 atau 0,05.
Selain autokorelasi
dan heteroskedastisitas,
pengujian terhadap
pelanggaran asumsi OLS juga dilakukan untuk melihat apakah terjadi multikolinearitas dalam model. Untuk pengujian multikolinearitas ini dilakukan
dengan memperlihatkan matriks korelasi antar variabel-variabel nya dan nilai VIF. Namun, dalam penelitian ini yang digunakan untuk mendeteksi
multikolinearitas hanyalah nilai VIF nya. Tabel 11. Nilai Matriks Korelasi dari Hasil Dugaan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS
LN_X LN_GDP
LN_PX LN_NT
D1 D2
LN_X 1
0.627810 -0.415925
0.474015 0.623792
0.191686 LN_GDP
0.627810 1
0.027755 0.876020
0.895283 0.310780
LN_PX -0.415925
0.027755 1
0.073645 0.055118
-0.027850 LN_NT
0.474015 0.876020
0.073645 1
0.802703 0.418956
D1 0.623792
0.895283 0.055118
0.802703 1
0.246332 D2
0.191686 0.310780
-0.027850 0.418956
0.246332 1
Sumber: Lampiran 3 Keterangan variabel :
LN_X : Volume ekspor
LN_GDP : GDP riil
LN_PX : Harga ekspor
LN_NT : Nilai tukar riil
D1 : Dummy kuota
D2 : Dummy krisis global
Dalam Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat koefisien matriks korelasi yang lebih dari 0,8 yaitu korelasi antara GDP dengan nilai tukar, GDP dengan dummy kuota
dan nilai tukar dengan dummy kuota. Namun, jika diuji dengan program minitab yaitu dengan menggunakan nilai VIF Variance Inflation Factor maka hasilnya
menunjukkan nilai yang kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas dalam model. Nilai VIF tersebut dapat dilihat dalam Tabel 12.
Tabel 12. Nilai VIF dari Hasil Dugaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor TPT Indonesia untuk Kemeja Pria di AS
Variabel VIF
Keterangan Variabel LN_GDP
7,8 GDP riil
LN_PX 1,0
Harga Ekspor LN_NT
4,9 Nilai tukar
D1 5,2
Dummy kuota D2
1,3 Dummy krisis global
Sumber: Lampiran 4 Untuk pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependennya dapat dijelaskan sebagai berikut:
GDP riil
Dari hasil estimasi OLS, diperoleh nilai koefisien dari GDP yaitu sebesar 3.148380 atau dapat dikatakan bahwa kenaikan 10 persen dalam GDP riil AS
akan meningkatkan permintaan ekspor Indonesia sebesar 31,48 persen. Nilai koefisien tersebut merupakan yang paling besar dibandingkan dengan nilai
koefisien variabel lainnya Tabel 10, sehingga GDP riil merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap permintaan ekspor TPT Indonesia ke AS untuk
jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam dibandingkan dengan variabel lainnya. Dilihat dari tanda koefisiennya, GDP riil
mempunyai tanda yang positif. Itu artinya terdapat kesesuaian antara tanda yang diperoleh dari estimasi dengan hipotesis yang telah dipaparkan sebelumnya atau
sesuai dengan teori ekonomi, yaitu GDP riil mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan ekspor Indonesia. GDP riil mencerminkan daya beli dari suatu
negara yang dalam hal ini adalah GDP riil AS, sehingga jika GDP riil AS naik
maka akan meningkatkan konsumsinya dan permintaan ekspor Indonesia pun akan meningkat. Peningkatan konsumsi AS tersebut dapat dibuktikan dalam Tabel
13. Tabel 13. Rata-Rata Pengeluaran Konsumen AS Tahun 2005-2007
Tahun Rata-rata pengeluaran konsumen per tahun US
2005 60,401
2006 62,503
2007 64,104
Sumber: U.S Bureau Labor Statistic, 2009 Berdasarkan Tabel 13, dari tahun 2005 hingga tahun 2007 rata-rata pengeluaran
konsumen Amerika terus mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya rata-rata pengeluaran konsumen per tahun maka dapat diindikasikan daya beli warga AS
juga meningkat, dimana GDP riil merupakan cerminan dari daya beli sehingga jika daya beli mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan meningkatnya
konsumsi terhadap suatu barang. Peningkatan konsumsi tersebut akan mendorong meningkatnya permintaan terhadap suatu barang yang dalam hal ini adalah
permintaan ekspor kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam.
Harga Ekspor
Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa harga ekspor berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor. Hal tersebut sesuai dengan hasil estimasi
OLS yang telah dilakukan yaitu berupa tanda negatif dari nilai koefisien harga ekspor dan variabel harga ekspor berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor
TPT Indonesia di AS pada taraf nyata 0,05 karena probabilitasnya sebesar 0.0000.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai koefisien sebesar -1.165506 yang berarti bahwa jika harga ekspor meningkat sebesar 10 persen maka permintaan ekspor
TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria akan mengalami penurunan sebesar 11,65 persen. Berdasarkan hukum permintaan, semakin tinggi harga maka
permintaan akan menurun, ceteris paribus. Harga ekspor berhubungan dengan kemampuan daya saing produk TPT
nasional khususnya jenis kemeja pria yang tebuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam di pasar internasional. Tingginya harga ekspor Indonesia disebabkan
oleh permasalahan yang dihadapi oleh industri TPT Indonesia. Permasalahan tersebut berupa masih rendahnya produktivitas dari industri TPT nasional
sehingga output yang dihasilkan juga rendah padahal biaya yang dikeluarkan untuk produksi cukup tinggi sehingga menjadikan harga jual produknya juga
tinggi. Sehingga tingginya harga ekspor Indonesia menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara produsen TPT dunia yang juga memasarkan TPT
nya ke AS yang mempunyai harga jauh lebih murah disbanding dengan TPT Indonesia. Maka, untuk tetap mempertahankan ekspor ke AS, industri TPT
nasional perlu strategi khusus dengan tetap mempertahankan kualitas produk nya serta dalam hal ketepatan delivery order ke negara tujuan ekspor, dalam hal ini
khususnya AS, namun tetap berusaha untuk mengefisienkan biaya produksi. Jadi, harga yang rendah atau harga yang kompetitif sangat diperlukan agar Indonesia
mampu untuk bersaing di pasar Internasional dengan tetap mempertahankan kualitas yang tinggi.
Nilai Tukar Riil
Koefisien nilai tukar yang diperoleh dari hasil dugaan OLS menunjukkan adanya pengaruh yang negatif yaitu sebesar -0.565023 Tabel 10. Hal tersebut
berarti jika nilai tukar atau kurs riil mengalami peningkatan sebesar 10 persen maka permintaan ekspor akan turun sebesar 5,65 persen. Variabel nilai tukar riil
ini mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf nyata 5 persen 0.0306 0,05. Tanda dari nilai koefisien nilai tukar riil yang dihasilkan dari estimasi OLS
sesuai dengan hipotesis. Bila nilai tukar riil Indonesia rendah, maka barang- barang domestik relatif lebih murah dibandingkan dengan barang luar negeri atau
impor begitu pula dengan orang-orang asing, mereka akan banyak membeli produk dari Indonesia. Dengan begitu, akan memberikan dorongan bagi orang-
orang asing terutama AS untuk meningkatkan permintaan ekspor nya, sehingga permintaan ekspor TPT untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang
tidak dirajut atau disulam di AS akan meningkat. Oleh karena itu, ekspor neto Indonesia mengalami peningkatan.
Kuota
Dalam hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, adanya penghapusan kuota mempunyai pengaruh yang negatif terhadap permintaan
ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam. Namun, setelah dilakukan estimasi hasilnya tidak
sesuai dengan hipotesis. Hasil dugaan memberikan nilai koefisien sebesar 0.318983 dengan tanda yang positif dan berpengaruh nyata terhadap permintaan
ekspor Tabel 10. Koefisien sebesar 0.318983 memberikan arti bahwa pada saat dihapuskannya sistem kuota, permintaan ekspor meningkat sebesar 3,18 persen .
Pada saat dihapuskannya kuota, seharusnya permintaan ekspor TPT turun. Hal tersebut dikarenakan saat penghapusan kuota Indonesia harus bersaing lebih
ketat dengan negara-negara produsen TPT dunia untuk memasuki pasar-pasar potensial TPT internasional salah satunya yaitu Amerika Serikat. Dengan adanya
kuota, Indonesia tidak perlu untuk bersusah payah bersaing untuk memperoleh pasar karena di negara yang memberlakukan kuota, TPT Indonesia sudah
memiliki jatah atau kuota untuk memasarkan produknya di negara tersebut serta adanya fasilitas jaminan pasar TPT nya. Namun, meskipun Indonesia harus
bersaing secara ketat pada kenyataannya ekspor TPT Indonesia terus dapat meningkatkan nilai ekspornya ke AS. Hal yang menyebabkan meningkatnya
ekspor Indonesia ke AS adalah dibebaskannya produk TPT yang sangat laku di pasaran khusunya T-
shirt, men’s shirt atau kemeja pria, pakaian anak-anak, jeans, dan blous wanita yang sebelumnya dibatasi dengan kuota sehingga mendorong
para eksportir untuk melakukan ekspor sebanyak-banyaknya. Kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar Internasional telah
dibuktikan dengan Indonesia mampu menduduki posisi kelima importir kemeja pria di AS. Selain itu pula, setelah dihapuskannya kuota, pemerintah AS
memberlakukan pembatasan impor tekstil dan garmen dari China sedangkan ekspor dari Indonesia sama sekali tidak dikenakan aturan pembatasan tersebut.
Sehingga menyebabkan pembeli-pembeli dari luar negeri mengalihkan ke negara
lain diluar China, salah satunya yaitu Indonesia dengan tetap mempertimbangkan kualitas dan standar pelayanan seperti on-time delivery order.
Krisis Global
Dummy krisis global menyatakan pada dua kondisi yang berbeda, yaitu sebelum krisis global dan pada saat krisis global. Setelah dilakukan estimasi, nilai
probabilitas dummy krisis global lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 0.5453. Hal ini berarti dummy krisis global tidak berpengaruh nyata atau
adanya krisis global tidak mempengaruhi permintaan ekspor TPT Indonesia di AS untuk jenis kemeja pria yang terbuat dari cotton yang tidak dirajut atau disulam.
Tidak berpengaruhnya krisis global terhadap permintaan ekspor juga terlihat pada ketidaksesuaian tanda dari koefisien slope dummy krisis global yang positif,
dimana pada saat krisis global permintaan ekspor TPT Indonesia di AS meningkat sedangkan pada hipotesis diutarakan bahwa pada saat krisis global terjadi
permintaan ekspor TPT Indonesia di AS terhadap kemeja pria mengalami penurunan.
Tidak berpengaruhnya krisis global terhadap permintaan ekspor kemeja pria dikarenakan Indonesia tidak secara langsung terkena dampak krisis global,
berbeda dengan krisis Asia 1997 yang langsung mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Krisis global yang disebabkan oleh jatuhnya pasar
derivatif dan negara yang terlibat adalah seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga negara yang terkena dampak langsung dari krisis global adalah negara-
negara tersebut. Krisis yang menyebabkan kelangkaan finansial di AS menyebabkan mereka mengurangi konsumsi impor nya sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi nilai ekspor dunia salah satunya Indonesia. Hal tersebut dibuktikan pada tabel nilai ekspor Indonesia untuk jenis kemeja pria yang terbuat
dari cotton yang tidak dirajut atau disulam Tabel 8 yang sempat mengalami penurunan pada bulan Oktober dan November.
5.2 Solusi Alternatif Kebijakan