1.3 Hipotesis
Hipotesa
merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada
yang masih perlu dikaji kebenarannya melalui data‐data yang terkumpul. Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut: Seberapa besar
pengaruh
antara Penetapan Margin Murabahah dengan Produk Pembiayaan
kepemilikan Rumah.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengaruh Penetapan Margin Murabahah dengan Produk Pembiayaan
kepemilikan Rumah.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
tambahan informasi dan masukan bagi perbandingan yang berkaitan dengan
penetapan margin murabahah dan Produk Pembiayaan kepemilikan Rumah.
2. Sebagai
bahan masukan maupun perbandingan bagi kalangan akademisi dan peneliti
lainnya yang menganalisa masalah yang berkenaan dengan penetapan margin
murabahah dan Produk Pembiayaan kepemilikan Rumah. 3.
Sebagai bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswai
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswai
Universitas Sumatera Utara
Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian
selanjutnya. 4.
Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi
penulis.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembiayaan Murabahah
2.1.1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual
beli yang pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan margin
tertentu yang ditambahkan diatas biaya perolehan, di mana pelunasannya dapat
dilakukan secara tunai maupun angsuran Yumanita, 2005:27.
Dalam operasionalnya Bank Konvensional memberikan kredit kepada
peminjam atau debitur, sedangkan bank syari’ahBMT memberikan pembiayaan
kepada nasabah yang akan dibiayai atau mitra. Pembiayaan menurut Muhammad
2005:17, menyatakan bahwa: “ Pembiayaan atau financing adalah pendanaan
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.”
Pembiayaan menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat12 tentang
perbankan yang dikutip oleh Hafidhuddin 2003:221, menyatakan bahwa:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
merupakan pendanaan penyediaan uang yang diberikan oleh suatu pihak kepada
pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan dan mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan pembagian hasil keuntungan.
2.1.1.1. Tujuan pembiayaan
Tujuan pembiayaan
menurut Muhammad
2005:17 dikelompokan
menjadi dua tujuan pembiayaan, yaitu: a.
Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro b.
Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro” Adapun
penjelasan dari kedua tujuan pembiayaan di atas diantaranya
adalah sebagai berikut: 1
Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, pembiayaan bertujuan
untuk: a.
Peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang
tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan
mereka dapat melakukan akses ekonomi, dengan demikian dapat
meningkatkan taraf ekonominya.
b. Tersedianya
dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk
pengembangan usaha membutuhkn dana tambahan. Dana tambahan
ini dapat diperoleh dengan melakukan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak
yang minus dana sehingga dapat tergulirkan.
c. Meningkatkan
produktivitas, artinya:
adanya pembiayaan
memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan
daya produksinya sebab upaya produksi tidak akan dapat
berjalan tanpa adanya dana. d.
Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan
dibukanya sektorsektor usaha melalui penambahan dana
pembiayaan, maka sector usaha tersebut akan menyerap tenaga
kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja
baru. e.
Terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat
usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka
akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan
merupakan bagian dari pendapatan masyarakat, jika ini terjadi
maka akan terdistribusi pendapatan.
2 Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro, pembiayaan
bertujuan untuk:
a. Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang
dimiliki tujuan tertinggi yaitu menghasilkan laba usaha, setiap
pengusaha menginginkan atau mampu mencapai laba maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Untuk dapatmenghasilkan laba yang maksimal maka mereka perlu
dukungan dana yang cukup.
b. Upaya meminimalkan resiko, artinya: usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimum, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko kekurangan modal
usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
c. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya: sumber daya
ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber
daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika
sumber daya alam dan sumber daya manusia ada serta sumber daya modal
tidak ada maka dipastikan diperlukan pembiayaan, dengan demikian
pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber‐sumber
daya ekonomi.
d. Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan
masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak
yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme
pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan
penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan dana surplus kepada
pihak yang kekurangan minus dana.
2.1.1.2. Fungsi pembiayaan
Fungsi pembiayaan menurut Muhammad 2005:19, adalah
sebagai berikut:
1 Meningkatkan daya guna uang
Universitas Sumatera Utara
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro,
tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam presentasi tertentu
ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan
produktivitas. 2
Meningkatkan daya guna barang Produsen
dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan
mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut mengikat,
misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya
menjadi minyak kelapa goreng. 3
Meningkatkan peredaran uang Melalui
pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih
berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha
sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. 4
Menimbulkan kegairahan usaha Bantuan
pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada pengusaha digunakan
untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya sehingga
para pengusaha tidak perlu khawatir kekurangan modal dan ini akan
menimbulkan kegairahan yang meluas dimasyarakat untuk sedemikian rupa
meningkatkan produktivitasnya.
Universitas Sumatera Utara
5 Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah‐langkah stabilitas
pada dasarnya diarahkan pada usaha‐usaha pemenuhan kebutuhan‐
kebutuhan pokok rakyat untuk menekan arus inflasi dan terlebih lagi untuk
usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan
yang penting.
6 Sebagai jembatan untuk meningkatkan pembiayaan nasional
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja
berusaha untuk meningkatkan usahanya, peningkatan usaha berarti profit.
Dan apabila rata‐rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan buruh
karyawan mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan negara
melalui pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan
pengguna devisa untuk urusan konsumsi berkurang, sehingga langsung atau
tidak melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah.
2.1.1.3 Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembiayaan
Dalam setiap Bank pastilah memiliki ketentuan atau tatacaranya
sendiri yang diterapkan untuk memberikan pengajuan permohonan
pembiayaan. Tatacara pengajuan permohonan pembiayaan menurut
Sudarsono 2003:80, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Permohonan kredit
b. Penyidikan dan analisis kredit
c. Keputusan penolakan atau penerimaan ats permohonan kredit
d. Pencairan fasilitas kredit
e. Pemantauan atau pelunasan
f. Lancar g. Kurang
lancer h. Diragukan
i. Macet”
2.1.2 Pengertian Murabahah
Murabahah asal kata dari ism masdar yang berarti : sesuatu yang
tumbuh dalam dagangan, maka bagi orang Arab seseorang itu dianggap untung
kalau aset dagangannya tumbuhbertambah, hal ini senada dengan ayat Al‐quran
artinya : maka tidaklah bertambah untung perniagaan mereka. Para ahli bahasa
Arab mengomentari bahwa: dikatakan murabahah saling meguntungkan karena
masing ‐masing dari pihak pembeli dan pihak penjual saling menguntungkan,
penjual bertambah modal dagangannya dan pembeli bertambah aset usahanya.
Murabahah adalah suatu pembiayaan dengan akad jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus memberi
tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya Antonio, 2004:101.
Murabahah adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan
keuntungan margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam
Universitas Sumatera Utara
definisinya disebutadanya “keuntungan yang disepakati” karakteristik murabaha
adalah si penjual harusmembeli tahu pembeli tenteng harga pembelian barang dan
menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Harga
yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus
diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu
merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka
pembagian potongan tersebutdilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam
akad. Murabahah
juga merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk
pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam mumalah islamiyah.
Dalam perkembangannya, murabahah kemudian digunakan oleh perbankan
syariah dengan menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk
pembiayaan. Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana membelikan
barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan
pembiayaan. Bank kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan
penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan
utangnya di kemudian hari secara tunai atupun cicil. Murabahah
merupakan bentuk pembiayaan yang diperbolehkan oleh para
ulama dengan syarat‐syarat tertentu. Apabila syarat‐syarat ini tidak terpenuhi, maka
murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut Syariah. Mekanisme pembiayaan
murabahah mempunyai beberapa ciri atau elemen dasar. Agar penerapan
jual beli secara murabahah sesuai dengan ketentuan‐ketentuan syariah,
Universitas Sumatera Utara
maka Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan fatwa tentang ketentuan umum
murabahah sebagai berikut:
a. Bank
dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. b.
Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
c. Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya. d.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e. Bank
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, f.
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
g. Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesan dengan h.
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus
i. memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya j.
yang diperlukan.
k. Nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati. l.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
m. Jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi
milik bank. Bank
‐bank Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka
pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin
tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur,
yaitu yang pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah
kesepakatan berdasarkan mark‐up keuntungan Saeed, 2003:138.
Murabahah menurut Zulkifli 2003:21, menyatakan bahwa:
“Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga
perolehan barang tersebut kepada pembeli.” Murabahah menurut Hamidi
2003:81 menyatakan bahwa: “Murabahah adalah istilah dalam fiqih islam yang
berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya‐biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungan margin yang diinginkan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa murabahah
merupakan akad jual beli yang harga jualnya ditambah keuntungan yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun kelebihan kontrak murabahah pembayaran yang ditunda
menurut Saeed 2003:139 adalah sebagai berikut :
a Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga pokok barang dan keuntungan mark-up yang diartikan sebagai prosentase
harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya. b Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
c Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli.
Universitas Sumatera Utara
d Pembayaran yang ditunda
Bank ‐bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama
pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya.
Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi
perbankan Islam di antaranya :
1. Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakahMark-up
dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi dengan
system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif. 2. Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan
usaha berdasarkan system profit and loss sharing. 3. Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam
manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.
Menurut Gozali 2005 Pembiayaan murabahah merupakan salah satu
jenis pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah yang mempunyai
beberapa syarat, antara lain:
a Penjual
memberi tahu biaya modal kepada nasabah. b
Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c Kontrak
harus bebas dari riba. d
Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.
Universitas Sumatera Utara
3c. Kirim Barang
2
.
Beli Barang Tunai
1. Negosiasi dan
Persyaratan
3a. Akad
Murabahah
BANK
3b. Serah
Terima Barang
NASABAH 4.
Bayar Kewajiban
SUPLIER PENJUAL
e Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang
Gambar 2.1
Proses Pembiayaan Murabahah
Sedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59:
Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan
pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
Menurut Haron 1996 Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya.
Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan
Universitas Sumatera Utara
pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank sebagai penjual
dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum
diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual
bank dan penjual bank akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah
dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga
diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang
berbeda. Menurut
Usman 2002 Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
a. mempercepat pembayaran cicilan; atau b. melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo
2.1.3. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Produk penyaluran dana kepada masyarakat atau pada Bank Syariah
disebut juga dengan pembiayaan. Pembiayaan pada bank Syariah dapat terbagi
menjadi beberapa jenis, yang salah satunya adalah pembiayaan jual beli.
Pembiayaan jual beli terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan istishna.
Namun pembiayaan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah pembiayaan
murabahah.
Menurut Wiroso 2005 mendefinisikan pengertian pembiayaan murabahah sebagai berikut;
”
Pembiayaan murabahah adalah penjualan barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan pengaturan bahwa penjual
berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pembeli harga pokok dari barang dan marjin keuntungan yang dimasukkan ke dalam harga jual barang
tersebut. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai ataupun tangguh.”
Universitas Sumatera Utara
Pembiayaan murabahah menurut Muhammad 2005:94, adalah sebagai
berikut: “Pembiayaan Murabahah dari kata ribhu= keuntungan; Bank sebagai
penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran
dilakukan secara tangguh.”
Pembiayaan murabahah menurut Adiwarman A Karim 2004:113,
adalah sebagai berikut: “Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu
pihak bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan
harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam
presentase tertentu bagi bank syariah sesuai kesepakatan.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan dengan sistem jual beli yang harga jualnya di
tambah keuntungan dan pembayarannya dilakukan dengan tangguh.
2.1.4. Skema Pembiayaan Murabahah
Skema pembiayaan murabahah menurut Muhammad 2005:94 adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2
Skema Kerja Murabahah
2.1.5. Landasan Syariah Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu memberikan
fasilitas ‐fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak‐pihak yang
kekurangan dan membutuhkan dana dari bank. Dalam pembiayaan bank syariah
terdapat berbagai macam pembiayaan, namun dalam penelitian ini penulis lebih
menitikberatkan terhadap pembiayaan jual beli yaitu murabahah. Pada saat ini
pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang banyak digunakan oleh bank
dalam penyaluran dana pembiayaan, karena mudah dimplementasikan,
pendapatan bank dapat diprediksi, tidak perlu mengenal nasabah secara
mendalam, menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif.
Dalam Islam, penetapan suatu hukum harus memiliki landasan berupa dalil
naqli dan dalil aqli. Dalil naqli yaitu landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an
dan Hadist. Sedangkan dalil aqli ialah landasan hukum berdasarkan ijtihad hasil
pemikiran para ulama. Pembiayaan murabahah memiliki landasan syariah yang
cukup kuat, walaupun tidak dijelaskan secara rinci pada Al Qur’an dan Hadist,
petunjuk para ulama sudah cukup untuk melengkapinya. Karena memang pada
umumnya Al Qur’an hanya menjelaskan secara global saja mengenai sesuatu hal,
Universitas Sumatera Utara
kemudian lebih di rinci kembali didalam Hadist. Akan tetapi, jika Al Qur’an dan
Hadist belum cukup rinci dan jelas maka diperlukan fatwa dan ijtihad para ulama
selama tidak melanggar ketentuan dan norma‐norma dalam agama Islam.
Dalam ketentuan BI No. 746PBI2005 pasal 9 ditegaskan lagi mengenai
tatacara penyaluran dana murabahah tersebut, yaitu sebagai berikut :
Ayat 1 Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank
menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang. b.
jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan
berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah; c.
Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya;
d. dalam
hal Bank mewakilkan kepada nasabah wakalah untuk membeli barang,
maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik Bank; e.
Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;
f. Bank
dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang
yang dibiayai Bank; g.
kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak
berubah selama periode Akad;
h. Angsuran
pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.
Universitas Sumatera Utara
Ayat 2 Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a. dalam
hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar
uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut
dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah.
Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung
oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya
kepada nasabah; b.
dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah
dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesarkerugian yang
ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
2.1.6 Manfaat dan Resiko dalam pembiayaan Murabahah
Menurut Abdullah 2003, sesuai dengan sifat bisnis tijarah, transaksi
murabahah memiliki beberapa manfaat bagi bank syariah, yaitu:
a. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat
sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya. b. Mudah diimplementasikan, jual beli murabahah dengan cepat, mudah
diimplementasikan dan dipahami, karena para pelaku bank syariah menyamakan murabahah ini sama dengan kredit investasi konsumtif
Universitas Sumatera Utara
seperti misalnya kredit kendaraan bermotor, kredit pemilik rumah, dan kredit lainnya.
c. Pendapatan bank dapat diprediksi, dalam transaksi murabahah dapat melakukan estimasi pendapatan yang akan diterima, karena dalam
transaksi murabahah hutang nasabah adalah harga jual sedangkan dalam harga jual terkandung porsi pokok keuntungan. Sehingga dalam
keadaan normal, bank dapat memprediksi pendapatan yang akan diterima.
Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif, karena secara
sepintas terdapat persamaan antara jual beli murabahah dengan pembiayaan yang
diberikan adalah komoditi barang bukan uang, dan pembayarannya dapat
dilakuakn dengan cara tangguh atau cicilan ataupun cara lainnya. Namun jika
diperhatikan ketentuan fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep
syariahnya, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda.
Sesuai dengan sifat bisnis, pembiayaan murabahah juga memiliki manfaat
dan resiko bagi bank yang harus dihadapi. Bagi bank, keuntungan murabahah
diperoleh dari selisih antara harga jual dari pemasok dengan harga jual ke pembeli
nasabah. Selain itu murabahah merupakan transaksi yang cukup sederhana
sehingga tidak memerlukan biaya administrasi yang besar. Menurut Asmita 2004
resiko yang harus diantisipasi oleh bank adalah:
a. Kelalaian,
nasabah sengaja tidak membayar angsuran. b.
Fluktuasi harga, hal ini terjadi bila ada kenaikan harga di pasar. Bank tidak bisa
merubah harga barang yang telah disepakati dengan pembeli.
Universitas Sumatera Utara
c. Terjadi
penolakan oleh pembeli, bisa dikarenakan barang tersebut rusak pada saat
pengiriman maupun tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan
oleh pembeli. Oleh sebab itu, bank perlu mengasuransikan barang yang
dikirim. Bank juga harus berkonsultasi dengan pembeli tentang spesifikasi barang
yang diinginkan pembeli agar tidak terjadi kesalahan. Bila bank telah menandatangi
kontrak dengan penjual atau supplier, maka barang tersebut menjadi
milik bank, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain
jika pembelinasabah menolak untuk membeli barang tersebut. d.
Barang yang telah dijual kepada nasabah menjadi hak milik nasabah, walaupun
pembayarannya masih dalam bentuk hutang cicilan. Nasabah bisa menjual
kembali barangnya kepada pihak lain sehingga resiko kelalaian dari pihak
nasabah atas kewajibannya kepada bank menjadi lebih besar.
Dalam kegiatan usaha selalu ada resiko yang harus dihadapi, begitupun
dalam melaksanakan pembiayaan murabahah ada resiko yang harus diantisipasi
dengan baik oleh bank syariah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kredit
bermasalah dikemudian hari. Bank harus melakukan seleksi terhadap nasabah yang
mengajukan pembiayaan ke bank, dan melakukan antisipasi dengan pengendalian
internal yang bagus terhadap kemungkinan resiko yang mungkin timbul.
Pembiayaan berdasarkan pembagian resiko yang diidentikkan dengan
model teoritis perbankan Islam tidak tampak menjadi karakter utama praktek
murabahah bank‐bank Islam. Namun demikian, para pendukung bank syari’ah
mengatakan bahwa dalam murabahah, faktor pembagian resiko tetap ada, yang itu
menjadi alasan diambilnya laba, sampai nasabah memenuhi janji awal untuk
Universitas Sumatera Utara
membeli barang. Muhammad 2004 berikut ini adalah resiko‐resiko yang terkait
dalam murabahah sebagai berikut:
1. Resiko yang terkait dengan barang
Bank syari’ah membeli barang‐barang yang diminta oleh nasabah
murabahah ‐nya dan secara teoritis menanggung resiko kehilangan atau kerusakan
pada barang‐barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada
nasabah. Dalam kontrak murabahah, bank syari’ah diwajibkan untuk menyerahkan
barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik. Bahkan, nasabah berhak menolak
barang ‐barang yang rusak, yang kurang jumlahnya atau tidak menghindari resiko‐
resiko tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak, yang telah disusun sedemikian
rupa sehingga membantu bank syari’ah untuk menghindari segala resiko yang
terkait dengan barang. Dengan demikian, segala resiko yang terkait dengan barang,
yang secara teoritis harus ditanggung bank, secara efektif telah terhindarkan.
2. Resiko yang terkait dengan nasabah
Janji nasabah murabahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu
transaksi murabahah, tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak
untuk membeli barang ketika bank syari’ah menawari mereka dalam penjualan.
Dalam prakteknya, resiko terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk
membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran di muka sepertiga dari total
harga, misalnya, dengan jaminan, jaminan pihak ketiga, dan dengan klausul
kontrak. Dengan demikian, semua resiko yang secara teoritis mungkin ada dalam
Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan penolakan nasabah untuk membeli barang, sebenarnya telah
hilang dalam praktek perbankan syari’ah.
3. Resiko yang terkait dengan pembayaran
Resiko tidak terbayar penuh atau sebagian dari uang muka, seperti yang
dijadwalkan dalam kontrak, memang ada dalam pembiayaan murabahah. Bank
syariah menghindari resiko ini dengan adanya janji tertulis, jaminan, jaminan pihak
ketiga dan klausul kontrak yang menyatakan bahwa semua hasil dari barang‐barang
murabahah yang dijual kepada pihak ketiga dengan tunai maupun kredit harus
ditaruh di bank sampai apa yang menjadi hak bank dibayar kembali sepenuhnya.
Jika tidak adanya pembayaran itu disebabkan oleh faktor di luar kemampuan
nasabah, bank syari’ah secara moral berkewajiban menjadwal ulang utang. Di pihak
lain, jika nasabah memiliki kemampuan untuk membayar tepat waktu, tetapi ia
tidak melakukannya, maka bank syariah telah mengadopsi praktek, bank syariah
secara efektif telah menghilangkan semua resiko dalam pelaksanaan murabahah.
2.2. Margin Murabahah
2.2.1 Pengertian Margin Murabahah
Menurut informasi dari redaksitazkiaonline.com 17 Desember 2009.
Pengertian margin adalah sebagai berikut: “Margin adalah kenaikan bersih dari aset
bersih sebagai akibat dari memegang aset yang mengalami peningkatan nilai
Universitas Sumatera Utara
selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan. Keuntungan juga bisa
diperoleh dari pemindahan saling tergantung insidental yang sah dan yang tidak
saling tergantung, kecuali transfer yang tidak saling tergantung dengan pemegang
saham, atau pemegang‐ pemegang rekening investasi tak terbatas dan yang setara
dengannya”. Pengertian
margin berdasarkan Sudarsono Hendi 2004:179 adalah sebagai
berikut: “Margin
adalah laba kotor atau tingkat selisih antara biaya produksi dan harga jual dipasar”
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa margin adalah tingkat
selisih atau kenaikan nilai dari aset yang mengalami peningkatan nilai dari biaya
produksi dan harga jual. beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan margin
keuntungan dalam produk pembiayaan murabahah di bank syariah yaitu faktor
biaya overhead dan proporsi bagi hasil dana pihak ketiga DPK.
Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut
menjadi acuan dan bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian ini
selanjutnya. Pada dasarnya setiap orangindividu maupun institusi, dalam
melaksanakan usaha ingin memperoleh laba dan menghindari kerugian. Begitupun
dengan bank syariah, bank tidak ingin memperoleh kerugian, oleh karena itu tingkat
margin keuntungan yang tinggi merupakan salah satu cara bagi bank untuk
memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Perwataatmadja 2002, Tingginya tingkat margin dalam murabahah ini juga tidak lepas dari dijadikannya tingkat suku bunga sebagai
acuan dalam penentuan harga jual produk murabahah ini. Dengan dijadikannya tingkat suku bunga sebagai acuan penetapan margin, maka
merupakan langkah yang keliru yang dapat merusak reputasi perbankan syariah sebagai bank yang bebas dari riba dalam hal ini bunga. Selain itu,
tingginya margin Bank Syariah dimungkinkan karena adanya antisipasi oleh pihak bank akan adanya inflasi dan kenaikan suku bunga di pasar. Karena jika
suku bunga di pasar naik, maka Bank Syariah akan menerima kerugian secara riil, namun bila tingkat suku bunga stabil atau turun maka margin dari
murabahah ini akan lebih besar nilainya daripada bunga yang dihasilkan oleh bank konvensional. Dipakainya inflasi sebagai dasar penetapan margin juga
dikarenakan bank mengantisipasi akan adanya penurunan nilai uang di masa yang akan datang. Namun kita tidak menyadari bahwa penetapan margin
murabahah yang tinggi secara tidak langsung juga dapat mengakibatkan inflasi yang bahkan lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga itu
sendiri.
Dengan dijadikannya suku bunga sebagai acuan dalam penetapan margin,
bisa jadi juga merupakan akibat dari keinginan Bank Syariah untuk selalu kompetitif
dengan bank konvensional dalam hal penggunaan aset terkait dengan profit yang
didapat dan bisa juga menjadi strategi yang diterapkan Bank Syariah dalam hal
penentuan perolehan target dari total aset yang dimilki oleh bank konvensional
serta keinginan Bank Syariah untuk mendapatkan floating customer. Namun,
Universitas Sumatera Utara
floating customer ini bukannya tidak baik, hanya saja kenyamanan nasabah juga
harus diperhatikan.
2.2.2. Metode Penentuan Margin
Metode Penentuan Margin menurut Muhammad 2005:132 adalah
sebagai berikut:
1. Mark‐up Pricing
Mark ‐ up pricing adalah penentuan tingkat harga dengan me‐markup biaya
produksi komoditas yang bersangkutan. Contoh: Suatu perusahaan XYZ
memproduksi barang A. Dalam menentukan tingkat harga dan biaya produksinya
perusahaan tersebut dengan mempertimbangkan biaya‐biaya sebagai berikut:
Biaya Variabel per unit Rp. 10
Biaya tetap Rp. 100.000
Jumlah unit yang diharapkan terjual, sebanyak 10.000 unit
Dengan demikian biaya produksi perusahaan untuk memproduksi barang
A adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Diasumsikan perusahaan menetapkan keuntungan penjualannya sebesar
10
dari penjualan, maka mark‐up price untuk setiap unit adalah sebagai berikut:
Harga sebesar Rp. 22,22 merupakan harga yang telah di mark‐up, dan harga
tersbut yang dijadikan sebagai harga dasar penawaran penjualan kepada calon
nasabahmitra yang akan membeli barang A tersebut. Jika calon nasabahmitra
menyepakati harga tersebut maka akan terjadi kontrak jual beli.
2. Target‐Return Pricing
Target ‐Return Pricing adalah harga jual produk yang bertujuan
mendapatkan tingkat return atas besarnya modal yang diinvestasikan. Dalam
bahasan keuangan dikenal dengan return on investment ROI. Dalam hal ini
perusahaan akan menentukan berapa return yang akan diharapkan atas modal yang
diinvestasikan. Contoh:
Perusahaan XYZ yang memproduksi barang A tersebut telah menginvestasikan
dananya sebesar RP. 1.000.000 dengan menghasilkan tingkat return
sebesar 20 dengan demikian target return pricing dapat dicari sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
3. Received‐Value Pricing
Received ‐Value Pricing adalah penentuan harga dengan tidak menggunakan
variabel harga sebagai harga jual. Harga jual didasarkan pada harga produk pesaing
dimana perusahaan melakukan penambahan atau perbaikan unit untuk
meningkatkan kepuasan pembeli.
4. Value Pricing
Value Pricing adalah kebijakan harga yang kompetitif atas barang yang
berkualitas tinggi. Dengan ungkapan ono rego ono rupo, artinya: barang yang baik
pasti harganya mahal. Namun perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang
mampu menghasilkan barang yang berkualitas dengan biaya yang efisien sehingga
perusahaan tersebut dapat dengan leluasa menentukan tingkat harga di bawah
harga competitor.
2.3. Perbankan Syariah Sektor Perumahan
Menurut Akhmadi 2004, Pada kondisi perekonomian Indonesia saat ini
dimana tingkat suku bunga Bank Indonesia perlahan mulai merangkak naik dan
tingkat suku bunga KPR Konvensional pun ikut naik dan tidak ada seorangpun yang
bisa memperkirakan sampai kapan tingkat suku bunga itu akan berhenti mengalami
Universitas Sumatera Utara
kenaikan karena memang sifat dari tingkat suku bunga itu sendiri memang sulit
diprediksikan. Oleh
karena itu KPR syariah menjadi alternatif bagi anggota masyarakat yang
ingin memiliki rumah melalui KPRS yang bebas dari fluktuasi bunga. Bank syariah
sama sekali tidak memungut bunga pada KPR syariah, akan tetapi memungut
margin selisih harga beli dengan harga jual apabila KPR syariah tersebut
memakai cara murabahah jual beli atau memungut harga sewa apabila bank
syariah memakai cara musyarakah ijarah sewa. Dalam
industri perbankan syariah, produk KPR Syariah dapat ditawarkan dengan
menggunakan dua model pembiayaan, yakni dengan model pembiayaan murabahah
dan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah. KPR Syariah dengan
menggunakan basis pembiayaan murabahah sudah berjalan di industri perbankan
syariah. Bahkan model pembiayaan murabahah ini telah menjadi produk favorit
di beberapa bank syariah. Sedangkan KPR Syariah dengan model pembiayaan
musyarakah mutanaqishah belum banyak dikembangkan di industri perbankan
syariah. Dalam
prakteknya, pembiayaan murabahah diawali dengan negoisasi antara
pihak nasabah dengan pihak bank syariah. Dimana pihak nasabah. memohon kepada
pihak bank untuk membelikan rumah yang diinginkan. Setelah negoisasi selesai
dan berujung pada kata mufakat antara nasabah dan bank syariah, maka pihak
bank syariah melakukan pembelian rumah secara tunai kepada developer.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan dari KPR Syariah dengan basis pembiayaan murabahah tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi naik turun harga, karena cicilan dibayarkan secara flat.
Dalam hal ini, bank syariah dan pihak nasabah sama‐sama merasakan adanyam
kepastian. Bank syariah sudah dapat menentukan keuntungan dalam bentuk
margin KPR Syariah, sedangkan nasabah tidak direpotkan oleh cicilan yang bersifat
floating mengembang, risiko floating suku bunga yang biasa dialami oleh nasabah
KPR konvensional tidak akan terjadi dalam pembiayaan murabahah pada KPR
Syariah. Selain menggunakan skema pembiayaan murabahah, KPR Syariah oleh
bank syariah dapat ditawarkan melalui model pembiayaan musyarakah
mutanaqishah. Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad
musyarakah dan ijarah. Seperti diketahui, pemilikan rumah di Indonesia merupakan
hal yang sangat krusial. Akan tetapi, dalam kondisi pasca krisis sekarang ini,
berbagai bank yang biasa menyalurkan kredit kepemilikan rumah sangat sulit untuk
memasarkan produknya tersebut karena mereka juga sulit untuk mendapatkan
dana murah untuk kepentingan jangka panjang. Hal itulah yang dicoba disiasati oleh
perbankan syariah untuk memberikan hal yang sama dengan KPR yang diberikan
oleh bank konvensional dengan nama Pembiayaan Pemilikan Rumah. Masuknya
perbankan syariah ke dalam sektor ini karena perbankan syariah memiliki peran
dalam sektor riil.Prospek pembiayaan pemilikan rumah ini sendiri sangat besar
mengingat banyak sekali kalangan masyarakat yang ingin memiliki rumah dengan
menggunakan transaksi yang sesuai dengan landasan syariah. Berdasarkan data
yang ada, nilai kapitalisasi pasar di sektor properti saja sudah mencapai angka Rp 49
triliun, dengan 57 diantaranya berasal dari sektor perumahan.
Universitas Sumatera Utara
Apalagi sektor properti memiliki karakter produk yang secara alamiah
sesuai untuk mendukung bisnis yang sesuai dengan syariah, karena secara syariah
dibolehkan dan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang mendasar
dari umat manusia.
Disinilah besarnya peranan perbankan syariah untuk menangkap peluang
tersebut. Selain itu juga terdapat beberapa alasan terjunnya pembiayaan
perbankan syariah ke dalam sektor perumahan dan properti, yaitu
1. Besarnya pasar perumahan nasional.
2. Potret pertumbuhan sektor properti
Pada umumnya dan sektor perumahan pada khususnya sangat memberikan
nilai tambah bagi perkembangan perbankan syariah Seperti diketahui, landasan
hukum bank syariah pertama kali adalah UU No.7 tahun 1992 kemudian berubah
menjadi Undang‐Undang No.10 tahun 1998 dimana UU tersebut mengakui
keberadaan bank konvensional dan bank syariah secara berdampingan yang dikenal
dengan sistem “dual banking”. Bahkan secara lebih jauh lagi UU ini memungkinkan
konversi sebuah bank umum konvensional menjadi bank umum syariah.
Sebagai bank syariah yang didirikan dengan maksud untuk meningkatkan
kondisi riil perekonomian masyarakat Indonesia, maka Bank Syariah Mandiri juga
aktif dalam memberikan pembiayaan kepada para nasabahnya.Berdasarkan data
pada laporan tahunan BSM yang ada, keseluruhan pembiayaan yang disalurkan
hampir 75 hingga 76‐nya diberikan untuk sektor konsumtif, yaitu dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan murabahah. Pembiayaan dengan jenis ini juga diberikan untuk sektor
perumahan, yaitu Pembiayaan Pemilikan Rumah.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENILITIAN
3.1 Ruang lingkup penelitian