Ayat 2 Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a. dalam
hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar
uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut
dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah.
Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung
oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya
kepada nasabah; b.
dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah
dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesarkerugian yang
ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
2.1.6 Manfaat dan Resiko dalam pembiayaan Murabahah
Menurut Abdullah 2003, sesuai dengan sifat bisnis tijarah, transaksi
murabahah memiliki beberapa manfaat bagi bank syariah, yaitu:
a. Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat
sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya. b. Mudah diimplementasikan, jual beli murabahah dengan cepat, mudah
diimplementasikan dan dipahami, karena para pelaku bank syariah menyamakan murabahah ini sama dengan kredit investasi konsumtif
Universitas Sumatera Utara
seperti misalnya kredit kendaraan bermotor, kredit pemilik rumah, dan kredit lainnya.
c. Pendapatan bank dapat diprediksi, dalam transaksi murabahah dapat melakukan estimasi pendapatan yang akan diterima, karena dalam
transaksi murabahah hutang nasabah adalah harga jual sedangkan dalam harga jual terkandung porsi pokok keuntungan. Sehingga dalam
keadaan normal, bank dapat memprediksi pendapatan yang akan diterima.
Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif, karena secara
sepintas terdapat persamaan antara jual beli murabahah dengan pembiayaan yang
diberikan adalah komoditi barang bukan uang, dan pembayarannya dapat
dilakuakn dengan cara tangguh atau cicilan ataupun cara lainnya. Namun jika
diperhatikan ketentuan fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep
syariahnya, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda.
Sesuai dengan sifat bisnis, pembiayaan murabahah juga memiliki manfaat
dan resiko bagi bank yang harus dihadapi. Bagi bank, keuntungan murabahah
diperoleh dari selisih antara harga jual dari pemasok dengan harga jual ke pembeli
nasabah. Selain itu murabahah merupakan transaksi yang cukup sederhana
sehingga tidak memerlukan biaya administrasi yang besar. Menurut Asmita 2004
resiko yang harus diantisipasi oleh bank adalah:
a. Kelalaian,
nasabah sengaja tidak membayar angsuran. b.
Fluktuasi harga, hal ini terjadi bila ada kenaikan harga di pasar. Bank tidak bisa
merubah harga barang yang telah disepakati dengan pembeli.
Universitas Sumatera Utara
c. Terjadi
penolakan oleh pembeli, bisa dikarenakan barang tersebut rusak pada saat
pengiriman maupun tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan
oleh pembeli. Oleh sebab itu, bank perlu mengasuransikan barang yang
dikirim. Bank juga harus berkonsultasi dengan pembeli tentang spesifikasi barang
yang diinginkan pembeli agar tidak terjadi kesalahan. Bila bank telah menandatangi
kontrak dengan penjual atau supplier, maka barang tersebut menjadi
milik bank, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain
jika pembelinasabah menolak untuk membeli barang tersebut. d.
Barang yang telah dijual kepada nasabah menjadi hak milik nasabah, walaupun
pembayarannya masih dalam bentuk hutang cicilan. Nasabah bisa menjual
kembali barangnya kepada pihak lain sehingga resiko kelalaian dari pihak
nasabah atas kewajibannya kepada bank menjadi lebih besar.
Dalam kegiatan usaha selalu ada resiko yang harus dihadapi, begitupun
dalam melaksanakan pembiayaan murabahah ada resiko yang harus diantisipasi
dengan baik oleh bank syariah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kredit
bermasalah dikemudian hari. Bank harus melakukan seleksi terhadap nasabah yang
mengajukan pembiayaan ke bank, dan melakukan antisipasi dengan pengendalian
internal yang bagus terhadap kemungkinan resiko yang mungkin timbul.
Pembiayaan berdasarkan pembagian resiko yang diidentikkan dengan
model teoritis perbankan Islam tidak tampak menjadi karakter utama praktek
murabahah bank‐bank Islam. Namun demikian, para pendukung bank syari’ah
mengatakan bahwa dalam murabahah, faktor pembagian resiko tetap ada, yang itu
menjadi alasan diambilnya laba, sampai nasabah memenuhi janji awal untuk
Universitas Sumatera Utara
membeli barang. Muhammad 2004 berikut ini adalah resiko‐resiko yang terkait
dalam murabahah sebagai berikut:
1. Resiko yang terkait dengan barang
Bank syari’ah membeli barang‐barang yang diminta oleh nasabah
murabahah ‐nya dan secara teoritis menanggung resiko kehilangan atau kerusakan
pada barang‐barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada
nasabah. Dalam kontrak murabahah, bank syari’ah diwajibkan untuk menyerahkan
barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik. Bahkan, nasabah berhak menolak
barang ‐barang yang rusak, yang kurang jumlahnya atau tidak menghindari resiko‐
resiko tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak, yang telah disusun sedemikian
rupa sehingga membantu bank syari’ah untuk menghindari segala resiko yang
terkait dengan barang. Dengan demikian, segala resiko yang terkait dengan barang,
yang secara teoritis harus ditanggung bank, secara efektif telah terhindarkan.
2. Resiko yang terkait dengan nasabah
Janji nasabah murabahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu
transaksi murabahah, tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak
untuk membeli barang ketika bank syari’ah menawari mereka dalam penjualan.
Dalam prakteknya, resiko terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk
membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran di muka sepertiga dari total
harga, misalnya, dengan jaminan, jaminan pihak ketiga, dan dengan klausul
kontrak. Dengan demikian, semua resiko yang secara teoritis mungkin ada dalam
Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan penolakan nasabah untuk membeli barang, sebenarnya telah
hilang dalam praktek perbankan syari’ah.
3. Resiko yang terkait dengan pembayaran
Resiko tidak terbayar penuh atau sebagian dari uang muka, seperti yang
dijadwalkan dalam kontrak, memang ada dalam pembiayaan murabahah. Bank
syariah menghindari resiko ini dengan adanya janji tertulis, jaminan, jaminan pihak
ketiga dan klausul kontrak yang menyatakan bahwa semua hasil dari barang‐barang
murabahah yang dijual kepada pihak ketiga dengan tunai maupun kredit harus
ditaruh di bank sampai apa yang menjadi hak bank dibayar kembali sepenuhnya.
Jika tidak adanya pembayaran itu disebabkan oleh faktor di luar kemampuan
nasabah, bank syari’ah secara moral berkewajiban menjadwal ulang utang. Di pihak
lain, jika nasabah memiliki kemampuan untuk membayar tepat waktu, tetapi ia
tidak melakukannya, maka bank syariah telah mengadopsi praktek, bank syariah
secara efektif telah menghilangkan semua resiko dalam pelaksanaan murabahah.
2.2. Margin Murabahah
2.2.1 Pengertian Margin Murabahah