55
Rata-rata belanja pemerintah daerah untuk fungsi lainnya adalah sebesar 8,8 persen. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa alokasi fungsi ekonomi antardaerah
sangat beragam. Lampung Utara merupakan daerah dengan alokasi terendah sebesar 2,8 persen, sedangkan Lebong tertinggi sebesar 20,3 persen. Belanja
fungsi lainnya biasanya merupakan pengeluaran untuk perlindungan sosial dan lingkungan hidup. Kabupaten Lebong mempunyai alokasi yang cukup tinggi pada
belanja ini, yang lebih menitikberatkan pada lingkungan hidup, dimana pengembalian fungsi hutan mangrove, kelestarian terumbu karang, dan reboisasi
hutan sangat digalakkan oleh pemerintah daerahnya. Kabupaten Nias dan Nias Selatan juga memiliki alokasi yang belanja fungsi lainnya yang tinggi terkait
fokusnya pada program revitalisasi pasca bencana.
4.3. Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan Tabel 4.2, pada tahun 2007 dari 22 kabupaten tertinggal tersebut yang memiliki pertumbuhan tertinggi adalah Aceh Besar Provinsi
Nangro Aceh Darusalam sebesar 13,87 persen Tingginya pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah kabupaten di Aceh pada tahun tersebut lebih disebabkan
adanya pengembangan kawasan ekonomi terpadu Basajan Banda Aceh, Sabang, dan Jantho sebagai kawasan wisata dan berikat serta pembangunan jaringan
telekomunikasi di sebagian besar wilayah NAD tersebut.
56
Tabel 4.2. Perbandingan PDRB ADHK dan Pertumbuhan Ekonomi pada 22 Kabupaten Tertinggal
Kabupaten Tertinggal
PDRB ADHK Miliar Rp Pertumbuhan Ekonomi
2007 2008
2009 2007
2008 2009
Simeuleu
225 236
246,66 11,59
4,83 4,68
Aceh Besar
2.135 2.258
2.405 13,87
5,77 6,50
Aceh Selatan
1.181 1.244
1.317 6,14
5,34 5,85
Aceh Barat Daya
582 608
635 4,57
4,50 4,44
Aceh Jaya
243 252
264,91 2,95
3,73 5,14
Nias
1.739 1.855
1.980,33 6,64
6,70 6,75
Tapanuli Tengah
1.000 1.062
1122,91 6,23
6,18 5,70
Pakpak Bharat
138 14 6
154,42 5,95
5,87 5,83
Nias Selatan
1.085 1.137
1.182,9 4,27
4,77 4,08
Padang Pariaman
2.490 2.645
2.749,34 6,11
6,24 3,94
Solok
1.812 1.927
2.047,62 6,24
6,35 6,27
Solok Selatan
546 579
614,81 6,02
6,04 6,18
Pasaman Barat
2.251 2.395
2.544,86 6,41
6,40 6,26
Lahat
2.292 2.433
2.562,84 5,92
6,09 5,40
Banyuasin
4.033 4.251
4.484,12 6,12
5,43 5,41
Ogan Ilir
1.493 1.568
1.651,28 5,01
5,07 5,29
Kaur
214 226,9
234,81 4,65
5,45 3,98
Mukomuko
488 510
533,78 4,97
4,55 4,65
Lebong
446 468
489,66 5,11
4,99 4,58
Lampung Barat
1.286 1.352
1.427,75 5,88
5,09 5,64
Lampung Utara
2.855 3.014
3.194,21 6,27
5,71 5,84
Way Kanan
1.220 1.278
1.337,66 5,52
4,74 4,69
Nasional
6.28 6,43
4,74
Sumber: BPS, 2007-2009 Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Kabupaten Aceh Jaya dan Nias
Selatan yang hanya sebesar 2,95 dan 4,27 persen. Hal tersebut dikarenakan pemulihan kondisi pasca bencana terdahulu belum maksimal. Walaupun
Kabupaten Aceh lainnya juga terkena dampak bencana, akan tetapi tidak separah dan proses restrukturisasi daerah lebih cepat
57
Sumber: BPS, 2007 diolah Gambar 4.10. Plot PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Tertinggal Tahun 2007
Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal walaupun turun tapi lebih besar daripada pertumbuhan nasional. Hanya Kabupaten Padang
Pariaman dan Kaur yang jauh lebih kecil dengan pertumbuhan sebesar 3,94 persen dan 3,98 persen nasional 4,74 persen. Hal tersebut salah satunya
dikarenakan terkena dampak bencana gempa yang cukup parah. Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh secara konsisten merupakan prasyarat agar kabupaten
tertinggal mampu mempercepat pemerataan pembangunan. Hal tersebut
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
12,00 14,00
16,00
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
P e
rt u
m b
u h
a n
E k
o n
o m
i
PDRB Perkapita juta rupiah
Sim euleu Aceh Besar
Aceh Selat an Aceh Barat Daya
Aceh Jaya Nias
Tapanuli Tengah Nias Selat an
Padang Pariam an Pakpak Bharat
Solok Solok Selat an
Pasam an Barat Lahat
Banyuasin Ogan Ilir
Kaur M ukom uko
Lebong Lam pung Barat
Lam pung Ut ara Way Kanan
58
berimplikasi menjadikan kabupaten tertinggal dapat menyejajarkan diri dengan daerah yang lebih maju.
Sumber: BPS, diolah Gambar 4.11. Plot PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Tertinggal Tahun 2009 Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 menunjukkan perkembangan plot
pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita ke-22 daerah tertinggal berdasarkan tipologi Klassen. Hasil analisis empat kuadran menunjukkan bahwa daerah
tertinggal hanya tersebar pada kuadran tiga merupakan kabupaten berkembang cepat dan kuadran empat merupakan kabupaten yang relatif tertinggal. Pada
tahun 2007, hanya empat kabupaten yang termasuk kategori daerah berkembang
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
P e
rt u
m b
u h
a n
E k
o n
o m
i
PDRB Perkapita juta rupiah
Sim euleu Aceh Besar
Aceh Selat an Aceh Barat Daya
Aceh Jaya Nias
Tapanuli Tengah Pakpak Bharat
Nias Selat an Padang Pariam an
Solok Solok Selat an
Pasam an Barat Lahat
Banyuasin Ogan Ilir
Kaur M ukom uko
Lebong Lam pung Barat
Lam pung Ut ara Way Kanan
59
cepat yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pasaman Barat, Nias, dan Simeuleu. Delapan belas kabupaten lain termasuk kategori kabupaten relatif tertinggal.
Perkembangan kondisi perekonomian selama kurun dua tahun menjadikan sebagian besar kabupaten tertinggal naik peringkat pada tahun 2009. Tersisa
delapan kabupaten yang masih terpuruk dalam kondisi ketertinggalan yaitu Kabupaten Kaur, Simeuleu, Way Kanan, Mukomuko, Nias Selatan, Lebong, Aceh
Barat Daya, dan Padang Pariaman. Kabupaten Simeuleu mengalami penurunan kelas tipologi masuk menjadi dalam kuadran empat. Hal tersebut berarti
pertumbuhan pada tahun 2007 tidak berkesinambungan dan hanya berupa shock pertumbuhan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tahap Evaluasi Model
5.1.1. Tahap Evaluasi Pemilihan Model
Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan
analisis data panel, dilakukan melalui 3 pendekatan model estimasi, yaitu Pooled Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Melalui
ketiga model tersebut, dapat diketahui besarnya pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi dan variabel lain di dalam model terhadap pertumbuhan
ekonomi 22 kabupaten tertinggal. Pada pengujian dengan menggunakan Chow dan Uji Hausman pada
Lampiran 2, diperoleh bahwa Random Effect Model merupakan pendekatan analisis regresi data panel yang terbaik. Kemudian dilakukan pengujian asumsi
klasik terhadap model estimasi data panel Random Effect Model pada Lampiran 3 agar dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE.
5.1.2. Pengujian Asumsi Klasik
5.1.2.1.Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih
rendah dari 0,80 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.