66
5.2.2. Pengaruh Belanja Fungsi Kesehatan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja
fungsi kesehatan adalah sebesar 2,032626. Ini berarti bahwa kenaikan satu persen dalam belanja fungsi kesehatan dapat langsung memengaruhi pertumbuhan
ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 2,03 persen. Pelaksanaan pembangunan fasilitas kesehatan dan pengobatan yang merata akan dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Masyarakat yang sehat merupakan modal yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.
Upaya pemberantasan penyakit menular dan endemi, yang merupakan masalah daerah tertinggal, dapat berhasil menurunkan angka kejadian. Program
pengobatan gratis juga sangat membantu masyarakat memperoleh akses obat yang benar sekaligus berkualitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Nurudeen dan Usman 2010.
5.2.3. Pengaruh Belanja Fungsi Pelayanan Umum terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja fungsi pelayanan umum sebesar -1,372154. Hal ini diartikan bahwa kenaikan satu
persen alokasi belanja fungsi pelayanan umum justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 1,37 persen
Belanja fungsi pelayanan umum pada dasarnya sebagian besar adalah belanja gaji pegawai negeri dan operasional. Hal ini merupakan indikasi bahwa
belanja fungsi pelayanan umum merupakan pengeluaran yang tidak produktif. Belanja fungsi ini tidak dapat memberikan dampak dalam peningkatan output.
67
5.2.4. Pengaruh Belanja Fungsi Lainnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja fungsi lainnya sebesar -1,3125 dan signifikan. Ini berarti bahwa belanja fungsi
lainnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal. Peningkatan belanja fungsi lainnya sebesar satu persen hanya akan mengurangi
pertumbuhan ekonomi 22 daerah tertinggal sebesar 1,31 persen. Pengaruh negatif dari belanja fungsi lainnya ini merupakan indikasi bahwa
belanja ini memang lebih banyak digunakan untuk pengeluaran perlindungan sosial. Pengeluaran ini terutama terkait pemberian bantuan sosial seperti
operasional distribusi raskin dan bantuan sosial lain. Bantuan tersebut merupakan usaha pemerintah daerah dalam mempertahankan kemampuan daya beli
masyarakat miskin. Pengembangan belanja fungsi pelayanan umum dan belanja fungsi lainnya, sebagai pendekatan belanjakonsumsi pemerintah, yang
berpengaruh negatif sesuai dengan hasil penelitian Folster dan Henrekson 1999 dan Barro 1990 dalam Sodik 2007.
5.2.5. Pengaruh Belanja Fungsi Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis regresi, disimpulkan bahwa variabel belanja fungsi ekonomi tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hubungan
antara belanja fungsi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi masih positif. Hal tersebut bisa diartikan jika signifikan, maka kenaikan belanja fungsi tersebut akan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Belanja fungsi ekonomi yang sebenarnya lebih banyak diarahkan untuk
pembangunan ekonomi, dalam rangka penggerakan perekonomian termasuk
68
pembangunan fasilitas umum, seyogyanya memberikan pengaruh yang besar. Setelah diteliti ternyata alokasi belanja fungsi ekonomi oleh pemerintah daerah
mempunyai porsi alokasi yang relatif kecil rata-rata hanya sebesar 9 persen dan belum banyak diarahkan pembangunan modal investasi. Efek multiplier dari
belanja fungsi ekonomi sebagai proksi investasi pemerintah belum dirasakan secara langsung. Proses pengalihantransformasi sektor belum dirasakan, apalagi
stimulus dari pemerintah daerah masih belum optimal.
5.2.6. Pengaruh Jumlah Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi