Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam Kitab Undang-Undang
1. Percobaan melakukan kejahatan Pasal 53 KUHP dan pembantuan Pasal 56
KUHP 2.
Orang yang belum cukup umur yang dapat dipidana Pasal 45 KUHP Percobaan dan pembantuan pidana ini adalah suatu ketentuan atau aturan
umum yang yang dibentuk oleh pembentukan Undang-undang mengenai penjatuhan pidana terhadap pembuat yang gagal dan orang yang membantu orang
lain melakukan kejahatan. Dimana mereka melakukan suatu tindakan namun tidak sampai pada tujuannya.
81
Syarat dari tejadi suatu tindak pidana berkurang karena tujuan melakukan pidana itu tidak selesai. Maka dari itu diperingan hukuman bagi
seseorang yang mencoba dan membantu melakukan tindak pidana. Dan adapun Undang-undang tentang hukum pidana anak selain di dalam
KUHP adalah :
82
1. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
2. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak
3. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
Pertimbangan secara yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan anak dibawah umur. Sebaiknya juga pertimbangan
non-yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis, kriminologis dan filosofis. Karena masalah tanggung jawab hukum yang dilakukan oleh anak dibawah umur
81
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian II, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002 hlm. 105
82
Maman Abdul Rahman, Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Pidana Islam dan Undang Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Skripsi,
2015, hlm. 36
tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi normatif namun juga harus mempertimbangan faktor intern dan ekstern anak yang melatarbelakangi anak
melakukan kenakalan atau kejahatan.
83
Dalam hukum Islam, ada salah satu sebab pemaafan pertanggungjawaban pidana
yatu kepada
anak- anak. Karena menurut Syari’at Islam
pertanggungjawaban pidana haruslah di dasari 3 tiga unsur, yaitu : -
Perbutan haram yang dilakukan -
Pelaku memiliki pengetahuan Idrak -
Pelaku memiliki pilihan Ikhtiar Dengan demikian, seorang anak tidak dimintai pertanggungjawaban pidana
karena tidak memenuhi tiga unsur diatas. Seseorang dapat dimintai pertanggungjawabannya jika sudah masuk pada
usia balligh karena telah memenuhi tiga unsur tersebut. Selain usia balligh menurut Abdul Qadir Audah , unsur pertanggungjawaban anak juga didasarkan
pada fase perkembang berpikir. Adapun tiga fase perkembangan berpikir, yaitu : 1.
Fase tidak adanya kemampuan berpikir, Fase ini dimulai sejak manusia dilahirkan dan berakhir sampai usia tujuh tahun.
84
Tahap ini adalah tahap dimana seorang anak mengeksplorasi dunianya, fase kritis dimana anak akan
sangat aktif bergerak dan memuaskan rasa penasarannya terhadap apa yang ia
83
Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, Bandung : PT Alumni, 2010 hlm. 93
84
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islamiy di Terjemahkan oleh Tim Silalahi
Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Bagian II, Jakarta : PT Kharisma, 2007 hlm 256
temui. Eksplorasi lingkungan pada fase ini sangatlah penting dalam melatih akal anak dalam berfikir.
85
2. Fase kemapuan berpikir lemah, Fase ini dimulai sejak si anak menginjak usia
tujuh tahun sampai dengan usia baligh. Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase
inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan pokok syariat.
86
Dalam fase ini anak yang telah melakukan suatu pidana tidak wajib bertanggungjawab
secara pidana, namun dikenai tanggungjawab ta’dibi yaitu hukuman yang
bersifat mendidik.
87
3. Fase kekuatan berpikir penuh, Pada tahap ini manusia sudah dianggap dewasa,
ia sudah terkena kewajiban untuk menjadi ’abdullah hamba allah dan khalifah pemimpin yang baik . Menurut at-Taftazani adalah fase ini dimana
seseorang telah dapat menjalankan hukum, baik yang perintah atau larangan. Seluruh perilaku harus dipertanggungjwabkan sebagai pahala dan dosa
.
88
Dalam proses perkembangan berpikir anak, Orang tua memiliki peran yang sangat penting. Dalam hal mendidik dan mengajarkan anak adalah
kewajiban kedua orang tua. Sebagaimana Allah SWT berfirman Q.S At-Tahrim : 66 : 6
85
http:www.kompasiana.comnaviapsikologi-perkembangan-islami-fase- perkembangan-manusia-dalam-al-quran-sejak-dalam-rahim-hingga-hingga-pasca-
kematian_553a6a6f6ea834f21ada42ce diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 23.31
86
http:robbinadani.blogspot.co.id201505makalah-perkembangan-anak-menurut.html diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 00.10
87
Abdul Qadir Audah, At- Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islamiy di Terjemahkan oleh Tim Silalahi
Ensiklopedia Hukum Pidana Islam Bagian II, Jakarta : PT Kharisma, 2007 hlm 257
88
http:www.kompasiana.comnaviapsikologi-perkembangan-islami-fase- perkembangan-manusia-dalam-al-quran-sejak-dalam-rahim-hingga-hingga-pasca-
kematian_553a6a6f6ea834f21ada42ce diakses pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 00.35
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dikutip oleh Syaikh Jamal Abdurrahman, dimana Sahabat Ali menafsirkkan ayat ini dengan kalimat “didiklah dan ajarilah mereka.” Mengajar,
mengarahkan dan mendidik anak adalah usaha mendapatkan surga. Mengabaikan itu semua berarti neraka. Mendidik dan mengajar anak merupakan suatu
kewajiban bagi orang tua. Memperhatikan segala kebutuhan anak dalam tumbuh kembangnya juga adalah kewajiban kedua orang tua.
Dikutip oleh Ibnu Abbas menurut Abdul Nashih Ulwan, kewajiban orang tua dalam memberikan pendidikan terhadap anak ada lima, yaitu :
89
1. Tanggungjawab pendidikan iman.
2. Tanggungjawab pendidikan akhlak.
3. Tanggungjawab pendidikan fisik.
4. Tanggungjawab pendidikan intelektual.
5. Tanggungjawab pendidikan psikis.
89
Ibnu Abbas, Batas Minimal Cakap Hukum dalam UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam, Jakarta : Skripsi, 2011 hlm. 21
Tanggungjawab orang tua dalam memberikan pendidikan terhadap anaknya sangatlah penting. Seorang anak akan taat dan mengamalkan ajaran
Islam dalam kehidupannya, jika kedua orang tuanya mendidiknya dan mengajarinya berdasarkan ajaran Islam sejak dini. Lain halnya jika orang tua
mendidik dan mengajarkan hal buruk kepadanya maka anak akan tumbuh diluar ajaran Islam. Rasulullah Saw bersabda
س يبأ نع ىرْهزلا نع ئذ يبأ نبا نثدح : دآ نثدح ةريره ىبأ نع نمحرلا دبع نب ةم
: ل ق هنع ه يضر لك .ص يبنلا ل ق
هناد ي ها بأف .ةرْطفْلا ى ع دل ْ ي د ْ ل ْ م ا
ْ هنارصني
ا ْ
ن سجمي ء عْدج ْيف ىرت ْله ةمي بلا جتْنت ةمي بلا لثمك ه
Artinya : “Telah menceritakan pada kami Adam : telah menceritakan pada kami
Ibn Abi Dzi’bi dari Zuhri, dari Abi Salamah Bin Abdurrahman, dari abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka tergantung kedua orang tuanya yang menjadikan dia orang Yahudi, Nashrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang
semurna, apakah kalian melihat darinya buntung pada telinga.
”
90
Dikutip oleh Syaikh Jamal Abdurrahman tentang nasihat Al-Ghazali “Janganlah banyak mengarahkan anak dengan celaan karena si anak akan
menjadi terbiasa dengan celaan. Dengan celaan pula si anak akan bertambah berani melakukan keburukan dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya
lagi.”
91
Al-Ghazali berpesan kepada orang tua agar tidak mendidik anak dengan cara mencelanya. Karena akan berdampak buruk kepada tumbuh kembang si anak
yang di biasakan mendapat celaan dan nantinya akan dengan mudah melakukan keburukan lainnya selain perbuatan mencela. Seorang pendidik ataupun kedua
90
Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj Al- Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim Juz II, No. 2658
91
Syaikh Jamal Abdurrahman, Athfalul Muslimin Kaifa Rabahumun Nabiyyul Amin di Terjemahkan oleh Anggota SPI Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi, Solo : Aqwam,
2015 Cet.12 hlm.114
orang tua selain tidak boleh mecela anak juga tidak boleh mengajarkan kepada anak untuk berbuat maksiat. Misalnya meminum minuman keras, berbuat
kejahatan, merokok, mencela, mencaci dan sampai melukai atau merugikan diri sendiri dan orang lain.
Walaupun seorang anak yang melakukan perbuatan maksiat tersebut belum baligh tidak dibebani hukum taklif tetapi orang tua tetap
bertanggungjawab agar tidak berdampak buruk jika dibiarkan dan dilakukan berulang-ulang dan menjadi kebiasaan di masa yang akan datang.
92
Sebagai orang tua yang baik dalam mendidik anak, orang tua haruslah menjauhkan anak dari
kebiasaan berbuat maksiat. Jika tidak, maka orang tua yang bertanggungjawab atas perbuatan maksiat yang dilakukan anaknya di akhirat kelak. Sebagaimana
Rasulullah Saw bersabda
ِعِفا ْن ع ثي لا ا ث ح ز ح ر نبا َ ح ا ث ح ثْي ل ا ث ح يِع س نْب ي ت ق ا ث ح ر ع ِنْبا ِن ع
ا أ : لا ق َ ا . يِ َ لا ِن ع ِ ِتَيِع ر ْن ع ل ْس ْ ك عا ر ْ ك
فا ِ اَ لا ى ع ْ ِ للا رْيِ ْا
عا ر عا ر جَرلا ِ ِتَيِع ر ْن ع ل ْس
ِِتْي ب ىِ ْ ا ى ع ل ْس
ْ ْ ع يِعا ر أْر ْلا
ِِ ل ا ِ ْع ب يِ
ْ ع ل ْس ْ
ْ عْلا عا ر
ِ ِ ِي س ِلا ْ ع ل ْس
ف ا أ : ا ر ْ
ع ْ ك
ِِتَيِع ر ْن ع ل ْس
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id. Telah
menceritakan kepada kami Lais. Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Rumhi
. Telah menceritakan kepada kami Lais dari Nafi’,dari Ibnu Umar RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau telah bersabda: Kalian
semuanya adalah pemimpin pemelihara dan bertanggung jawaban terhadap rakyatnya. pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami
pemimpin keluargnya dan akan di tanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan di tanya tentang hal yang
dipimpinnya. Seorang hamba buruh memelihara harta majikannya dan akan
92
Syaikh Jamal Abdurrahman, Athfalul Muslimin Kaifa Rabahumun Nabiyyul Amin di Terjemahkan oleh Anggota SPI Islamic Parenting Pendidikan Anak Metode Nabi, Solo : Aqwam,
2015 Cet.12 hlm.100
ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut diminta pertanggungjawaban tentang hal yang dipimpinnya.
”
93
Dari hadist ini seorang suami ayah dan istri ibu akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinan pemeliharaan, pendidikan terhadap
anak yang di amanahkan kepada mereka dan jika si anak yang melakukan perbuatan maksiat.
Jadi, peran orang tua sangatlah penting dalam pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh anaknya. Apabila orang tua mendidik anak dengan
cara membiasakan mencela si anak, ia akan terbiasa mencela dan melakukan hal- hal yang lebih dari sekedar mencela dan berujung kepada kemaksiatan ataupun
kejahatan. Tapi apabila mendidik anak dengan cara yang dianjurkan oleh Islam anak akan terbiasa untuk melakukan kebaikan dalam kehidupannya sehari-hari
hingga ia dewasa.
93
Imam Abu Husain Muslim bin Hajjaj Al- Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim Bi Syarah An-Nawawi Juz VI, No. 2658
50