Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Islam

Jadi jika seorang anak melakukan perbuatan jarimah saat usianya dibawah tujuh tahun tidak dijatuhi hukuman, baik sebagai hukuman pidana atau sebagai pengajaran. Akan tetapi anak tersebut dikenakan pertanggungjawaban secara perdata. Yang dibebankan atas harta milik pribadi yakni memberikan ganti rugi kepada orang yang telah dirugikan. 21 Fase yang kedua kemampuan berpikir lemah, رْ عِل أ ْي ع رْض ي dan dipukul jika berumur sepuluh tahun maksud dari penggalan hadist ini adalah seorang yang yang sudah masuk usia sepuluh dan tidak melaksanakan shalat yang telah di perintahkan Allah swt. Maka diperbolehkan memukulnya hanya sampai dia melaksanakan shalat. Diperbolehkannya memukul si anak dengan tujuan mendidik dan bukan menyiksanya. 22 Sama dengangan halnya memukul anak saat ia tidak melakukan shalat. Pada usia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun ini seorang anak tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana atas jarimah yang dilakukan. Akan tetapi ia bisa dijatuhi pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya berupa hukuman akan tetapi bukan sebagai hukuman pidana. 23 Fase yang terakhir adalah kemampuan berpikir penuh. Pada masa ini seorang anak sudah mencapai usia kecerdasan yang disebut sebagai mukallaf. Allah swt berfirman Q.S Al-Baqarah [2] : 286 21 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1993 hlm. 369 22 Muhammad Bin shalih Al-Utsaimin, Asy-syarh Al- Mumti’’Ala Zaad Al-Mustaqni diterjemahkan oleh Team Darus Sunnah,Jakarta : Darus Sunnah Press,2010 hlm. 52 23 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1993 hlm. 370        Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” Setelah seseorang mencapai mukallaf lima belas tahun, menurut perbedaan pendapat dikalangan fuqaha masa ini seseorang dikenakan pertanggungjawaban pidana atas jarimah-jarimah yang diperbuatnya bagaimanpun juga macamnya. 24 Ijma’ ulama sepakat bahwa usia baligh itu pada usia lima belas tahun. Namun, beberapa ulama’ berbeda pendapat mengenai usia baligh yang terjadi pada laki-laki dan perempuan yang belum ada tanda-tanda bermimpi keluarnya mani ihtilam dan haid, yaitu: 25 1. Menurut Imam Malik ada tiga pendapat : pada usia tujuh belas tahun, delapan belas tahun dan lima belas tahun. 2. Menurut Imam Abu Hanifah ada dua pendapat : pada usia delapan belas tahun, dan tujuh belas tahun bagi seorang budak. 3. Sedangkan menurut Imam Abu Daud Azh-Zhahiri beserta para sahabatnya berpendapat bahwa tidak ada batasan usia yang pasti mengenai batasan usia baligh.

C. Perlindungan Hukum Bagi Anak Yang Bermasalah Dengan Hukum

24 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1993 hlm. 370 25 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfatu Al-Maudud fii Ahkamil Maulud, diterjemahkan Kado Menyambut si Buah Hati oleh Mahfud Hidayat, dkk., Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007 hlm. 470-471 Dalam hukum positif terjadi perubahan Undang-undang yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan menjunjung tinggi hak-hak anak yang bermasalah dengan hukum. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak, hak-hak anak dikelompokkan menjadi 4 empat kategori yaitu : 26 1. Hak untuk kelangsungan hidup 2. Hak terhadap perlindungan 3. Hak untuk tumbuh kembang 4. Hak untuk berpartisipaasi. Dalam pelaksanaan hak-hak anak ini,seharusnya diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan situasi, kondisi, fisik dan mental si anak yang bermasalah dengan hukum, yaitu : 27 1. Hak anak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah. 2. Hak anak mempunyai pendamping dari penasehat hukum. 3. Hakuntuk menyatakan pendapat. 4. Hak untuk mendapatkan pembinaan yang manusiawi sesuai dengan Pncasila dan UUD’45 dan ide pemasyarakatan. 5. Hak mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial. Menurut Undang Undang terbaru Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peradilan bagi anak haruslah berdasarkan 10 asas, yaitu : 5. Asas Perlindungan 6. Asas Keadilan 26 Penjabaran tentang Konvensi Hak-hak anak bisa dilihat di buku M.Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum,Jakarta : Sinar Grafika, 2013 hlm.14-16 27 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Bandung : Refika Aditama, 2006 hlm 70 7. Asas Nondiskriminasi 8. Asas Kepentingan terbaik anak 9. Asas Penghargaan untuk anak 10. Asas Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak 11. Asas Pembinaan dan pembimbingan anak 12. Asas Proporsional 13. Asas Perampasan dan pemidanaan upaya terakhir 14. Asas Penghindaran pembalasan. 28 Perlindungan hukum bagi anak yang bermasalah dengan hukum mencakup perlindungan tehadap kebebasan anak, perlindungan terhadap hak asasi anak dan perlindungan hukum terhadap semua kepentingan yang berkaitan dengan dengan kesejahteraan. 29 Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak adalah : 1. Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2. Undang-undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 3. Peraturan Pemerinah No 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi Anak yang mempunyai masalah 4. Dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No 36 Tahun 1990 tentang pengesahan convention of the right konvensi tentang hak-hak anak. 30 Saat seorang anak disangka melakukan tindak pidana hingga diputuskan oleh pengadilan maka seorang anak haruslah di damping oleh petugas sosial yang 28 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 29 Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, Bandung : CV. Mandar Maju, 2009 hlm 1 30 Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, Bandung : CV. Mandar Maju, 2009 hlm 4 membuat Case Study. Case Study adalah catatan yang terpenting dalam sidang anak, petugas sosial yang bertugas mengumpulkan data-data si anak mendatangi lingkungan seperti : keluarga, tetangga, kerabat dan teman-temannya si anak untuk mendapatkan informasi bagaimana seluk beluk anak ini. 31 Case Study sangatalah berperan besar bagi perkembangan anak di kemudian hari, karena dalam pemutusan perkara hakim harus melihat Case Study si anak secara khusus pribadi. Jika hakim tidak melihat Case Study dalam memutuskan perkara maka hakim tidak pernah mempertimbangkan keadaan sebenarnya si anak dalam kehidupan sehari-harinya hanya sebatas bertemu di muka persidangan saja. Namun, bukan berarti hakim terikat dengan Case Study ini hanya sebagai alat pertimbangan hakim dalam mengambil tindakan yang sebaik- baiknya guna kepentingan anak. 32 31 Wagiati Soetedjo, Melani. Hukum Pidana Anak Edisi Revisi.Bandung : Refika Aditama.2013. Cet. IV hlm 41 32 Wagiati Soetedjo, Melani. Hukum Pidana Anak Edisi Revisi.Bandung : Refika Aditama.2013. Cet. IV hlm 42