Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal Dari Surat Keterangan Camat (Analisis Kasus PTUN Nomor: 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN)
TESIS
Oleh
HAFNI CHOLIDA NASUTION
107011015/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HAFNI CHOLIDA NASUTION
107011015/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Nama Mahasiswa : HAFNI CHOLIDA NASUTION
Nomor Pokok : 107011015
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS
3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
(5)
Nama : HAFNI CHOLIDA NASUTION
Nim : 107011015
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM PEMBELI HAK ATAS
TANAH BERDASARKAN ALAS HAK YANG BERASAL DARI SURAT KETERANGAN CAMAT (ANALISIS KASUS PTUN NOMOR : 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN) Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama :HAFNI CHOLIDA NASUTION Nim :107011015
(6)
i
orang yang dapat membuktikan bahwa dia pemegang hak yang sebenarnya. Untuk mengkaji lebih dalam tentang kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak kepemilikan atas tanah, keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum, dan perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum serta dokumen lainnya, penelitian ini didukung oleh wawancara dengan informan dari Kantor Pertanahan Kota Medan terkait dengan permasalahan yang diteliti. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian, surat keterangan tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat keterangan tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka Surat keterangan tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah. Mengenai adanya perbuatan melawan hukum dalam riwayat kepemilikan tanah yang dijadikan alas hak dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir, mengakibatkan seluruh bukti kepemilikan sejak adanya perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum termasuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang dilakukan secara sah. Apabila terjadi pembatalan dan pencabutan sertipikat hak milik yang mengakibatkan kerugian bagi pembeli yang beritikad baik, maka pembeli yang beritikad baik tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat mengenai ganti rugi sehubungan dengan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
(7)
ii
who can prove that the latter is the person entitled to the land. A careful research must be conducted in order to know about the power of evidence on the Certificate of Subdistrict Head as the legal basis of land ownership, the validity of land transact with a complete document and the fulfillment of material requirement according to legal provisions although later it is proved that the transfer of the rights has been done unlawfully, and to know the legal protection for the purchaser of the land based on the legal basis from the Certificate of Subdistrict Head.
The research used judicial normative method in which legal doctrine research is referred to legal norms in the legal provisions as the normative basis. Therefore, the emphasis of this research was on the secondary data, such as regulations, legal theories, and legal documents. The research was supported by interviews with some informants from the Land Office in Medanthat were related to the subject matter of the analysis. The collected data were then processed, analyzed, and interpreted logicallyand systematically by using deductive method.
The results of the research showed that land certificate was underhanded written evidence which was not as powerful as the authentic deed, but since the land certificate could be categorized as the legal basis or judicial data to the land and could be used as the accessory for requesting land rights as stipulated in the legal provisions, the land certificate could become an important document in the process of issuing land rights certificate. The unlawful act in land ownership as it is used as the legal basis in the process of registering the land for the first time before the certificate is held by the last owner will cause all evidence of ownership, since the first time the unlawful act was conducted, to be legally abrogated, including the registration of the transfer of the land rights even though it is legally done. If the abrogation and the expropriation of ownership certificate cause the loss of the purchaser who has good intention, this purchaser can file a complaint to nearby District Court to clam a compensation for the execution by the verdict of the State Administrative Court.
(8)
iii
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperolah gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : “Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal Dari Surat Keterangan Camat
(Analisis Kasus PTUN Nomor: 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN)”. Penulis
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan Tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman di masa yang akan datang.
Didalam penulisan dan penyusunan Tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum., serta Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS., masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukkan dan bimbingan kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan kepada Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum,dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MHum., selaku dosen penguji yang banyak memberikan kritikan, saran serta masukkan dalam penulisan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS. CN. Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(9)
iv Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada kawan-kawan seperjuangan dan sahabat-sahabat saya, Khususnya kawan-kawan Magister Kenotariatan angkatan 2010 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran yang dari awal masuk di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sampai saat penulis menyusun tesis ini.
Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah. Akhirnya, semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.
Medan, Januari 2013 Penulis
(10)
v
Tempat/Tanggal lahir : Kisaran, 28 Juni 1980
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karsa Nomor 32, Medan
II. KELUARGA
Nama Ayah : H. Drs. A. Cholid Nasution
Nama Ibu : Hj. Hafifah Lubis
III. PENDIDIKAN
SD Swasta Harapan I (1987-1993) SLTP Swasta Harapan I (1993-1996) SMU Negeri 4 Medan (1996-1999) S-1 Ilmu Hukum FH USU (1999-2004)
(11)
vi
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Keaslian Penelitian ... 8
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10
1. Kerangka Teori ... 10
2. Konsepsi ... 14
G. Metode Penelitian ... 15
1. Sifat dan Metode Pendekatan ... 15
2. Sumber Data ... 16
3. Alat Pengumpulan Data ... 18
4. Analisis Data ... 19
BAB II KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN CAMAT SEBAGAI ALAS HAK KEPEMILIKAN TANAH 21 A. Kasus Posisi ... 21
B. Ketentuan Tentang Pembuktian ... 24
1. Pengertian Hukum Pembuktian ... 24
2. Pembuktian Dengan Bukti Tertulis ... 27
(12)
vii
4. Pendapat Instansi Terkait Mengenai Surat Keterangan
Camat ... 50
5. Kekuatan Pembuktian Dari Surat Keterangan Camat ... 51
BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG PROSES PENGALIHAN HAKNYA DILAKUKAN SECARA MELAWAN HUKUM... 57
A. Permasalahan Jual Beli Tanah ... 57
B. Landasan Hukum Pengalihan Hak Atas Tanah ... 61
1. Jual Beli Tanah Dalam Konsepsi Hukum Adat ... 61
2. Pengalihan Hak Milik Atas Tanah ... 64
C. Pendaftaran Tanah ... 68
1. Pengertian Dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah ... 68
2. Tujuan Dan Asas-Asas Pendaftaran Tanah ... 74
3. Obyek Pendaftaran Tanah ... 79
4. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah ... 80
5. Pengumpulan Dan Penelitian Data Yuridis ... 89
D. Perbuatan Melawan Hukum ... 91
E. Akibat Hukum Dari Jual Beli Tanah Dengan Riwayat Kepemilikan Tanah Yang Cacat Hukum ... 95
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI HAK ATAS TANAH BERDASARKAN ALAS HAK YANG BERASAL DARI SURAT KETERANGAN CAMAT ... 98
A. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Tanah Atas Gugatan Pihak Ketiga Yang Mengakibatkan Dibatal kannya Hak Atas Tanah Yang Dibelinya ... 98
1. Perlindungan Pembeli Tanah Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA ... 98
(13)
viii
B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Hak Atas Tanah ... 102
1. Perlindungan Melalui Sertipikat Sebagai Alas Hak Yang Kuat ... 102
2. Perlindungan Dalam Proses Pemindahan Hak Atas Tanah ... 103
3. Perlindungan Melalui Pembuktian Hak atas Tanah ... 106
4. Perlindungan Dari Adanya Dokumen Yang Cacat Hukum ... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
(14)
i
orang yang dapat membuktikan bahwa dia pemegang hak yang sebenarnya. Untuk mengkaji lebih dalam tentang kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak kepemilikan atas tanah, keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum, dan perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat maka harus dilakukan penelitian yang lebih baik.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum serta dokumen lainnya, penelitian ini didukung oleh wawancara dengan informan dari Kantor Pertanahan Kota Medan terkait dengan permasalahan yang diteliti. Keseluruhan data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis dan ditafsirkan secara logis, sistematis dengan menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian, surat keterangan tanah merupakan alat bukti tertulis dibawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat keterangan tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka Surat keterangan tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah. Mengenai adanya perbuatan melawan hukum dalam riwayat kepemilikan tanah yang dijadikan alas hak dalam proses pendaftaran tanah yang terjadi pada pendaftaran tanah pertama kali sebelum sampai kepada pemegang hak atas tanah yang terakhir, mengakibatkan seluruh bukti kepemilikan sejak adanya perbuatan melawan hukum adalah batal demi hukum termasuk pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang dilakukan secara sah. Apabila terjadi pembatalan dan pencabutan sertipikat hak milik yang mengakibatkan kerugian bagi pembeli yang beritikad baik, maka pembeli yang beritikad baik tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat mengenai ganti rugi sehubungan dengan eksekusi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
(15)
ii
who can prove that the latter is the person entitled to the land. A careful research must be conducted in order to know about the power of evidence on the Certificate of Subdistrict Head as the legal basis of land ownership, the validity of land transact with a complete document and the fulfillment of material requirement according to legal provisions although later it is proved that the transfer of the rights has been done unlawfully, and to know the legal protection for the purchaser of the land based on the legal basis from the Certificate of Subdistrict Head.
The research used judicial normative method in which legal doctrine research is referred to legal norms in the legal provisions as the normative basis. Therefore, the emphasis of this research was on the secondary data, such as regulations, legal theories, and legal documents. The research was supported by interviews with some informants from the Land Office in Medanthat were related to the subject matter of the analysis. The collected data were then processed, analyzed, and interpreted logicallyand systematically by using deductive method.
The results of the research showed that land certificate was underhanded written evidence which was not as powerful as the authentic deed, but since the land certificate could be categorized as the legal basis or judicial data to the land and could be used as the accessory for requesting land rights as stipulated in the legal provisions, the land certificate could become an important document in the process of issuing land rights certificate. The unlawful act in land ownership as it is used as the legal basis in the process of registering the land for the first time before the certificate is held by the last owner will cause all evidence of ownership, since the first time the unlawful act was conducted, to be legally abrogated, including the registration of the transfer of the land rights even though it is legally done. If the abrogation and the expropriation of ownership certificate cause the loss of the purchaser who has good intention, this purchaser can file a complaint to nearby District Court to clam a compensation for the execution by the verdict of the State Administrative Court.
(16)
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan dari terselenggaranya pendaftaran tanah adalah kepastian hukum guna memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Setiap permasalahan yang timbul ketika munculnya sengketa di Pengadilan yang terkait dengan hak atas tanah, penyelesaiannya melalui proses pembuktian. Alat bukti terpenting yang harus dimiliki oleh para pihak yang bersengketa adalah sertipikat sebagai hasil dari proses pendaftaran tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kepastian hukum yang timbul dari terlaksananya pendaftaran tanah sekurang-kurangnya meliputi dua hal, yaitu kepastian mengenai orang dan kepastian mengenai letak, batas-batas serta luas bidang-bidang tanah.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertipikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama sebelum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perubahan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang
(17)
tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya sebagaimana ketentuan pada Pasal 32 ayat (1) dan (2) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.1
Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa sertipikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tepat dan dirasakan arti praktisnya, sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adaah sistem negatif.2
Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang menguasainya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang beersangkutan atas namanya.3
Namun demikian, dalam praktek pendaftaran tanah yang menjadi masalah adalah sejauh mana orang boleh mempercayai kebenaran data fisik dan data yuridis
1
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, LN Tahun 1999 No. 52 TLN No. 3746, Penjelasan Umum Alinea ke-9
2
Ibid., Penjelasan Umum, Alinea ke-10
3
(18)
yang disajikan dan sejauh mana orang akan dilindungi oleh hukum apabila mengadakan perbuatan hukum berdasarkan data tersebut yang kemudian ternyata tidak benar, atau dengan perkataan lain, sampai sejauh mana tujuan pendaftaran tanah dapat dicapai, jawaban dari pertanyaan tersebut tergantung dari sistem publikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah. Pada dasarnya ada 2 (dua) sistem publikasi, yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif.4
Dalam pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi positif, orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Menurut sistem ini, apa yang tercantum dalam buku tanah dan surat-surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak.5 Dalam sistem publikasi positif dijamin bahwa nama orang yang terdaftar dalam buku tanah sudah tidak dapat dibantah lagi, sekalipun orang tersebut bukan pemilik yang sebenarnya dari tanah yang bersangkutan.6 Menurut sistem positif ini hubungan hukum antara hak dari orang yang namanya terdaftar dalam buku tanah dengan pemberi hak sebelumnya terputus sejak hak tersebut didaftarkan.
Adapun dalam pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi negatif, negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak benar-benar orang yang berhak, karena dalam sistem ini bukan
4
Arie S. Hutagalung,Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah; Penerapan Lembaga “Rechtsverwerking” Untuk Mengatasi Kelemahan Sistem Publikasi Negatif Dalam Pendaftaran Tanah (Suatu Kajian Sosioyuridis), LPHI, Jakarta, 2000, hal. 84
5
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto,Eksistensi Prona sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 21
6
Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983, hal. 32
(19)
pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Dalam sistem ini negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh para pihak yang memohon pendaftaran. Oleh karena itu sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang namanya sudah terdaftarpun tidak dijamin, walaupun dia memperoleh tanah itu dengan itikad baik. Dengan demikian pendaftaran tanah dengan sistem publikasi negatif tidak memberikan kepastian hukum kepada orang yang terdaftar sebagai pemegang hak, karena negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat hak atas tanah.
Dalam sistem pubikasi negatif umumnya digunakan sistem pendaftaran akta. Dalam sistem ini berlaku azas yang dikenal sebagai nemo plus juris, jadi walaupun telah melakukan pendaftaran, pembeli selalu masih menghadapi kemungkinan adanya gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa dia pemegang hak yang sebenarnya.7
Salah satu kasus sengketa pemilikan tanah dan menjadi obyek penelitian ini adalah kasus pertanahan yang berkaitan dengan terbitnya jual beli tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan camat yang diperiksa dan diadili di Pengadilan Tata Usaha Medan, seperti ditunjukkan dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor : 72/G.TUN/2005/PPTUN-MDN. Dalam perkara ini,
7
(20)
para penggugat adalah ahli waris dari F.M.D. Situmorang menggugat pihak Kantor Pertanahan Kota Medan atas terbitnya sertipikat atas nama orang lain, untuk melakukan pembatalan sertipikat nomor 1970/Kel. Helvetia yang terdaftar atas nama Naimah dengan luas 435 m² yang diterbitkan pada tanggal 1 Nopember 2004. Naimah yang juga menjadi tergugat intervensi tersebut memperoleh hak atas tanah dari Diana Hamdan Pulungan berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan Dirhamsyah Aryad, Notaris/PPAT kota Medan tanggal 5 Nopember 2004. Sedangkan Diana Hamdan Pulungan memperoleh tanah tersebut dari Yohanes Situmorang berdasarkan Surat Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi yang dibuat dibawah tanah tanggal 16 Januari 1997 yang dilegalisasi dihadapan Raskami Sembiring, Notaris/PPAT di Kota Medan yang berkaitan dengan Surat Keterangan Nomor : 593.2/1621 tanggal 27 Juli 2004 yang dikeluarkan oleh Lurah Helvetia Timur. Sedangkan Yohanes Situmorang sendiri menguasai tanah tersebut berdasarkan Surat Keterangan Nomor : 318/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975 yang dikeluarkan oleh Camat Medan Sunggal.
Dalam putusannya Pengadilan Tata Usaha Negara Medan membatalkan sertipikat Hak Milik Nomor 1970/Kel. Helvetia tersebut dan mewajibkan Kantor Pertanahan Kota Medan untuk mencabut Sertipikat Hak Milik tersebut. Demikian juga dengan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan dan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, keduanya menguatkan keputusan Pengadilan
(21)
Tata Usaha Negara Medan yaitu menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 1970/Kel. Helvetia yang terdaftar atas nama Naimah tersebut.
Dari kasus perkara sebagaimana diuraikan di atas, pembeli yang telah memenuhi seluruh syarat sahnya jual beli tanah telah berjuang mempertahankan hak miliknya yang telah ia beli secara sah dan beritikad baik akhirnya harus kandas dan merelakan miliknya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah melalui jual beli yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal Dari Surat Keterangan Camat (Analisis Kasus PTUN Nomor: 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN)”.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah: 1. Bagaimana kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak
kepemilikan atas tanah?
2. Bagaimana keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum?
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat ?
(22)
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian Surat Keterangan Camat sebagai alas hak kepemilikan atas tanah.
2. Untuk mengetahui keabsahan jual beli tanah yang disertai dengan dokumen yang lengkap dan memenuhi persyaratan materiil menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi kemudian terbukti dalam proses pengalihan haknya dilakukan secara melawan hukum.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pembeli hak atas tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari Surat Keterangan Camat.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara akademis-teoritis, penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi ilmu pengetahuan, khususnya ketentuan hukum yang mengatur perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan camat.
2. Secara sosial-praktis, adalah memberikan sumbangan pemikiran terhadap mahasiswa-mahasiswa atau praktisi-praktisi hukum dalam mengetahui tentang
(23)
perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli tanah berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan camat.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tesis “Perlindungan Hukum Pembeli Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Tanah Berdasarkan Alas Hak Yang Berasal Dari Surat Keterangan Camat (Analisis Kasus PTUN Nomor: 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN)”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang yang menyangkut peralihan hak atas tanah antara lain penelitian yang dilakukan oleh :
1. Saudari Helena (NIM. 067011002) Mahasiswi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Eksistensi Dan Kekuatan Alas Bukti Alas Hak Berupa Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Dibuat Dihadapan Notaris atau Camat Studi Di Kabupaten Deli Serdang”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :
a. Bagaimana eksistensi Notaris dalam pembuatan akta pelepasan hak dengan ganti rugi terhadap tanah yang belum bersertipikat di Kabupaten Deli Serdang?
b. Bagaimana kekuatan hukum alat bukti alas hak berupa akta pelepasan hak dengan ganti rugi yang dibuat dihadapan Notaris?
(24)
c. Bagaimana kewenangan Camat dalam pembuatan akta melepaskan hak atas tanah yang belum bersertipikat di Kabupaten Deli Serdang?
2. Saudari Noni Syahputri (NIM. 077011082), Mahasiswi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Alas Hak Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Dan Implikasinya Terhadap Kepastian Hukum”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :
a. Bagaimanakah prosedur alas hak di bawah tangan, sebagai dasar pendaftaran hak atas tanah?
b. Apakah kendala-kendala alas hak di bawah tangan, sebagai dasar pendaftaran hak atas tanah?
c. Upaya apakah yang dilakukan dalam mengatasi kendala alas hak di bawah tangan, sebagai dasar pendaftaran hak atas tanah?
3. Saudara Muaz Effendi (NIM. 077011043), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah :
a. Mengapa terjadi ketidakseragaman atas peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat di Kecamatan Medan Johor?
b. Bagaimana bentuk-bentuk surat peralihan hak atas tanah sebagai landasan pengalihan hak atas tanah yang belum bersertipikat?
(25)
c. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah yang belum bersertipikat serta kendala-kendala apa yang umumnya dihadapi masyarakat dalam pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Medan?
Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi subtansi maupun dari permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.8 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.9
Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :10
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta; b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;
8
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122
9
M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80
10
(26)
c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hans kelsen :
“Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan. Biasanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”11
Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib, oleh karena itu dibutuhkan pedoman-pedoman yang objektif yang harus dipatuhi secara bersama pula. Pedoman inilah yang disebut hukum. Jika hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu.12
Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak yang dimaksud disini adalah hak hukum (legal right). Penggunaan linguistik telah
11
Hans Kelsen,Teori Hukum Murnidengan judul buku asli“General Theory of Law and State”alih bahasa Somardi, Rumidi Pers, Jakarta, 2001, hal. 65
12
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage,Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 127
(27)
membuat dua perbedaan hak yaitujus in remdan jus in personam. Jus in remadalah hak atas suatu benda, sedang jus in personam adalah hak yang menuntut orang lain atas suatu perbuatan atau hak atas perbuatan orang lain. Pembedaan ini sesungguhnya juga bersifat ideologis berdasarkan kepentingan melindungi kepemilikan privat dalam hukum perdata.Jus in remtidak lain adalah hak atas perbuatan orang lain untuk tidak melakukan tindakan yang mengganggu kepemilikan.13
Suatu hak hukum menimbulkan kewajiban hukum orang lain. Sebagaimana dimaksud oleh Hans Kelsen yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie bahwa :
“Pernyataan bahwa saya memiliki hak melakukan perbuatan tertentu, mungkin hanya memiliki makna negatif, yaitu bahwa saya tidak diwajibkan untuk melakukan suatu perbuatan. Namun demikian, saya secara hukum tidak bebas melakukan apa yang ingin saya lakukan jika orang lain tidak diwajibkan secara hukum membiarkan saya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Kebebasan hukum saya selalu terkait dengan urusan hukum orang lain. Hak hukum saya selalu merupakan kewajiban hukum orang lain.”14
Menurut Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto tujuan daripada pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :15
a. Memberikan kepastian obyek
Kepastian mengenai bidang teknis, yaitu kepastian mengenai letak, luas dan batas-batas tanah yang bersangkutan, hal ini diperlukan sebagai upaya menghindari sengketa di kemudian hari baik dengan pihak yang menyerahkan maupun dengan
13
Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at,Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 66-67.
14
Ibid.
15
(28)
pihak-pihak yang siapa berhak atasnya, siapa yang mempunyai dan ada atau tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga).
b. Memberikan kepastian hak
Ditinjau dari segi yuridis mengenai status hukumnya, siapa yang berhak atasnya dan ada tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Kepastian mengenai status hukum dari tanah yang bersangkutan diperlukan karena dikenal tanah dengan berbagai status hukum yang masing-masing memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan kepada pihak-pihak yang mempunyai, hal mana akan sangat berpengaruh terhadap nilai jual tanah.
c. Memberikan kepastian subyek
Kepastian mengenai siapa yang mempunyai tanah tersebut diperlukan untuk mengetahui dengan siapa seseorang harus berhubungan untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada tidaknya hak-hak dan kepentingan pihak lain (pihak ketiga). Diperlukan untuk mengetahui perlu tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk menjamin penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan secara efektif dan aman.
Agar apa yang telah didaftarkan dalam buku tanah tetap sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka setiap perubahan yang terjadi dalam sesuatu hak harus didaftarkan sesuai Pasal 23 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Milik demikian pula setiap peralihan dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
(29)
Pendaftaran peralihan Hak Milik atas tanah khususnya karena jual beli merupakan pemenuhan atas ketentuan pendaftaran tanah seperti dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.16 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.17
Adapun uraian daripada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a. Hak Atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.18
b. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
16
Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.31.
17
Burhan Ashshofa,Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19
18
(30)
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
c. Sertipikat Hak Atas Tanah adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan Menteri Agraria.19
d. Alas Hak adalah dasar hak kepemilikan seseorang terhadap suatu bidang tanah. e. Surat Keterangan Camat tentang Tanah adalah surat keterangan yang dikeluarkan
oleh camat sebagai bukti kepemilikan seseorang atas sebidang tanah.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Metode Pendekatan
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat analisis deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.20
Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu
19
H.Ali Achmad Chomzah,Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 123
20
Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 101
(31)
kepada norma-norma hukum,21 yang terdapat hukum pendaftaran tanah maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalis permasalahan yang dibahas,22 yang dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini. Di samping itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma tersebut bekerja di dalam masyarakat,23 yaitu penerapan kaidah-kaidah hukum hukum terkait perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah.
2. Sumber data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu data sekunder, yang akan diperoleh dari penelitian keputakaan dari bahan-bahan pustaka dan data primer, yang akan diperoleh langsung melalui penelitian di lapangan baik dari informan yang terkait dengan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah.
21
Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13
23
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 49
(32)
Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang ada di kepustakaan atau data-data sekunder dan data-data primer serta tertier dalam bidang hukum antara lain :
1) Bahan hukum primer.24
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak sertipikat yang berasal dari surat keterangan tanah.
2) Bahan hukum sekunder.25
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah.
24
Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 53
25
(33)
3) Bahan hukum tertier.26
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pedoman wawancara, yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak pihak Kantor Pertanahan Kota Medan yang berkaitan dengan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak sertipikat yang berasal dari surat keterangan tanah, selain itu dilakukan pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dengan informan, yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak Kantor Pertanahan Kota Medan terkait dengan perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah. Wawancara
26
(34)
dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan dalam penelitian tesis ini.
4. Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).27
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.28 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.29
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengumpulkan data sekunder, selanjutnya dilakukan pengelompokan dan penyusunan data secara berurutan dan sistematis, kemudian data yang telah disusun tersebut dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang perlindungan hukum pembeli hak atas tanah melalui jual beli berdasarkan alas hak yang berasal dari surat keterangan tanah.
27
Burhan Bungin,Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53
28
Lexy J. Moleong,Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103
29
(35)
Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, untuk menjawab seluruh permasalahan yang telah dirumuskan.
(36)
A. Kasus Posisi
Dalam perkara Pengadilan Tata Usaha Negara nomor 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN, yang menjadi penggugat adalah isteri dan anak-anak selaku para ahli waris dari almarhum F.M.D. Situmorang yang telah meninggal dunia di Kota Medan pada tanggal 8 September 1998. Para penggugat adalah ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris nomor 96/SK/MK/X/1998 tanggal 27 Oktober 1998 yang dikeluarkan oleh Camat Medan Kota. Sedangkan yang menjadi tergugat dalam perkara ini adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan.
Awalnya pada tahun 1972 ketika Almarhum F.M.D. Situmorang masih menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara ada membeli dua bidang tanah kosong dari pembagian untuk karyawan perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara yang dikenal dengan kapling/persil nomor 115 dan 116 yang terletak di Kampung Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang (sekarang wilayah Kota Medan), Propinsi Sumatera Utara. Selanjutnya atas kedua bidang tanah tersebut oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan telah menerbitkan Surat keterangan tanah masing-masing untuk kapling/persil nomor 115 sesuai nomor 257/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975 dan untuk kapling/persil
(37)
keduanya tercatat atas nama F.M.D. Situmorang.
Bahwa atas kapling/persil nomor 116 sesuai Surat Keterangan Tanah yang diterbitkan oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal dengan nomor 258/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975 seluas kurang lebih 435 m2 tercatat atas nama Drs. F.M.D. Situmorang adalah mempunyai batas-batas dan ukuran sebagai berikut :
1. Sebelah timur berbatasan dengan tanah persil nomor 157 sepanjang 15 meter; 2. Sebelah barat berbatasan dengan rencana jalan sepanjang 15 meter;
3. Sebelah utara berbatasan dengan tanah persil nomor 117 sepanjang 29 meter; 4. Sebelah selatan berbatasan dengan tanah persil nomor 115 sepanjang 29 meter.
Bahwa kapling/persil nomor 115 dan nomor 116 yang telah dikuasai dan diusahai oleh Almarhum F.M.D. Situmorang dan keluarganya tersebut pada tahun 1995 disewakan kepada M. Siregar untuk diusahai dan ditanami padi-padian. Namun pada tanggal 23 Juni 2005 ketika para penggugat berkunjung dan meninjau lokasi kapling/persil nomor 116 yang terletak di Guru Sinomba II, Kampung Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang (sekarang masuk wilayah Kota Medan), Propinsi Sumatera Utara, para penggugat terkejut karena melihat bahwa di atas tanah kapling/persil nomor 116 tersebut telah berdiri dan sedang dibangun satu unit rumah milik kepunyaan Naimah dan telah memiliki sertipikat Hak Milik nomor 1970/Kel. Helvetia Timur yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan tertanggal 1 Nopember 2004, surat ukur nomor 93/Helvetia Timur tanggal 6
(38)
hidupnya maupun para penggugat tidak pernah menjual tanah kapling/persil tersebut kepada orang lain.
Bahwa dasar penerbitan sertipikat oleh Kepala Kantor Pertanahan adalah berdasarkan Surat Keterangan Tanah nomor 318/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975 yang diterbitkan oleh Camat Medan sunggal yaitu jual beli dari seseorang yang bernama Yohanes Situmorang kepada Diana Hamdan Pulungan dan selanjutnya Diana Hamdan Pulungan menjualnya kepada Naimah.
Bahwa Yohanes Situmorang menguasai tanah seluas 435 m2 tersebut sesuai dengan Surat Keterangan nomor 318/SKT/MS/1975 tanggal 12 Desember 1975. Kemudian Diana Hamdan Pulungan memperoleh tanah tersebut dari Yohanes Situmorang berdasarkan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Dan Ganti Rugi yang dibuat dibawah tangan dengan nomor 15/L/I/1997 tanggal 16 Januari 1997 bertalian dengan Surat Keterangan nomor 593.2/1621 tanggal 27 Juli 2004, Kemudian setelah dipenuhinya kewajiban pemohon sertipikat sebagaimana yang dicantumkan dalam Surat Keputusan Pemberian Haknya, maka Kepala Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak Milik nomor 1970/Kel. Helvetia Timur keatas nama Diana Hamdan Pulungan. Kemudian hak atas tanah tersebut pada tanggal 5 Nopember 2004 dijual oleh Diana Hamdan Pulungan kepada Naimah berdasarkan Akta Jual Beli nomor 263/2004 tertanggal 5 Nopember 2004.
Selanjutnya pada tanggal 31 Agustus 2005 para ahli waris F.M.D. Situmorang mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan untuk
(39)
putusannya Pengadilan Tata Usaha Negara Medan nomor 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN tanggal 8 Maret 2006 telah mengabulkan gugatan para ahli waris F.M.D. Situmorang untuk seluruhnya, menyatakan batal Sertipikat Hak Milik nomor 1970/Kel. Helvetia Timur, Kecamatan Sunggal, Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara tertanggal 1 Nopember 2004 atas nama Naimah, dan mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan untuk mencabut Sertipikat Hak Milik nomor 1970/Kel. Helvetia Timur tersebut.
Dalam putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Medan nomor 53/BDG/2006/PT.TUN-MDN tanggal 17 Juli 2006 isi putusannya menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, demikian halnya dengan putusan kasasi Mahkamah Agung nomor 52 K/TUN/2007 tanggal 16 Nopember 2007 isi putusannya menolak permohonan kasasi dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan. Dengan demikian maka perkara ini telah berkekuatan hukum tetap, tanpa adanya upaya hukum lain dari para pihak yang berperkara.
B. Ketentuan Tentang Pembuktian 1. Pengertian Hukum Pembuktian
Hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua umurnya. Hal ini dapat dilihat dari peran manusia dalam hidup bermasyarakat yang pada hakekatnya memiliki keadilan.30 Pada umumnya pembuktian diperlukan jika terjadinya sengketa dipengadilan atau dimuka hakim. Yang mana hakim bertugas
30
(40)
tidak. Hubungan hukum inilah yang harus terbukti dimuka hakim dan tugas kedua belah pihak yang berperkara ialah memberi bahan-bahan bukti yang diperlukan oleh hakim.
Dalam arti luas, membuktikan adalah membenarkan hubungan hukum, yaitu misalnya apabila hakim mengabulkan tuntutan penggugat, dikabulkannya tuntutan tersebut mengandung arti, bahwa hakim menarik kesimpulan bahwa apa yang dikemukakan oleh penggugat sebagai hubungan hukum antara penggugat dan tergugat, adalah benar berhubung dengan itu dan membuktikan dalam arti yang luas adalah memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat bukti yang sah.31 Dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya diperlukan apanbila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat dan apa yang tidak dibantah tidak perlu di buktikan.
Pasal 283 RBg/163 HIR menyatakan : “ Barangsiapa mengatakan mempunyai suatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya perbuatan itu.”
Hal ini juga terdapat dalam Pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi :
”Barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana dia mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-pristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan peristiwa-peristiwa itu”.
31
R. Soepomo,Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri,Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal. 63
(41)
meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan untuk membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Diantara demikian banyaknya perikatan dalam masyarakat banyak kejadian diantaranya jual beli, yang merupakan pemindahan hak atas tanah, hal ini sangat penting karena bisa saja kejadian tersebut yang semula tidak bermasalah kemudian timbul masalah karena dimuka hukum hak yang dimiliki seseorang bisa saja di gugat oleh pihak lain. Dipengadilan masing- masing pihak mengajukan dalil yang saling bertentangan dimana hakim akan memeriksa dan menetapkan dalil-dalil yang benar dan dalil-dalil yang tidak benar berdasarkan aturan-aturan tentang pembuktian.
Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang sangat penting. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formal bertujuan hendak memelihara dan mempertahankan hukum material. Jadi secara formal hukum pembuktian itu mengatur cara bagaimana mengadakan pembuktian seperti terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara materil, hukum pembuktian itu mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut.
Dalam jawab menjawab di muka sidang pengadilan, pihak-pihak yang berperkara dapat mengemukakan fakta-fakta hukum yang dapat dijadikan dasar untuk meneguhkan hak perdatanya ataupun untuk membantah hak perdata pihak lain. Peristiwa-peristiwa tersebut sudah tentu tidak cukup dikemukakan begitu saja, baik secara tertulis maupun lisan. Akan tetapi, harus diiringi atau disertai bukti-bukti yang
(42)
peristiwa itu harus disertai pembuktian secara yuridis. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.32
Mengenai hukum pembuktian telah diatur didalam buku ke empat dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan terdapat dalam Pasal 1865 hingga Pasal 1945 yang mengandung segala aturan-aturan pokok pembuktian dalam perdata, sehingga pembuktian ini hanyalah berhubungan dengan perkara saja.33
2. Pembuktian Dengan Bukti Tertulis
Jika dilihat dari suatu perkara yang terjadi di pengadilan guna mendapatkan suatu bukti dari dalil yang diajukan penggugat terhadap penggugat, seorang hakim dapat memperhatikan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat dan tergugat dipengadilan yang mana Alat bukti (bewijsmiddel) tersebut memiliki bermacam-macam bentuk dan jenis yang mampu memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Yang mana alat bukti tersebut di ajukan oleh para pihak guna membenarkan dalil gugat atau dalil bantahan.
Menurut Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada 5 (lima) macam alat pembuktian yang sah, antara lain:
32
H. Riduan Syahrani,Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 83
33
Mr.A. Pitlo,Pembuktian Dan Daluwarsa (Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda), PT intermasa, Jakarta, 1978, hal. 3
(43)
b). Kesaksian; c). Persangkaan; d). Pengakuan; e). Sumpah.
Suatu surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran dalam Pasal 1867 KUHPerdata yang mengatur mengenai pembuktian tertulis, undang-undang membagi surat-surat dalam surat otentik dan surat dibawah tangan. Suatu surat otentik adalah suatu surat yang dibuatkan oleh seorang pegawai dalam kedudukannya. Bukti tulisan adalah apa yang dinamakan dengan akta suatu surat yang ditandatangani, diperbuat sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.34
Tandatangan di sini sangatlah penting dalam suatu akta karena bagi pihak yang menandatangani dianggap menanggung tentang kebenaran apa yang ditulis dalam akta dan bertanggung jawab tentang apa yang ditulisnya didalam akta tersebut.
Ada tiga macam surat sebagai alat bukti, antara lain: 1). Akta otentik
Sebagai mana tercantum didalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
undang-34
(44)
itu dibuat”.
Kekuatan pembuktian sempurna akta otentik hanya mengikat dalam arti apa yang tertulis dalam akta otentik tersebut dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dan akta otentik tersebut memberikan pembuktian yang sempurna dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu bukti tambahan lain.35
Akta otentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian, antara lain:36 a). Pembuktian formal, yaitu membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta otentik dihadapan pejabat yang berwenang.
b). Pembuktian materil, yaitu membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan dalam akta tersebut telah terjadi.
c). Pembuktian keluar, yaitu membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan, tetapi juga kepada pihak ketiga.
Nilai kekuatan pembuktian dari akta otentik ini bila terpenuhinya syarat formil dan materil maka:37
35
Martiman Prodjohamidjojo,Hukum Pembuktian, Dalam Sengketa Tata Usaha Negara (UU No. 5 Tahun 1986, LN No. 77), Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hal. 60
36
R. Subekti,Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008, hal. 29-30
37
(45)
bukti lain.
b). Langsung sah sebagai alat bukti yang otentik
c). Melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.
Hakim wajib dan terikat untuk menganggap akta otentik tersebut benar dan sempurna, harus mengganggap apa yang didalilkan atau dikemukakan cukup terbukti dan hakim terikat atas kebenaran yang dibuktikan akta tersebut, sehingga harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan.
2). Akta dibawah tangan
Sebagai mana tercantum didalam pasal 1874 KUHPerdata dan pasal 286 RBG dapat dirumuskan akta dibawah tangan adalah :
a). Akta yang di tanda tangani dibawah tangan
b). Tidak dibuat dan ditandatangai dihadapan pejabat yang berwenang, tetapi dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak.
c). Terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat dihadapan pejabat yang meliputi surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga.
d). Tulisan lain yang dibuat tanpa permintaan pejabat umum.
Singkatnya, segala bentuk tulisan atau akta yang bukan akta otentik disebut akta di bawah tangan atau dengan kata lain segala jenis akta yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.38
38
(46)
persyaratan pokok :39
a). Surat atau tulisan itu ditanda tangani.
b). Isi yang diterangkan didalamnya menyangkut perbuatan hukum (rechtshandeling) atau hubungan hukum (rechtsbettrekking).
c). Sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum yang disebut didalamnya.
Daya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan, tidak seluas dan setinggi derajat akta otentik. Akta otentik memiliki daya pembuktian lahiriah, formil dan materiil. Tidak demikian dengan akta dibawah tangan, yang padanya tidak mempunyai daya kekuatan pembuktian lahiriah, namun hanya terbatas pada daya pembuktian formil dan materiil dengan bobot yang jauh lebih rendah dibandingkan akta otentik.
3). Surat-surat lain
Surat biasa/ surat-surat lain merupakan surat dalam bentuk tulisan yang dibuat tidak sengaja atau tidak dengan maksud untuk dijadikan alat bukti, akan tetapi surat ini dapat dijadikan alat bukti tambahan dan dapat juga dikesampingkan atau tidak dipergunakan sama sekali (contoh: karcis, bon, tiket pesawat, dll).
C. Surat Keterangan Camat Tentang Tanah
Alas hak atas tanah berupa surat-surat yang dibuat oleh para Notaris atau Camat dengan berbagai macam ragam bentuk ditujukan untuk menciptakan bukti
39
(47)
pengusaan tanah tersebut ada yang dibuat di atas tanah yang belum dikonversi maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara dan kemudian tanah tersebut diduduki oleh masyarakat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh Kepala Desa dan disahkan oleh Camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak adat.40 Dalam perkembangannya alas hak atas tanah ini dikenal dengan Surat Keterangan Tanah. Surat keterangan camat tentang tanah ini diperlukan sebagai alas hak terhadap pengalihan tanah-tanah yang belum bersertipikat yang masih merupakan tanah Negara yang dapat dialihkan atau diganti-rugikan oleh atau dihadapan camat yang secara umum disebut dengan surat pernyataan pelepasan hak dengan ganti rugi. Surat keterangan camat tentang tanah tersebut merupakan alas hak yang digunakan apabila akan diajukan upaya untuk meningkatkan status tanah tersebut menjadi sertipikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan setempat.
1. Permulaan Munculnya Surat Keterangan Camat
Setiap perikatan antara seseorang dengan orang lain atau lembaga satu dengan lembaga yang lain di atur dalam undang-undang hukum perdata yang diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata yang berbunyi untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Apabila suatu perikatan terjadi adakalanya diperlukan suatu pembuktian agar perikatan tersebut dapat dipertahankan dimuka hukum oleh pelaku perikatan. Hal ini terdapat dalam Pasal 1865 yang berbunyi setiap
40
(48)
haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Diantara demikian banyaknya perikatan dalam masyarakat banyak kejadian diantaranya jual beli, yang merupakan pemindahan hak atas tanah, hal ini sangat penting karena bisa saja kejadian tersebut yang semula tidak bermasalah kemudian timbul masalah karena dimuka hukum hak yang dimiliki seseorang bisa saja di gugat oleh pihak lain.
Walaupun hal tersebut telah terjadi puluhan tahun lampau karena tidak ada kekuatan hukum yang melarang seseorang untuk melakukan gugatan jika memiliki bukti yang kuat. Yang sering terjadi dikalangan masyarakat terutama di daerah-daerah adalah saling mengakui suatu tempat tanah di satu lokasi merupakan miliknya. Hal ini disebabkan di beberapa daerah tanah tersebut masih belum mempunyai hak sesuai kepada hak-hak yang ada dalam undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Disamping itu juga karena belum terdaftarnya tanah-tanah tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Berdasarkan kedudukannya tanah terbagi menjadi tanah yang bersertipikat dan tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang bersertifikat adalah tanah yang memiliki hak dan telah terdaftar di kantor pertanahan setempat sedangkan tanah yang belum bersertipikat merupakan tanah yang belum memiliki hak tertentu dan status
(49)
termasuk terhadap tanah yang belum bersertifikat.41
Pada prakteknya apabila seseorang ingin mengusai suatu tanah di masa lalu orang tersebut haruslah membuka hutan terlebih dahulu, dikarenakan hutan yang demikian luas dan tidak tergarap oleh siapapun maka seseorang bisa saja membuka hutan sesuai dengan keinginannya. Sedangkan pemerintah pada waktu itu membiarkan saja karena dianggap untuk kehidupan warga disekitarnya. Dengan dikeluarkannya UUPA Nomor 5 tahun 1960 maka dalam hal kebebasan membuka hutan diatur lebih lanjut dikarenakan kemajuan dan pembangunan makin menghendaki pembukaan hutan.
Disamping belum tuntasnya pendaftaran tanah dan hak milik sehingga kadang kala terjadi berdempetan baik karena disengaja oleh masyarakat dan tidak diketahui oleh aparat pemerintah yang bertugas dibidang itu sehingga kejadian ini menimbulkan persengketaan sehingga menghambat kegiatan pembangunan. Untuk mengatasi hal ini barulah terasa sekarang betapa pentingnya pendaftaran tanah dan memiliki hak-hak atas tanah.
Pada zaman sebelum UUPA maupun setelah UUPA, pada awalnya tanah yang belum tergarap masih luas dan kegiatan pembangunanpun masih belum begitu banyak dilakukan sedangkan desa dan kecamatan membutuhkan biaya untuk pembangunan yang ada di wilayah tersebut sehingga baik disengaja maupun tidak
41
Helena,Eksistensi Dan Kekuatan Alat Bukti Alas Hak Berupa Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Dibuat Dihadapan Notaries Atau Camat Studi Di Kabupaten Deli Serdang, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, 2007, hal. 23
(50)
kesempatan kepada masyarakat untuk membuka hutan.
Setelah demikian lama berjalan baru terasa hal tersebut sangat merepotkan dan tidak adanya kepastian berapa luas hutan yang sudah di buka sehingga mempunyai dampak lain disamping untuk kemakmuran juga kadang kala dipergunakan untuk ekplorasi hutan untuk kepentingan pribadi dan ekonomi sehingga hutan-hutan lindungpun dibuka dan diberikan ijin oleh Bupati, Kecamatan dan disetujui oleh Gubernur yang mengakibatkan banyaknya pejabat-pejabat yang terkena sanksi hukum dan sampai ke pengadilan. Sehingga oleh pemerintah berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah,42 kepada camat telah diberikan wewenang untuk memberikan ijin membuka tanah yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha. Dalam hal kepemilikan tanah yang melebihi luas maksimum yang telah ditetapkan pemerintah tak sedikit pemilik tanah yang memiliki tanah dengan luas yang melebihi dari ketentuan tersebut sehingga terkadang tanah yang seharusnya tidak boleh melebihi dari 10 Ha dapat dimiliki oleh pemilik tanah hingga ratusan hektar dengan cara memisahkan perbagian dari bukti kepemilikannya, sebagai contoh apabila seseorang memiliki tanah seluas ratusan hektar maka orang tersebut akan memiliki sekitar puluhan Surat Keterangan Camat sebagai alas haknya.
42
Telah diubah menjadi Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan endaftaran Tanah Tertentu
(51)
oleh camat/ kepala kecamatan kurang memperhatikan segi-segi kelestarian lingkungan dan tata guna tanahnya,dan tidak jarang dijumpai adanya ijin membuka tanah yang tumpang tindih dengan tanah kawasan hutan, sehingga dapat menimbulkan hal-hal yang mengakibatkan terganggunya kelestarian tanah dan sumber-sumber air.
Setelah terasa hal demikian sangat membahayakan kelestarian alam dan lingkungan yang mengakibatkan tanah tandus, banjir dan habisnya hutan lindung dan suaka alam maka pemerintah menindak tegas setiap adanya pelanggaran yang dampaknya terasa sampai ke daerah-daerah. Atas pertimbangan tersebut maka oleh Departemen Dalam Negeri menghimbau kepada Kepala Daerah untuk menginstruksikan kepada camat/ kepala kecamatan agar tidak lagi memberikan ijin membuka tanah dalam bentuk apapun juga.
Peran serta pemerintah disini tidak terlepas dari kewenangan yang diberikan oleh pemeritah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal pengurusan tanah sebagaimana ternyata dalam rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala Kabupaten/Kota diantaranya adalah pelayanan pertanahan.43
43
Arie Sukanti dan Markus Gunawan,Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 11
(52)
kepentingan masyarakat dalam menguasai dan memiliki tanah yang luasnya tidak lebih dari 10 Ha maka wewenang pemberian ijin membuka tanah berada pada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi bagi tanah yang luasnya lebih dari 10 Ha hingga 50 Ha.
Walaupun telah diatur demikian tetapi tetap terjadi pelanggaran dengan berbagai cara oleh masyarakat sehingga pembabatan hutan tetap berlaku dengan cara berkelompok menebas hutan atas nama masyarakat hingga ribuan hektar. Kewenangan camat yang mana tidak diperbolehkan lagi untuk membuka hutan maupun membuat surat jual beli untuk pemindahan hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat yang ada di daerah-daerah dan ini menimbulkan hambatan bagi kegiatan-kegiatan masyarakat dalam mengolah tanah maupun dalam jual beli tanah. Sehingga menimbulkan kegelisahan warga sedangkan camat bertugas untuk melayani masyarakatnya sebagai aparat pemerintah didaerahnya sebagai aparat pemerintah yang terbawah.
Karena terhambatnya kegiatan perekonomian dan pembangunan sehingga oleh pemerintah daerah dikeluarkanlah berbagai langkah untuk mengatasi hal ini Untuk mengatasi perkembangan pembukaan hutan yang semrawut sehingga merusak lingkungan dan sering terjadi berhimpitan maka Menteri Dalam Negeri mengeluarkan
(53)
Pencabutan Wewenang Kepala Kecamatan Untuk Memberikan Izin Membuka Tanah. Dengan dikeluarkannya instruksi tersebut masa tugas bupati maupun camat tidak dapat menghindarkan kebutuhan masyarakat untuk menyelesaikan surat menyurat tanah yang mereka miliki baik berdasarkan ijin pembukaan maupun berdasarkan pemberian adat harus dilayani untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang akan mengurus hak-hak mereka maupun yang akan memindahtangankan tanah-tanah yang mereka miliki.
Bagi yang memiliki tanah yang sudah lama atau yang dikuasai sebelum 24 September 1960 diperlukan bukti kepemilikan atau penguasaan tanah dapat digunakan surat keterangan riwayat pemilikan/ penguasaan tanah sedangkan tanah yang dikuasai dengan ganti kerugian surat tanda buktinya adalah surat keterangan ganti kerugian, surat pernyataan tidak bersengketa dan semua surat tersebut diatas seperti tanda letak batas (sepadan) dan peta/gambar (sceets kart) situasi merupakan suatu kesatuan, yang mana dapat dipergunakan sebagai bukti kepemilikan.
Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,44terdapat alat bukti tertulis untuk dapat membuktikan kepemilikan atas tanah yang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah antara lain: grosse akta hak eigendom, surat tanda bukti hak milik yang
44
Penjelasan Pasal 24 (m), lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana tercantum dalam Pasal II, Pasal IV dan Pasal VII ketentuan konversi UUPA.
(54)
yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri No. 9 Tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, petuk Pajak Bumi sebelum berlakunya PP No. 10 Tahun 1961, akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan disertai alas hak yang dialihkan, akta pemindahan hak yang dibuat oleh PPAT, akta ikrar wakaf, risalah lelah yang dibuat oleh Pejabat Lelang, surat penunjukan atau pembelian kavling tanah yang diambil pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan.45
Surat Keterangan Tanah yang mana merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda akan tetapi hal ini sama halnya dengan surat dasar atau sebagian masyarakat menyebutnya dengan “SK Camat” dan hal ini termasuk dalam lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga.
Surat Keterangan Camat yang dahulunya dikuasai oleh seseorang di terbitkan surat oleh desa berupa ijin tebas tebang, untuk membuktikan mereka dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan Surat Keterangan Tanah di singkat SKT. Kemudian penggarap hendak menjual tanah ini, oleh para pihak kedesa atau lurah, tanda
45
Andi Sufiarma,Surat Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah,http://fiaji.blogspot.com/2010/05/surat-di-bawah-tangan-sebagai-dasar.html, terakhir diakses pada tanggal 17 Juli 2012
(55)
tersebut maka dirancanglah oleh perangkat desa mengenai ganti rugi hingga sekarang disebut dengan surat keterangan ganti rugi. Hal ini terjadi setelah tahun 1970-an keatas sehingga surat keterangan tanah yang terbit sebelum tahun 1970 tidaklah ada.46 Surat keterangan ganti rugi ini dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang tanahnya diganti rugi (penggarap) dan pihak yang memberi kerugian (pembeli). Prosesnya cukup sederhana, dimulai dengan kesaksian ketua Rukun Tetangga (RT), ketua Rukun Warga (RW), kemudian diketahui oleh kepala desa, disetujui oleh kepala desa atau lurah dan seterusnya dikuatkan oleh camat serta saksi-saksi.
Proses mendapatkan hak milik atas tanah seperti ini jika merujuk pada undang-undang pokok agraria, surat keterangan tanah merupakan proses awal atau alas hak untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Namun dengan mengantongi surat keterangan tanah tersebut masyarakat merasa haknya sudah aman dan terlindungi, meskipun dalam praktek penerbitan Surat Keterangan Tanah banyak hal negatif yang dijumpai. Surat Keterangan Tanah ini diakui juga oleh pemerintah sebagai salah satu bukti dalam pengajuan sertipikat bagi hak milik untuk mendapatkan suatu hak berdasarkan UUPA.
Pengajuan pendaftaran tanah guna mendapatkan sertipikat belumlah terlaksana sebagaimana mestinya disebabkan adanya kendala-kendala seperti halnya
46
Hasil wawancara dengan Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 14 Juli 2012
(56)
biaya pendaftaran tanah yang cukup tinggi sehingga bagi yang perekonomiannya rendah menganggap cukup hanya dengan memiliki Surat keterangan ganti rugi saja sebagai alas hak, hal-hal inilah yang menyebabkan masih rendahnya kesadaran dari masyarakat dalam hal pensertipikatan atas tanah. Sehingga masyarakat lebih memilih memakai Surat Keterangan Tanah yang dibuat oleh Camat ataupun Lurah dan Kepala Desa yang mana harganya lebih terjangkau.
2. Camat Sebagai Perangkat Daerah Yang Mengeluarkan Surat Keterangan Tanah
Camat merupakan perangkat daerah kabupaten atau kota dengan wilayah yang tertentu. Camat berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota yang mana menerima limpahan wewenang tugas dan kewenangan dari Bupati dan Walikota untuk melaksanaakan tugas-tugas administrasi Negara. Camat dalam kedudukannya merupakan pemerintah kecamatan merangkap sebagai administrator kecamatan.47
Camat selain sebagai perangkat daerah juga berkedudukan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara yang ditempatkan pada daerah kecamatan yang belum memiliki Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). PPAT Sementara adalah
47
S.Prajudi Atmosudrijo,Hukum Administrasi Negara, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal. 17
(57)
dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.48
Camat sebagai PPAT sementara dalam prakteknya juga banyak membuat dan menandatangani surat pelepasan hak dengan ganti rugi, padahal kewenangan tersebut menurut ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata hanyalah dimiliki oleh Notaris selaku pejabat umum, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan yang berkepanjangan apakah Camat berwenang untuk membuat surat pelepasan hak dengan ganti rugi terhadap tanah negara dan bagaimana kekuatan hukum dari surat pelepasan hak dengan ganti rugi atas tanah negara tersebut.
Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pengangkatan Dan Pemberhentian Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal ini :
a. Camat dapat diangkat apabila di daerah kerja Camat yang bersangkutan berada dalam daerah Kabupaten/Kotamadya yang formasi PPAT-nya dinyatakan masih belum tertutup.
b. Melimpahkan wewenang kepada Kepala Kantor Wilayah untuk mengangkat dan memberhentikan Camat sebagai PPAT.
Hak-hak yang dapat dialihkan dihadapan camat dalam kedudukannya sebagai PPAT sementara sama dengan PPAT pada umumnya yang mana hanya mempunyai kewenangan terhadap tanah-tanah yang telah mempunyai tanda bukti hak atau dengan
48
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pasal 1 Butir 2
(58)
Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai.
Berdasarkan kenyataannya banyak surat pelepasan hak dengan ganti rugi atas tanah yang belum memiliki tanda bukti hak dan belum bersertipikat masih merupakan tanah Negara yang dialihkan atau diganti rugikan oleh dan dhadapan camat yang secara umum disebut surat pernyataan pelepasan hak dengan ganti rugi.49 Tindakan camat dalam mengeluarkan surat keterangan ganti rugi ini hanyalah bertindak sebagai Kepala Kecamatan saja tidak sebagai PPAT Sementara mengingat di daerah tersebut telah banyaknya PPAT maka kewenangan camat sebagai PPAT sementara dicabut. Keterangan dari Camat setempat yang merupakan surat dasar untuk meningkatkan status tanah menjadi sertipikat pada prakteknya tetap diakui keberadaannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
3. Syarat-Syarat Untuk Mendapatkan Hak
Sesuai dengan UUPA mengenai hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh masyarakat ada berbagai macam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, yang menyatakan hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 ialah hak milik, HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Sewa. Sedangkan Hak Membuka Hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dalam undang-undang serta hak-hak yang sifat sementara yang sebagaimana di sebut dalam Pasal 53 UUPA.
49
(59)
yang dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 1 hak guna air, hak guna pemeliharaan penangkapan ikan, dan hak guna angkasa. Disamping hak-hak tersebut juga diakui hak ulayat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UUPA yang berlaku atas bumi dan luar angkasa adalah hukum adat selama tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam perundang-undangan ini dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Untuk mendapatkan hak-hak tersebut Departemen Dalam Negeri Direktorat Jendral Agraria mengeluarkan buku tuntunan bagi PPAT.
Hingga saat ini yang diangkat sebagai PPAT adalah para notaris/ wakil notaris dan pensiunan pegawai negeri tertentu setelah menempuh suatu ujian khusus untuk dapat menjabat PPAT. Disamping PPAT yang diangkat tersebut maka para camat sbagai kepala wilayah kecamatan karena jabatannya ditunjuk pula sebagai PPAT untuk wilayah kerja didalam kecamatan masing-masing mengingat bahwa belum cukup tersedianya PPAT yang dapat diangkat setelah melalui ujian khusus tersebut. Tidak tersedianya bahan-bahan dan kumpulan peraturan perundang-undangan mengenai keagrariaan merupakan salah satu sebab pembuat akta tanah kurang baik atau tidak benar bahkan adanya akta-akta yang nyatanya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih lagi kepada PPAT yang ditunjuk karena jabatannya seperti kepala kecamatan.
(60)
kehidupan manusia terlebih dalam UUPA tahun 1960 telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah Indonesia harus didaftarkan sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA diantaranya berbunyi: ”untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah telah diadakan pendaftaran tanah yang diatur dengan pola pemerintah.” Yang sangat penting dalam hal ini yang sering dijumpai adalah peralihan hak tidak lagi dibuat oleh kepala desa atau kepala suku secara dibawah tangan tetapi harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dalam hal ini direktur agraria 1 orang untuk satu kecamatan. Dimana suatu daerah belum diangkat seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maka camat sebagai kepala wilayah kecamatan tersebut untuk sementara ditunjuk karena jabatannya sebagai PPAT.
Untuk mendapatkan hak atas tanah terlebih dahulu kita harus mengerti apa yang dimaksud hak atas tanah, menurut pendapat Boedi Harsono menunjuk kepada penggunaan tanah dalam arti yuridis sebagai salah satu pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 4 ayat (1) menyatakan : atas dasar hak menguasai dari negara sebagai mana yang termasuk dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atau permukaan bumi yang disebut tanah yang diberikan kepada dan di miliki oleh orang perorangan maupun bersama-sama dengan orang lain serta dengan badan-badan hukum.
Dari pengertian diatas hak atas tanah adalah hak atas sebahagian tertentu permukaan bumi yang terbatas berdimensi ukuran panjang dan lebar. Dari pengertian ini dapat diuraikan bermacam-macam arti, dari pengertian hak atas tanah, Harun
(61)
untuk mempergunakan tanah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Mengenai tata cara memperoleh tanah dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan ialah prosedur sesuai dengan kebutuhan hukum untuk menimbulkan suatu hubungan hukum antara subyek tertentu dengan tanah tertentu. Secara garis besar menurut hukum tanah nasional ada 3 macam status tanah, yakni : tanah negara, tanah ulayat, tanah hak. yang menjadi masalah iyalah bagaimana seorang subyek hukum untuk memperoleh hak atas tanah sesuai dengan peruntukannya, pengunaannya dan syarat untuk kelanjutannya.
Selanjutnya jika seseorang ingin mendapatkan suatu hak jika statusnya dari tanah Negara adalah melalui permohonan. Bagi tanah Negara hak yang diperoleh atas tanah Negara atau tanah yang dikuasai Negara ada beberapa macam hak antara lain:50 a. Hak milik
b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak Pakai dan
Hak-hak ini merupakan hak primer berdasarkan:
1). Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 merupakan pengganti dari PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
50
Arie S. Hutagalung,Tebaran Pemikiran Seputar Masalahan Hukum Tanah,LPHI, Jakarta, 2005,hal 174-175
(1)
Effendi, Bachtiar, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983.
Fuady, Munir,Teori Hukum Pembuktian,PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Harahap, Yahya, Hukum Acara Perdata,Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999.
_____________,Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2002.
Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994.
Hutagalung, Arie S., Tebaran Pemikiran Seputar Masalahan Hukum Tanah, LPHI, Jakarta, 2005
Kansil, C.S.T., dan Christine S.T. Kansil,Modul Hukum Perdata, termasuk asas-asas hukum perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2011.
Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and State” alih bahasa Somardi, Rumidi Pers, Jakarta, 2001.
Limbong, Bernhard,Konflik Pertanahan, Pustaka Margaretha, Jakarta, 2012. Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.
Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010.
(2)
__________________________________,Hukum Pendaftaran Tanah, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 2008.
Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2001.
____________________,Teori Hukum, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2011.
Moleong, Lexy J.,Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Mu’adi, Sholih, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Perkebunan Dengan Cara Litigasi dan Nonlitigasi, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2010.
Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaya, Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Parlindungan, AP., Pendaftaran Tanah di Indonesia, cetakan 2, Mandar Maju, Bandung, 1994.
________________, Pendaftaran Tanah di Indonesia Berdasarkan PP 24 Tahun 1997 cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 1994.
_________________, Tanya Jawab Hukum Agraria dan Pertanahan, Mandar Maju, Bandung, 2003.
Pitlo, Mr. A., Pembuktian Dan Daluwarsa (Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda), PT intermasa, Jakarta, 1978.
Prakoso, Djoko, dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Mekanisme Fungsi Agraria, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
(3)
Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Pembuktian, Dalam Sengketa Tata Usaha Negara (UU No. 5 Tahun 1986, LN No. 77), Pradnya Paramita, Jakarta, 1997.
Santoso, Urip,Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2005. Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku I, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Setiawan, R.,Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, 1999.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986.
________________,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981.
________________ dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.
________________,Hukum Adat Indonesia,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1990.
Soepomo, R., Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.
Soerodjo, Irawan, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2003.
Subekti, R.,Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
(4)
____________,Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Internusa, Bandung, 1994. ____________,Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008.
Sugitario, Eko, dan Tjondro Tirtamulia,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Brilian Internasional, Surabaya, 2012.
Suhadi dan Rofi Wahasisa,Buku Ajar Pendaftaran Tanah,Undip, Semarang, 2008. Sukanti, Arie, dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang
Pertanahan, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.
Sumardjono, Maria S.W.,Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2009.
Sunindhia, Y.N., dan Ninik Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1988.
Supriadi,Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
________,Aspek Hukum Tanah Aset Daerah, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2010. Suryabrata, Samadi,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Sutedi, Adrian,Sertifikat Hak Atas Tanah,cet I,Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Syahrani, H. Riduan, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.
Tanya, Bernard L., Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.
(5)
T., Titik Triwulan, dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011.
Waluyo, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996.
B. Undang-Undang
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
C. Tesis
Helena, Eksistensi Dan Kekuatan Alat Bukti Alas Hak Berupa Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Yang Dibuat Dihadapan Notaries Atau Camat Studi Di Kabupaten Deli Serdang, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatra Utara, 2007.
D. Makalah
Hadjon, Philipus M., Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi, Bahan Kuliah Hukum Administrasi, FH Unair, Surabaya, 1993.
(6)
E. Internet
Andi Sufiarma, Surat Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah, http://fiaji.blogspot.com/2010/05/surat-di-bawah-tangan-sebagai-dasar.html, terakhir diakses pada tanggal 17 Juli 2012.
Hak Atas Tanah, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah, terakhir diakses 8 Juni 2012.