Penerapan Metode Whole Brain Teaching

20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.25Tahun ke-14Desember 2015 Penerapan Metode Whole Brain Teaching anak-anakpun terlihat semangat dan antusias dengan tehnik baru ini. Anak-anak merespon yang disampaikan guru dengan kata”yes” secara bervariasi sesuai dengan yang dikatakan guru.” Catatan Lapangan:22 September 2015 b. Anak-anak dan guru bercakap-cakap ten- tang subtema minggu ini yaitu tentang guru. c. Anak-anak mendengarkan penjelasan guru tentang peraturan di kelas no 1-3. Guru mulai mengajarkan peraturan kelas satu persatu. Guru memberi contoh gerakan untuk memudahkan anak-anak menghafal peraturan kelas tersebut. Guru mengajarkan peraturan no 1, guru perlu mengulangi beberapa kali mirror sampai anak hafal dan dapat mengikutinya. Setelah itu, guru kelas mengajarkan karakteristik ‘teach-ok’. Pada kesempatan kali ini guru menghubungkan dengan sub tema minggu ini yaitu tentang guru dan teman. Anak-anak diajak bermain peran menjadi guru, di mana tugas guru adalah mengajar dan tugas murid mendengar perkataan guru atau belajar menyimak. Guru memberi contoh tepuk tangan dan mengucapkan kata ‘teach’ dan memberi contoh respon yang harus dilakukan anak yaitu menepuk tangan dan meng-atakan ‘ok’. Untuk mengajarkan karakteristik inipun perlu waktu yang cukup lama agar anak mengerti. Setelah itu guru melanjutkan dengan istilah ‘switch’. Guru menjelaskan pengertian switch bergantian. Setelah diberi contoh anak mulai memahaminya. Namun, untuk beberapa anak yang tidak menyimak dan pendiam mereka tidak dapat melakukan apapun, hanya diam saja. Berikut ini akan dipaparkan kegiatan pelaksanaan tindakan kedua siklus pertama a. Anak mengucap ulang peraturan kelas no 1-3. Hanya 6 anak saja yang masih ingat dan dapat mengucap ulang peraturan kelas no 1-3. b. Anak dan guru bercakap-cakap tentang teman, guna teman dan bagaimana menyayangi teman. c. Anak-anak mendengarkan penjelasan guru tentang pengenalan huruf vocal a, i, u, e, o. Anak-anak terlihat antusias dengan kotak yang dibawa guru. Guru mengajarkan huruf satu persatu, dibantu dengan gambar dan gerakan tangan. Anak-anak menyimak dan mengulangi yang diajarkan guru mirror. Setelah anak mengerti dan hafal tentang huruf awal tersebut guru meminta anak untuk saling mengajar. Kali ini seperti saran peneliti sebelumnya bahwa guru kelas harus menentukan pasangan siapa yang jadi guru dan murid. Pada awalnya hanya 3 pasang anak saja yang dapat melaku- kannya, kemudian guru terus mencoba sampai huruf o dan setelah diulang 5 kali sudah ada sedikit penambahan anak yang dapat mengajarkan konsep pada temannya yaitu sekitar 11 anak.

3. Refleksi siklus I Pada siklus pertama ini ada 1 anak yang tidak

masuk sekolah karena sakit, yang seharusnya ada 17 anak menjadi 16 anak. Kemampuan menyimak anak seperti mengatur arah pandangan ketika guru berbicara dan pada media yang digunakan guru sudah mulai terlihat ada peningkatan jumlah anak yang melaku- kannya dibandingkan pada kegiatan belajar mengajar sebelum diterapkannya metode WBT. Hal ini dikarenakan guru menggunakan karakteristik focuser dan attention getter setiap kali meminta perhatian anak seperti children- yes Miss atau class- yes atau attention, please- yes, Miss. Anak sudah dapat secara otomatis duduk dengan tangan dilipat, pandangan mata tertuju pada guru dan kaki dilipat. Pada siklus pertama guru belum mengenalkan instruksi hands and eyes karena karakteristik Whole Brain Teaching cukup banyak jadi dikenalkan sedikit-sedikit agar anak-anak tidak bingung. Kendala yang dihadapi guru saat mengenalkan dan menerapkan karakteristik metode Whole Brain Teaching adalah perlu waktu yang cukup lama agar anak terbiasa. Pada tahap awal, menurut peneliti sebaik- nya ketika anak melakukan aktivitas mengajar, guru yang harus menentukan siapa yang menjadi guru dan murid karena anak-anak TK A masih terlihat bingung. Selain ada gerakan tangan yang mewakili kata-kata, penggunaan media sangat membantu anak dalam menyimak.