Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan suatu proses pembangunan di suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari peran media massa di daerah itu sendiri, karena media massa menyebarkan informasi yang bermanfaat bagi kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Media massa yang secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: 1 media massa modern, meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi secara luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, serta film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop, 2 media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, tari-tarian tradisional, ludruk, dan lain-lain yang hidup dan berkembang di dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini keberadaan media sangat penting, karena dapat secara langsung menyajikan sebuah cara untuk memandang realitas. Melalui media, penyebaran informasi dan komunikasi akan lebih cepat dalam menjangkau masyarakat Littlejohn, 2009: 478. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, manusia merupakan makhluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri. Oleh karenanya manusia selalu membangun interaksi atau hubungan dengan orang-orang yang berada di lingkungan dan sekitarnya. Upaya manusia dalam membangun interaksi tersebut yaitu dengan melakukan komunikasi dan membentuk kelompok yang berpengaruh di dalam kehidupannya. Manusia juga hidup untuk saling melengkapi satu dengan yang lain untuk bertahan hidup, dengan komunikasi manusia dapat saling menukar informasi dan membangun hubungan dengan orang lain. Deddy Mulyana berpendapat bahwa manusia didalam membangun konsep diri, aktualisasi diri, mempertahankan kelangsungan hidup, terhindar dari tekanan dan berinteraksi sosial, komunikasi sangat berperan dan dibutuhkan didalamnya Mulyana, 2004: 05-06. Dalam interaksinya dengan orang lain, manusia menghasilkan cara hidup yang menjadi kebiasaan bersama dan mewariskan kepada penerusnya lewat komunikasi yang dimilikinya. Cara hidup yang dihasilkan tersebut dilaksanakan Universitas Sumatera Utara manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Komunikasi yang dilakukan manusia dalam mewariskan cara hidup tersebut menciptakan suatu perilaku, hal inilah yang menjadi budaya. Oleh karena itu, budaya sangat berkaitan erat dengan komunikasi, karena komunikasi yang mengembangkan dan mewariskan budaya tersebut. Dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya, manusia menjalankan budaya yang diwariskan. Salah satu perwujudan budaya tersebut adalah membangun hubungan dengan orang lain lewat media tradisional. Media tradisional adalah media komunikasi yang menggunakan seni pertunjukan tradisional, yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan oleh komunitasnya. Definisi lain menjelaskan bahwa media tradisional merupakan media non elektronik yang bekerja sebagai bagian dari budaya dan merupakan sarana untuk mentransmisikan tradisi dari generasi ke generasi berikutnya. Dalam pengertian ini, media tradisional merupakan sumber informasi yang bersifat satu arah. Pada tahun 1980-an, eksistensi media pertunjukan rakyat dengan panggung pertunjukan kesenian rakyat sangat digemari. Penyampaian informasi pembangunan pada masa itu sangat itensif dan berdampak luas dalam masyarakat lokal yang diterpa oleh media pertunjukan rakyat yang tidak lain merupakan bentuk dari media tradisional. Diseminasi informasi pembangunan pada masa itu dapat dianggap berhasil untuk mempengaruhi masyarakat dalam mendukung proses pembangunan nasional. Namun dewasa ini, tantangan yang beragam telah menghadang untuk menggerakkan media tradisional sebagai sarana komunikasi kepada khalayak. Sehingga hal ini membuat surutnya media tradisional dalam menjangkau masyarakatnya. Ini disebabkan karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang, dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Pertunjukan rakyat melalui media tradisional yang kebanyakan menggunakan bahasa daerah mulai ditinggalkan orang, terutama setelah banyak warga masyarakat menguasai bahasa Indonesia. Di pihak lain, jumlah para seniman yang menciptakan dan memerankan pertunjukan tradisional itupun semakin berkurang. Generasi baru sepertinya kurang berminat untuk melibatkan diri dalam pengembangan pertunjukan tradisional yang semakin kurang mendapat Universitas Sumatera Utara sambutan khalayak ini. Walau demikian, masih ada media tradisional yang tetap hidup dan dilestarikan oleh komunitasnya. Salah satu media tradisional yang tetap eksis walaupun mengalami pasang surut di tengah perkembangan dan perubahan di wilayah Sumatera Utara adalah Tradisi Guro-guro Aron dan serangkaian dengan Perkolong-kolong yang merupakan suatu kesenian dari suku karo. Guro-guro Aron adalah media tradisional berupa pertunjukan tarian dan nyanyian serta musik khas adat Karo yang sejak lama telah hidup dalam komunitas masyarakat Karo. Sedangkan perkolong-kolong adalah pengiring dan pemandu dalam proses pertunjukan Guro-guro Aron tersebut. Guro-guro Aron yang selain sebagai tradisi budaya yang perlu dilestarikan, juga sangat bermanfaat dalam komunikasi pembangunan di suatu komunitasnya. Hal ini dapat dilihat dari antusias masyarakat dalam berbagai program pembangunan desa demi kepentingan dan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Misalnya seperti lirik sebuah lagu yang sering di nyayikan di acara Guro-guro Aron yaitu “Gotong Royong” yang mengajak masyarakat untuk selalu bekerja sama dalam menjaga kebersihan lingkungan dan program pembangunan lainnya seperti perbaikan jalan, pembersihan irigasi dan lain sebagainya Bangun, 2006: 22. Pengertian yang lebih spesifik dari Guro-guro Aron tersebut dapat kita lihat sebagai berikut, Guro-guro aron berasal dari dua kata, yaitu: guro-guro dan aron, Guro-guro berarti hiburan atau pesta, sedangkan aron berarti muda-mudi. Jadi guro-guro aron adalah suatu pesta muda-mudi yang dilaksanakan berdasarkan adat dan kebudayaan khas suku Karo. Secara umum, Guro-guro Aron merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo yang berasal dari dataran tinggi tanah Karo Sumatera Utara. Pada umumnya, acara ini diadakan saat pesta-pesta adat, tahun baru, kerja tahun dan acara syukuran seusai panen. Namun acara ini paling sering dilaksanakan pada waktu merdang merdem dalam kerja tahun. Merdang merdem adalah sebuah perayaan ucapan syukur kepada Sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Namun pada masa kini, pelaksanaan Kerja Tahun berbeda-beda di berbagai daerah di Tanah Karo. Masing-masing daerah lebih memfokuskan pada Universitas Sumatera Utara tahapan tertentu kegiatan pertanian. Ada yang merayakan di masa awal penanaman merdang merdem, pertengahan pertumbuhan nimpa bunga benih, pada masa akan panen mahpah ataupun pada masa panen ngerires. Kegiatan yang melibatkan seluruh warga desa ini biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Oleh sebab itu, acara ini juga sangat efektif sebagai sosialisasi pada muda mudi di desa sekitarnya. Pada masyarakat suku Karo, kerja tahun merupakan sebuah kegiatan rutin yang biasannya dilaksanakan setiap tahun melalui acara Guro-guro Aron. Guro-guro Aron juga digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa menurut kepercayaan masing-masing atas hasil panen yang berlimpah ataupun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan karena mendapatkan rezeki. Ketika Guro-guro Aron berlangsung, masyarakat Karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang biasanya dilakukan sepanjang malam, dibawah cahaya bulan purnama. Pada umumnya, Guro-guro Aron selalu dilaksanakan di jambur. Jambur merupakan sebuah rumah besar atau balai yang terdapat hampir di setiap desa di wilayah kebudayaan Karo. Jambur ini berfungsi sebagai tempat pusat kegiatan masyarakat Karo seperti rapat desa, pesta adat, kerja tahun dan hal- hal lain yang dilaksanakan bersama oleh warga desa tersebut. Di tempat lain diluar wilayah kebudayaan Karo, mungkin karena tidak semua tempat terdapat jambur maka pesta Guro-guro Aron biasa dilakukan di wisma, lapangan atau tempat lain yang bersifat umum dan terbuka. Pada setiap acara Guro-guro Aron, selalu terdapat penyanyi yang terdiri dari satu orang pria dan wanita yang disebut perkolong-kolong. Perkolong-kolong ini akan menyanyi mengiringi aron muda-mudi menari. Menurut cerita, dahulu mereka disebut dengan nama permangga-mangga, yang menyanyi dari satu desa ke desa lainnya. Perkolong-kolong ini selalu mengenakan pakaian adat Karo dan biasanya memiliki suara yang enak didengar serta pintar saling beradu pantun atau ejekan dalam konteks halus dan membuat cerita-cerita yang mengundang tawa penonton atau peserta guro-guro aron yang hadir. Lagu pertama yang selalu dinyanyikan dalam acara Guro-guro Aron tersebut biasanya adalah lagu Pemasu- masun dengan lirik mendoakan agar segenap masyarakat yang ada pada acara tersebut diberikan kelimpahan rahmat, rezeki, kesehatan dan umur panjang serta Universitas Sumatera Utara kedamaian dari Yang Maha Kuasa. Kemudian dilanjutkan dengan lagu “Gotong Royong” dengan lirik yang mengajak masyarakat selalu berusaha dan bersatu dalam proses pembangunan desa serta moral masyarakat terhadap generasi penerus agar terlatih dan lebih terdidik terhadap tradisi sebagai identitas budaya. Sembari perkolong-kolong bernyanyi, semua panitia dan tamu undangan diajak menari di atas panggung. Seusai lagu pembuka, selanjutnya perkolong- kolong menyanyikan lagu-lagu permintaan yang diikuti dengan tarian dari masing-masing marga yang hadir. Para penari harus berpasangan dengan istrinya atau jika belum menikah berpasangan dengan impalnya. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kesempatan ini biasanya digunakan muda-mudi untuk berkenalan atau lebih mengintensifkan perkenalan yang telah dijalin. Tidak jarang setelah acara ini banyak pemuda dan pemudi yang akhirnya menikah. Setelah semua marga, panitia, pemuka adat, petugas keamanan dan kelompok-kelompok lain yang datang telah selesai mendapat giliran menari, maka kedua perkolong- kolong kemudian akan diadu menyanyi dengan saling berbalas pantun atau ejekan sambil mengerahkan kemampuan menari yang dimiliki. Selain tari-tarian dan nyanyian, dalam acara Guro-guro Aron tersebut terdapat musik pengiring gendang lima sendalanen. Gendang lima sendalanen adalah seperangkat alat musik tradisional khas Karo yang terdiri dari lima alat musik seperti: Sarune alat musik tiup, Gendang Singindungi, Gendang Singanaki, Gong dan Penganak gong kecil sebagai pengatur ritme. Tetapi pada tahun 1991 terjadi perubahan unsur kebudayaan yaitu musik keyboard telah masuk dan mengalami pembauran dengan gendang lima sendalanen. Tampak jelas bahwa modernisasi telah begitu banyak mempengaruhi musik tradisi, khususnya musik tradisional Karo dewasa ini. Akibat dari modernisasi dan perubahan kebudayan yang sangat pesat dalam masyarakat Karo ini, sekarang gendang Guro-guro Aron secara keseluruhan tidak lagi diringi oleh ansambel gendang, akan tetapi diganti dengan munculnya “gendang keyboard” yang kerap juga dijadikan sebagai media pengganti musik tradisional baik untuk acara ritual kematian maupun acara-acara adat lainnya. Namun di berbagai daerah di tanah Karo masih terdapat perpaduan gendang lima sendalanen dengan gendang keyboard. Universitas Sumatera Utara Gendang keyboard merupakan suatu alat musik modern yang berasal dari kebudayaan barat yang memiliki berbagai fasilitas program musik. Program musik dalam keyboard dapat menghasilkan bunyi yang menyerupai Gendang Lima Sendalanen, yang berupa perpaduan antara instrumen keyboard dan beberapa instrumen dari gendang lima sendalanen, seperti kulcapi dan sarune. Walaupun keyboard bukan merupakan alat musik asli masyarakat Karo, namun masyarakat ternyata sangat antusias dengan adanya alat musik ini. Oleh karena penggunaannya lebih simpel dan keberadaannya mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Permainan keyboard ternyata telah memunculkan sebuah suasana baru dalam pelaksanaan Guro-guro Aron. Adanya kolaborasi musik hasil perpaduan antara keyboard dengan gendang menambah suasana lebih meriah dan memacu semangat para penari aron dan perkolong-kolong serta masyarakat untuk berpesta Guro-guro Aron. Penggunaan keyboard dalam acara Guro-guro Aron ataupun pesta adat masyarakat Karo telah menjadi sebuah fenomena yang sangat menarik, karena hampir di setiap kegiatan masyarakat Karo yang dulunya menggunakan musik gendang, kini sudah digantikan oleh gendang keyboard. Namun hal demikian tidak merubah keefektifan acara tersebut, sebagai bentuk sosialisasi masyarakat dalam menyatukan tujuan bersama. Peran Guro- guro Aron disamping sebagai tontonan juga sebagai media refleksi, hiburan dan seni pertunjukan yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat khususnya komunitas Suku Karo. Materi pesan yang disampaikan dalam pementasan sering dimanfaatkan oleh pemuka desa ataupun orang dari luar group lainnya untuk menitipkan pesan yang diinginkan satu pihak kepada pihak lainnya. Biasanya titipan ini diolah oleh para pemeranpelakon dalam pertunjukan Guro-guro Aron dan materinya disampaikan melalui nyanyian dan dialog yang disampaikan perkolong-kolong yang berperan sebagai pencetus dialog sekaligus penyanyi dalam pertunjukan Guro-guro Aron tersebut. Dalam pertunjukan Guro-guro Aron, pesan yang disampaikan berupa pesan perdamaian dan semangat kerja serta gotong royong kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lagu-lagu Karo yang tercipta dengan nada yang penuh semangat mengajak masyarakat bekerja keras dan bergotong royong dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas baik dalam kehidupan maupun dalam Universitas Sumatera Utara program pembangunan. Pada masa revolusi Guro-guro Aron ini dijadikan juga sebagai penggelora semangat perjuangan kemerdekaan. Hal ini tercermin dari lagu-lagu perjuangan masyarakat karo misalnya dalam lirik lagu Erkata Bedil, Enggo Keri Bengkuang, Oh Turang, Mariam Tomong dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya, di beberapa daerah Guro-guro Aron tidak lagi diadakan pada saat kerja tahun, akan tetapi pada kesempatan lain seperti menyambut tahun baru, peringatan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan lain sebagainya. Sebagaimana pertunjukan tradisional lainnya, Guro-goro Aron timbul sebagai bagian dari kebudayaan komunitas Karo. Terdapat beberapa sifat-sifat pertunjukan tradisional seperti: jangkauan terbatas pada komunitasnya, merupakan cerminan dari kultur yang berkembang sesuai dengan dinamika komunitasnya, merupakan bagian dari satu komunitas kehidupan yang bulat, tercipta secara bersama dengan sifat kreatifitas masyarakat yang mendukung dan bukan hasil dari individu, tampilan yang disajikan tanpa naskah tertulis dan pertunjukan diadakan ditempat terbuka, serta penyajiannya spontan, sederhana, akrab dan menyatu pada komunitasnya Kemkominfo, 2011: 02. Pesan pembangunan merupakan proses komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan mengenai suatu informasi tentang pembangunan dengan cara tatap muka atau melalui media yang isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi dan nasihat atau propaganda. Salah satu contoh pesan pembangunan yang dapat disosialisasikan melalui media tradisional Guro -guro Aron adalah meningkatkan berbagai program pembangunan seperti pembangunan jalan, pembangunan rumah ibadah, pembangunan jambur, pembangunan rumah adat, pembangunan museum peninggalan sejarah dan pembangunan dalam pelestarian tradisi sebagai identitas budaya terhadap generasi muda seperti kesenian budaya berupa tarian, nyanyian dan lain sebagainya. Saat ini pertunjukan Guro-guro Aron ada yang masih bisa bertahan namun ada pula di beberapa daerah yang kurang mampu bertahan, bahkan ada yang kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat pendukungnya. Guro-guro Aron yang tadinya merupakan media refleksi, kini di beberapa daerah hanya dijadikan sebuah kesenian yang dimanfaatkan sebagai suatu nostalgia budaya. Namun tidak semua mengalami nasib yang sama, karena Guro-guro Aron merupakan alat Universitas Sumatera Utara komunikasi yang telah berkembang dalam kurun waktu yang panjang Pandia, 2012: 07. Proses komunikasi yang terjadi melalui media tradisional merupakan bentuk komunikasi langsung. Oleh sebab itu, pemeran merupakan komunikator dalam proses tersebut, maka khalayak menjadi audience dalam menerima informasi dari muatan pertunjukan rakyat tersebut. Sasaran khalayak melalui komunikasi media pertunjukan rakyat hanya mempunyai target persuasive untuk mempengaruhi perubahan perilaku yang diinginkan dalam proses komunikasi. Dengan demikian proses komunikasi melalui media pertunjukan rakyat mempunyai target yang terbatas terhadap khalayak atau audiencenya. Dalam konteks pembangunan, komunikasi merupakan proses penyebaran nilai baru agar masyarakat bisa menerima, memahami dan menerapkan pesan pembangunan sesuai dengan kemauan, kemampuan dan kesempatannya agar kehidupan mereka jauh lebih baik. Konsep komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti yang luas dan terbatas. Dalam arti yang luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Sedang dalam arti yang sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Dengan demikian kegiatan Guro-guro Aron tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan Effendi, 2007: 41. Dari uraian di atas, masalah yang akan diteliti berupa “Pengaruh Pesan Pembangunan dalam Guro-guro Aron terhadap Persepsi dan Partisipasi Masyarakat di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara ”. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah suatu desa yang berada di daerah dataran tinggi tanah Karo sebagai pusat kebudayaan masyarakat Universitas Sumatera Utara Karo yang tercatat sering mengadakan acara Guro-guro Aron yaitu, Desa Lingga Kecamatan Simpang IV Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara. Selain itu, Guro-guro Aron sebagai media informasi tradisional dalam melihat bagaimanakah program pembangunan masyarakat desa saat ini, apakah keberadaan media tradisional saat ini sebagai media dalam mensosialisasikan pesan pembangunan masih bisa seefektif beberapa tahun yang lalu. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melihat pengaruh pesan pembangunan dalam guro-guro aron terhadap persepsi dan partisipasi masyarakat di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara.

1.6. Perumusan Masalah