Cr III merupakan mikronutrien bagi makhluk hidup, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Cr III dibutuhkan untuk metabolisme hormone insulin dan
pengaturan kadar glukosa darah. Defisiensi Cr III bisa menyebabkan hiperglisemia, glukosoria, meningkatnya cadangan lemak tubuh , dan menurunkan
jumlah sperma widowati, W.2008
Dalam bentuk makanan, kromium diserap 10-25 . Kromium digunakan dalam pembuatan baja, batu bata dalam tungku, pewarna, pigmen untuk
meningkatkan ketahanan logam dan krom, penyamakan kulit, dan kayu. Penjualan produk atau bahan kimia yang mengandung kromium dan bahan bakar fosil
menyebabkan terjadinya pembakaran ke udara, tanah, dan air. Partikel menetap di udara dalam waktu kurang dari 10 hari, akan menempel pada partikel tanah, dan
dalam air dengan sedikit larut. Efek racun akan timbul, jika menghirup udara tempat kerja yang terkontaminasi, misalnya dalam pengelasan stainless steel,
kromat atau produksi pigmen krom, pelapisan krom, dan penyamakan kulit. Selain itu, jika menghirup serbuk gergaji dari kayu yang mengandung kromium
akan menimbulkan efek keracunan. Efek toksik kromium dapat merusak dan mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, dan usus. Dampak jangka panjang yang
tinggi dari kromium menyebabkan kerusakan pada hidung dan paru-paru. Mengonsumsi makanan berbahan kromium dalam jumlah yang sangat besar,
menyebabkan gangguan perut, bisul, kejang, ginjal, kerusakan hati, dan bahkan kematian.http:blogibnuseru.blogspot.com201112nikel-nikel-adalah-unsur-
kimia-metalik.html.
2.4. Destruksi Kimia
Destruksi merupakan suatu cara perlakuaan perombakan senyawa menjadi unsur – unsur sehingga dapat dianalisa. Metode destruksi materi organik dapat
dilakukan dengan dua cara yang selama ini dikenal dengan :
Universitas Sumatera Utara
1. Metode destruksi basah
2. Metode destruksi kering
Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahapan selanjutnya, proses ini seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat
peroksida. Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, timah hitam, timah putih, seng, dan tembaga.
Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan, yaitu : 1.
Destruksi basah menggunakan HNO
3
dan H
2
SO
4
2. Destruksi basah menggunkana HNO
3
, H
2
SO
4
, dan HClO
4
3. Destruksi basah menggunakan HNO
3
, H
2
SO
4
, dan H
2
O
2 .
Apriyanto,1989.
Destruksi kering merupakan penguraian perombakan senyawa organik dalam sampel menjadi anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan
memerlukan suhu pemanasan tertentu. Raimon, 1992.
Destruksi kering merupakan perombakan organic logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle
furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400-800
o
C, tetapi suhu ini sangat tergantung pada jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan
suhu pengabuan dengan system ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk bersifat kurang stabil, maka
perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik. Untuk logam Fe, Cu, dan Zn oksidanya yang terbentuk adalah Fe
2
O
3
, FeO, CuO, dan ZnO. Semua oksida logam ini cukup stabil pada suhu pengabuan yang digunakan. Oksida-oksida ini
kemudian dilarutkan ke dalam pelarut asam encer baik tunggal maupun campuran, setelah itu dianalisis menurut metode yang digunakan. Contoh yang telah
didestruksi, baik destruksi basah maupun kering dianalisis kandungan logamnya.
Universitas Sumatera Utara
Metode yang digunakaan untuk penentuan logam-logam tersebut yaitu metode Spektrofotometer Serapan Atom Raimon, 1993.
Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah
menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang
dikehendaki. Untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau
parain. Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krusibel dengan berbagai kapasitas dan pemilihan wadah ini disesuaikan dengan
bahan yang akan diabukan. Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh- sungguh karena banyak element abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya
berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu
maka cawan krusibel yang berisi abu yang diambil dari dalam alat pengabuan muffle harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105
o
C agar suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin.
Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Penentuan abu yang tidak larut
dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman
no.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung bahan jenis ini maka dapat
diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut .Sudarmadji.
1989
Universitas Sumatera Utara
Metode ini digunakan secara luas untuk penentuan kadar unsur logam dalam jumlah kecil atau trace level Kealey, D. 2002.
2.5. Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry 2.5.1. Definisi Umum