Objective vs Subjective conflict

2. Kategorisasi sosial “Kita vs Mereka” in-group vs out-group

Konflik sosial yang melibatkan kelompok sosial akan mendorong individu dari masing-masing kelompok untuk memunculkan respon kognitif yang tercermin dari cara pandang mereka yang mengunggulkan kelompoknya sendiri dan merendahkan kelompok orang lain. Dari hal inilah pola pikir ‘kita’ dan ‘mereka’ terbentuk dalam sebuah kelompok meek, dalam Madayaningrum, 2010. Senada dengan apa yang diutarakan Meek, Tajfel Turner dalam Nuraeini, 2005 mengutarakan hal yang tidak jauh berbeda. Ketika tergabung dalam sebuah kelompok manusia memiliki kecenderungan untuk membuat kategorisasi sosial atau mengklasifikasikan individu-individu dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok sosial tertentu. Identitas sosial banyak berpengaruh terhadap pola pikir anggota dalam kelompok. Anggota dalam kelompok cenderung akan berpikir jika kelompok dimana individu tersebut berada in-group merasa lebih superior dibandingkan dengan kelompok lainnya out-group. Pada umumnya individu-individu membagi dunia sosial kedalam dua kategori yang berbeda yakni “kita” dan “mereka”, “kita” adalah in-group yang merupakan kelompok dimana individu tersebut tergabung, sedangkan out-group adalah mereka. Dengan adanya kategorisasi yang dilakukan individu didalam kelompok ketika terjadi persaingan antar kelompok maka kelompok lain yang yang merupakan out-group dipersepsikan sebagai musuh atau yang mengancam in-group Sears,..dkk, 1994.

3. Ingatan akan kekerasan yang terjadi sejarah

Konflik yang melibatkan suporter sepakbola tidak terlepas dari sejarah dari suporter tersebut. ingatan akan sejarah merupakan salah satu sarana yang membuat kelompok semakin mempertahankan pandangan kelompoknya in-group semakin lebih favorit Blight, dalam Sahdra, 2006. Pengalaman-pengalaman historis juga melatar belakangi terjadinya konflik yang melibatkan kelompok. pengalaman historis dalam halini adalah pengalaman yang erat kaitannya dengan kekerasan yang diterima oleh kelompok suporter. Pengalaman tersebut akan memunculkan pandangan negatif kepada pihak yang melakukan kekerasan dan kelompok yang mendapatkan tindak kekerasan akan berusaha untuk memebalas Walgito, 2003. Ashmore dkk 2001 juga mengemukakan hal yang sama dengan Walgito, jika ada kelompok yang pernah mengalami korban penaklukan, perbudakan ataupun genosida memungkinkan kelompok tersebut rentan untuk melakukan kekejaman ataupun pembalasan terhadap kelompok lain kedepannya. Dalam konteks suporter seperti yang di kemukakan oleh Ashmore, kelompok yang pernah mendapat