tersebut berada pada salah satu kelompok suporter tersebut. Banyak anggota suporter yang terlibat dalam sebuah bentrokan hanya karena merasa
“ya ini seragam yang tak pakai, dan merasa tidak terima ketika seragam yang tak pakai
diserang dan harus menyerang balik” seperti yang dikatakan, jangan sampai kelompok yang didukung kalah dengan kelompok lain terutama ketika terjadi
bentrok antar suporter. Dalam hal ini stereotype dan prasangka terhadap kelompok lain sudah
melekat pada anggota kelompok. Sears 2010 mengemukakan jika stereotype merupakan sebuah keyakinan tentang atribut personal yang dimiliki oleh setiap
individu dalam suatu kelompok tertentu atau kategori sosial tertentu. Melekatnya stereotype dan prasangka terlihat dari sikap suporter yang hanya melihat dari
atribut yang digunaka n “kadang tahunya hitam musuh sama merah, merah
musuh sama hitam udah tahunya seperti itu kadang nggak ada asal muasale ini karena apa ini penyebabnya apa tidak ada ya tahunya ya merah ya musuh hitam
dan yang hitam musuh merah ”. Sears 2010 juga mengemukakan jika prasangka
merupakan evaluasi negatif atas suatu kelompok atau seseorang berdasarkan pada keanggotaan individu tersebut dalam suatu kelompok. Sears juga
mengmukakan jika prasangka akan membuat kelompok memiliki keyakinan jika in-group akan lebih unggul daripada semua out-group seperti yang dikemukakn
oleh GJ jika ini seragam yang tak gunakan dan harus dibela dan jangan sampai kalah dengan kelompok lain terutama kelompok yang memiliki catatan sejarah
yang buruk.
Membela kelompok terkadang juga menjadi alasan kenapa bentrokan antar suporter terjadi. Masalah yang bermula hanya karena masalah pribadi yang
melibatkan beberapa individu yang tergabung dalam suporter yang bermusuhan, terkadang berubah menjadi bentrokan yang melibatkan banyak orang yang
tergabung dalam suporter tersebut. Meraka merasa individu yang terlibat masalah merupakan salah satu dari anggota kelompok suporter dimana individu tersebut
tergabung dan mereka harus membantu anggota kelompoknya yang terlibat masalah. Awalnya masalah tersebut merupakan masalah pribadi berubah menjadi
masalah kelompok yang berujung bentrokan antara kedua kelompok suporter. Menurut Zillman..dkk. dalam Jacobson, 2003 mengemukakan jika identitas
kelompok yang sudah tertanam dalam anggota kelompok suporter akan membuat anggota tersebut akan memiliki ikatan rasa antar individu di dalam kelompok.
Dalam kelompok yang lebih besar mereka akan lebih memiliki keberanian untuk menyerang kelompok lain. Terkadang individu yang awalnya
merasa takut ketika berada dalam kelompok yang berjumlah banyak akan memiliki keberanian untuk meyerang kelompok lain, baik itu dengan kelompok
yang berjumlah banyak maupun kelompok yang memiliki jumlah lebih sedikit. Banyak anggota kelompok yang hanya sekedar ikut-ikutan terlibat bentrokan
ketika berada pada massa yang berjumlah banyak karena merasa tergabung dan merasa menjadi bagian dalam kelompok yang terlibat dalam sebuah bentrokan.
Bentrokan yang terjadi antar suporter biasanya terjadi ketika pertandingan sepakbola berlangsung. Bentrokan terjadi di dalam stadion bahkan
terkadang berlanjut ketika pertandingan selesai dan suporter telah keluar dari stadion. Senada dengan yang diungkapkan oleh GY, GJ maupun KC, dimana
bentrokan terjadi didalam stadion maupun di luar stadion baik itu bentrokan dalam skala kecil maupun bentrokan dalam skala yang lebih besar.
Selain terjadi pada saat pertandingan sepakbola antara kedua suporter yang berseteru terkadang bentrokan juga terjadi ketika tim yang didukung oleh
suporter yang berseteru tidak sedang bertanding. Seperti pengalaman yang dialami oleh subjek GJ ketika GJ bersama dengan anggota kelompok yang lain
ingin mendukung tim yang didukungnya bertanding keluar kota dengan menggunakan truk, dan rute yang dilalui oleh rombongan kebetulan melewati
daerah suporter rival dari kelompok suporter subjek GJ. Di tengah perjalanan rombongan suporter dilempari dengan menggunakan batu oleh kelompok
suporter rival. Pada saat itu juga subjek GJ dan anggota kelompok lain yang berada di dalam truk membalas lemparan batu tersebut.
Kejadian yang terjadi di luar stadion di luar pertandingan juga kadang terjadi dengan hanya melibatkan beberapa anggota dari kelompok. Sering terjadi
dimana ketika anggota dari kelompok suporter lain memakai atribut yang menunjukkan keanggotaannya pada kelompok suporter tertentu di hadang di
jalan oleh beberapa kelompok yang memiliki sejarah konflik. Beberapa anggota suporter beranggapan jika “seragam hitam adalah musuh dari seragam merah”.
Kejadian seperti itu tidak jarang berujung pada pemukulan terhadap salah satu
anggota suporter yang memungkinkan untuk terjadinya bentrokan yang lebih besar.
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa saling bertemunya suporter dalam sebuah pertandingan sepakbola rentan
terhadap terjadinya konflik dan terulangnya konflik tersebut. Konflik yang selalu terulang ketika dua kelompok suporter bertemu disebabkan karena ingatan akan
pengalaman masa lalu sejarah kelompok suporter yang cenderung merupakan pengalaman yang menyakitkan yang dialami kelompok. Kelompok yang pernah
mengalami kekerasan dimasa lalu akan memiliki kecenderungan untuk membalas perlakuan yang diterimanya ketika dua kelompok suporter kembali bertemu.
Konflik yang biasanya termanifestasikan dalam bentrokan yang melibatkan dua kelompok suporter selain dikarenakan akan ingatan masa lalu,
konflik yang terjadi antar suporter sepakbola terutama di Yogyakarta juga dikarenakan adanya ketidaksesuaian atau tidak tercapainya tujuan seperti
ekspektasi yang diharapkan suporter. Hal tersebut menimbulkan ejekan yang dilontarkan suporter guna merendahkann kelompok lain dan menunjukkan
superioritas kelompok yang akhirnya berakhir pada sebuah konflik yang termanifestasikan dalam bentrokan antar suporter.
Konflik yang terjadi antar suporter diperparah oleh anggota kelompok yang sebenarnya tidak megerti akar permasalahan masalah dan hanya “ikut-
ikutan”. “ikut-ikutan” anggota suporter dalam konflik yang terjadi antar
kelompok suporter hanya karena orang tersebut berada atau menjadi anggota salah satu kelompok yang berkonflik sebagai bentuk solidaritas terhadap anggota
kelompok lainnya. Bantrokan antar suporter yang merupakan perwujudan dari konflik yang
terjadi antar suporter ternyata tidak hanya terjadi di dalam stadion ketika tim yang didukung sedang bertanding. Bentrokan juga terjadi di luar stadion ketika
pertandingan telah selesai bahkan ketika tidak ada pertandingan sama sekali bentrokan pun masih bisa terjadi. Hal ini didasari identitas sosial yang melekat
pada individu dalam kelompok terbawa pada keseharian individu tersebut.
B. Saran
1. Saran bagi kelompok suporter
Bagi koordinator kelompok suporter ataupun pengambil kebijakan untuk kelompok suporter dapat mengambil tindakan tindakan preventif
seperti mengurangi ejekan-ejekan terhadapa suporter lawan ataupun membangun komunikasi dengan suporter rival untuk mencegah terjadinya
konflik yang mungkin terulang ketika kelompok suporter saling bertemu. 2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penelitian mengenai
konflik antar kelompok suporter ini. Penulis menyadari masih banyak hal yang belum diungkap dalam penelitian ini secara detail. Konflik yang terjadi
antar suporter terkadang tidak dikehendaki oleh anggota dari kelompok tersebut, namun karena keanggotaannya dalam suporter, orang tersebut tetap
terlibat dalam bentrokan. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan penelitian tentang konflik yang terjadi pada kelompok suporter
sepakbola, mungkin perlu mencermati hal di atas dan melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap beberapa hal tersebut.
61
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Firdaus. 2015, 13 Maret. Bentrok suporter warnai duel psg vs galatasaray. bola.metrotvnews.com. Diakses pada tanggal 25 Mei pada
pukul 14.30
WIB, dari
: http:bola.metrotvnews.comread201503133706002001-bentrok-
suporter-warnai-duel-psg-vs-galatasaray
Ahmadi, H. A. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Anry Dhanniary. 2015, 26 April. Lagi bentrok antar suporter di derby Belgrade.
Bola.viva.co.id. Diakses pada tanggal 25 Mei 2015 pada pukul 14.00 WIB, dari :
http:bola.viva.co.idnewsread618660-lagi--bentrok-antar-suporter- di-derby-belgrade
Ashmore, R. D., Jussim, L., Wilder, D. 2001. Social Identity, Intergroup Conflict, and Conflict Reduction, Volume 3. New York : Oxford University
Press
Baron, R.A., Byrne, D. 1982. Social Psychology. Understanding Human Interaction. 9.ed. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Bornstein, G. 2003.Intergroup Conflict: Individual, Group, and Collective Interests. Personality and Social Psychology Review.2003, Vol. 7, No. 2,
129 –145
Corbin, J. Straus, A. 2009. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Creswell, J.W. 1998. Qualitative inquiry and research design choosing among five traditions. California : Sage Publications, Inc.
Hewstone. M And Cairns, E. 2006. Social Psychology And Intergroup Conflict.From:http:www.ripon.eduacademicspsychologyFYS175syllab
usHewston.htm
Hogg, M. A., Abrams, D. 1988. Social Identification. A social psychology of intergroup relations and group processes. New York: Routledge.
Jacobson, B. 2003. The Social Psychology of the Creation of a Sports Fan Identity: A Theoritical Review of the Literature. The Online Journal of
Sport Psychology.
Liliweri, A. 2005. Prasangka dan Konflik. Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta : PT LKIS printing Cemerlang.
Madyaningrum, M. E. 2010. Diskriminasi Berdasar Identitas Sosial-Budaya dan Pendidikan HAM di Indonesia dalam Perspektif Psikologi Sosial. INSAN
Vol. 12 No. 01.
Maksum, A. 2009. Konflik kekerasan Antar Kelompok Pencak Silat : Proses Pembentukan Identitas Sosial Yang Terdistorsi. Vol. 24, No. 2. 101-115.
Anima Indonesian Psychological Journal.
Moelong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya
Myers, D. G. 1999. Social psychology fifth edition. New York: McGraw-Hill. Novri Susan, N. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer.
Jakarta: Kencana, Pandjaitan, Hinca I. P. 2011. Kedaulatan Negara VS Kedaulatan FIFA. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Parker, I. 2008. Psikologi Kualitatif Victorius Didik Suryo Hartoko, Tej..
Yogyakarta : Andi Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi LPSP3
Putra, I. E Pitaloka, A. 2012. Psikologi Prasangka. Sebab, dampak, dan solusi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Sahdra, B., K. 2006. Social Identity and Memories of Injustice Involving Ingroup: What do we Remember and Why?. Canada : University of
Waterloo.