Hak pekerja dalam pemutusan hubungan kerja

yang berlanjut pada proses peradilan. Pengadilan yang dimaksud disini adalah Pengadilan Hubungan Industrial yang secara khusus berwenang memeriksa dan mengadili perselisihan hubungan industrial. PHK oleh pengadilan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1603v KUH Perdata yang memberikan hak kepada masing-masing pihak setiap waktu bahkan sebelum pekerjaan dimulai berdasarkan alasan penting untuk mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan Negeri di tempat kediamannya yang sesungguhnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus.

2.2.3 Hak pekerja dalam pemutusan hubungan kerja

Jika terjadi PHK yang perlu diperhatikan adalah hak-hak yang wajib diberikan kepada pekerja setelah terjadinya PHK tersebut. Hak-hak tersebut sepatutnya diberikan mengingat jasa-jasa yang telah dilakukan oleh pekerja kepada pengusaha selama ia bekerja. Selain itu, PHK tentu saja membawa penderitaan bagi pekerja karena kehilangan pekerjaan berarti kehilangan penghasilan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Untuk itu pemberian hak kepada pekerja setelah terjadinya PHK sangat diperlukan untuk mengurangi penderitaan daripada pekerja. UU No. 13 Tahun 2003 telah mengatur hak yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja yakni sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 156 ayat 1 yang menentukan bahwa “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. UU No. 13 Tahun 2003 tidak memuat pengertian mengenai uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian. Pengertian tersebut merujuk pada Permenaker No: KEP-150MEN2000. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Permenaker No: KEP-150MEN2000 menentukan “Uang pesangon adalah uang pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja”. Kemudian Pasal 1 angka 7 Permenaker No: KEP- 150MEN2000 menentukan “Uang penghargaan masa kerja adalah uang jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 sebagai penghargaan pengusahaan kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja”. Selanjutya dalam Pasal 1 angka 8 Permenaker No: KEP-150MEN2000 menentukan “Ganti kerugian adalah pembayaran berupa uang dari pengusaha kepada pekerja sebagai penggantian istirahat tahunan istirahat panjang, biaya perjalanan pulang ketempat dimana pekerja diterima bekerja, fasilitas pengobatan, fasilitas perumahan dan lain-lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat sebagai akibat adanya pengakhiran hubungan kerja”. Istilah ganti kerugian sekarang dikenal sebagai uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003. Ketentuan Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 mewajibkan pengusaha membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Dalam Pasal 156 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 menentukan: Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 paling sedikit sebagai berikut: a. masa kerja kurang dari 1 satu tahun, 1 satu bulan upah; b. masa kerja 1 satu tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 dua tahun, 2 dua bulan upah; c. masa kerja 2 dua tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tiga tahun, 3 tiga bulan upah; d. masa kerja 3 tiga tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 empat tahun, 4 empat bulan upah; e. masa kerja 4 empat tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 lima tahun, 5 lima bulan upah; f. masa kerja 5 lima tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 enam tahun, 6 enam bulan upah; g. masa kerja 6 enam tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tujuh tahun, 7 tujuh bulan upah; h. masa kerja 7 tujuh tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 delapan tahun, 8 delapan bulan upah; i. masa kerja 8 delapan tahun atau lebih, 9 sembilan bulan upah; Pasal 156 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 menentukan: Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan sebagai berikut: a. masa kerja 3 tiga tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 enam tahun, 2 dua bulan upah; b. masa kerja 6 enam tahun atau lebih, tetapi kurang dari 9 sembilan tahun, 3 tiga bulan upah; c. masa kerja 9 sembilan tahun atau lebih, tetapi kurang dari 12 dua belas tahun, 4 empat bulan upah; d. masa kerja 12 dua belas tahun atau lebih, tetapi kurang dari 15 lima belas tahun, 5 lima bulan upah; e. masa kerja 15 lima belas tahun atau lebih, tetapi kurang dari 18 delapan belas tahun, 6 enam bulan upah; f. masa kerja 18 delapan belas tahun atau lebih, tetapi kurang dari 21 dua puluh satu tahun, 7 tujuh bulan upah; g. masa kerja 21 dua puluh satu tahun atau lebih, tetapi kurang dari 24 dua puluh empat tahun, 8 delapan bulan upah; h. masa kerja 24 dua puluh empat tahun atau lebih, 10 sepuluh bulan upah; Pasal 156 ayat 4 UU No. 13 Tahun 2003 menentukan: Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi: a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerjaburuh dan keluarganya ke tempat di mana pekerjaburuh diterima bekerja; c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan di tetapkan 15 lima belas persen dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pemberian hak kepada pekerja harus dilihat berdasarkan kebenaran alasan PHK dan jenis perjanjian kerja. Karena hal tersebut akan mempengaruhi jumlah pemberian hak kepada pekerja.

2.3 Keadaan Memaksa

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Analisis Yuridis Terhadap Hubungan Kerja Antara Pengusaha Dan Pekerja Berdasarkan Perjanjian Kerja Secara Lisan (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Medan Nomor:41/G/2009/PHI.Mdn)

2 53 126

Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut Bangunan Di Atasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)

1 31 124

Peranan Pengadilan Hubungan Industrial dalam Memberikan Kepastian Hukum Terhadap Perkara Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Terhadap Putusan Pemutusan Hubungan Kerja-Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan)

10 130 147

AKIBAT HUKUM PEMALSUAN IDENTITAS DIRI DALAM SUATU PERKAWINAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 4471/Pdt.G/2009/PA. Jr)

0 29 17

ASAS PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

0 6 13

KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMUTUSAN IKATAN PERKAWINAN BAGI UMAT KRISTEN PROTESTAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 97/Pdt.G/2005/PN.Jr)

0 4 99

PERAN HAKIM AD HOC PADA PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Studi pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

0 17 49

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PADA PT. CENTRAL PERTIWI BAHARI

0 13 52

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) - Prosedur Pengajuan PHK Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Studi Atas Putusan UU Nomor 2 Tahun 2004

0 0 17