disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerjaburuh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap”.
2.2.2 Pengertian dan macam-macam pemutusan hubungan kerja
PHK merupakan salah satu masalah yang sering terjadi dalam dunia ketenagakerjaan. Masalah PHK tidak hanya membawa penderitaan bagi pekerja
saja tetapi juga membawa penderitaan bagi keluarga pekerja. Menurut beberapa pendapat para sarjana seperti Ridwan Halim berpendapat bahwa PHK adalah suatu
lagkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dengan majikan karena suatu hal tertentu.
32
Menurut Manulang mengemukakan bahwa istilah PHK dapat memberikan beberapa pengertian yaitu:
a. Termination yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. b.
Dismissal yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.
c. Redundancy yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru.
d. Retrenchment yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-maslaah ekonomi.
33
32
A. Ridwan Halim, op.cit, hlm.136
33
Sri Zulhartati, 2010, “Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Karyawan
Perusahaan”, http:jurnal.untan.ac.idindex.phpJPSHarticleviewFile382385
, diakses Rabu, 2 Desember 2015 pukul 12.19 Wita.
Selain itu, menurut Mutiara S. Panggabean, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
alasan, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban antara mereka.
34
Secara yuridis pengertian mengenai PHK tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 25 UU No. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa yang dimaksud dengan
“Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerjaburuh
dan pengusaha”. Kemudian menurut Pasal 1 angka 4 Kepmenaker No: KEP- 150MEN2000 menentukan “Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan ijin Panitia Daerah dan Panitia Pusat”. Berdasarkan pengertian dari para sarjana dan merujuk peraturan
perundang-undangan maka dapat disimpulkan bahwa PHK merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja dikarenakan alasan-alasan
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban keduanya. Selain PHK yang dilakukan terhadap perseorangan, PHK juga dilakukan
secara besar-besaran massal. Berdasarkan Kepmenaker No: KEP-150MEN2000 Pasal 1 angka 5 memberikan pengertian pemutusan hubungan kerja secara besar-
besaran massal adalah “Pemutusan hubungan terhadap 10 sepuluh orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan pemutusan
hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-
besaran”. PHK dapat dibagi
34
Made Indah Puspita, 2015, “Peran Serikat Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja
Sepihak di Hotel Bali Hyatt”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hlm. 44-45.
dalam empat macam yaitu PHK demi hukum, PHK oleh pengusaha, PHK oleh pekerjaburuh dan PHK oleh Pengadilan.
1. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
PHK demi hukum merupakan PHK yang terjadi dengan sendirinya secara hukum. Dalam ketentuan Pasal 1603.e KUH Perdata menentukan bahwa
“Hubungan kerja berakhir demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian dan dalam peraturan perundang-undangan atau jika semuanya itu tidak
ada, menurut kebiasaan ”. Dalam ketentuan Pasal 61 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003
menentukan: Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. Pekerja meninggal dunia;
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. Adanya putusan pengadilan danatau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya pemutusan hubungan kerja.
Adapun alasan PHK demi hukum dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 154 UU No. 13 Tahun 2003 meliputi:
a. Pekerjaburuh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; b.
Pekerjaburuh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa indikasi adanya tekananintimidasi dari
pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu PKWT untuk pertama kali;
c. Pekerjaburuh telah mencapai usia pensiun yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; dan
d. Pekerjaburuh meninggal dunia.
2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha
PHK atas inisiatif pengusaha dapat diklasifikasikan dalam 2 dua bagian, yakni:
1. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerja buruh.
2. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pengusaha.
35
PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerjaburuh artinya adalah bahwa pengakhiran hubungan kerja dimaksud dikehendaki oleh
pengusaha karena terdapat peristiwa hukum yang dilakukan atau melibatkan pekerjaburuh, dimana peristiwa hukum yang dilakukan atau melibatkan pekerja
tersebut dapat berakibat diakhirinya hubungan kerja.
36
Peristiwa hukum yang dimaksud disini adalah pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan pekerjaburuh dalam menjalankan pekerjaannya. Pelanggaran
tersebut telah diatur baik dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perusahaan. Dengan demikian PHK dapat terjadi
apabila pekerja melakukan kesalahan ringan danatau kesalahan berat. PHK karena kesalahan ringan tidak diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003
dan Kepmenaker No: KEP-150MEN2000, tetapi diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Permenaker No. Per-4Men1986,yaitu:
a. Setelah tiga kali berturut-turut pekerja tetap menolak untuk menaati
perintah atau penugasan yang layak sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan;
b. Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan
demikian, sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya;
35
Edy Sutrisno Sidabatur, op.cit, hlm. 11.
36
Edy Sutrisno Sidabatur, op.cit. hlm. 12
c. Tidak cakap dalam melakukan pekerjaan walaupun sudah dicoba di
bidang tugas yang ada; d.
Melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
PHK karena kesalahan berat dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 158 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 yang meliputi:
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang danatau
uang milik perusahaan; b.
Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan
atau menggedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman
sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f.
Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. Dengan ceroboh atau dengan sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i.
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara;atau
j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang di ancam
pidana penjara 5 lima tahun atau lebih. Kesalahan berat tersebut haruslah didukung dengan bukti sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 158 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 yakni: a.
Pekerjaburuh tertangkap tangan; b.
Ada pengakuan dari pekerjaburuh yang bersangkutan; atau c.
Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 dua orang saksi.
Selanjutnya, PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pengusaha artinya terdapat suatu kondisi tertentu dimana pengusaha tidak dapat lagi
mempekerjakan pekerjaburuh.
Ketentuan UU
No. 13
Tahun 2003
memperbolehkan pengusaha melakukan PHK dengan kondisi tertentu yang dapat dijadikan sebagai alasan pengusaha melakukan PHK. Adapun kondisi tersebut
yakni: 1.
Terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan Pasal 163 UU No. 13 Tahun 2003;
2. Perusahaan tutup baik karena kerugian secara terus-menerus maupun
karena keadaan memaksa force majeure Pasal 164 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003;
3. Perusahaan tutup karena melakukan efisiensi; Pasal 164 ayat 3 UU
No. 13 Tahun 2003; 4.
Perusahaan pailit Pasal 165 UU No. 13 Tahun 2003 Pada kenyataannya sering terjadi PHK oleh pengusaha yang tidak layak
dijadikan sebagai alasan PHK. Adapun PHK yang tidak layak tersebut antara lain: a.
Jika antara lain tidak menyebutkan alasannya; atau b.
Jika alasannya PHK itu dicari-cari pratext atau alasannya palsu; c.
Jika akibat pemberhentian itu bagi pekerjaburuh adalah lebih berat dari pada keuntungan pemberhentian itu bagi majikan; atau
d. Jika pekerjaburuh diperhentikan bertentangan dengan ketentuan dalam
undang-undang atau kebiasaan mengenai susunan staf atau aturan ranglijs seniority rules, dan tidak ada alasan lain penting untuk tidak
memenuhi ketentuan-ketentuan itu.
37
3. Pemutusan Hubungan Kerja oleh PekerjaBuruh
37
G. Kartasapoetra,et.al, 1983, Hukum Perburuhan, Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja, Armico, Bandung, hlm.29.
PHK oleh pekerjaburuh merupakan tindakan yang dilakukan pekerjaburuh atas kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan atau ancaman dari orang lain untuk itu.
Adapun alasan PHK oleh pekerjaburuh yakni pekerjaburuh meminta pengunduran diri yang sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 154 huruf b UU No. 13
Tahun 2003 yang menyatakan bahwa “Pekerjaburuh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa indikasi adanya
tekananintimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja tertentu untuk pertama kali”. Alasan lainnya adalah pekerja
mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 UU No. 13
Tahun 2003 yang menyatakan bahwa: Pekerjaburuh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Menganiaya,menghina secara kasar atau mengancam pekerjaburuh;
b. Membujuk atau menyuruh pekerjaburuh untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c.
Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 tiga bulan berturut-turut atau lebih;
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada
pekerjaburuh; e.
Memerintahkan pekerjaburuh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanjikan;
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan, dan kesusilaan pekerjaburuh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
4. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan
PHK oleh pengadilan berarti bahwa PHK terjadi karena adanya putusan dari pengadilan. PHK yang terjadi karena adanya putusan pengadilan merujuk dari
adanya sengketa yang terjadi antara pekerjaburuh dengan majikan atau sebaliknya
yang berlanjut pada proses peradilan. Pengadilan yang dimaksud disini adalah Pengadilan Hubungan Industrial yang secara khusus berwenang memeriksa dan
mengadili perselisihan hubungan industrial. PHK oleh pengadilan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1603v KUH Perdata
yang memberikan hak kepada masing-masing pihak setiap waktu bahkan sebelum pekerjaan dimulai berdasarkan alasan penting untuk mengajukan permohonan
tertulis kepada Pengadilan Negeri di tempat kediamannya yang sesungguhnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus.
2.2.3 Hak pekerja dalam pemutusan hubungan kerja