Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Pancur Batu memeluk agama Islam dengan jumlah 39.374 orang
dari total populasi yang ada. Sedangkan pada urutan yang kedua yaitu agama Kristen berjumlah sebanyak 37.441 orang dan sisanya menganut agama Hindu
dan Budha.
2.4 Sistem Bahasa
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang
dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan
suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut.
2.5 Sistem Kesenian
Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat
deskriptif Koentjaraniningrat, 1980:395-397. Rohidi 2000:28 mengatakan bahwa berekspresi estetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
tergolong kedalam kebutuhan integratif. Kebutuhan integratif ini muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin
merefleksikan keberadaannya sebagai mahluk yang bermoral, berakal, dan berperasaan.
Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang
sangat umum dalam setiap kelompok masyarakat pada umumnya.. Dengan demikian kesenian merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah, senang, gembira maupun perasaan sedih.
Suku Karo sebagai salah satu etnik dari beratus etnik yang dimiliki Nusantara tentu memiliki keunikan kesenian tersendiri. Keunikan Kesenian
Karo ini lah yang menjadi kebanggaan suku Karo dalam menjalankan tutur budayanya.
Untuk itu dibawah ini penulis memapaparkan kesenian-kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Karo dalam budayanya.
2.5.1 Seni Sastra
Kesusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun,
sastra bentuk, lisan lebih dikenal dan lebih sering digunakan dibandingkan tulisan.
2.5.1.1Sastra Lisan
Pada umumnya dalam berkomunikasi dengan sesamanya, orang Karo mempergunakan bahasa Karo. Dalam berkomunikasi atau pembicaraan sehari-
hari, penggunaan bahasa Karo ini tidak memerlukan suatu bentuk atau susunan dan aturan yang baku, yang penting apa yang dikehendaki atau yang perlu
disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicarapendengar. Namun untuk keperluan tertentu, seperti ungkapan keluh kesah,
pembicaraan adat, bernyanyi, dan lain sebagainya dilakukan pemilihan kosa kata yang dianggap paling sesuai. Kosa kata yang dimaksud adalah apa yang
disebut oleh orang Karo sebagai cakap lumat bahasa halus. Cakap lumat adalah dialog yang diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan
gurindam. Pemakaian cakap lumat ini sering dipergunakan dalam upacara adat
Universitas Sumatera Utara
seperti Upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan dalam pergaulan muda-mudi ungkapan percintaan.
Berdasarkan dari beberapa sumber,, penulis menyimpulkan bahwa seni sastra Karo dibedakan atas beberapa kategori, diantaranya:
1. Tabas-abas mantra, yaitu sejenis mantra yang diucapkan atau dilantunkan untuk mengobati orang yang sakit. Mantra ini biasanya diucapkandigunakan
oleh seorang Guru sibaso dukun. 2. Kuning-kuningen, yaitu sejenis teka-teki yang biasa digunakan oleh anak-
anak, muda-mudi maupun orang tua di waktu senggang, sebagai permainan untuk mengasah otak.
3. Ndung-dungen, yaitu sejenis pantun Karo yang terdiri dari empat baris. Dua baris terdiri dari sampiran, dan dua baris berikutnya merupakan isi.
4. Bilang-bilang, yaitu dendang duka yang merupakan ratapan seseorang yang sedang berduka. Misalnya kerana teringat dengan ibunya yang telah meninggal
dunia; ataupun meratapi kekasih yang telah meninggalkan dirinya kerana sesuatu hal. Dahulu Bilang-bilang ini ditulis dengan aksara Karo di sepotong
bambu atau kulit kayu, isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Semenjak dahulu bilang-bilang ini biasanya terfokus pada suasana kepedihankesedihan. Oleh
karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “Dengang duka”. 5. Turi-turin, adalah cerita yang berbentuk prosa yang isinya tentang asal-usul
marga, asal usul kampung, cerita tentang orang sakti, cerita lucu, dan lain sebagainya. Turi-turin biasanya diceritakan orang-orang tua kepada anak atau
cucunya pada malam hari sebagai pengantar tidur. Beberapa judul ceritanya antara lain: Beru Patimar, Panglima Cimpa Gabor-
gabor, Gosing si Aji Bonar, dan sebagainya.ibid blog Julianus Limbeng
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.2 Sastra Tulis
Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu
campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan aksara ini dibawa dari India Selatan, kemudian ke MyanmarSiam dan akhirnya
sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan aksara Simalungun dan Pakpak Dairi, yaitu berupa huruf silabis semua huruf atau silabel dasarnya
berbunyi a yang biasa disebut: haka bapa nawa yang merupakan enam silabel pertama.
Pada umumnya tulisan atau aksara Karo tempo dulu digunakan untuk menuliskan ramuan-ramuan obat, mantra atau cerita. Tulisan ini di ukir di kulit
kayu atau bambu yang di bentuk sedemikian rupa agar dapat dilipat-lipat, dan biasanya huruf-huruf ini diukir dengan menggunakan ujung pisau dan setelah
itu tulisan tersebut diwarnai dihitamkan dengan bahan baku tertentu.
Gambar 1 . Aksara Karo
Sumber : http:www.wikipedia.comkaro.html
2.5.2 Seni Suara Vokal
Dalam berkesenian, orang Karo tidak mengenal istilah seni suara vokal, namun biasanya orang bernyanyi sering disebut rende, dan penyanyi
berarti perende-ende. Jika seorang perende-ende juga pandai menari Landek
Universitas Sumatera Utara
dan sudah biasa bernyanyi sekaligus menari dalam suatu pesta Gendang guro- guro aron, maka sebutan uuntuknya telah berubah menjadi Perkolong-kolong..
Kemampuan ini tidak terbatas hanya pada kemampuan menyanyikan lagu-lagu Karo yang bertemakan percintaan atau muda mudi, namun juga mampu
menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun nasihat-nasihat yang secara teks atau liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara.
Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui atau dihapal, namun lirik dari melodi tersebut harus dibuat dinyanyikan sendiri oleh
Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara yang sedang berlangsung pada saat itu.
Diperkirakan pada zaman dahulu masyarakat Karo belum mengenal seni suara secara nyata. Kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu
yang dibawakan seseorang sebagai ‘Perende-rende’ penyanyi. Lagu-lagunya masih cenderung berteme kesedihan, dan lagu ini biasanya dibawakan untuk
pengantar sebuah cerita atau memuja seseorang, juga dibawakan untuk menyampaikan doa seperti lagu didong-didong.
Sementara dalam perkembangan selanjutnya budaya Karo mengenal beberapa jenis seni vokal diantaranya:
• Katoneng-katoneng nyanyian yang berisikan pengharapan, • Didong didong nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat,
• Mangmang nyanyian yang berisikan doa-doa, • Tangis-tangis nyanyian ungkapan keluh kesah,
• Turi-turin nyanyian untuk menceritakan sesebuah cerita, • Ende-enden nyanyian muda-mudi.
Universitas Sumatera Utara
Penyajian seni vokal Katoneng-katoneng dan Ende-enden dilakukan oleh seorang penyanyi dan penari tradisional Karo Perkolong-kolong di dalam
acara adat dan hiburan. Sementara nyanyian Mangmang dilakukan oleh seorang Guru sibaso Dukun di dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan
tradisional ritual. Sedangkan, nyanyian Tangis-tangis dilakukan pada upacara kematian, dan didong-dong biasanya dinyanyikan dalam upacara perkawinan.
2.5.3. Seni Tari
Secara umum, tari pada masyarakat Karo disebut “Landek”. Dalam budaya Karo, penyajian Landek sangat kontekstual. Dengan kata lain,
keberadaan Landek ditentukan dengan konteks penyajiannya. Selain itu setiap gerakan-gerakan dalam Landek dalam masyarakat Karo juga berhubungan
dengan perlambangan-perlambangan dan makna-makna tertentu.
Adapun beberapa makna gerakan dalam Landek masyarakat Karo adalah sebagai berikut:
1. Gerak tangan kiri naik, gerak tangan kanan ke bawah, melambangkan tengah rukur, maknanya adalah menimbang-nimbang sebelum berbuat.
2. Gerakan tangan kanan ke atas, gerakan tangan kiri ke bawah melambangkan sisampat-sampaten, maknanya adalah saling tolong-menolong dan saling
membantu. 3. Gerakan tangan kiri ke kanan ke depan melambangkan ise pa la banci ndeher
adi langa sioraten, artinya siapa pun tak boleh mendekat jika belum tahu hubungan kekerabatan, atau sama seperti istilah tak kenal maka tak sayang,
Universitas Sumatera Utara
4. Gerakan tangan memutar dan mengepal melambangkan perarihen enteguh, yaitu mengutamakan persatuan, kesatuan, dan musyawarah untuk mencapai
mufakat, 5. Gerakan tangan ke atas, melambangkan ise pe la banci ndeher, siapa pun tak
bisa mendekat dan berbuat secara sembarangan, 6. Gerak tangan sampai ke kepala dan membentuk posisi seperti burung merak,
melambangkan beren rukur, yang maknanya adalah menimbang-nimbang sebelum memutuskan, pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna,
7. Gerak tangan kanan dan kiri sampai di bahu melambangkan beban simberat ras simenahang ras ibaba, artinya mampu berbuat harus mampu pula
menanggung akibatnya, atau berarti juga sebagai rasa sepenanggungan, 8. Gerakan tangan di pinggang melambangkan penuh tanggung jawab, dan
9. Gerakan tangan kiri dan tangan kanan ke tengah posisi badan berdiri melambangkan ise pe reh adi enggo ertutur ialo-alo alu mehuli, maknanya tanpa
memandang bulu siapa pun manusianya apabila sudah berkenalan akan diterima dengan segala senang hati.
Sejauh ini dari beberapa referensi yang penulis peroleh, bahwa konteks penyajian Landek pada masyarakat. Karo secara umum dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu : 1. Konteks penyajian dalam adat istiadat
2. Konteks penyajian dalam religiritual, dan 3. Konteks penyajian untuk hiburan.
Pola-pola dasar Landek pada masyarakat Karo terbentuk atas 3 tiga unsur, yakni: endek gerakan menekuk lutut, odak atau pengodak gerakan
langkah kaki, dan ole atau jemolah jemole goyanganayunan badan. Unsur
Universitas Sumatera Utara
lainnya yang juga membentuk keindahan tari Karo adalah lempir tan gemulai tangan, dan ncemet jari lentik jari.
Endek merupakan salah satu unsur penting dalam tari Karo. Endek dibentuk dengan gerakan menekuk lutut kebawah dan kembali lagi keatas.
Gerakan itu mengakibatkan posisi tubuh bergerak keatas dan kebawah secara vertikal. Gerakan endek itu harus disesuaikan dengan buku gendang bunyi
gung dan bunyi penganak dalam permainan musik Karo yang sedang mengiringi. Ketepatan posisi endek dalam kaitannya dengan buku gendang
merupakan sebuah keharusan untuk memperlihatkan keindahan dalam tari Karo, di beberapa Landek penyesuaian itu bisa terlihat ketika gung dan penganak
berbunyi tubuh penari sudah atau sedang berada di posisi atas. Odak atau pengodak adalah gerakan penari ketika melangkah maju dan
mundur, maupun melangkah serong kekiri atau kekanan. Odak harus dimulai dengan gerakan kaki kanan, serta dilakukan pada saat gung Gong berbunyi.
Dalam gerakan odak atau pengodak, unsur endek seperti yang telah dijelaskan di atas harus tetap terlihat, Maksudnya, ketika penari melakukan odak
melangkah, penari tersebut tetap melakukan endek dalam upaya penyesuaian gerakan odak dengan musik.
Sementara itu, Ole atau jemolah jemole merupakan gerakan goyangan atau ayunan badan kedepan dan ke belakang, atau kesamping kiri dan kanan.
Gerakan ole juga mengikuti bunyi gung dan penganak. Dari penjelasan diatas, diketahui bahawa bunyi gung dan penganak
merupakan patokan dasar bagi seorang penari Karo untuk melakukan endek, odak, maupun ole. Sedangkan, unsur-unsur lempir tan maupun ncemet jari
merupakan unsur pendukung untuk memperindah tari. Lempir tan diperlukan
Universitas Sumatera Utara
ketika akan membentuk pola gerak tertentu dari tari Karo, misalnya ketika posisi kedua tangan diatas bahu. Sedangkan ncemet jari diperlukan saat
melakukan petik gerakan tangan mengepal, dan pucuk jari diletakkan dimuka kening penari terutama pada tari muda-mudi.
Dalam tarian Karo, geseran kaki, goyang pinggangpinggul, dan main mata tidak diperbolehkan, karena dianggap tidak sopan dan melanggar norma-
norma adat istiadat masyarakat Karo. Idealnya dalam menarikan tarian Karo, gerakan kaki harus dilakukan dengan melangkah atau odak, gerakan pinggang
harus mengikuti ayunan badan atau ole, serta pandangan mata penari hanya boleh mengarah diagonal kebawah, tertuju pada lutut pasangan menarinya.
Namun belakangan ini, dalam budaya kontemporer Karo, terutama setelah populernya lagu-lagu Karo versi baru, maka terciptalah beberapa tari
baru dengan peraturan tertentu, seperti Piso Surit, Tari Terang Bulan, Tari Mbuah Page, dan lain-lain. Dengan demikian secara otomatis terjadi juga
perubahan-perubahan norma dalam budaya tari Karo dalam konteks global. Tari pada masyarakat Karo dalam penggunaannya dibedakan dalam tiga
bagian, yaitu:
2.5.3. 1 Tari yang Berkaitan dengan Adat Komunal
Tari yang berkaitan dengan adat adalah tari yang merupakan bagian dari suatu upacara adat. Upacara yang dimaksud adalah upacara memasuki rumah
baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-lain. Tarian adat yang bersifat komunal biasanya dilakukan oleh kelompok merga atau kelompok
sangkep nggeluh, bersama-sama dengan kelompok sukut pemilik hajatantuan rumah, masing-masing kelompok menari dengan posisi berhadap-hadapan.
Universitas Sumatera Utara
Bagi kelompok sukut tarian itu merupakan tarian penyambutan atau penghormatan atas kehadiran tamu-tamu adat.
Sedangkan bagi kelompok tamu adat, tarian ini merupakan aktivitas pembuka sebelum mereka menyampaikan kata-kata adat berisikan pesan dan
nasehat kepada keluarga yang memiliki hajatan.
2.5.3. 2 Tari yang Berkaitan dengan ReligiRitual
Tari yang berkaitan dengan ritual ini biasanya dibawakan oleh seorang Guru sibaso dukun dalam upacara ritual. Tari yang dibawakan oleh Guru,
disesuaikan dengan keperluan atau jenis upacara yang dilaksanakan. Beberapa tari Karo yang berkaitan dengan upacara ritual adalah; Tari tungkat tari untuk
mengusir roh-roh jahat, Tari njujung baka tari yang menggunakan keranjang yang berisi sesaji untuk persembahan, Tari seluk tarian kesurupan, dan lain
sebagainya. Upacara yang berkaitan dengan ritual yang dilakonkan oleh Guru sibaso
dukun, adalah berdasarkan tuntunan ilmu atau roh penuntunnya. Kerana ketika seorang guru dukun memimpin upacara, biasanya beliau memanggil jinujung-
nya junjungan-nya untuk ‘masuk’ ke dalam dirinya. sehingga gerakan tarinya tidak lagi memiliki struktur yang baku, berbeda dengan pola gerak tari Karo
pada umumnya. Tetapi secara umum gerakan yang khas pada tarian ini adalah gerakan
murjah-urjah melompat dengan mengangkat kaki secara bergantian.
2.5.3. 3 Tari Yang Berkaitan Dengan Hiburan
Tari Karo yang sifatnya hiburan biasanya ditarikan oleh dua orang atau lebih muda-mudi dengan cara berpasang-pasangan, diantaranya adalah: Tari
Universitas Sumatera Utara
pecat-pecat seberaya, Tari lima serangke, Tari piso surit, Tari roti manis, dan lain sebagainya.
Tari-tarian jenis ini pada umunya sudah memiliki komposisi yang baku, dengan kata lain koreografinya telah tersusun dengan tetap. Tari-tarian hiburan
lain yang sangat digemari oleh masyarakat Karo, diantaranya adalah Ndikar tari pencak silat, Adu Perkolong-kolong tarian yang dibawakan oleh sepasang
Perkolong-kolong dan melakukan aksi atau cerita lucu yang menghibur, serta Gundala-gundala drama tari topeng Karo.
2.5.4. Seni Pahat Ukir
Walaupun kehidupan masyarakat Karo pada waktu dulu dalam keadaan serba sederhana, namun beberapa orang “Pande tukang” sebutan bagi orang
yang ahli membuat bangunan Karo mampu menyumbangkan karya-karyanya. Beberapa dari karya itu umumnya dimulai dengan sederhana dan dengan
maksud untuk menolak bala, menangkal roh jahat, dan sebagai media yang kemudian dipercaya memiliki kemampuan pengobatan.
Kemudian dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, kebiasaan membuat ukiran tersebut tidak lagi dipandang dari segi kekuatan daya
penangkalnya mistis saja. Tetapi lukisan itu telah dipandang sebagai sesuatu yang memiliki nilai keindahan sehingga kemudian dikembangkan sebagai
sebuah karya seni. Secara garis besar ada empat tempat dimana karya seni ini biasa
ditempatkan, antara lain: • Pada bangunan tradisional Karo seperti rumah adat, jambur, geriken, dan
gereta guro-guro aron, • Pada benda-benda pecah-belah seperti gantang beru-beru, cimba lau, abal-
Universitas Sumatera Utara
abal, busan, petak, tagan, kampil, dan alat kesenian, dan • Pada pakaian adat Karo seperti pada uis kapal, uis nipes, dan baju, serta
• Ukiran pada berbagai benda perhiasan seperti gelang, cincin, kalung, pisau, ikat pinggang, dan lain sebagainya.
Di bawah ini penulis memaparkan beberapa jenis pola dan gambar ukiran
masyarakat Karo dan tempat di mana ukiran itu biasa di terapkan. • Ampik-ampik Alas Indung Bayu-bayu
Motif : Terdiri dari bermacam-macam motif
yang bergabung yaitu: Bunga Gundur, Duri Ikan,
Tempune-tempune, Pakau-pakau, Anjak- anjak beru Ginting dan Pancung-pancung
Cekala. Fungsi : Tolak bala hiasan
Tempat : Pada anyaman ayo-ayo rumah adat. Sumber : http:www.gratis45.comberitaimagesampik.jpg
Gambar 2 : Ampik-ampik Alas •
Gambar 3 : Ukiran pada Piso Tumbuk Lada Sunber : http:www.gratis45.comberitaTumbukLada1.jpg
Universitas Sumatera Utara
http:www.gratis45.comberitaTumbukLada2.jpg
• Gambar 4 : Tapak Raja Sulaiman Motif :Geometris
Fungsi :Tolak bala Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku
Pustaka Sumber : http:www.gratis45.comberitaimagessulaiman.jpg
• Gambar 5 :Bindu Matagah
Motif :Geometris Pelambang :Tolak bala
Tempat :Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, Buku Pustaka
Sumber http:www.gratis45.comberitaimagesbindumatagah.jpg Gambar 6 : Pahai
Motif : Geometris Pelambang : Tolak bala, Ngenen gerek-gereken
Tempat : Kalung anak-anak, Buku Pustaka, dl Sumber : http:www.gratis45.comberitaimagespahai.jpg
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7 : Bindu Matoguh
Motif : Geometris Pelambang : Tolak bala
Tempat : Melmelen, Ukat, Gantang beru-beru, dll
Sumber http:www.gratis45.comberitaimagesbindumatoguh.jpg Gambar 8 : Lukisan Suki
Motif : Geometris Pelambang : Hiasan
Tempat : Ujung kiri dan kanan Melmelen Sumber http:www.gratis45.comberitaimageslukisansuki.jpg
Bila dilihat dari bentuk dan nama ukiran Karo tersebut , beberapa di antaranya tercipta atas dorongan dan pengaruh lingkungan alam, manusia,
binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Selain ornmen-ornamen di atas masih terdapat beberapa ornamen lain di antaranya adalah: Tupak salah silima-lima, Tupak
salah sipitu-pitu, Desa siwaluh, Panai, Bindu metagah, Bindu matoguh, Tapak raja Sulaiman, Pantil manggus, Indung-indung simata, Tulak paku petundal,
Lipan nangkih tongkeh, Kite-kite perkis, Tutup daducimba lau, Cenkili kambing, Ipen-ipen, Lukisan suki, Pucuk merbung bunga bincole, Surat buta,
Pengretret, Bendi-bendi pengalo-ngalo, Embun sikawiten, Pucuk tenggiang, Litab-litab Lembu, Lukisan tonggal, Keret-keret ketadu, Taruk-taruk, Kidu-
kidu, Lukisan pendamaiken, Bulang binara, Tanduk kerbau payung, Bunga
Universitas Sumatera Utara
gundur, Raja Sulaiman, Bunga lawang, Tudung teger, Lukisan umang, Lukisan para-para gundur mangalata, Embun sikawiten II, Tulak paku, Lukisan kurung
tendi, Osar-osar, Ukiren sisik kaperas, Galumbang sitepuken, Ukiren kaba-kaba, Likisen tagan, dan masih banyak lagi jenis ornamen yang lain.
2.5.5 Seni Tenun Mbayu
Pakaian tradisional Karo tentunya merupakan salah satu hasil dari kebudayaan Karo, oleh karena itu, seiring berkembangnya kebudayaan,
masyarakat Karo telah memiliki banyak ragam pakaian dengan fungsi-fungsi yang berbeda.
Secara tradisional pakaian ini di tenun oleh para wanita Karo dengan menggunakan kembaya semacam kapas yang dijadikan benang dan dicelup
dengan alat pewarna yang dibuat dari bahan kapur, abu dapur, kunyit, dan telep sejenis tumbuhan.
Secara umum pakaian tradisional Karo dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: pakaian sehari hari, pakaian untuk pesta, dan pakaian kebesaran. Pakaian
yang biasa digunakan pria adalah pakaian dengan model batu gunting cina lengan panjang, tutup kepala yang disebut tengkuluk atau bulang dan sarung,
sedangkan untuk wanita terdiri dari baju kebaya leher bulat, sarung abit, tutup kepala tudung, dan kain adat bernama Uis Gara yang diselempangkan.
Pakaian pesta hampir sama dengan pakaian sehari-hari. Hanya saja, pakaian pesta lebih bersih atau baru dan dikenakan dengan baik, sehingga
terlihat lebih sopan, dan pakaian kebesaran terdiri dari pakaian dengan aksesoris-aksesoris yang lengkap serta digunakan pada saat pesta saja, seperti
pesta perkawinan, memasuki rumah baru, upacara kematian, dan pesta kesenian. Di bawah ini akan dijabarkan beberapa ragamjenis Uis yang ada pada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Karo, yaitu antara lain; • Uis Arinteneng
Uis Arinteneng terbuat dari kapas atau kembayat yang ditenun. Warnanya hitam pekat hasil pencelupan yang disebut ipelabuhken. Pakaian ini
digunakan untuk alas pinggan pasu tempat emas kawin dan tempat makanan bagi pengantin sewaktu acara mukul acara makan bersama pada malam hari
setelah selesai pesta adat, uis ini juga digunakan sebagai pembalut tiang pada peresmian atau acara adat memasuki rumah baru, dan membayar hutang adat
kepada kalimbubu dalam upacara adat kematian. • Uis Julu
Bahannya sama dengan bahan Uis Arinteneng. Warnanya hitam dengan corak garis-garis putih berbentuk liris-liris. Keteng-keteng-nya berwarna merah
dan hitam dan disebut Keteng-ketang Bujur. Ada juga yang disebut keteng- keteng sirat denan diberi ragam corak ukiran serta di sisi ujungnnya terdapat
rambut jumbai. Pakaian ini diguanakan sebagai Gonje sarung lakilaki, membayar hutang adat maneh-maneh, nambari mengganti pakaian orang tua
laki-laki, dan digunakan juga sebagai selimut cabin.
• Uis Teba Hampir sama dengan Uis Julu. Perbedaannya ialah garis-garis Uis Teba
lebih jarang sedangkan Uis Julu lebih rapat. Warnanya hitam, di sisi ujungnya juga memiliki rambut jumbai. Sama seperti uis Julu ,Uis ini juga digunakan
untuk maneh-maneh atau membayar hutang adat bagi perempuan yang
Universitas Sumatera Utara
meninggal, tudung bagi perempuan, mengganti pakaian orang tua bagi ibu, dan alas pinggan pasu tempat emas kawin sewaktu melaksanakan pembayaran
kepada pihak mempelai perempuan dalam upacara adat Perkawinan. • Uis Gatip
Uis Gatip ini berwarna hitam dan berbintik-bintik putih di tengah, tepian kain warnanya hitam pekat dan ujungnya terjalin dan berumbai. Jenis kainnya
lebih tebal sehingga sering disebut dengan Uis kapal kain tebal. Uis ini dipakai sebagai ose pakaian laki-laki pada upacara-upacara adat perkawinan,
memasuki rumah baru, guro-guro aron pesta muda-mudi dsb. • Uis Jongkit
Warna dan bahan Uis ini sama dengan Uis Gatip, hanya saja Uis Jongkit memakai benang emas dengan motif melintang pada bagian tengah kain
tersebut, hingga warna dan bentuknya lebih cerah. Penggunaan Uis ini juga sama seperti Uis Gatip, tapi kain inisekarang lebih disenangi dan banyak
dipakai pada upacara-upacara adat. • Uis Beka Buluh
Warna dasar kain Uis Beka Buluh ini merah cerah, bagian tengah bergaris Kuning, Ungu, Putih dan pada tepian dan ujung kain terdapat motif-
motif ukiran Karo yang dibuat dengan benang emas. Kain ini dipakai sebagai Bulang penutup kepalatopi pada laki-laki, dan juga dipakai sebagai cekok-
cekok penghias bahu yang diletakan sedemikian rupa pada bahu lakilaki, selain itu kain ini juga biasa diletakkan di atas tudung wanita.
• Uis Kelam-Kelam Warnanya hitam pekat, bahan kainnya lebih tipis dari Uis yang lain dan
polos tanpa motif, sepintas seperti kain hitam biasa, hanya saja kain ini lebih
Universitas Sumatera Utara
keras dibanding Uis yang lain. Uis ini biasa dipakai oleh wanita sebagai tudung pada upacara-upacara adat, tudung yang bahannya dari uis kelam-kelam ini
disebut Tudung Teger Limpek dengan bentuknya yang khas dan unik. Memang
proses pembuatan tudung ini sangat sulit dan unik, hingga saat ini tidak semua orang dapat membuat tudung ini.
• Uis Jujung-jujungen Warnanya merah bersulamkan emas dan kedua ujungnya juga berumbai
benang emas, kain ini tidak selebar kain yang lainnya, bentuknya hampir sama dengan selendang. Uis ini biasanya dipakai oleh wanita dan biasanya letaknya
diatas tudung dengan rumbainya terletak disebelah depan. Pada saat sekarang uis ini jarang digunakan, dan kebanyakan telah digantikan dengan uis beka
buluh. • Uis Nipes
Kain ini jenisnya lebih tipis dari kain-kain lainnya dan memiliki bermacam-macam motif dan warna merah, coklat, hijau, ungu dan sebagainya,
uis ini biasa digunakan sebagaiselendang bagi wanita. Gambar 8 . Ragam Uis
Universitas Sumatera Utara
Keterangan gambar : 1. Uis Gatip
4. Uis Kelam-kelam 2. Uis Nipes
5. Uis Teba 3. Uis Jujung-jujungen
6. Uis Jongkit Selain beberapa jenis Uis yang telah dijelaskan secara singkat di atas,
masih terdapat beberapa jenis Uis yang lain, diantaranya :Uis Batu Jala, Uis Gobar Dibata, Uis Pengalkal, dan lain-lain.
2.5.6 Seni Drama
Dari beberapa referensi yang penulis peroleh, seni drama tergolong langka pada masyarakat Karo. Kalaupun ada biasanya berhubungan dengan
tarian seperti Tari Mondong-Ondong yang berhubungan dengan drama Perlanja Sira Pemikul Garam, Tari Tungkat dan Tari Guru serta Gundala-gundala
drama tari topeng Karo.
2.5.7 Seni Musik
Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat, dengan demikian kesenian
merupakan suatu kebutuhan yang penting dalam sebuah masyarakat untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan indah,
senang, gembira maupun sedih. Salah satu media pengekspresian kesenian tersebut adalah melalui musik. Musik tersebut dapat berupa musik
instrumentalia, musik vocal, atau gabungan antara keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Orang Karo menyebut musik dengan istilah Gendang. Dan dalam masyarakat Karo gendang itu sendiri mempunyai beberapa pengertian,
diantaranya; 1. Gendang, sebagai pengertian untuk menunjukkan jenis musik tertentu
Gendang Karo, Gendang Melayu, 2. Gendang, sebagai nama sebuah instrumen musik Gendang
singindungi,Gendang singanaki, 3. Gendang, untuk menunjukkan jenis lagu atau komposisi tertentu Gendang
simalungun rayat, Gendang peselukken, 4. Gendang, untuk menunjukkan ensembel musik tertentu Gendang Lima
Sendalanen, Gendang telu sendalanen, 5. Gendang untuk mengartikan sebuah upacara tertentu Gendang cawir metua,
Gendang guro-guro aron.3 Selain itu masyarakat Karo juga memiliki beberapa jenis musik yang
biasanya digunakan dalam kesenian tradisionalnya. Ada alat musik yang dimainkan secara bersama-sama ensambel, ada pula yang dimainkan tunggal
solo. Selain alat musik, terdapat pula beberapa genre musik vocal nyanyian, baik yang dinyanyikan secara solo, maupun diiringi alat musik.
2.6 Sistem Kekerabatan
System kekerabatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari yang terwujud pada sikap dan perilaku, fungsi dan
tanggungjawab suatu keluarga dengan keluarga lainnyasecara menyeluruh sehingga seluruh keluarga terintegrasi di dalam system kekerabatan masyarakat
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kekerabatan terbentuk karena terjadinya perkawinan antar keluarga. Sehingga terbentuk keluarga baru disamping keluarga yang lama. Dengan
demikian terjadilah pertukaran kedudukan dan fungsi. Dalam masyarakat Karo, terdapat suatu sistem kekerabatan atau biasa
disebut sebagai Sangkep Nggeluh yang di dalamnya terdiri dari 4 unsur yakni: Sembuyak, Anak Beru,Kalimbubu, Senina.
2.6.1 Sembuyak
Sembuyak adalah mereka yang satu subclan, atau orang-orang yang seketurunan dilahirkan dari satu rahim, tetapi tidak terbatas pada lingkungan
keluarga batih, melainkan mencakup saudara seketurunan di dalam batas sejarah yang masih jelas diketahui. Saudara perempuan tidak termasuk sembuyak
walaupun dilahirkan dari satu rahim, hal ini karena perempuan mengikuti suaminya.
Peranan sembuyak adalah bertanggungjawab kepada setiap upacara adat sembuyak-sembuyaknya, baik ke dalam maupun keluar. Bila perlu mengadopsi
anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh saudara yang satu clan. Mekanisme ini sesuai dengan konsep sembuyak, sama dengan seperut, sama dengan saudara
kandung. Satu subclan sama dengan saudara kandung. Sembuyak dapat dibagi dua bagian
1. Sembuyak berdasarkan tutur. Mereka bersaudara karena sesubklen
merga. 2.
Sembuyak berdasarkan kekerabatan, ini dapat dibagi atas: 1.
Sembuyak Kakek adalah kakek yang bersaudara kandung. 2.
Sembuyak Bapa adalah bapak yang bersaudara kandung. 3.
Sembuyak Nande adalah ibu yang bersaudara kandung.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Anak Beru
Anak beru adalah status suatu keluarga lain bila pihak keluarga laki-laki keluarga yang bersangkutan kawin atau mengambil anak perempuan keluarga
tersebut. Golongan anak beru memiliki jenjang atau tingkatan derajatyang dibedakan berdasarkan keturunan atas perkawinan, untuk dapat membedakan
satu dengan yang lainnya antara lain. : a.
Anak Beru taneh : golongan anak beru yang ikut mendirikan suatu kampong, atau pihak pertama sekali memerima pihak perempuan ketika
suatu kampong baru saja selesai didirikan. Anak beru demikian disebut juga anak beru singian rudang, karena begitu lama hubungan
kekerabatannya. b.
Anak beru tua : anak beru langsung dari turunan, yang secara terus menerus selam tiga generasi menjadi anak beru yang kemudian
dinyatakan sebagi anak beru nenek. c.
Anak beru sincekuh baka tutp : anka beru langsung dari keluarga ayah, yaitu anak laki-laki dari saudara perempuan kandung ayah, golongan ini
biasa juga disingkat anak beru cekuh baka, yang artinya tidak sungkan- sungkan lagi melakukan apapun di rumah kalimbubunya, biasanya anak
beru demikian minimal telah dua kali mengambil dara dari kalimbubunya tersebut.
d. Anak beru iangkip atau anak beru iperdemui : anak beru langsung
karena terjadi perkawinan. e.
Anak beru menteri : Anak berunya anak beru f.
Anak beru singukuri : \Anak berunya Anak beru menteri
2.6.3.Kalimbubu
Universitas Sumatera Utara
Kalimbubu adalah pihak keluarga dari perempuan yang dikawini oleh seorang pria yang kemudian menempatkan nenek, ayah, dan anak-anak serta
semua keluarga pihak perempuan menjadi golongan kalimbubu. Kedudukan Klaimbubu sangat dihormati sehingga disebut sebagai “Dibata ni idah” yang
artinya Tuhan dapat dilihat. Status kalimbubu dapat dibedakan menurut asal dan tingkatnya adalah
a. Kalimbubu tanehkalimbubu simajek lulangkalimbubu bena-
benakalimbubu tua : kalimbubu yang sudah memiliki hubungan sejak tingkat nenek atau minimal tiga generasi, dalam hal ini termasuk
saudara, anak dan cucunya. b.
Kalimbubu simada darehsimupus :ayah atau saudar laki-laki dari ibu seseorang.
c. Kalimbubu iperdemui : kalimbubu langsung karena mengawini seorang
perempuan dalam hal ini termasuk bapak, saudara dan anak dari keluarga pihak perempuan yang dijadikan istri tersebut.
2.6.4 Senina
Senina adalah golongan yang unsure-unsurnya diambil dari golongan ayah atau bias juga juga dari hubungan lain, namun memiliki hubungan analog
denga keluarga ibu dari isteri dan anak. Terdapat empat nama senina yang penyebab keberadaannya hampir sama dengan cirri yang telah disebutkan diatas
antara lain a.
Senina sepemeren : senina yang disebabkan berdasarkan karena ibu bersaudara.
b. Senina siparibanen : disebabkan karena isteri bersaudara
Universitas Sumatera Utara
c. Senina Sepengalon Sendalanen persaudaraan karena pemberi wanita
yang berbeda merga dan berada dalam kaitan wanita yang sama. Atau mereka yang bersaudara karena satu subclan beru istri mereka sama.
Tetapi dibedakan berdasarkan jauh dekatnya hubungan mereka dengan clan istri. Dalam musyawarah adat, mereka tidak akan memberikan
tanggapan atau pendapat apabila tidak diminta. d.
Senina sicimbangen : di sebabkan karena suami bersaudara.
2.7 Sistem Kepercayaan
Pada awalnya masyarakat Karo memeluk kepercayaan animism dan dinamisme. Menurut kepercayaan ini yang disembah adalah para begu yang
terdapat pada tempat- tempat keramat, seperti gunung, batu besar, sungai dan pohon besar, atau tempat-tempat yang tidak lazim lainnya. Dengan memberikan
persembahan da sessajian seperti jeruk purut, jeruk manis, kemenyan, daun- daun serta rempah-rempah lainnya yang ditaruh dia atas akan memberikan
berkatnya pada manusia. Kemudian timbul keyakinan atas Dibata Dewata
1
, yang menurut kepercayaan mereka adalah sama dengan para dewa, yang memiliki teritorial
masing-masing baik secara imajiner maupun realita. Masyarakat Karo membedakan Dibata kedalam dua jenis, yaitu: Dibata yang kelihatan dan kasat
mata Dibata Idah dan Dibata yang tidak dapat dilihat Dibata La Idah. Selanjutnya Dibata La Idah, terbaga atas: Dibata Atas Dibata Idatas yang
bernama Batara Guru
2
y7ang berkuasa disunia atas atau langit yang dapat diidentikkan dengan surge, Dibata Tengah Dibata Itengah atau Tuhan Paduka
Ni Aji yang berkuasa didunia tengah atau bumi sebagai dunia manusia, dan
Universitas Sumatera Utara
Dibata Bawah Dibata Iteruh atau sering juga dinamakan Banua Koling
3
yang berkuasa didunia bawah yang dapat diidentikkan dengan neraka.
Pembahasan akan dilakukan secara menyeluruh mengenal Debata Si Telu beserta unsure kekuatan yang menyertainya agar gambaran tentang mereka
menjadi lebih jelas. Jauh sebelum dunia ini tercipta, ketiga anggota para dewa, Dibata Si Telu yaitu Batara Guru, Tuhan Padukah Ni Aji dan Tuhan Banua
Koling serta Sinarmataniari sudah ada. Dibata la Idah dari Dunia atas menurunkan Tuhan Banua Koling ke dunia bawah untuk memrintah dan
berkuasa di sana. Tuhan Padukah Ni Aji diutus ke dunia tengah dan mengizinkannya untuk menciptakan dunia serta menguasai serta
memerintahnya. Sesampainya didunia tengah, maka Tuhan Padukah Ni Aji pun menciptakan angin topan untuk meniup dan merusak bumi. Sinarmataniari
melihat kemarahan, kejengkelan hati dan pikiran Tuhan Banua Koling atas Bumi yang diciptakan Tuhan Padukah Ni Aji itu. Lalu dia memanasi bumi yang
masih muda lagi lembekitu sehingga menjadi berkembang dan terjadilah gunung-gunung, bukit dan lembah-lembah yang berisi air, terjadilah pemisahan
darat dan laut. Demikianlah cara terbentuknya bumi. Tarigan 1990 :82:84. Konsepsi kosmologi tersebut analog dengan susunan masyarakat dan
kekerabatan. Meskipun masyarakat Karo tidak member nama khusus kepada kepercayaannya, tetapi misionaris Kristen menamainya Perbegu orang yang
percaya kepada begu. Masyarakat Karo membedakan antara begu dengan tendi. Begu adalah arwah dari orang yang telah meninggal dunia, sebaliknya
tendi adalah jiwa arwah orang yang masih hidup. Sebagai reaksi atas penamaan perbegu, maka setelah kemerdekaan Indonesia ketua-ketua adat Karo
menamakan kepercayaan tersebut sebagai agama asal Pemena. Sampai
Universitas Sumatera Utara
sekarang kepercayaan ini masih dianut sebagian masyarakat, mereka disebut perbegu, perodak-odak, dan perijinujang.
Selain dari Dewa-dewa diatas terdapat beberapa sembahan lain yang disebut biak, seperti dewa penjaga tanah sibiak taneh, sibiak kerangen, dewa
penjaga rumah sibiak jabu, sibiak kesain, sibiak juma dll. Ada kalanya orang yang meninggal dikatakan sebagai “ Dibata “ yaitu seseorang yang disebut
jenujung yang dijunjung. Akan tetapi mereka ini tidak sama kekuasaanya dengan Dibata utama. Masyarakat Karo melalui kepercayaannya juga mengenal
sejenis surge dan neraka. Surga digambarkan sebagai kehidupan dibawah pohon beringin Jabi-jabi juma ajar yang menjadi tempat bersandar, akar gantung
tempat ayunan, daunnya menjadi pelindung terhadap hujan dan matahari. Sebaliknya neraka digambarkan sebagai kehidupan dibawah pohon jeruk yang
patah pucuknya. Berbagai upacara agama sangat besar dalam masyarakar Karo seperti erpanger kulau, ndilo wari dan lain sebagainya. Pimpinan upacara
dikenal dengan sebutan Guru atau Sibaso. Kitab suci mereka adalah Pustaka, salah satu diantaranya adalah pustaka yang asli Pustaka Na jati.
2.8 Biografi Singkat Bapak Pauji Ginting