Seni Suara Vokal Sistem Kesenian

2.5.1.2 Sastra Tulis

Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan aksara ini dibawa dari India Selatan, kemudian ke MyanmarSiam dan akhirnya sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan aksara Simalungun dan Pakpak Dairi, yaitu berupa huruf silabis semua huruf atau silabel dasarnya berbunyi a yang biasa disebut: haka bapa nawa yang merupakan enam silabel pertama. Pada umumnya tulisan atau aksara Karo tempo dulu digunakan untuk menuliskan ramuan-ramuan obat, mantra atau cerita. Tulisan ini di ukir di kulit kayu atau bambu yang di bentuk sedemikian rupa agar dapat dilipat-lipat, dan biasanya huruf-huruf ini diukir dengan menggunakan ujung pisau dan setelah itu tulisan tersebut diwarnai dihitamkan dengan bahan baku tertentu. Gambar 1 . Aksara Karo Sumber : http:www.wikipedia.comkaro.html

2.5.2 Seni Suara Vokal

Dalam berkesenian, orang Karo tidak mengenal istilah seni suara vokal, namun biasanya orang bernyanyi sering disebut rende, dan penyanyi berarti perende-ende. Jika seorang perende-ende juga pandai menari Landek Universitas Sumatera Utara dan sudah biasa bernyanyi sekaligus menari dalam suatu pesta Gendang guro- guro aron, maka sebutan uuntuknya telah berubah menjadi Perkolong-kolong.. Kemampuan ini tidak terbatas hanya pada kemampuan menyanyikan lagu-lagu Karo yang bertemakan percintaan atau muda mudi, namun juga mampu menyanyikan lagu-lagu yang bertemakan pemasu-masun nasihat-nasihat yang secara teks atau liriknya sangat bergantung kepada konteks suatu upacara. Artinya melodi lagu pemasu-masun memang telah diketahui atau dihapal, namun lirik dari melodi tersebut harus dibuat dinyanyikan sendiri oleh Perkolong-kolong tersebut pada saat bernyanyi sesuai dengan konteks upacara yang sedang berlangsung pada saat itu. Diperkirakan pada zaman dahulu masyarakat Karo belum mengenal seni suara secara nyata. Kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan seseorang sebagai ‘Perende-rende’ penyanyi. Lagu-lagunya masih cenderung berteme kesedihan, dan lagu ini biasanya dibawakan untuk pengantar sebuah cerita atau memuja seseorang, juga dibawakan untuk menyampaikan doa seperti lagu didong-didong. Sementara dalam perkembangan selanjutnya budaya Karo mengenal beberapa jenis seni vokal diantaranya: • Katoneng-katoneng nyanyian yang berisikan pengharapan, • Didong didong nyanyian yang berisikan nasehat-nasehat, • Mangmang nyanyian yang berisikan doa-doa, • Tangis-tangis nyanyian ungkapan keluh kesah, • Turi-turin nyanyian untuk menceritakan sesebuah cerita, • Ende-enden nyanyian muda-mudi. Universitas Sumatera Utara Penyajian seni vokal Katoneng-katoneng dan Ende-enden dilakukan oleh seorang penyanyi dan penari tradisional Karo Perkolong-kolong di dalam acara adat dan hiburan. Sementara nyanyian Mangmang dilakukan oleh seorang Guru sibaso Dukun di dalam upacara yang berkaitan dengan kepercayaan tradisional ritual. Sedangkan, nyanyian Tangis-tangis dilakukan pada upacara kematian, dan didong-dong biasanya dinyanyikan dalam upacara perkawinan.

2.5.3. Seni Tari