Profil pelayanan informasi obat yang diterima penderita asma di

1,2 –2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak Rengganis, 2008. Peningkatan risiko pada anak laki-laki disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa pubertas laki-laki dan tidak terjadi pada perempuan, semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara yang membatasi respon bernapas Purnomo, 2008. Terkait dengan pelayanan apotek tentunya hal ini dapat mempengaruhi tingkat daya tanggap seorang dalam menerima pelayanan. Tingkat pengetahuan responden dapat digambarkan dengan tingkat pendidikan responden dan terkait dengan pelayanan apotek tentunya hal ini dapat mempengaruhi tingkat daya tanggap seorang dalam menerima pelayanan. Pendidikan yang tinggi walaupun sifatnya tidak pasti diasumsikan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang mengenai masalah kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas juga wawasan atau pengetahuan yang dimilikinya bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Beberapa penelitian menyatakan bahwa intelegensi berbanding lurus dengan tingkat pendidikan Azwar, 2007.

2. Profil pelayanan informasi obat yang diterima penderita asma di

Kabupaten Sleman. Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang memiliki titik fokus kepada pasien untuk mendukung terapi yang tepat dan rasional, menyediakan dan menyalurkan informasi mengenai obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan instansi lain, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat dan meningkatkan profesionalisme apoteker Dinkes, 2013. Pharmaceutical care juga harus diterapkan dengan baik di apotek. Beberapa komponen dari pharmaceutical care yang harus diterapkan antara lain pelayanan informasi obat, konseling, monitoring penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan dan evaluasi terhadap pengobatan yang merupakan bagian dari standar pelayanan farmasi komunitas. Berdasarkan standar pelayanan farmasi komunitas, semua informasi tersebut diatas seharusnya diberikan di apotek oleh apoteker dan merupakan hak konsumen pasien. Informasi yang lengkap dan jelas akan mengurangi resiko terjadinya medication error. Untuk konsumen perlu adanya sosialisasi tentang hak-hak konsumen terutama untuk mendapatkan pelayanan informasi obat yang lengkap dan jelas serta konseling tentang pengobatan harus dilakukan secara intensif sehingga hak-hak pasien terhadap jenis pelayanan farmasi yang seharusnya mereka dapatkan dipahami oleh konsumen terutama untuk konsumen yang merupakan pasien dengan penyakit kronis seperti asma DepKes RI, 2008. Komponen informasi obat yang diterima pasien asma pada saat apoteker memberikan pelayanan informasi obat di apotek dapat dilihat pada tabel dibawah ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci dari hasil penelitian dengan jumlah responden yang ikut berpartisipasi sebanyak 31 orang. a. Profil pelayanan informasi mengenai penyakit kepada penderita asma di Kabupaten Sleman Apoteker memiliki tanggung jawab dalam proses penyerahan obat yang berkaitan dengan pemberian informasi mengenai kondisi dan obat yang akan diberikan kepada pasien sesuai dengan standar yang berlaku. Tabel 1I. Komponen informasi mengenai penyakit asma yang diterima penderita asma di Kabupaten Sleman pada bulan Februari-April 2014 No Jenis informasi Jawaban Jumlah n=31 Persentase 1 Sejarah penyakit Pernah 15 48,4 Kadang-kadang 14 45,2 Tidak pernah 2 6,5 2 Faktor pencetus penyakit asma Pernah 21 67,7 Kadang-kadang 7 22,6 Tidak pernah 3 9,7 3 Pemeriksaan penunjang Pernah 7 22,6 Kadang-kadang 14 45,2 Tidak pernah 10 32,3 4 Hal yang dilakukan ketika terjadi serangan asma Pernah 14 45,2 Kadang-kadang 13 41,9 Tidak pernah 4 12,9 5 Upaya pencegahan terjadi serangan asma Pernah 10 32,3 Kadang-kadang 17 54,8 Tidak pernah 4 12,9 6 Tingkat keparahan penyakit asma Pernah 17 54,8 Kadang-kadang 12 38,7 Tidak pernah 2 6,5 7 Cara mengenali serangan asma Pernah 9 29,0 Kadang-kadang 18 58,1 Tidak pernah 4 12,9 8 Hubungan asma dengan merokok Pernah 13 41,9 Kadang-kadang 15 48,4 Tidak pernah 3 9,7 9 Gejala timbulnya penyakit asma Pernah 13 41,9 Kadang-kadang 16 51,6 Tidak pernah 2 6,5 10 Hal yang dilakukan jika ada keluhan akibat penggunaan obat Pernah 9 29,0 Kadang-kadang 14 45,2 Tidak pernah 8 25,8 11 Kepatuhan mengkonsumsi obat Pernah 9 29,0 Kadang-kadang 15 48,4 Tidak pernah 7 22,6 1 Sejarah penyakit Berdasarkan Tabel II, dari 31 responden yang diteliti sebanyak 15 orang 48,4 menjawab pernah menerima informasi mengenai sejarah penyakit yang diderita, 14 orang 45,2 menjawab kadang – kadang dan 2 orang 6,5 me njawab tidak pernah. Menurut DepKes RI 2007 tentang “Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma” menyebutkan bahwa risiko untuk berkembangnya asma merupakan interaksi antar faktor penjamu host dan faktor lingkungan. Faktor penjamu tersebut yaitu alergi, predisposisi genetik asma, hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin dan rasetnik. Menurut DepKes RI 2008 tentang pedoman pengendalian penyakit asma mengatakan bahwa seseorang dikatakan mengidap penyakit asma jika memiliki satu atau dua faktor berikut yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Anak yang dilahir dari orangtua yang positif mengidap penyakit asma kemungkinan besar mengidap penyakit asma, hal ini akan menjadi lebih parah oleh adanya faktor pemicu terjadi asma seperti alergen dalam ruangan misalnya debu, asap rokok, binatang berbulu, alergen kecoak, kapang, ragi dan jamur; pemacu misalnya rinovirus, pemakaian β2 agonis dan ozon; pencetus misalnya faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamine, dan metakolin. Telah dibuktikan oleh banyak penelitian bahwa bila kedua orang tua menderita penyakit alergi, maka kemungkinan 60 anaknya akan menderita Tabel II. Lanjutan penyakit alergi, baik asma, rhinitis atau bentuk alergi lainnya. Bila salah satu orang tua menderita penyakit alergi, maka kemungkinan 40 anak mereka akan menderita alergi. Apabila kedua orangtuanya tidak terkena penyakit alergi, maka kemungkinan 15 menderita penyakit alergi. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau dan debu Ramaiah, 2006. Pemberian informasi mengenai asal-usul penyakit asma ini diperlukan oleh pasien dan kelurga pasien agar mereka mengenali penyakit yang diderita dan mengetahui apa penyebab sehingga mengidap penyakit asma tersebut. Diharapkan dengan mengetahui penyakit yang diderita, pasien asma lebih memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan disekitarnya sehingga peluang untuk terjadinya asma dan serangan asma dapat diminimalisir. 2 Faktor pencetus asma Menurut DepKes RI 20 07 tentang “Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma ” mengatakan bahwa faktor pencetus sehingga seseorang mengalami serangan asma dan asma adalah alergen didalam dan diluar ruangan misalnya debu, kecoak, jamur, tepung sari bunga, asap rokok, polusi udara diluar dan didalam ruangan, infeksi saluran pernapasan, obesitas, olahraga dan hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan, additif pengawet, penyedap, pewarna makanan, obat-obatan, ekspresi emosi yang berlebihan, iritan parfum dan bau- bauan yang merangsang. Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen, virus, atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini dapat menginduksi respon inflamasi. Dari hasil penelitian pada Tabel II, 31 responden yang diteliti, sebanyak 21 orang 67,7 menjawab selalu menerima informasi mengenai faktor pencetus penyakit asma seperti pengaruh debu, serbuk sari, asap rokok, dan udara dingin, 7 orang 22,6 menjawab kadang – kadang dan 3 orang 9,7 menjawab tidak pernah menerima informasi mengenai faktor pencetus penyakit asma seperti pengaruh debu, serbuk sari, asap rokok, dan udara dingin. Gambar 1. Frekuensi pelayanan informasi mengenai faktor pencetus asma yang diterima penderita di Kabupaten Sleman Pada bulan Februari-April 2014 Kebiasaan merokok dapat mempercepat penurunaan fungsi paru dan semakin meningkatnya keparahan penyakit asma. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada pengaruh debu Suryani, 2005. Asap rokok dan debu merupakan faktor pencetus yang sering menjadi penyebab kekambuhan asma. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suhartati 2014, sebanyak 5 orang dari 9 orang subyek uji yang merupakan apoteker mengatakan bahwa telah memberikan informasi kepada penderita untuk menghindari paparan faktor pencetus terjadinya kekambuhan asma. Hal ini yang menyebabkan banyak responden memilih jawaban selalu diberikan informasi mengenai faktor pencetus. Faktor pencetus penyakit asma ini harus diperhatikan dalam pemberian informasi oleh apoteker dan terutama oleh pasien karena berhubungan langsung dengan penyakit yang diderita oleh pasien. Bila faktor pencetus tidak diketahui oleh pasien dan keluarga maka akan timbulnya penyakit asma dan semakin sering pasien tersebut mengalami eksaserbasi atau serangan asma. 3 Pemeriksaan penunjang Menurut DepKes RI 2007 tentang “Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma” mengatakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah pasien menderita gejala asma dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fungi paru. Dari hasil pada Tabel II, sebanyak 7 orang 22,6 menjawab pernah menerima informasi mengenai pemeriksaan penunjang untuk pasien asma, seperti pemeriksaan dengan spirometer untuk mengukur kapasitas bernafas dan memeriksa terjadinya gangguan pada sumbatan jalan nafas, 14 orang 45,2 menjawab kadang – kadang, dan 10 orang 32,3 menjawab tidak pernah menerima informasi mengenai pemeriksaan penunjang untuk pasien asma, seperti pemeriksaan dengan spirometer untuk mengukur kapasitas bernafas dan memeriksa terjadinya gangguan pada sumbatan jalan nafas. Gambar 2. Frekuensi pelayanan informasi obat mengenai pemeriksaan penunjang yang diterima penderita asma di Kabupaten Sleman pada bulan Februari-April 2014 Menurut DepKes RI 2007, pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan fisik pasien seperti apakah tejadi keadaan napas menjadi lebih cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar bunyi mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas sehingga pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometri atau peak expiratory flow meter untuk mengukur kapasitas bernafas penderita dapat dilakukan. Asma dapat diklasifikasi pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat – ringannya suatu penyakit. Pemeriksaan gejala – gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi ini sangat bergunan untuk penatalaksanaan asma berkaitan dengan terapi yang akan diterima oleh pasien MenKes, 2008. Pada pemeriksaan ini diperlukan kerjasama antara pasien dan tenaga kesehatan. Informasi mengenai pemeriksaan ini dan manfaat yang akan diterima harus diberikan kepada pasien oleh apoteker agar pasien mengerti dan menyetujui setiap tindakanpenanganan yang diterima. Dengan mengetahui ini pasien diharapkan bersedia berpartisipasi dalam pengobatan penyakit asma yang diderita dan mempercayai semua pengobatan yang diterima. 4 Hal yang dilakukan ketika terjadi serangan Penanganan awal ketika terjadi serangan merupakan perawatan untuk menangani asma pada saat terjadi serangan, dimana penderita itu sendiri yang berperan penting untuk dapat mengenadalikan kondisinya. Pada Tabel II tertulis dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 14 orang 45,2 menjawab selalu, 13 orang 41,9 menjawab kadang – kadang dan 4 orang 12,9 tidak pernah menerima informasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi serangan asma,seperti jangan panik, mencoba bernafas dengan pelan, mencari obat untuk digunakan, dan mencari pertolongan untuk segera dibawa ke dokter. Gambar 3. Frekuensi pelayanan informasi obat asma mengenai hal yang dilakukan ketika terjadi serangan yang diterima penderita di Kabupaten Sleman pada bulan Februari-April 2014 Menurut Suhartati 2014, informasi terkait cara penanganan awal ketika terjadi serangan asma mandiri self care merupakan hal yang penting untuk disampaikan oleh apoteker kepada penderita asma sehingga pada saat terjadi serangan penderita dapat menentukan cara pengambilan keputusan untuk mengatasi serangan asma. Serangan asma dapat menyebabkan sesak nafas dan nafas tidak beraturan sehingga informasi seperti mencoba menarik napas dengan pelan, mencari obat yang sering dipakai untuk mengurangi serangan merupakan penanganan awal ketika terjadinya serangan asma Mangunegoro, 2004. Serangan asma dapat terjadi kapan dan dimana saja sehingga hal-hal yang dapat memicu terjadinya serangan asma harus dihindari. Tetapi bila serangan ini tidak dapat dihindari maka pasien harus segera mendapatkan pertolongan Kumoro, 2008. Untuk melakukan suatu tindakan pengobatan membutuhkan pengetahuan tentang penyakit tersebut. Bila pasien dan keluarga tidak mengetahui tindakan yang akan dilakukan maka pasien kemungkinan tidak akan bisa diselamatkan. Disinilah peran penting apoteker dalam pemberian informasi mengenai hal-hal yang harus dilakukan ketika terjadi serangan sangat dibutuhkan 5 Upaya pencegahan terjadinya serangan Aktifitas pencegahan serangan asma adalah upaya untuk mencegah terjadinya kekambuhan asma. Aktifitas pencegahan itu dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan, menjaga kebersihan di sekitar lingkungan tempat tinggal, menghindari faktor pencetus serangan asma dan taat untuk mengkonsumsi obat antiasma yang telah diberikan oleh apoteker Sundaru, 2007. Berdasarkan data pada Tabel II, informasi pencegahan terjadinya serangan asma diperoleh hasil bahwa responden yang lebih banyak memilih pada pilihan jawaban selalu 32,3 dan kadang-kadang 54,8. Sedangkan responden yang memilih jawaban tidak pernah hanya 12,9 orang dari 31 responden. Hal ini terlihat bahwa apoteker kurang memperhatikan pemberian informasi mengenai pencegahan serangan asma. Upaya pencegahan terjadinya serangan asma ini harus diketahui oleh pasien agar kualitas hidupnya semakin baik. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menghindari segala faktor pencetus terjadinya serangan seperti debu, kecoak, jamur, tepung sari bunga, asap rokok, polusi udara diluar dan didalam ruangan, infeksi saluran pernapasan, obesitas, olahraga dan hiperventilasi, perubahan cuaca yang ekstrim, makanan, additif pengawet, penyedap, pewarna makanan, obat-obatan, ekspresi emosi yang berlebihan, iritan parfum dan bau- bauan yang merangsang DepKes RI, 2008. Informasi ini penting diberikan kepada pasien oleh apoteker pada saat menerima pelayanan informasi obat agar menghindari terjadinya peningkatan pasien yang mengalami serangan asma. 6 Tingkat keparahan penyakit asma Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 17 orang 54,8 mejawab selalu, 12 orang 38,7 menjawab kadang – kadang dan 2 orang 6,5 mejawab tidak pernah menerima informasi mengenai bagaimana mengetahui seberapa berat penyakit asma yang dialami, seperti adanya gejala sesak nafas, batuk, mengeluarkan bunyi saat menghembuskan nafas mengi, dada terasa sesak saat bernafas yang muncul setiap hari, dan aktifitas fisik terbatas sebagai pertanda asma yang dialami sudah cukup berat. Gambar 4. Frekuensi pelayanan informasi obat mengenai tingkat keparahan penyakit asma yang diterima penderita di Kabupaten Sleman pada bulan Februari-April 2014 Menurut Chabra 2008 menyatakan bahwa pasien dengan derajat asma yang semakin berat maka semakin rendah tingkat kontrol asma pada pasien tersebut. Apabila penderita mengalami sesak nafas, dada terasa sesak, batuk dan aktifitasnya menurun maka tingkat keparahan penyakitnya semakin berat, sebaliknya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa derajat asma yang berat merupakan faktor yang berhubungan dengan buruknya kontrol pasien terhadap penyakit asma yang dideritanya. Disebutkan bahwa pasien dengan tingkat kontrol yang buruk, derajat asma yang berat, biasanya mempunyai kepatuhan pengobatan yang rendah, akibatnya akan lebih memperparah gejala asmanya. Namun ada penelitian lain Cockroft dkk, 1996 menyatakan bahwa pasien dengan derajat asma yang berat bisa juga memiliki kontrol yang baik, dan sebaliknya, meskipun lebih jarang ditemukan.hal yang mempengaruhi pasien antara lain manajemen terapi yang baik dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Informasi mengenai tingkat keparahan penyakit harus diberikan untuk mengetahui seberapa berat asma yang dialami oleh penderita untuk menentukan penatalaksanaan terapi yang akan diberikan oleh apoteker. 7 Cara mengenali serangan asma Penderita asma ketika tidak patuh dalam pengobatan dan tidak mengenali penyakitnya secara detail maka kemungkinan terjadi serangan akan semakin besar. Menurut DepKes RI 2008 menyebutkan bahwa seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan pada Tabel II, 31 responden yang diteliti, sebanyak 9 orang 29,0 selalu menerima informasi mengenai cara mengenali serangan asma, 18 orang 58,1 kadang – kadang menerima informasi bagaimana cara mengenali serangan asma dan 4 orang 12,9 tidak pernah menerima informasi bagaimana cara mengenali serangan asma. Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan lebih baik, biasanya mengi wheezing dan batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis untuk penyakit asma.Kunci untuk menghentikan serangan asma adalah mengenali dan mengobati serangan asma seawal mungkin dengan mengikuti semua saran yang diberikan oleh apoteker Renganis, 2008. Pertanyaan mencakup apa yang harus dilakukan bila serangan asma semakin parah, dan bagaimana menghadapi serangan asma ketika sedang berlangsung merupakan pertanyaan yang wajib disampaikan kepada apoteker oleh pasien. 8 Hubungan asma dengan merokok Merokok dan asap rokok menjadi salah satu penyebab kekambuhan asma bagi penderita asma. Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pemejanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa seperti asma pada usia dini DepKes RI, 2008. Apabila terpejan dalam waktu yang lama maka akan asma yang dialami semakin tinggi tingkat kekambuhannya. Dari 31 responden yang diteliti diperoleh hasil pada Tabel II no. 8 bahwa sebanyak 13 orang 41,9 selalu menerima informasi mengenai hubungan asma dengan merokok, 15 orang 48,4 kadang – kadang menerima informasi mengenai hubungan asma dengan merokokserta 3 orang 9,7 tidak pernah menerima informasi mengenai hubungan asma dengan merokok. Plaschke, dkk. 2011, pemejanan yang terus menerus pada penderita juga dapat menyebabkan semakin berat tingkat keparahan penyakit asma yang diderita sedangkan pada perokok aktif yang tidak mempunyai riwayat penyakit asma dapat mengalami penurunan fungsi pada paru dan selanjutnya akan mengalami penyakit asma. Selain itu merokok merupakan faktor resiko asma pada pasien usia dewasa. Pasien asma yang merokok memiliki gejala yang lebih berat, kebutuhan obat pelega yang lebih tinggi, dan status kesehatan yang lebih buruk dibandingkan pasien asma yang tidak merokok. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat pasien asma dalam mengontrol penyakitnya. Berdasarkan hal ini maka informasi mengenai adanya pengaruh dari rokok terhadap penyakit asma yang diderita menjadi hal yang penting dalam pemberian informasi obat. 9 Gejala timbulnya penyakit asma Asma dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari gejala yang ringan sampai pada gejala yang parah. Gejala asma untuk setiap orang mungkin berbeda dan bisa juga berbeda pada orang yang sama tetapi di waktu yang berbeda. Gejala umum asma seperti mengi, batuk dan sesak nafas tidak normal atau dispnea Sundaru, 2008. Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 13 orang 41,9 menjawab selalu, 16 orang 51,6 menjawab kadang – kadang dan 2 orang 6,5 tidak pernah menerima informasi mengenai gejala timbulnya penyakit asma,mengi pada saat menghirup nafas, dada terasa sesak yang berulang, nafas tersengal-sengal, dan nafas tidak beraturan disiang hari. Gambar 5. Frekuensi pelayanan informasi obat mengenai gejala asma yang diterima penderita di Kabupaten Sleman pada bulan Februari- April 2014 Menurut DepKes RI 2007 tentang pharmaceutical care untuk penyakit asma, gejala asma bersifat episodik, seringkali reversible dengan atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk pada malamdini hari, sesak napas, napas berbunyi yang terdengar pada saat pasien menghembuskan napasnya, rasa sesak didada dan dahak sulit keluar. Informasi mengenai gejala awal seperti mengi dan dada terasa sesak memperoleh frekuensi yang sama tinggi karena gejala ini dapat menandakan penderita mengalami serangan asma. Berdasarkan gejala asma yang berat dan dapat berakibat kematian maka informasi dan edukasi dari tenaga kesehatan terutama apoteker yang berperan langsung dalam melayani obat kepada pasien menjadi hal yang penting dan wajib dilakukan. Jika pasien tidak mengetahui gejala yang dialami adalah awal mula timbulnya suatu penyakit, hal yang membahayakan keselamatannya dapat terjadi. Edukasi pasien dan menghindari penyebab asma merupakan manajemen strategi asma untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit asma, meningkatkan kemampuan dalam penatalaksanaan dan pengontrolan asma. Kunci topik edukasi meliputi pengetahuan dasar tentang asma termasuk mengenai symptom dan tindakan yang dilakukan jika symptom berkembang, aturan pakai pengobatan, cara penggunaan alat inhalasi yang tepat, saran untuk menghindari alergen, dan kegunaan dari pengobatan sendiri. Penting untuk melibatkan keluarga pasien dalam edukasi ini karena keluarga pasien juga ikut berperan serta dalam proses terapi pasien tersebut Anonim, 2009. Informasi keluhan yang muncul setelah penggunaan obat berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit asma yang diderita. Hal ini disebabkan tingkat keparahan penyakit menentukan pilihan terapi farmakologi yang akan direkomendasikan oleh apoteker kepada pasien DepKes RI, 2007. Penatalaksanaan asma lakukan untuk menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan fungsi paru seoptimal mungkin, menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara serta mencegah kematian karena asma Mangunnegoro, 2004. 10 Hal yang dilakukan jika terjadi keluhan Pada tabel II, sebanyak 9 orang 29,0 selalu menerima informasi mengenai apa yang harus dilakukan jika terjadi keluhan setelah menggunakan obat asma, 14 orang 45,2 kadang – kadang menerima informasi mengenai apa yang harus dilakukan jika terjadi keluhan setelah menggunakan obat asma serta 8 orang 25,8 tidak pernah menerima informasi mengenai apa yang harus dilakukan jika terjadi keluhan setelah menggunakan obat asma. Keadaan fisik seseorang berbeda setiap individu sehingga penerimaan tubuh terhadap obat pun berbeda setiap individu. Beberapa pasien menerima pengobatan yang sama tetapi sering kita menemukan respon tubuh pasien yang satu bisa berbeda dengan pasien yang lain yang menerima pengobatan yang sama. Hal ini yang mengakibatkan terdapat keluhan-keluhan pada pasien setelah pasien menggunakan obat. Penggunaan obat harus sesuai dengan resep dan sesuai dengan yang telah di informasikan oleh apoteker sehingga pada saat pasien menebus obat, apoteker harus memberikan informasi yang detail mengenai obat yang diterima DepKes RI, 2007. Informasi mengenai apa yang harus dilakukan jika tejadi keluhan adalah hal yang wajib disampaikan misalnya segera menghubungi dokter atau apoteker untuk mengetahui apa yang terjadi. 11 Kepatuhan mengkonsumsi obat Kepatuhan dalam menggunakan obat didefenisikan sebagai sikap menjaga dan mengikuti dosis serta saran atau anjuran dari tenaga kesehatan terhadap penyakit yang diderita. Kepatuhan dalam mengikuti suatu terapi menunjukan sebuah pemahaman tentang begaimana obat digunakan Genaro, 2000. Hasil yang diperoleh, sebanyak 9 orang 29,0 selalu menerima informasi mengenai saran dari apoteker untuk selalu patuh menggunakan obat secara teratur, 15 orang 48,4 kadang – kadang menerima informasi mengenai saran dari apoteker untuk selalu patuh menggunakan obat secara teratur serta 7 orang 22,6 tidak pernah menerima informasi mengenai saran dari apoteker untuk selalu patuh menggunakan obat secara teratur. Penggunaan obat tersebut juga memenuhi syarat – syarat rasionalitas. Penggunaan obat yang rasional didefinisikan sebagai tepat golongan, tepat obat, sesuai antara keluhan dengan indikasi obat, tepat dosis, tepat lama pengobatan dan jika sakit berlanjut harus menghubungi tenaga kesehatan serta waspada pada efek samping obat DepKes RI, 1996. Sehingga untuk mencapai efek terapi yang diinginkan maka diperlukan adanya kepatuhan yang dapat diukur dari dosis, cara penggunaan, interval, dan lama penggunaan obat. Masalah keberhasilan terapi dengan obat tidak hanya tergantung pada ketepatan dalam mendiagnosa, dan pemilihan obat, namun juga sangat tergantung pada kepatuhan dalam hal-hal yang berkaitan dengan obat yang diminumnya, sehingga menurut Sutarno 1997 kepatuhan diharapkan semakin tinggi dengan diberikannya informasi yang selengkap-lengkapnya kepada pasien. Menurut penelitian dinegara berkembang tingkat kepatuhan pasien dengan penyakit kronis yang membutuhkan terapi jangka panjang sebesar 50 dari populasinya WHO, 2003. Komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan seperti dokter dan apoteker dengan pasien adalah kunci keberhasilan dari terapi yang diterima oleh pasien. Diharapkan apoteker selalu bersedia untuk memberikan informasi mengenai segala hal yang dibutuhkan pasien terkait dengan pengobatan terhadap penyakit sehingga pasien lebih percaya dan patuh dalam menjalani pengobatan. Hasil pelaksanaan informasi mengenai penyakit asma kepada Pasien di apotek dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan keterangan pada gambar 1, dapat disimpulkan sebagian besar pelayanan informasi mengenai penyakit asma yang diterima pasien belum terlaksana dengan baik dan sesuai dengan standar yang berlaku karena persentasenya masih dibawah 50. Persentase terendah yaitu informasi mengenai pemeriksaan penunjang 22,6. Gambar 6. Persentase pelayanan informasi penyakit asma yang diterima penderita asma di Kabupaten Sleman pada bulan Februari- April 2014 Hal ini dapat disebabkan oleh konsumen yang belum mengetahui atau memahami adanya standar pelayanan kefarmasian sehingga mereka belum peduli terhadap jenis pelayanan yang diberikan oleh apoteker. Konsumen belum memahami hak-hak pasien terhadap jenis pelayanan farmasi yang seharusnya mereka dapatkan, antara lain khasiat obat, lama penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul, tindakan bila ada efek sampingkeracunan obat, tindakan bila terjadi salah dosis, pantangan obat untuk penyakit tertentu, pantangan makanan saat minum obat, jadi tidak hanya meliputi cara dan aturan pakai obat. b. Profil pelayanan informasi mengenai obat asma kepada pasien di Kabupaten Sleman Berdasarkan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa apoteker berkewajiban memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien: penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional. Tabel III. Komponen informasi mengenai obat asma yang diterima penderita asma di Kabupaten Sleman pada bulan Februari -April 2014 No Jenis Informasi Jawaban Jumlah n=31 Persentase 1 Pengobatan asma simptomatik Pernah 10 32.3 Kadang-kadang 12 38.7 Tidak pernah 9 29.0 2 Obat yang harus diminum secara rutin Pernah 10 32.3 Kadang-kadang 12 38.7 Tidak pernah 9 29.0 3 Nama dan indikasi obat Pernah 7 22.6 Kadang-kadang 12 38.7 Tidak pernah 12 38.7 4 Cara atau rute pemakaian obat Pernah 19 61.3 Kadang-kadang 10 32.3 Tidak pernah 2 6.5 5 Aturan pemakaian obat Pernah 22 71.0 Kadang-kadang 7 22.6 Tidak pernah 2 6.5 6 Cara menggunakan obat secara inhaler Tidak menerima inhaler - 8 25.8 Menerima inhaler - - 74.2 Pernah 8 25.8 Kadang- kadang 12 38.7 Tidak pernah 3 9.7 7 Cara menjaga kesehatan mulut Tidak menerima inhaler 8 25.8 Menerima inhaler - - 74.2 pernah 7 22.6 Kadang- kadang 7 22.6 Tidak pernah 9 29.0 8 Efek samping obat Pernah 10 32.3 Kadang-kadang 10 32.3 Tidak pernah 11 35.5 9 Obat yang aman digunakan dan aturan pakai selama kehamilan dan menyusui Tidak Hamil 30 96.8 Tidak pernah 1 3.2 10 Cara penyimpanan obat Pernah 11 35.5 Kadang-kadang 14 45.2 Tidak pernah 6 19.4 11 Obat yang tersisa dalam inhaler Tidak menerima inhaler 8 25.8 Menerima inhaler - - 74.2 Pernah 3 9.7 Kadang- kadang 12 38.7 Tidak pernah 8 25.8 1 Pengobatan asma simptomatik Berdasarkan Tabel III di atas, serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera. Penanganan harus cepat dan sebaliknya dilakukan di rumah sakitgawat darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum ke dokter atau ke apoteker MenKes RI, 2008. Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 10 orang 32,3 menjawab selalu, 12 orang 38,7 menjawab kadang – kadang dan 9 orang 29,0 Tabel III. Lanjutan menjawab tidak pernah menerima informasi mengenai obat yang diterima untuk mengobati serangan asma apabila terjadi serangan secara mendadak pengobatan asma simptomatik. Menurut DepKes RI 2008, serangan asma akut perlu diketahui oleh pasien. Serangan asma akut sering terjadi ketika penderita berada ditempat terdapat banyaknya faktor pencetus seperti debu, tungau, asap rokok, udara dingin dan masih banyak faktor lainnya dan seringkali terjadi di rumah sehingga informasi mengenai penatalaksanaan asma akut sebaiknya diketahui dengan baik oleh pasien dan keluarga pada saat berobat ke apotek atau ke rumah sakit terdekat dari apoteker. Namun bila tidak terjadi perubahan segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Penanganan untuk kasus asma akut atau simptomatik harus cepat dan disesuikan dengan derajat serangan. 2 Obat yang harus diminum secara rutin Menurut DepKes RI 2008, Penatalaksaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah terjadinya serangan asma. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Anti inflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol. Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasiserangan, dikenal pelega. Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebanyak 10 orang 32,3 menjawab selalu, 12 orang 38,7 menjawab kadang – kadang dan 9 orang 29,0 tidak pernah menerima informasi mengenai obat yang harus diminum secara rutin untuk mencegah terjadinya serangan asma. Pada pengobatan asma jangka panjang edukasi, informasi, komunikasi memegang peranan penting. Hal ini dikarenakan pasien akan menggunakan obat setiap hari seumur hidupnya, yang penting adalah ketaatannya dalam mengikuti semua yang di informasikan oleh petugas kesehatan DepKes RI, 2007. Peran apoteker juga mejadi titik fokus dimana apoteker dituntut untuk memberikan informasi yang detail dan mudah dimengerti oleh pasien dan dapat meyakinkan pasien agar pasien mau menjalankan pengobatannya dengan teratur dan terkontrol. Bila peran penting ini tidak dilaksanakan oleh apoteker dengan baik maka keberhasilan terapi dan tujuan penatalaksanaan asma yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien tidak tercapai. 3 Nama dan indikasi obat Menurut DepKes RI 2014, sebelum obat diberikan kepada pasien harus diperiksa kembali nama obat, cara penggunaan, dan jenis dan jumlah obat untuk memastikan bahwa obat benar dan sesuai untuk diberikan kepada pasien. Dari 31 responden yang diteliti pada Tabel III, sebanyak 7 orang 22,6 selalu menerima informasi mengenai mengenai nama obat dan indikasi atau kegunaan, 12 orang 38,7 kadang – kadang menerima informasi mengenai nama obat dan indikasi atau kegunaan serta 12 orang 38,7 tidak pernah menerima informasi mengenai nama obat dan indikasi atau kegunaan. Informasi mengenai nama dan indikasi obat merupakan salah satu tahap awal dalam melayani informasi obat kepada pasien. Pasien harus mengetahui informasi mengenai nama obat yang diterima dan fungsi atau kegunaan obat tersebut. Dengan memberikan pasien informasi ini berarti pasien diajak untuk berperan aktif dalam pengobatannya DepKes RI, 2004. 4 Cara atau rute pemakaian obat Berdasarkan Tabel III, diperoleh hasil mengenai informasi yang diterima penderita terkait cara atau rute pemakaian obat yaitu sebanyak 19 orang 61,3 selalu menerima informasi mengenai mengenai cara atau rute pemakaian obat asma, 10 orang 32,3 kadang – kadang menerima informasi mengenai cara atau rute pemakaian obat asma serta 2 orang 6,5 tidak pernah menerima informasi mengenai cara atau rute pemakaian obat asma. Informasi mengenai cara atau rute penggunaan obat menjadi faktor penting keberhasilan suatu terapi. pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai rute yaitu inhalasi, oral dan parenteral subkutan, intramuscular, intravena. Ada beberapa obat memang dapat bekerja efektif bila diberikan melalui rute oral atau inhalasi dan juga ada beberapa obat yang memang hanya bisa diberikan secara oral, iv, im atau melalui rute yang lain. Sehingga apabila informasi ini tidak diberikan secara detail atau bahkan dilupakan maka akan membahayakan keselamatan pasien seperti menyebabkan keracunan dan kematian. Pasien asma biasanya menggunakan obat dalam bentuk inhaler sebagai pertolongan pertama untuk mengatasi serangan asma mendadak sedangkan untuk terapi jangka panjang pasien asma biasanya menerima obat oral dan inhalasi DepKes RI, 2004. Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas inhalasi BinFar, 2007 adalah: a Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas b Efek sistemik minimal atau dihindarkan c Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral. Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral. 5 Aturan pemakaian obat Informasi tentang frekuensi pemakaian obat yang digunakan oleh pasien yang disampaikan oleh apoteker sangatlah penting. Hal ini bertujuan agar pasien benar-benar mengerti berapa kali obat tersebut harus dikonsumsi dengan maksud agar obat dapat mencapai efek terapi atau tidak overdose. Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 22 orang 71,0 selalu menerima informasi mengenai mengenai aturan pakai obat, 7 orang 22,6 kadang – kadang menerima informasi mengenai aturan pakai obat serta 2 orang 6,5 tidak pernah menerima informasi mengenai aturan pakai. Aturan minum atau aturan pakai merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat karena berhubungan dengan konsentrasi atau ketersediaan obat didalam tubuh. Ketepatan dosis berkaitan dengan selang waktu pemakaian, tidak hanya memperhatikan jumlah yang harus diminum, tetapi juga perlu diperhatikan selang waktu yang benar untuk meminum obat. Peran apoteker pada pelayanan informasi mengenai aturan pakai obat yang diresepkan kepada pasien asma tersebut adalah memastikan bahwa pasien telah mengerti dengan baik dan benar mengenai aturan pakai obat yang diresepkan. Pemberian informasi ini harus disertai dengan diskus dan catatan khusus sebagai alarm bila pasien atau keluarga lupa. Tetapi untuk catatan khusus ini belum direalisasikan oleh apoteker. 6 Cara menggunakan obat secara inhaler Berdasarkan hasil pada Tabel III, sebanyak 8 orang 25,8 yang belum pernah menerima obat dalam bentuk inhaler, 8 orang 25,8 selalu menerima informasi mengenai mengenai cara penggunaan obat dalam bentuk inhaler, 12 orang 38,7 kadang – kadang menerima informasi mengenai cara penggunaan obat dalam bentuk inhaler serta 3 orang 9.7 tidak pernah menerima informasi mengenai cara penggunan obat dalam bentuk inhaler. Pasien asma selalu menggunakan obat asma untuk menjaga kualitas hidupnya. Bila terjadi serangan asma, obat dalam inhaler akan membantu pasien untuk kembali beraktifitas dengan normal sehingga cara penggunaan obat inhaler harus diketahui dengan baik dan benar oleh pasien asma. Dalam penggunaan inhaler, apabila melakukan kesalahan maka dosis obat yang masuk atau yang terhirup akan tidak sesuai dengan dosis sebenarnya dan tidak akan menimbulkan efek bagi pasien. Pelayanan informasi mengenai cara penggunaan obat inhaler pada pasien asma harus diperlakukan khusus seperti dilakukan dalam bentuk konseling kepada pasien. 7 Cara menjaga kesehatan mulut Penggunaan kortikosteroid dalam waktu yang lama tetapi tidak memperhatikan aturan setelah penggunaan obat yaitu berkumur dengan air dapat menyebabkan menurunnya kesehatan gigi dan mulut bagi penderita asma. Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 8 orang 25,8 yang belum pernah menerima obat dalam bentuk inhaler, 7 orang 22,6 selalu menerima informasi mengenai pasien diharuskan untuk berkumur – kumur dengan air untuk menjaga kesehatan mulut setelah menggunakan obat secara inhaler, 7 orang 22,6 kadang – kadang menerima informasi mengenai mengenai pasien diharuskan untuk berkumur – kumur dengan air untuk menjaga kesehatan mulut setelah menggunakan obat secara inhaler serta 9 orang 29,0 tidak pernah menerima informasi mengenai mengenai pasien diharuskan untuk berkumur – kumur dengan air untuk menjaga kesehatan mulut setelah menggunakan obat secara inhaler. Penderita asma biasanya menerima pengobatan dengan steroid yang dapat menimbulkan pewarnaan pada bagian luar gigi karena perubahan flora mulut serta dapat menimbulkan kandidiasis. Kortikosteroid dapat merubah pH rongga mulut dan menurunkan aliran saliva sehingga terjadi xerostomia dan peningkatan erosi gigi. Salah satu cara untuk mengatasi timbulnya penyakit pada mulut yaitu pasien diharuskan untuk berkumur dengan air setelah penggunaan inhaler steroid atau obat-obatan lainnya Rusdi, 2013. 8 Efek samping obat Efek samping obat merupakan hal yang penting dalam pengobatan terhadap pasien. Tidak semua pasien dapat mengalami efek samping dari penggunaan obat tetapi informasi mengenai hal ini tetap diberikan supaya pasien tidak menganggap efek samping adalah suatu gejala penyakit baru. pada Tabel III, sebanyak 10 orang 32,3 selalu menerima informasi mengenai efek samping obat, 10 orang 32,3 kadang – kadang menerima informasi mengenai mengenai efek samping obat dan 11 orang 35,5 tidak pernah menerima informasi mengenai mengenai efek samping obat. Masalah efek samping obat merupakan masalah yang penting selain masalah efek terapi obat. Pasien harus diperkenalkan secara dini bahwa setiap obat tidak hanya mempunyai efek terapi tetapi juga efek yang tidak diinginkan atau efek samping. Efek samping obat merupakan reaksi yang sifatnya merugikan pasien atau pengguna dan timbulnya pada penggunaan obat dengan dosis terapi. Resiko efek samping obat dapat diperbesar dengan penggunaan obat oleh pasien yang tidak rasional. Pemakaian obat yang berlebihan baik dalam jenis maupun dosis, jelas akan meningkatkan resiko efek samping. Jika selama mengkonsumsi obat timbul gejala lain yang dirasakan maka segera menghubungi apoteker atau dokter Kimin, 2009. 9 Obat yang aman digunakan untuk ibu hamil dan menyusui Selama proses kehamilan dan menyusui penggunaan obat sangat diperhatikan karena ada kemungkinan obat yang diminum oleh ibu dapat dieksresikan kedalam air susu sehingga peresepan obat untuk ibu hamil dan menyusui dilakukan dengan pertimbangan manfaat yang diperoleh lebih tinggi daripada resikonya. Dari 31 responden yang diteliti, sebanyak 30 orang 96,8 bukan responden yang sedang hamil dan tidak bisa hamil dan 1 orang 3,2 tidak pernah menerima informasi mengenai obat yang diterima. Menurut DepKes RI 2007, sebagian besar obat asma dapat dieksresikan melalui air susu ibu dan sebagian belum diketahui secara pasti dapat dieksresikan melalui air susu ibu. Maka disini peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian menjadi hal yang penting yaitu merekomendasikan obat yang dapat digunakan oleh ibu hamil tersebut. 10 Cara penyimpanan obat Menurut DepKes RI 2004, cara penyimpanan obat dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan obat tersebut. Pada Tabel III no. 10, sebanyak 11 orang 35,5 selalu menerima informasi mengenai cara penyimpanan obat yang baik, 14 orang 45,2 menjawab kadang-kadang menerima informasi ini dan 6 orang 19,4 tidak pernah menerima informasi ini. Menurut MenKes RI 2004 menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan dalam kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan. Penyampaian informasi mengenai cara penyimpanan obat yang baik ini sangat diperlukan bagi pasien terutama pasien rawat jalan karena pasien harus mengontrol dan mengatur obat yang diterima secara sendiri atau dibantu oleh keluarga pasien dirumah. Tetapi apabila pasien ataupun keluarga jarang atau bahkan tidak pernah diberi informasi mengenai penyimpanan obat yang baik seperti jangan menyimpan obat ditempat yang langsung terpapar sinar matahari sebaliknya simpanlah ditempat yang sejuk, menutup wadah obat dengan rapat dan menyimpan pada kemasan asli yang telah diberikan oleh apoteker, jangan meninggalkan obat terlalu lama ditempat yang sering terjadi perubahan suhu seperti dalam mobil karena dapat merusak sediaan obat tersebut maka hal-hal yang tidak diinginkan atau membahayakan pasien bisa terjadi. Hal ini berkaitan dengan perubahan bentuk dan sifat dari obat tersebut sampai bisa terjadi kerusakan obat yang berujung pada ketidakefektifan obat itu bekerja dalam meringankan bahkan menyembuhkan penyakit pasien dan bisa menyebabkan toksisitas. Pasien asma sering diberikan obat dalam bentuk inhaler untuk meringankan sesak nafas yang terjadi pada saat terjadi eksaserbasi sehingga informasi mengenai cara penyimpanan obat dalam bentuk inhaler agar tetap terjaga kestabilannya sangatlah penting dalam menunjang kualitas hidup pasien asma. 11 Obat yang tersisa dalam inhaler Berdasarkan Tabel III, sebanyak 8 orang 25,8 yang belum pernah menerima obat dalam bentuk inhaler, 3 orang 9,7 selalu menerima informasi mengenai cara mengetahui obat yang masih tersisa dalam inhaler, 12 orang 38,7 kadang – kadang menerima informasi cara mengetahui obat yang masih tersisa dalam inhaler dan 8 orang 25,8 tidak pernah menerima informasi cara mengetahui obat yang masih tersisa dalam inhaler. Hasil pelaksanaan informasi mengenai obat asma kepada pasien di apotek dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini. Gambar 7. Persentase pelayanan informasi obat asma yang diterima penderita asma di Kabupaten Sleman pada bulan Februari- April 2014 Berdasarkan keterangan pada gambar diatas, informasi yang paling banyak diterima oleh penderita asma adalah aturan pemakaian obat dengan jumlah penderita asma yang menjawab sebesar 22 orang 71,0 dan yang paling rendah yaitu informasi mengenai obat yang tersisa dalam inhaler dengan jumlah penderita asma sebanyak 3 orang 9,7. Hal dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelayanan informasi mengenai penyakit asma yang diterima penderita belum terlaksana dengan baik dan sesuai dengan standar yang berlaku. Hasil pelaksanaan informasi obat yang diterima penderita asma terlihat bahwa belum semua komponen dalam standar yang berlaku di realisasikan oleh apoteker. Persentase komponen informasi obat yang diberikan kepada penderita paling rendah adalah pemeriksaan penunjang, obat yang digunakan oleh ibu hamil dan menyusui serta obat yang masih tersisa dalam inhaler. Hal ini karena penderita pasif pada saat proses pemberian informasi obat berlangsung yang disebabkan penderita tidak mengetahui haknya untuk memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dari apoteker dan tidak mengetahui adanya standar dalam pelayanan informasi obat.

3. Harapan penderita asma terhadap pengobatan yang diterima di