Pada tahun 1995 SKRT, melaporkan prevalensi asma di seluruh indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk PDPI, 2006. Di Yogyakarta sendiri angka kejadian asma
sekitar 16, 4 dari jumlah penduduk Dinkes Yogyakarta, 2010.
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma
Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian asma adalah sebagai berikut:
a. Imunitas dasar
Mekanisme imunitas terhadap kejadian inflamasi pada asma kemungkinan terjadi ekspresi sel Th2 yang berlebihan NHLBI, 2007. Menurut Moffat,
dkk 2007, gen ORMDL3 mempunyai hubungan kuat sebagai faktor predisposisi asma.
b. Umur
Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak 7-10 , yaitu umur 5-14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma lebih kecil
yaitu sekitar 3-5 Asthma And Allergy Foundation Of America, 2010. Menurut studi yang dilakukan oleh Australian Institute Of Health And
Welfare 2007, keajadian asma pada kelompok umur 18-34 tahun adalah
14 sedangkan 65 tahun menurun menjadi 8,8 . Di Jakarta, sebuah studi pada RSUP persahabatan menyimpulkan rerata angka kejadian asma adalah
umur 46 tahun Pramata, 2009. c.
Jenis kelamin Menurut GINA 2009 dan NHLBI 2007, jenis kelamin laki-laki
merupakan sebuah faktor resiko terjadinya asma pada anak-anak. Akan
tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering terjadi pada perempuan NHLBI, 2007. Pada manusia dewasa tidak
didapati perbedaan angka kejadian asma diantara kedua jenis kelamin Maryono, 2009.
d. Faktor pencetus
Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling penting. Alergen
–alergen ini dapat berupa debu, kutu, kecoak, binatang dan polenserbuk sari.
e. Status sosio-ekonomi
Mieclk dkk. 1996, menemukan hubungan antara status sosio- ekonomipendapatan dengan prevalensi derajat asma berat. Dimana,
prevalensi derajat asma berat paling banyak terjadi pada penderita dengan status sosioekonomi yang rendah yaitu sekitar 40.
2. Gejala
Pemicu asma pada setiap orang berbeda-beda tergantung dari alergen yang menyerang sehingga menimbulkan gejala pada penderita RSST, 2013.
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel denganatau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk, sesak napas, napas berbunyi mengi, rasa
berat di dada, dahak sulit keluar. Gejala yang berat juga dapat timbul, seperti serangan batuk yang hebat,
sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut, sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam
keadaan duduk, kesadaran menurun. Gejala akan muncul utamanya saat malam
hari atau dini hari yang dipicu oleh faktor pencetus. Saat pemeriksaan fisik terlihat normal kecuali saat eksaserbasi Depkes RI, 2007. Pemeriksaan fungsi paru
ditunjukan untuk menegakkan diagnosis dengan melihat derajat obstruksi saluran napas, variabilitas, dan reversibilitas saluran napas. Dalam melihat kecenderungan
terpapar alergen perlu juga dilakukan tes sensitivitas kulit untuk melihat status alergi sehingga dapat membantu dalam menentukan faktor resiko Bourke, 2003.
3. Penatalaksanaan asma