Metode Penulisan Kajian Pustaka

dengan Allah, mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, sebagai kata cinta seorang anak kepada Bapanya. Maka doa dapat timbul dari kesusahan hati yang bingung, tetapi juga dari kegembiraan jiwa yang menuju ke masa depan yang bahagia. Dalam proses doa seperti dalam retret kita menemukan kembali diri dan hidup kita di jalan menuju kepada Allah. 2 Keheningan Keheningan yang dimaksud meliputi dua hal, yaitu: i Keheningan sebagai suasana yang dibangun sehingga peserta semakin mampu untuk masuk dalam renungan dan doa-doa secara lebih nyaman. Dengan demikian peserta semakin mampu untuk masuk dalam renungan dan doa-doa secara lebih enak. ii Keheningan sebagai proses batin; dimaksudkan sebagai upaya pribadi yang siap untuk mengolah hidupnya bersama dengan Allah. 3 Keterbukaan Keterbukaan yang dimaksud meliputi dua hal, yaitu: i Keterbukaan hati terhadap Allah merupakan bagian penting karena dalam retret “guru” utamanya adalah Allah sendiri. Untuk itu hati yang terbuka dimaksudkan sebagai sebuah bentuk kesiapan hati untuk diajar oleh Allah. ii Keterbukaan hati terhadap pendamping; pendamping berperan sebagai pengantar peserta dalam mengalami perjumpaan dengan Allah. Keterbukaan terhadap pendamping diperlukan sebagai bentuk pengolahan bersama. 4 Kebebasan kehendak Karena retret merupakan sarana perjumpaan dengan Allah, dari diri peserta dibutuhkan suasana yang lepas bebas. Peserta mengikuti retret bukan karena terpaksa, melainkan karena mempunyai motivasi terdalam. 5 Kejujuran Umumnya retret mengarah pada penegasan atas pilihan-pilihan kehidupan yang nantinya akan dijalani sesudah retret. Oleh karena itu, kejujuran dalam pengolahan dan proses penemuan-penemuan keputusan menjadi berarti. Dengan semakin jujur peserta diharapkan dapat memutuskan keputusan-keputusan hidupnya.

d. Materi, Metode dan Sarana Retret

Materi yang digunakan dalam retret disesuaikan dengan kebutuhan peserta, mengenai hal - hal apa yang ingin diolah. Dalam melakukan retret digunakan berbagai macam metode yang dapat membantu proses pelaksanaan retret. Metode retret dapat berupa ceramah, diskusi, dialog yang mendalam, eksplorasi, meditasi, dinamika kelompok dan refleksi. Metode tersebut berfungsi untuk mempermudah pendamping dalam memberikan materi supaya dapat ditangkap oleh peserta retret. Selain itu, hal yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan retret adalah agar adanya sarana retret dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sarana bertujuan untuk memperlancar kegiatan retret, dan membuat retret menjadi menarik dan mendalam; misalnya musik, permainan, kertas flap, dan lain-lain.

2. Pengertian Retret Audio Visual

a. Audio Visual sebagai Sarana Retret

Pengalaman Pierre Babin dalam bukunya “The New Era in Religious Communication” mengatakan bahwa di dalam biji yang tertanam di hati manusia, Pierre Babin telah menemukan suatu kekuatan yang luar biasa. Inspirasinya berasal dari situ untuk memperkembangkan teknologi pendidikan. Seakan-akan di dalam biji yang baru mau tumbuh itu, Pierre Babin melihat sesuatu mengenai masa depan. “Dunia baru” tidak dapat diwartakan dengan memuaskan suatu keinginan yang samar, melainkan dengan mempelajari kemungkinan nyata yang terdapat dalam teknologi baru untuk mengkomunikasikan iman Babin 1991: 2. Pengalaman ini menjadi suatu terobosan bagi Pierre Babin di mana dia menemukan suatu penemuan dunia audio visual yang dikenal dengan bahasa audio visual. Bahasa audio visual mempunyai hubungan dengan Injil: i metode audio visual sebagai alat pembantu pengajaran. Melalui metode audio visual pelajaran agama menjadi lebih menarik. ii sarana audio visual bukan saja alat pembantu melainkan sebagai bahasa tersendiri. Seseorang dapat mengerti bukan hanya melalui kata-kata saja, melainkan melalui perangsang gambar dan music atau suara. iii media audio visual sebagai kebudayaan baru yang meliputi segala- galanya Babin 1991: 3 – 4. Teknologi modern dan khusunya media audio visual dilukiskan sebagai kunci untuk menafsirkan kebudayaan kita. Pusat pemikirannya ialah teknologi komunikasi atau “media sendiri merupakan pesan” the medium is the message. Rumusan ini juga dapat diterapkan pada Kristus, bukan kata-kata yang diucapkan Kristus melainkan Kristus sendiri dan seluruh karya-Nya merupakan pesan. Oleh sebab itu dari pengamatan media audio visual menegaskan bahwa pesan sebuah program tidak terletak dalam kata-kata yang diucapkan tetapi dalam kesan yang ditimbulkan oleh orang yang berbicara. Inti bahasa audio visual adalah kesan modulasi. Dalam bahasa teknis modulasi adalah kecepatan getaran gelombang yang berubah panjangnya, kekuatannya dan lain-lain yang dirasakan oleh indera dan menimbulkan emosi, khayalan dan bahkan ide Babin 1991: 6 – 9. Audio Visual adalah sarana elektronik yang dapat dilihat dan didengar untuk membantu mengungkapkan seluruh pangalaman manusia Ernestine dkk., 1977: 8. Audio Visual bukan hanya gagasan yang diungkapkan dalam gambar dan musik. Audio visual tidak hanya memberikan kesempatan kepada kita untuk menyampaikan kata-kata dengan teliti, namun yang terpenting adalah menyampaikan pengalaman peserta retret secara utuh dan menyeluruh. Bahasa audio visual tidak banyak menyampaikan doktrin, tetapi justru memancing peserta untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikiran peserta retret. Bahasa audio visual menuntut kreativitas, partisipasi, efektivitas dan kesadaran serta pikiran kritis. Meskipun demikian perlu diingat dan diketahui bahwa audio visual tidak hanya menyampaikan gambar atau suara, tetapi juga menyampaikan pengetahuan walaupun tidak selengkap dan seteliti pengetahuan yang tertulis dalam buku Iswarahadi 2003: 29-33.

b. Ciri Retret Audio Visual

Audio Visual memiliki ciri yang sangat unik yaitu suatu bentuk penyampaian iman umat dengan menggunakan media seperti foto, film, CD dan lain-lain. Oleh sebab itu peranan media audio visual harus membuka jalan untuk suatu kebudayaan yang akan memberi bentuk baru. Dalam hal ini bukan hanya suara, gambar-gambar pun dapat mengungkapkan perasaan, isi hati, bahkan seluruh pribadi si pendengar. Ernestine dkk., 1977: 7. Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Apa itu simbol? Simbol adalah bentuktanda. Simbol itu sekaligus merupakan definite focus of interest, sebuah sarana berkomunikasi, sekaligus dasar-dasar umum untuk memahami. Simbol itu membuka pintu kepada dunia yang lebih luas, penuh misteri dan mengatasi kemampuan manusia untuk menggambarkannya Trimulyono 2008: 1. Pendekatan simbolis ini bersandar bukan pada pengajaran, melainkan pada komunikasi pengalaman. Tujuannya bukan pertama-tama pemahaman intelektual, melainkan keikutsertaan hati dan pertobatan Iswarahadi 2003: 31.

c. Proses Retret Audio Visual “Symbolic Way”

Bahasa simbol adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbol menggerakkan bukan hanya roh tetapi juga hati dan tubuh manusia. Bahasa simbolis adalah bahasa penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti dan koneksi Iswarahadi 2010: 23. Bahasa simbol mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imajinasi dan cerita yang berdampak mendalam pada emosi orang. Tujuan utama bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan. Proses menemukan simbol melalui beberapa tahapan Trimulyono, 2008: 2–3, yakni: a Exodus - Dalam kesendirian dan keheningan mengadakan perjalanan keluar dari kamar, rumah atau ruangan. - Mengaktifkan semua panca indera dan melatih kepekaannya untuk menangkap segala peristiwa. - Melepaskan segala konsep atau pikiran, dan berkonsentrasi untuk masuk ke dalam pengalaman diri di tengah alam. - Setelah batas waktu yang ditentukan, mengadakan refleksi pribadi. b Refleksi Pribadi - Mengumpulkan insight dan pengalaman rasa, memberi fokus pada pengalaman yang paling kuat. - Merumuskan pengalaman dengan kata kunci. - Menemukan simbol atas pengalaman itu. c Sharing dalam Kelompok Kecil - Kata-kata kunci tadi disharingkan termasuk simbol dan penjelasan seperlunya. - Semua saling mendengarkan. - Kelompok mencoba memaknai pengalaman bersharing dengan membuat refleksi lebih lanjut. - Mencari keterkaitanhubungan dengan Kitab Suci atau cerita lain. d Sharing dalam Kelompok BesarPleno - Apa yang diperoleh dalam sharing kelompok disampaikan kepada kelompok yang lebih besar. - Pada kesempatan ini simbol-simbol bisa ditampilkan juga. e Kembali ke Kelompok Kecil - Berdasarkan apa yang sudah disharingkan dan masukan dari kelompok lain, peserta merancang sebuah presentasi secara audio visual. - Menyusun naskah, menyiapkan adegan-adegan, casting pemain, menyiapkan properti, dan lain-lain. - Berlatih pementasan. f Selebrasi - Kelompok sebagai kesatuan merayakan pengalaman yang diperoleh dalam bentuk ekspresi audio visual di depan kelompok lain. - Mendengarkan evaluasi - Mengambil inti sari dari pengalaman “simbolic way” Prinsip dasar retret audio visual adalah menyampaikan ide melalui perasaan orang. Pengalaman peserta itulah yang menjadi titik tolaknya. Hasil refleksi peserta atau tema-tema permasalahan yang muncul kemudian direfleksikan dengan bantuan Kitab Suci. Dalam proses lebih lanjut dipilih program audio visual yang kira-kira bisa membantu untuk memperdalam refleksi. Kekuatan audio visual dapat dideteksi dari refleksi yang mereka ungkapkan dalam reaksi spontan sesudah penayangan, saat doa-doa spontan, maupun kesan-kesan pada akhir retret audio visual Iswarahadi 2010: 34. Simbolic way adalah cara yang paling cocok untuk meletakkan suasana yang nyaman bagi sabda Tuhan pada zaman modern, generasi TV dan generasi digital Rukiyanto; 2012: 263. Dalam konteks mengembangkan iman, hal yang utama adalah bagaimana memanfaatkan keadaan mereka sesuai kebutuhan remaja, mencari cara yang praktis untuk segala apa yang mereka inginkan agar langsung merasakan maknanya. Makna ini diciptakan melalui dan dipertahankan oleh interaksi pribadi di mana setiap individu memperoleh makna untuk dirinya dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol. Dengan demikian proses tersebut merupakan suatu kegiatan mengelola pesan keselamatan dengan tujuan menciptakan makna imani Iswarahadi 2010: 20.

3. Remaja

a. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak Hurlock, 1980: 206. Monks mengatakan bahwa remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa. Ia melihat bahwa remaja berada di antara anak dan orang dewasa Monks, 1982: 216. Menurut Shelton, kaum remaja adalah orang-orang yang berusia antara 12-20 tahun dan sedang mengalami tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral serta religius. Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa remaja adalah orang yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan. Remaja berada pada masa peralihan antara masa kanak- kanak menuju dewasa. Remaja adalah harapan dan masa depan Gereja dan masyarakat. Dalam perkembangannya, harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta permasalahan yang timbul sebagai akibat dari perkembangan yang mereka alami dan kebutuhan yang perlu dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga dapat berperan aktif dan positif dalam kehidupan keluarga, Gereja dan masyarakat. Hendaknya remaja diberi kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab sebagai subjek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina. Mereka bukan lagi bejana kosong yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk menurut selera para pembina. Dengan demikian, segala bentuk pengembangan yang sifatnya menggiring, mendikte, mengobjekkan dan memperalat demi suatu kepentingan di luar perkembangan diri mereka haruslah dihindari dan dihilangkan. Hakikat pengembangan kaum remaja sebagai karya pastoral adalah pelayanan dan pendampingan.

b. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi setiap orang, di mana pada masa remaja terjadi berbagai macam perubahan dalam diri seseorang. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena memiliki sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam hidup masyarakat Munawar, 2005:122. Pada masa remaja, seorang remaja memiliki ciri-ciri yang dapat kita lihat. Di bawah ini akan diuraikan satu persatu mengenai ciri-ciri remaja Hurlock, 1990: 207-209. 1 Mempunyai daya imajinasi dan fantasi yang tinggi serta cenderung tidak realistik Perkembangan kognitif yang dialami oleh remaja menyebabkan mereka dapat mempunyai imajinasi dan fantasi yang tinggi. Perkembangan kognitif ini memampukan mereka untuk berpikir melampaui batas normal. Daya imajinasi dan fantasi yang tinggi mengakibatkan mereka sering kali tidak berpikir secara realistik, serta mengakibatkan mereka kadang-kadang tidak dapat menerima keadaan yang sebenarnya. Daya imajinasi yang dimiliki oleh remaja dapat membuatnya sangat kreatif dalam melakukan sesuatu. 2 Mudah terpengaruh oleh dunia luar dan mudah meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa Dalam pencarian jati diri, remaja belum mampu menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Remaja mudah sekali terpengaruh oleh dunia luar, seperti terpengaruh untuk melakukan tindakan-tindakan yang mereka lihat dari media dan terpengaruh untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Remaja rentan terhadap pengaruh dari luar. 3 Sering mencoba-coba hal yang baru Keingintahuan akan segala sesuatu sangat tinggi pada remaja, oleh karena itu mereka mulai menganalisis dan mencari tahu segala sesuatu yang menarik bagi dirinya. Dalam upaya pencarian jati diri, remaja sangat ingin tahu tentang siapa dirinya. Segala macam upaya mereka lakukan untuk menemukan jati dirinya, oleh karena itu mereka suka sekali pada hal baru dan mencoba-coba hal yang baru yang belum mereka ketahui sebelumnya. Semua itu mereka lakukan dalam upaya pencarian jati diri. 4 Belum dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti Salah satu ciri remaja lainnya adalah belum dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Daya imajinasi dan fantasi yang tinggi serta cenderung tidak realistik membuat remaja susah untuk dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Mereka masih sering goyah dalam menentukan arah dan tujuan hidup. Remaja juga sering ikut-ikutan temankelompok dalam menentukan tujuan hidup. Remaja juga belum dapat mengembangkan sikap, keterampilan dan kecakapan yang dimiliki, mereka juga belum dapat bertanggungjawab atas perbuatan yang mereka lakukan. Remaja cenderung lari dari masalah dan tidak mau berusaha menyelesaikan masalah yang kerap menghampirinya. Mereka belum mampu mengambil keputusan. 5 Memiliki emosi yang belum stabil Remaja yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan seringkali menjumpai berbagai macam permasalahan. Permasalahan remaja tersebut muncul dari pergaulan dengan sesama di lingkungan dirinya. Hal ini mengakibatkan terjadi gejolak emosi yang tidak stabil pada remaja. Ketidakstabilan emosi pada remaja, mengakibatkan mereka mudah sekali terpengaruh dan terbakar amarah jika menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakstabilan emosi yang ada pada remaja membuatnya mudah sekali untuk dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya.

c. Perkembangan Kaum Remaja

Pada saat berusia 13-17 tahun terjadi perkembangan dalam diri kaum remaja baik itu perkembangan kognitif, perkembangan moraletika, perkembangan ego, maupun perkembangan iman Fowler, 1995: 134-160. 1 Perkembangan kognitif Pada usia ini terjadi perkembangan kognitif yang juga sering disebut dengan tahap operasi formasi di mana pada usia ini, kaum remaja memasuki tahap kematangan intelek. Pada usia ini mereka mulai mampu berpikir jauh melebihi dunia nyata dan keyakinannya sendiri, yaitu memasuki dunia ide-ide. Tahap ini merupakan awal berpikir ilmiah. Mereka dapat memakai pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah dengan tidak hanya mendasarkan diri pada meniru orang lain. Mereka juga dapat berpikir reflektif, mengevaluasi pemikiran, berimajinasi ideal, dan berpikir abstrak. Mereka juga dapat berpikir mengenai konsep, berpikir menggunakan proporsi dan perbandingan, mengembangkan teori dan mempertanyakan hal-hal yang bersifat etis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan Santrock, 2007: 124-125. Perkembangan pada kaum remaja tidak hanya terbatas pada usia 13-17 tahun, melainkan akan terus berkembang. 2 Perkembangan MoralEtika Pada taraf ini remaja lebih menegakkan hukum dan disiplin sebagai orientasi utama. Tekanan pada tingkat moral ini adalah siapa yang memegang kekuasaan, dialah yang harus dihormati. Pemuda-pemudi senang memperhatikan kewajiban yang harus dilakukan oleh orang serta bagaimana harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan sendiri. Fokus mereka pada tahapan ini adalah memelihara masyarakat. Jadi, tidak hanya patuh kepada lingkungan masyarakat seperti pada masa kanak- kanak. Remaja mencari patokan moral, yang dapat mereka pergunakan sebagai alat untuk menentukan mana yang baik dan benar, mana yang tidak baik dan tidak benar serta menentukan pegangan yang dapat mereka pergunakan sebagai pedoman hidup Mangunhardjana, 1986: 15. Menurut L, Kholberg, perkembangan moral remaja berada pada tahap ketiga yakni moralitas paskakonvensional pascaconvensional morality. Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral. Dalam artian standar moral dapat diperbaiki atau dirubah tergantung dari situasi dan permasalahan yang dihadapkan pada prinsip moral tersebut. Tahap kedua, individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang diinternalisasi, terlebih untuk menghindari hukuman. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi Hurlock, 1980: 225. 3 Perkembangan Ego Pada taraf ini, orang berada dalam suatu situasi di antara mencari intimitas kedekatan dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud dengan intimitas adalah suatu kapasitas untuk membuat komitmen pribadi kepada orang lain meskipun mungkin harus membuat kompromi, bahkan ada kemungkinan mengalami penderitaan. Intimitas dapat dikembangkan pada dua insan yang berbeda jenis kelamin, atau persahabatan di antara sesama jenis kelamin. Yang penting di sini adalah kemampuan untuk sharing dan saling memerhatikan tanpa harus kehilangan identitas. Sementara, isolasi terjadi apabila intimitas tidak dapat direalisasikan. Isolasi merupakan suatu tendensi untuk menyendiri dan ketakutan kehilangan identitas. Isolasi terjadi bila seseorang mengalami kelemahan identitas dan tidak mampu menopang ketidakpastian dalam intimitas. Orang tersebut tidak dapat dan tidak mau berbagi dalam banyak hal dengan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja ini dapat disebut sebagai alat untuk merealisasikan cinta kasih. Pola emosi remaja sama dengan pola emosi masa anak-anak, hanya yang membedakannya terletak pada rangsangan yang dapat membangkitkan emosi dan derajatnya, khususnya pada pengendalian emosi mereka. Remaja tidak mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah. Remaja mengalami kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya di hadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang dapat diterima. Kematangan lain yakni seperti menilai situasi secara kritis sebelum beraksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya Hurlock, 1980: 212-213. 4 Perkembangan Sosial Perkembangan sosial remaja menyangkut perluasan jalinan hubungan dengan orang lain. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan dengan orang tua. Hal ini karena remaja sudah memasuki tahap perkembangan dan identitas yang baru, dia bukan lagi anak-anak melainkan sudah hampir memasuki masa dewasa. Remaja menyerupai orang dewasa karena perekembangan fisik yang terjadi pada dirinya. Remaja mulai berperilaku selayaknya orang dewasa, namun remaja lebih merasa nyaman bergaul dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya ini akan memberikan pengaruh yang sangat kuat, bahkan kadangkala melebihi pengaruh keluarga. Penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Remaja merasa turut bertanggungjawab atas kegiatan sosial yang ada di lingkungannya. Hal ini membuat remaja mau berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang ada di masyarakat, namun dalam aksinya itu remaja tergabung dalam kelompok teman sebaya. Pada remaja kelompok teman sebaya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melatih cara mereka dalam bertindak, berperilaku, dan melakukan hubungan sosial Hurlock, 1980: 214. 5 Perkembangan iman kaum remaja Perkembangan iman kaum remaja berada pada taraf iman disebut individual reflektif. Pada masa ini, mereka harus memulai secara serius untuk membangun keyakinannya sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai ketegangan karena pada saat yang sama, ia juga mencari keseimbangan antara: memiliki sikap mandiri dan mengikuti pola yang disepakati oleh kelompok tempat mereka menjadi anggotanya. Juga ada subjektivitas berkaitan dengan dorongan nafsu yang sering tidak terkendali versus objektivitas dan sikap kritis terhadap diri sendiri; adanya keinginan untuk memenuhi hasrat pribadi serta ekspresi diri versus sikap mau melayani dan hidup untuk orang lain. Pada usia ini mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan pribadi. Refleksi pribadi dan pemikiran secara mandiri akan membantu terbentuknya pandangan yang khas. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal. Pada umumnya, taraf iman seperti ini memang sering kita jumpai pada kehidupan remaja Fowler 1995: 134- 160. Meskipun demikian, ada pula orang-orang yang mencapai taraf ini pada usia 30-an sampai 40-an. Ego identitas ditopang oleh lingkungan terdekat orang tua, teman dekat, dan sebagainya, sekarang, ego berdiri sendiri dan membentuk pandangan secara mandiri. Fowler 1995: 134-160 mengatakan bahwa taraf iman remaja disebut sebagai sintetis konvensional. Disebut sintetis karena tidak reflektif dan unsur- unsurnya tidak analitis, namun dipersatukan dalam keseluruhan struktur global. Disebut konvensional karena berbagai unsur keyakinan religius didapatkan dari orang lain, sehingga bersifat solider dan comform dengan sistem masyarakat. Bagi remaja, Allah adalah pribadi yang paling berperan dalam hidupnya. Dia menjadi sahabat yang paling akrab. Di lubuk hati remaja, ada komitmen dan loyalitas yang sangat mendalam terhadap Allah. Pada tahap ini, Allah dipandang sebagai “Allah kelompok” atau “Allah kolektif” yang konvensional. Lewat perantaraan Allah yang konvensional, remaja sanggup menyesuaikan diri secara konformistis dengan harapan dan penilaian orang lain serta kelompok. Mereka merasa terikat dengan Allah yang konvensional karena belum memiliki kemampuan batin untuk secara pribadi dan mandiri menyusun suatu gambaran tentang Allah berdasarkan gaya identitas diri yang mantap dan otonom, dan tidak tergantung sepenuhnya kepada orang lain Fowler, 1995: 134-160. Banyak remaja yang mulai meragukan konsep dan keyakinan religiusnya pada masa kanak-kanak dan oleh karena itu, periode remaja disebut dengan keraguan religius. Pada remaja juga terjadi pola perubahan minat religius. Pola perubahan minat religius remaja yang pertama yakni disebut dengan periode kesadaran religius. Pada periode ini remaja menunjukkan ketertarikan dan kesadaran akan peranan agama. Remaja juga seringkali membandingkan keyakinannya dengan keyakinan teman-teman, atau menganalisis keyakinannya secara kritis sesuai dengan meningkatnya pergaulan remaja. Pola perubahan minat religius remaja yang kedua disebut periode keraguan religius. Pada tahap ini remaja sering bersikap skeptis pada pelbagai bentuk religius, seperti berdoa dan upacara-upacara Gereja yang formal, dan kemudian mulai meragukan isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati. Bagi beberapa remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama, sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan yang dianut oleh keluarga. Bila hal ini terjadi, ia mencari kepercayaan baru, kepercayaan pada sahabat karib sesama jenis atau lawan jenis, atau kepercayaan pada salah satu kultus agama.

d. Permasalahan Kaum Remaja

Permasalahan yang sering muncul berasal dari dalam dan dari luar dirinya. Permasalahan itu biasanya ada keterkaitan satu sama lain. Permasalahan yang ada pada dirinya itu akan mempengaruhi perkembangan kepribadian. Berbagai permasalahan yang dialami oleh kaum remaja, menentukan beberapa kebutuhan dasar seperti kebutuhan perlindungan, kedamaian, rasa aman dan keleluasaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi apabila kaum remaja merasa diterima, didengarkan, dihargai dan diakui sebagai pribadi dengan segala kelebihan dan kekurangannya Tangdilintin, 1984: 44. 1 Permasalahan dalam diri Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena memiliki sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam hidup masyarakat. Munawar 2005:122. Permasalahan dalam diri remaja berkaitan dengan permasalahan fisik, permasalahan kognitif, permasalahan emosi, permasalahan sosial, dan iman. a Permasalahan fisik Dalam perkembangannya remaja sering merasa tidak nyaman. Terlebih dalam menghadapi perkembangan fisik. Permasalahan kaum remaja yang terjadi akibat perubahan fisik dirasakan awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan atau keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang kadang kala tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka kadang kala tidak dapat menerima dirinya apa adanya. b Permasalahan kognitif Kaum remaja sudah dapat berpikir logis, abstrak, konkret dan sudah dapat menganalisis, mengevaluasi dan merefleksi segala sesuatu yang terjadi Mangunhardjana, 1986: 13. Permasalahan yang terjadi disebabkan apa yang dievaluasi tidak sesuai dengan harapan mereka. c Permasalahan emosi Kaum remaja sering tidak mampu menahan emosinya, sehingga sering terjadi luapan emosi ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Tidak hanya itu, ketidakstabilan emosi yang ada pada remaja mengakibatkan permasalahan muncul pada remaja, ketidakstabilan emosi ini dapat berdampak pada permasalahan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Keadaan emosi selama masa remaja cenderung tidak stabil Hurlock, 1990: 212, 235. Ini akibat dari ideologi-ideologi yang ada dalam diri mereka sering kali tidak realistik. Tidak hanya itu mereka memiliki pikiran dan cita-cita yang tidak realistik, sehingga apa bila cita-citanya tidak tercapai remaja merasa gagal dan ini mengakibatkan permasalahan dalam diri Hurlock, 1980: 235. Semakin tidak realistik ideologi dan pemikirannya semakin mereka menjadi emosi jika kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang mereka pikirkan. Hal ini yang cenderung menimbulkan permasalahan dalam diri mereka. d Permasalahan Sosial Kaum remaja yang berhubungan dengan kehidupan sosial sering disebabkan oleh adanya kesenjangan antara dirinya dengan teman sebaya, keluarga dan masyarakat pada umumnya. Erikson mengatakan bahwa dalam perkembangannya, remaja sering kali mencari kejelasan identitas dirinya dalam kehidupan bersama masyarakat dan orang-orang di sekelilingnya. Oleh karena itu mereka kerap kali mencari kejelasan tentang siapa dirinya. Dalam pencarian identitas dirinya remaja sering menemukan permasalahan. Dalam diri remaja sering terjadi krisis identitas. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan, adanya perasaan kosong akibat perombakan pendapat dan petunjuk hidup mengakibatkan permasalahan dalam remaja Gunarsa,1989:100. Kaum Remaja mengalami masa badai dan tekanan strom and stress. Kaum remaja mendapat banyak tekanan dalam hubungannya dengan teman sebaya, di sisi lain mereka ingin menjadi diri sendiri di satu sisi mereka juga ingin diakui dalam lingkungan kelompok sebaya, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan prinsip kelompok teman sebaya. Hal ini mengakibatkan tekanan dalam dirinya. Bagi remaja yang penting adalah pencapaian status sosial. Remaja tidak sabar sehingga bertindak kasar dan melanggar nilai yang dianut oleh masyarakat, di sinilah timbulnya kelainan kelakuan yang biasa disebut nakal. e Permasalahan iman Permasalahan iman remaja berkaitan dengan perkembangan iman yang dialami oleh dirinya. Remaja mengalami keraguan religius. Mereka seringkali tidak percaya dan mempertanyakan konsep iman yang diyakini oleh keluarganya yang mereka ikuti ketika masih kecil Hurlock, 1990: 222. 2 Permasalahan dalam Keluarga Adanya “kesenjangan generasi” antara kaum remaja dan orang tua, dikarenakan adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar perilaku yang biasanya terjadi dalam setiap perubahan budaya yang pesat. Kesenjangan generasi yang paling menonjol terjadi di bidang norma-norma sosial. Banyak dari remaja menganggap bahwa orang tua tidak mengerti mereka. Biasanya mereka menganggap bahwa peraturan dan standar yang ditetapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya, tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Remaja menganggap kuno peraturan dan standar perilaku yang ditetapkan oleh orang tua. Tidak hanya itu, remaja juga menganggap bahwa metode disiplin yang digunakan oleh orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan, yang mengakibatkan adanya pemberontakan kaum remaja terhadap orang tua. Selain itu, hubungan dengan saudara kandung juga dapat menimbulkan pertentangan dengan orang tua, karena remaja menganggap orang tua pilih kasih. Hurlock 1980: 232-233 mengemukakan bahwa adanya pertentangan antara kaum remaja dan orang tua dalam hal prinsip mengakibatkan hubungan mereka dengan anggota keluarga menjadi kurang baik. Mereka merasa menjadi korban dalam keluarga ketika diminta untuk merawat adik. Selain itu sikap mereka yang kritis kadang kala tidak disukai oleh orang tua sehingga menjadi sumber pertentangan orang tua. Besarnya keluarga dan perilaku yang kurang matang yang ada dalam keluarga juga mengakibatkan sumber pertentangan dan permasalahan kaum remaja. Biasanya dalam keluarga yang terdiri dari tiga atau empat anak lebih sering terjadi pertentangan dibandingkan dengan keluarga kecil. Sikap menghukum yang diberikan kepada kaum remaja bila mereka mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya mengakibatkan mereka membenci dan tidak menyukai orang tua. Pemberontakan yang dilakukannya dan masalah pergaulan juga menjadi sumber pertentangan dalam keluarga. Hal ini menimbulkan permasalahan kaum remaja dalam keluarga. 3 Permasalahan dengan Masyarakat Anggapan bahwa remaja adalah orang yang tidak dapat bertanggungjawab mengakibatkan sumber pertentangan dan permasalahan bagi kaum remaja dalam masyarakat. Peraturan dan norma yang ditetapkan oleh masyarakat sering bertentangan dengan apa yang ada dalam konsep kaum remaja. Anggapan stereotif pada kaum remaja membuat mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan dirinya. Hal ini mengakibatkan sumber permasalahannya dengan masyarakat Hurlock 1990: 208. Tidak hanya itu, nilai-nilai moral yang ada di lingkungan masyarakat juga kadang kala berbeda dengan nilai moral yang ditanamkan dalam keluarga. Aturan ketat dalam masyarakat yang serba imperatif dan keseragaman perilaku yang ditetapkan mengurangi tantangan dan daya cipta pada diri remaja. Remaja merasa kurang diberi kesempatan mengemukakan pendapat dan berdialog secara leluasa, sehingga remaja merasa apatis, frustasi, dan merasa tidak aman dalam transisi Tangdilintin, 1984: 42.

4. Penghayatan Iman Kaum Remaja

a. Pengertian Iman

Iman dalam bahasa Yunani disebut “Pistis” atau bahasa latin “Fides” dan bahasa Inggris “Faith” diartikan sebagai keyakinan yang berarti teguh, kuat, kokoh, tak tergoyahkan, mantap dan tergoncangkan Putranto, 2012: 60. Iman berarti mempercayakan diri kepada kenyataan diluar diri kita pada kenyataan itu kesejahteraan hidup kita tergantung, iman berdasarkan atas kepercayaan. Untuk mencapai taraf iman orang harus terlebih dahulu percaya. Orang dapat percaya akan sesuatu hanya jika mereka mengetahuinya, oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mengetahui apa yang kita imani. Beriman berarti percaya kepada Tuhan, menyadarkan diri kepada Tuhan merasa teguh, kuat, kokoh, taktergoyahkan, mantap dan Tuhan sebagai andalan hidup. Iman merupakan jawaban dan tanggapan manusia terhadap Tuhan yang memperkenalkan sabda, kehendak, perintah diri-Nya KWI, 1996: 128. 1 Pandangan Alkitabiah tentang Iman Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru termuat wahyu Allah. Wahyu ini kemudian menjadi dasar iman kita. Karena itu Kitab Suci mengartikan wahyu Allah “berbicara” kepada dan melalui peristiwa sejarah umat- Nya, yang dimaklumkan oleh para nabiutusan. Arti iman dalam Perjanjian Lama yakni sikap manusia yang menanggapi wahyu Allah, sikap itu pertama-tama dari Allah yang mendatangi manusia melalui sabda-Nya yang bersifat wahyu dan terhadap pewahyuan Allah manusia bersikap mendengarkan Dufour 1979: 7. Contohnya ketika Allah memanggil Samuel, Samuel menjawab: “Berbicaralah hambaMu mendengarkan” 1 Sam 3: 10. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru kata iman mempunyai arti percaya kepada seseorang yaitu Yesus Kristus. Kata iman juga dipakai untuk menyatakan hubungan dengan Allah; menerima wahyu Allah dan tanggapan manusia terhadap wahyu Allah. Orang diharapkan percaya kepada Injil yang diwartakan oleh Yesus, artinya sepenuhnya mengandalkan Allah yang menegakkan kerajaan-Nya demi keselamatan manusia. Dan manusia sepenuhnya mengandalkan Allah yang diberitakan oleh Yesus Dufour, 1979: 23. 2 Pandangan Konsili Vatikan II tentang Iman Pokok iman Katolik adalah Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari maut. Dan yang mendasari iman adalah kesetiaan dan kebaikan hati Allah yang telah dialami oleh manusia. “Dalam kebaikan dan kebijaksanaanNya Allah berkenan mewahyukan diriNya dan memaklumkan rahasia kehendakNya. Berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus sabda yang menjadi manusiadaging. Dalam Roh Kudus dan ikut serta dalam kodrat Ilahi” Dei Verbum: art.2 Allah mewahyukan diri-Nya berarti Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia atau lewat wahyu. Allah mewahyukan diri, dengan Yesus Kristus sebagai puncak perwahyuannya dan manusia menanggapinya dengan keterbukaan, penerimaan dan penyerahan diri. Allah berkontak dengan manusia, menyapa dan mengundangnya kepada diri-Nya. Iman sebagai sapaan Allah merupakan jawaban bebas dari manusia terhadap wahyu Ilahi dan tawaran kehendak Allah. Iman tersebut terungkap dalam penyerahan diri manusia seutuhnya kepada Allah. Kita tahu bahwa pusat iman Katolik adalah Yesus Kristus.

b. Aspek-aspek Iman

Pentingnya iman dalam diri seseorang karena iman merupakan suatu aspek yang esensial dari pertobatan, bersama dengan pertobatan, keduanya merupakan keharusan dalam keselamatan. Dengan beriman dapat mengantarkan kita pada suatu keselamatan karena iman adalah sarana yang dengan-Nya kita diselamatkan Rom. 10:9, dan jalan menuju pengharapan yang pasti Ibr 11:1. Sampai saat kebangkitan kita, kita dijaga oleh kuasa Allah melalui iman 1 Ptr 1:5. Melalui agama, setiap manusia menyadari bahwa iman merupakan: 1 Iman adalah anugerah Tuhan yang diimani jauh mengatasi yang mengimaninya. Tuhan adalah Mahatinggi dan tak terjangkau oleh manusia. dengan kekuatan sendiri tidak mungkin manusia mengenal dan berhubungan dengan Tuhan. Demi melengkapi kekurangan dan demi kebaikan manusia, Tuhan memperkenalkan sabda-Nya, kehendak-Nya, perintah-Nya dan diri-Nya. Melalui iman Tuhan memberikan Sabda-Nya, kehendak-Nya, perintah-Nya dan manusia menjawabnya. Iman merupakan jawaban dan tanggapan manusia terhadap Tuhan yang memperkenalkan Sabda, kehendak, perintah dan diri-Nya. 2 Iman adalah keputusan Dalam iman manusia mengenal Tuhan sebagai yang paling diandalkan dan mendatangkan kebaikan padanya. oleh karena itu untuk beriman dari pihak manusia harus ada keputusan. Manusia harus menentukan apakah berhadapan dengan Tuhan yang dapat diandalkan dan mendatangkan kebaikan-Nya itu manusia berani dan mau memutuskan untuk menyerahkan diri kepada-Nya. Iman berati memilih, sehingga iman bukan hal yang otomatis apalagi kebetulan terjadi. 3 Iman adalah keterlibatan Iman berasal dari inisiatif Tuhan dan merupakan anugerah-Nya, dan merupakan hasil jawaban manusia yang diambil dalam keputusan bebas. Iman membawa akibat pada hidup orang yang beriman. Orang beriman sejati menyerahkan diri kepada Tuhan, membiarkan dirinya berada di bawah bimbingan Tuhan dan di bawah kepenuhan hidup dan masa depan yang mampu dibuatNya. iman yang menuntut keterlibatan, membawa kesetiaan dalam segala hal dan sepanjang hidup terikat pada Tuhan dan kehendak-Nya Mangunhardjana 1993:57-58. Oleh karena itu iman tidak hanya menyangkut budi, tetapi seluruh diri manusia; cipta, rasa, karsa dan karya.

c. Penghayatan Iman

Orang beriman sejati itu menyerahkan dirinya kepada Tuhan, dia membiarkan dirinya ada di bawah bimbingan Tuhan dan di bawah kepenuhan hidup. Oleh karena itu, Iman tidak hanya menyangkut budi, tetapi seluruh diri manusia: cipta, rasa, karsa dan karya. Hidup beriman tak pernah selesai mencari jawaban iman baru terhadap tantangan baru di zamannya. Orang dalam situasi zamannya dengan segala tantangannya. Inti hidup beriman adalah berkata ”Ya” secara total kepada Tuhan, mengakui dan menerima Tuhan sebagai satu-satunya penyelamat. Mengutip dari karangan Mangunhardjana bahwa beriman terus- menerus berusaha menemukan kehendak dan perintah Tuhan, orang beriman adalah orang yang terlibat dan setia kepada Tuhan secara nyata dalam hidupnya. Penghayatan iman seseorang biasanya masih berciri egosentrik terpusat pada dirinya, emosional lebih berhubungan dengan perasaannya, konkrit lebih banyak terkait dengan penyerapan inderawinya, dan spontan terjadi tiba-tiba, tidak teratur, dan sangat terkait dengan pengalaman di satu tempat dan pada satu saat saja. Barulah kemudian, pada usia remaja, penghayatan iman seseorang lebih berciri sosial diamalkan pada relasinya dengan sesama manusia, rasional melibatkan penalaran dan perenungan dengan budi yang jernih dan hatinurani yang bening, abstrak tidak terlalu terkait pada pengalaman inderawi di satu tempat dan pada satu saat saja, dan sistematik teratur, saling terkait, membentuk anyaman penghayatan yang bersinambung Papo, 1990: 19,85. Iman membutuhkan suatu dasar. Kalau tidak, iman kita tidak lebih daripada perwujudan hasrat dan kerinduan semata Heukeun, 1981: 14. Pengetahuan dan penghayatan iman saling berhubungan. Pengetahuan iman yang minim akan membuat semangat kaum remaja dalam menghayati iman gampang padam. Sebaliknya, penghayatan iman yang suam-suam kuku, tidak akan menyemangati kaum remaja untuk menambah pengetahuan imannya. Dari sekian banyak kaum remaja dengan penghayatan iman yang pada mulanya semangat, namun oleh karena pengetahuan imannya rendah, penghayatannya menjadi goyah. Penghayatan iman remaja mengalami stagnasi. Pengetahuan iman mereka begitu-begitu saja sejak ia komuni pertama, krisma, hingga menjelang masuk jenjang perkawinan. Hal ini mungkin karena katekese atau kegiatan-kegiatan rohani yang “tradisional” persiapan komuni I, persiapan krisma masih berupa formalitas alias sebagai syarat saja untuk menerima komuni I dan krisma. Metode kegiatan rohani yang tidak menyentuh hati dan merangsang daya pikir itulah yang bisa jadi membuat iman Katolik kurang bergema di hati dan pemikiran kaum remaja. Dari sisi kaum remaja sendiri, kita tahu, mereka kini mengalami tekanan berat dari sistem ekonomi dan politik serta budaya yang kurang mempercayai mereka. Sistem pendidikan nasional di Indonesia makin menekan mereka dengan berbagai kesulitan pribadi yang tidak mudah dipecahkan. Jika mereka mengelompok dalam kelompok se-lingkungan, separoki, sebaya, seminat, seprofesi sekalipun, maka tak heran, tekanan itu bisa ditahan, namun tetap diragukan kehandalannya tanpa dukungan nyata dari pihak Paroki, keluarga, pembimbing yang mereka percayai. Setiap orang dapat menjawab relasi dengan Tuhan melalui penghayatan iman. Penghayatan iman merupakan motivasi, dorongan, landasan dari sikap seseorang yang melakukan sesuatu dalam relasinya dengan Tuhan. Iman adalah suatu kepercayaan atau keyakinan akan adanya Tuhan. Manusia menyerahkan diri secara total kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Iman tidak hanya dihayati tetapi perlu juga diungkapkan. Ungkapan iman juga dapat dinyatakan dengan sikap untuk mensyukuri hidup yang diterimanya. Hal ini mencerminkan kebersamaan yang didasarkan pada iman yang sama sehingga orang dapat membangun persaudaraan dalam kehidupan beragama dan berkepercayaan Kieser 1987: 104. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan, ungkapan iman adalah pengakuankepercayaan orang kepada Tuhan yang diungkapkan melalui sapaan-sapaan dalam bentuk ibadat dan doa maupun melalui sikap lahiriah yang menunjuk pada pikiran, hati dan perasaan. Orang beriman yang benar-benar menerapkan imannya dalam kehidupan sehari-harinya akan kreatif, tidak mudah ikut-ikutan, jauh dari perasaan takut dalam menghadapi situasi baru dan seseorang yang mempergunakan imannya sebagai sumber bagi motivasi dan inspirasi baru. Dengan demikian iman yang dewasa tidak memiliki perasaan takut terhadap perubahan tetapi menanggapinya sebagai hal yang biasa dalam suatu perkembangan yang hidup.

B. Kesimpulan

Perkembangan dan perubahan zaman ini menjadi tantangan bagi generasi remaja, yang mengakibatkan kemerosotan dalam pengetahuan tentang iman beserta dampak pada kualitas hidup mereka. Remaja adalah orang yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan. Remaja berada pada masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju dewasa. Dalam perkembangannya, remaja harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah dan kebutuhan yang perlu dipahami. Pada umumnya mereka belum mampu menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Mereka suka sekali pada hal baru dan mencoba-coba hal yang baru yang belum mereka ketahui sebelumnya. Mereka dalam taraf perkembangan iman, remaja menunjukkan ketertarikan dan kesadaran akan peranan agama. Pada masa ini remaja juga seringkali membandingkan keyakinannya dengan keyakinan teman-teman, atau menganalisis keyakinannya secara kritis sesuai dengan meningkatnya pergaulan remaja. Bila hal ini terjadi, mereka akan mencari kepercayaan baru pada salah satu kultus agama akibat pengaruh dari teman-teman pergaulannya. Kaum Remaja adalah harapan, generasi penerus, ahli waris dan masa depan bangsa dan Gereja. Jutaan remaja Kristiani sekarang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Dalam situasi yang serba kompleks seperti sekarang ini, kebutuhan kaum remaja akan pendampingan dan pembinaan yang membantu mereka dalam perkembangan iman mereka agar semakin matang menuju kedewasaan iman baik dari segi moral, spiritual maupun intelektual. Melihat bahwa kaum remaja adalah penerus masa depan Gereja dan bangsa, mereka membutuhkan pendampingan dan pembinaan dalam memperkembangkan iman, salah satu usaha dalam memperkembangkan iman dengan retret audio visual. Retret berarti “Mengundurkan Diri”. Mengundurkan diri dapat diasumsikan sebagai menyepi; menjauhkan diri dari kesibukan sehari- hari; meninggalkan dunia ramai. Dengan demikian retret dimaksudkan untuk mengajak orang mengundurkan diri dari aktivitas sehari-hari sehingga dapat berjumpa dengan Allah. Dalam melakukan retret digunakan berbagai macam metode yang dapat membantu proses pelaksanaan retret. Metode retret dapat berupa ceramah, diskusi, dialog yang mendalam, eksplorasi, meditasi, dinamika kelompok dan refleksi. Metode tersebut berfungsi untuk mempermudah pendamping dalam memberikan materi supaya dapat ditangkap oleh peserta retret. Salah satunya dengan metode audio visual. Audio Visual memiliki ciri yang sangat unik yaitu suatu bentuk penyampaian iman umat dengan menggunakan media seperti foto, film, CD dan lain-lain. Bahasa audio visual tidak banyak menyampaikan doktrin, tetapi justru memancing peserta untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikiran peserta retret. Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Bahasa simbol adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbol menggerakkan bukan hanya roh tetapi juga hati dan tubuh manusia. Prinsip dasar retret audio visual adalah menyampaikan ide melalui perasaan orang Iswarahadi 2010: 23. Maka pengalaman peserta itulah yang menjadi titik tolaknya. Hasil refleksi peserta atau tema-tema permasalahan yang muncul kemudian direfleksikan dengan bantuan Kitab Suci. Dalam konteks mengembangkan iman, hal yang utama adalah bagaimana memanfaatkan keadaan mereka sesuai kebutuhan remaja, mencari cara yang praktis untuk segala apa yang mereka inginkan agar langsung merasakan maknanya. Sebagai wadah pembinaan iman kaum remaja, retret audio visual dapat membantu mereka yang sedang dalam masa pertumbuhan dibandingkan dengan model retret sebelumnya. Hal ini merupakan kesempatan untuk turut serta membantu kaum remaja dalam mempersiapkan diri untuk menjadi manusia yang utuh, dewasa dan matang. Maka yang menjadi alternatif retret audio visual ini adalah membimbing, mengarahkan mereka untuk menjadi lebih dewasa dan utuh dalam moral, spiritual, intelektual, menemukan nilai-nilai Kristiani, menjalin hubungan akrab dengan Kristus yang diimaninya, mengarahkan kaum remaja untuk menyadari dirinya sebagai orang Katolik sehingga semakin terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan mewujud nyatakan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga, Gereja, sekolah dan di masyarakat.

BAB III GAMBARAN KEGIATAN RETRET REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS

YESUS TASIKMALYA Dalam bab ini pertama-tama akan dijelaskan gambaran umum kegiatan retret di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya, tujuan penelitian, latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi, metode pengumpulan data, jenis dan instrumen pengumpulan data, kisi-kisi instrumen penelitian dan teknik analisis data. Kedua, dijelaskan laporan hasil penelitian dan pembahasan penelitian. Ketiga, diberikan kesimpulan hasil penelitian.

A. Gambaran umum Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya

1. Sejarah Singkat Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya

Pihak sekretariat Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya yang bernama Bapak Widodo mengatakan bahwa awal mula kehadiran Gereja Katolik di Tasikmalaya tidak terlepas dari orang-orang Belanda yang memiliki perkebunan karet yang tersebar di wilayah Tasikmalaya dan Ciamis. Para pemilik dan keluarga serta handai taulannya banyak yang beragama Katolik. Mereka sangat membutuhkan pelayanan, terutama pelayanan Ekaristi. Selain orang-orang Belanda, di Tasikmalaya banyak juga tentara KNIL yang beragama Katolik, yang membutuhkan pelayanan bimbingan rohani. Adanya kebutuhan tersebut mendorong hierarki mengutus pastor bekerja di Tasikmalaya, Ciamis dan wilayah sekitarnya. Pastor datang ke Tasikmalaya silih berganti. Belum ada pastor yang menetap. Dengan adanya pelayanan rohani dan Perayaan Ekaristi, maka satu dua ada keluarga Tionghoa yang bergabung sebagai simpatisan. Ketika Pelayanan Gereja diserahkan dari Serikat Yesuit SJ ke Ordo Salib Suci OSC wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya menjadi “stasi“ dari Paroki Garut. Inilah langkah awal mulai berdirinya paroki Tasikmalaya. Pada tanggal 28 Mei 1947 seorang anak bernama Tan Tjing It dari keluarga Tan Joen Liong dibaptis dan dicatat tersendiri dalam buku baptis Tasikmalaya meskipun dicatat pula di Garut. Baru pada tahun 1955 buku baptis benar-benar sudah terpisah dari Garut. Sayang arsip dari tahun 1947 sampai dengan 1996 yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi itu ikut terbakar dalam peristiwa “Tasikmalaya Kelabu” pada 26 Desember 1996. Dalam perkembangannya, perayaan Ekaristi dari waktu ke waktu selalu berpindah- pindah. Itulah sekilas awal mula Gereja Katolik di Tasikmalaya. Menelusuri jejak langkah Gereja di Tasikmalaya seperti menyusun batu- batu sendi menjadi sebuah bangunan. Apalagi hampir semua arsip baik foto- foto, dokumen permandian musnah terbakar. Pengalaman kehidupan menggereja yang dituangkan dalam Sejarah Gereja Paroki “Hati Kudus Yesus” Tasikmalaya terbagi dalam tonggak-tonggak: 1 Gereja Masa Revolusi 1930 – 1947 Pada tanggal 16 Februari 1931 Tasikmalaya memiliki sebuah gedung gereja sendiri. Meskipun telah memiliki gedung gereja Tasikmalaya merupakan stasi dari paroki Garut. Pada tahun 1937 Mathias Tan Joen Liong yang