Retret audio visual sebagai salah satu alternatif dalam memperkembangkan iman kaum remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya.

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul RETRET AUDIO VISUAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MEMPERKEMBANGKAN IMAN KAUM REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA. Latar belakang munculnya judul skripsi di atas adalah perkembangan zaman yang semakin terus berkembang dengan adanya teknologi dan komunikasi atau IPTEK yang semakin canggih, namun alat-alat ini telah mengubah zaman di mana orang hidup. Hal ini juga berdampak bagi jutaan remaja Kristiani yang sekarang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya, khususnya di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya. Oleh karena itu, ini menjadi keprihatinan penulis untuk mengetahui seberapa besar kegiatan rohani, terutama retret yang dilaksanakan di paroki dapat membantu perkembangan iman kaum remaja.

Retret adalah suatu proses doa yang dilakukan dalam merupakan suatu latihan rohani dalam tradisi Gereja Katolik, dalam terang Injil.Dalam retret, orang mau merefleksikan perjalanan hidup dan mencoba menemukan kehendak Tuhan bagi dirinya. Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Pendekatan simbolis ini bersandar bukan pada pengajaran, melainkan pada komunikasi pengalaman. Tujuannya bukan pertama-tama pemahaman intelektual, melainkan keikutsertaan hati dan pertobatan.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yakni gabungan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara dan kuesioner. Sampel penelitian ini adalah kaum remaja yang sudah mengikuti kegiatan retret yang dilaksanakan oleh Paroki. Pengambilan sampel dengan cara

purposive sampling yaitu teknik yang digunakan apabila anggota sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitiannya. Instrumen yang digunakan ialah skala likert.

Skala likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang pengetahuan akan retret secara umum, pengertian remaja, pengalaman selama mengikuti retret, pengalaman setelah mengikuti retret, pengetahuan retret audio visual dan harapan kaum remaja mengenai kegiatan retret kedepannya yang dikembangkna dalam 35 soal kuesioner dan 5 soal dalam wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% atau sekitar 14 responden dari 20 responden menunjukan bahwa tidak ada kesan yang berarti ketika mengikuti retret baik dalam metode, sarana ataupun cara penyampaiannya. Sekitar 60% - 65 % atau sekitar 12 – 13 responden dari 20 responden mengakui bahwa sesudah mengikuti kegiatan retret belum sepenuhnya terbantu dalam perkembangan hidup remaja terutama dalam penghayatan atau perkembangan iman. Dari hasil wawancara secara keseluruhan, remaja perlu sesuatu yang baru yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian diperlukan terobosan baru untuk menjawab kebutuhan remaja Katolik. Salah satunya adalah dengan mengadakan retret audio visual. Diharapkan retret audio visual dapat menjawab kebutuhan dari kaum remaja Katolik di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya maupun kaum remaja pada umumnya. Diperlukan studi lanjut untuk mengetahui keefektifan metode retret audio visual ini dalam mengembangkan iman remaja Katolik di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya.


(2)

ii

ABSTRACT

This thesis entitled AUDIO VISUAL RETREAT AS AN ALTERNATIVE FOR THE TEENS TO DEVELOP THEIR FAITH IN THE SACRED HEART OF JESUS PARISH, TASIKMALAYA. The background of this title is the continuous rapid development of science and communication technology which is in one way increasingly sophisticated, but in the other way has changed the way people live. That constantly and rapidly changing situation also has implication for the millions of Christian teens who are now in their period of growing, especially in the Sacred Heart of Jesus Parish, Tasikmalaya. Thus, that situation concerns the researcher to see and determine whether the spiritual activities which are held in the Parish, primarily the retreat events, can help to foster the teens’ faith.

Retreat is an act of prayer which is done in silence. It is a spiritual exercise within the Catholic tradition in the light of the Gospel. During retreat people reflect on their life's journey, trying to find what is God's will for them. An audio-visual retreat highlights symbols that represent an experience of the participants as the result of their reflection. This symbolic approach is meant to be a way of communicating the retreatants’ experiences and not for teaching. The goal is not primarily an intellectual understanding, but the movement of the retreatants’ hearts and their repentance.

This research used a descriptive study that was a combination of qualitative and quantitative research, done by collecting data through interviews and questionnaires. The sample of this study were young people who had followed the retreats which were held by the Parish. The sampling technique was a purposive sampling which was a technique that was used when the sample had been selected, based on the purpose of the research. The instrument used was the Likert scale. This scale was used to measure the attitudes, opinion, and perception of individual or group about the understanding of retreat, of adolescent, the experience during the retreat as well as after it, the knowledge of an audio visual retreat and youth expectations on retreat in future that were developed in the 35 questions in the questionnaire and 5 questions in the interview.

The results showed that 70 % or about 14 respondents from 20 respondents indicated that there was no significant impression with its methods, means or mode of delivery when they were following a retreat. Approximately 60 % - 65 % or about 12-13 respondents from 20 respondents admitted that after following the retreat, they were not fully helped living their adolescent life, especially in developing and living out their faith. From the interview as a whole teenagers need something new that could meet their needs. Based on the research the teens need a new breakthrough, which is one of them can be an audio-visual retreat as a further development. An audio- visual retreat is expected to meet the needs of young people in the Parish of the Sacred Heart of Jesus Tasikmalaya and young people generally. A further study is needed to find out the effectivity of audio visual retreat in meeting Catholic teens’ need in developing their faith in the Sacred Heart of Jesus Parish, Tasikmalaya.


(3)

RETRET AUDIO VISUAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MEMPERKEMBANGKAN IMAN KAUM REMAJA

DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Asep Ari Kristian

NIM: 081124032

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus.

Kedua orang tuaku: Paulus Uus Krisna dan Anastasia Eti Juhati.

Adik-adikku: Hendrik, Kristin, Ipan, Firman, yang selalu ada dalam kehidupanku. Romo Paroki, para orang tua asuh, kaum remaja dan segenap pihak maupun umat di

Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya.

Teman-teman terbaikku, para sahabat angkatan 2008, dan semua pihak yang selalu membantu, mendampingi dan memberikan semangat baik dalam keadaan suka

maupun duka.

Para Romo, dosen dan karyawan di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(7)

v MOTTO

“Manfaatkanlah waktu, karena waktu tidak akan datang untuk kedua kali” (Penulis)

“Godaan, rintangan, tantangan jangan dijadikan sebagai hambatan dalam mencapai suatu tujuan, tetapi jadikanlah dorongan untuk meraih tujuan”

(Penulis)

“Ketika satu hal selesai, ada hal lain yang belum selesai dan memaksa untuk bekerja lebih keras. Saat itu aku tidak lagi duduk dan menyesal tetapi berlari untuk

mencapai garis finis” (Penulis)

“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,”

(I Petrus 1:14)

“Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka yang telah berusaha keras“


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul RETRET AUDIO VISUAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MEMPERKEMBANGKAN IMAN KAUM REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA. Latar belakang munculnya judul skripsi di atas adalah perkembangan zaman yang semakin terus berkembang dengan adanya teknologi dan komunikasi atau IPTEK yang semakin canggih, namun alat-alat ini telah mengubah zaman di mana orang hidup. Hal ini juga berdampak bagi jutaan remaja Kristiani yang sekarang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya, khususnya di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya. Oleh karena itu, ini menjadi keprihatinan penulis untuk mengetahui seberapa besar kegiatan rohani, terutama retret yang dilaksanakan di paroki dapat membantu perkembangan iman kaum remaja.

Retret adalah suatu proses doa yang dilakukan dalam merupakan suatu latihan rohani dalam tradisi Gereja Katolik, dalam terang Injil.Dalam retret, orang mau merefleksikan perjalanan hidup dan mencoba menemukan kehendak Tuhan bagi dirinya. Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Pendekatan simbolis ini bersandar bukan pada pengajaran, melainkan pada komunikasi pengalaman. Tujuannya bukan pertama-tama pemahaman intelektual, melainkan keikutsertaan hati dan pertobatan.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yakni gabungan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif, dengan pengumpulan data melalui wawancara dan kuesioner. Sampel penelitian ini adalah kaum remaja yang sudah mengikuti kegiatan retret yang dilaksanakan oleh Paroki. Pengambilan sampel dengan cara

purposive sampling yaitu teknik yang digunakan apabila anggota sampel dipilih berdasarkan tujuan penelitiannya. Instrumen yang digunakan ialah skala likert.

Skala likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang pengetahuan akan retret secara umum, pengertian remaja, pengalaman selama mengikuti retret, pengalaman setelah mengikuti retret, pengetahuan retret audio visual dan harapan kaum remaja mengenai kegiatan retret kedepannya yang dikembangkna dalam 35 soal kuesioner dan 5 soal dalam wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% atau sekitar 14 responden dari 20 responden menunjukan bahwa tidak ada kesan yang berarti ketika mengikuti retret baik dalam metode, sarana ataupun cara penyampaiannya. Sekitar 60% - 65 % atau sekitar 12 – 13 responden dari 20 responden mengakui bahwa sesudah mengikuti kegiatan retret belum sepenuhnya terbantu dalam perkembangan hidup remaja terutama dalam penghayatan atau perkembangan iman. Dari hasil wawancara secara keseluruhan, remaja perlu sesuatu yang baru yang bisa memenuhi kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian diperlukan terobosan baru untuk menjawab kebutuhan remaja Katolik. Salah satunya adalah dengan mengadakan retret audio visual. Diharapkan retret audio visual dapat menjawab kebutuhan dari kaum remaja Katolik di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya maupun kaum remaja pada umumnya. Diperlukan studi lanjut untuk mengetahui keefektifan metode retret audio visual ini dalam mengembangkan iman remaja Katolik di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya.


(11)

ix

ABSTRACT

This thesis entitled AUDIO VISUAL RETREAT AS AN ALTERNATIVE FOR THE TEENS TO DEVELOP THEIR FAITH IN THE SACRED HEART OF JESUS PARISH, TASIKMALAYA. The background of this title is the continuous rapid development of science and communication technology which is in one way increasingly sophisticated, but in the other way has changed the way people live. That constantly and rapidly changing situation also has implication for the millions of Christian teens who are now in their period of growing, especially in the Sacred Heart of Jesus Parish, Tasikmalaya. Thus, that situation concerns the researcher to see and determine whether the spiritual activities which are held in the Parish, primarily the retreat events, can help to foster the teens’ faith.

Retreat is an act of prayer which is done in silence. It is a spiritual exercise within the Catholic tradition in the light of the Gospel. During retreat people reflect on their life's journey, trying to find what is God's will for them. An audio-visual retreat highlights symbols that represent an experience of the participants as the result of their reflection. This symbolic approach is meant to be a way of communicating the retreatants’ experiences and not for teaching. The goal is not primarily an intellectual understanding, but the movement of the retreatants’ hearts and their repentance.

This research used a descriptive study that was a combination of qualitative and quantitative research, done by collecting data through interviews and questionnaires. The sample of this study were young people who had followed the retreats which were held by the Parish. The sampling technique was a purposive sampling which was a technique that was used when the sample had been selected, based on the purpose of the research. The instrument used was the Likert scale. This scale was used to measure the attitudes, opinion, and perception of individual or group about the understanding of retreat, of adolescent, the experience during the retreat as well as after it, the knowledge of an audio visual retreat and youth expectations on retreat in future that were developed in the 35 questions in the questionnaire and 5 questions in the interview.

The results showed that 70 % or about 14 respondents from 20 respondents indicated that there was no significant impression with its methods, means or mode of delivery when they were following a retreat. Approximately 60 % - 65 % or about 12-13 respondents from 20 respondents admitted that after following the retreat, they were not fully helped living their adolescent life, especially in developing and living out their faith. From the interview as a whole teenagers need something new that could meet their needs. Based on the research the teens need a new breakthrough, which is one of them can be an audio-visual retreat as a further development. An audio- visual retreat is expected to meet the needs of young people in the Parish of the Sacred Heart of Jesus Tasikmalaya and young people generally. A further study is needed to find out the effectivity of audio visual retreat in meeting Catholic teens’ need in developing their faith in the Sacred Heart of Jesus Parish, Tasikmalaya.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Kasih, Sang sumber hidup karena atas berkat, rahmat dan kasih-Nya telah membimbing, menuntun dan menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul RETRET AUDIO VISUAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MEMPERKEMBANGKAN IMAN KAUM REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA.

Skripsi ini penulis susun sebagai kepedulian dan keprihatinan terhadap kaum remaja dalam perkembangan, penghayatan iman remaja sebagai orang Katolik di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya. Bertolak dari situasi tersebut, penulis tertarik untuk membantu pendamping remaja, pihak Paroki dalam memperkembangkan iman kaum remaja melalui program retret audio visual. Berhadapan dengan dunia sekarang yang terus semakin berkembang dan semakin banyak pengaruh dunia ini yang kita terima dan kita yakini, bisa mempengaruhi kehidupan remaja yang menyebabkan perubahan dalam sikap baik dalam mendengar, cara berpikir, cara belajar, bahkan terhadap kehidupan rohani kaum remaja. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk melihat dan memberikan gambaran melalui program retret audio visual yang melihat dan memperhatikan kebutuhan, gaya atau kebiasan kehidupan dunia kaum remaja. Selain itu, skripsi ini juga disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(13)

xi

Berkat dukungan, pendampingan, bimbingan dan kerja sama yang baik dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, akhirnya penulisan skirpsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dengan penuh rasa syukur penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya dan mengucapkan banyak terimakasih melalui kesempatan ini kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen pembmbing utama yang telah memberikan kesempatan, memberikan waktu luang, rendah hati untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan-masukan juga pengetahuannya yang membangun dan bermanfaat dari awal hingga akhir penulisan skripsi dengan penuh kesabaran dan murah hati sehingga selesainya penulisan skripsi ini.

2. Bapak P. Banyu Dewa HS, S.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi, masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis ketika menghadapi hambatan maupun masalah dalam menyelesaikan skripsi dan selama proses kuliah di IPPAK.

3. Drs. Y. I. Iswarahadi, SJ. MA. selaku dosen penguji III yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca dan memberikan saran, masukan yang berarti dan membangun dalam perkembangan skripsi dan hidup penulis.

4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.

5. Segenap staf dosen program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas


(14)

xii

Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan sepenuh hati, penuh kesabaran telah mendidik, menuntun, mendampingi, mengarahkan dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan dari awal sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan Ilmu Pendidikan kekhususan Pendidikan Agama Katolik-Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu menyapa, memberikan senyuman, dan melayani penulis maupun mahasiswa/i dengan sepenuh hati dan kekeluargaan selama menjalani proses pendidikan dari awal sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Pastor YC. Kristiono, Pr, selaku pastor paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya yang telah membantu, mendorong, memberikan izin kepada penulis untuk menyusun, meneliti perkembangan iman kaum remaja.

8. Pastor Andreas Sudarman, Pr., Pastor Rudi, Pr., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, menimba ilmu di IPPAK-USD Yogyakarta ini.

9. Para anggota orang tua asuh di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya yang telah membantu penulis dengan memberikan biaya pendidikan selama menjalani proses pendidikan di IPPAK-USD Yogyakarta ini.

10. Ibu Lili Herlina dan Dr. Lanny yang selalu memberikan dukungan, semangat, masukan baik berupa saran maupun kritik yang membangun dan bermanfaat selama penulis menjalani proses pendidikan di IPPAK-USD Yogyakarta.

11. Kedua orang tua tercinta: Paulus Uus Krisna dan Anastasia Eti Juhati dan adik-adikku: Hendrik, Kristin, Ipan, Firman yang dengan penuh kasih dan cinta selalu mendoakan, mendukung, memberi semangat, menegur, mengingatkan,


(15)

xiii

membantu penulis dalam setiap perjalanan studi di IPPAK-USD Yogyakarta sehingga mendorong penulis untuk menyelesaikan studi ini dan membuat mereka bahagia.

12. Teman-teman mahasiswa/i angkatan 2008 yang telah mendukung, membantu dan menyemangati dengan kebersamaan, persaudaraan, kekeluargaan yang turut berperan dalam bentuk apapun sehingga penulis semakin mampu dan dikuatkan untuk terus berjuang dari awal studi sampai akhir studi ini.

13. Para sahabat terbaikku: Sr. Bernardin, Sr. Winanda, Sr. Ima, Sr. Agnes, Br. Yohanis, Wilin, Goy, Happy, Wuri, Dian, Via, Martin, Bela, Sugi, Cici, Tutiex melalui kehadiran mereka dan cara mereka yang mampu memberikan kekuatan bagi penulis selama menempuh studi di IPPAK-USD Yogyakarta.

14. Paskarada Gerada (cha-cha) dan keluarga yang tidak pernah berhenti selalu memberikan dukungan, doa, perhatian masukan-masukan dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis nilai melalui materi, namun Tuhan Yesus yang akan selalu tahu apa yang dilakukan umat-Nya.

15. Teman-teman kaum remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya yang telah membantu dan berpartisipasi selama penulis melakukan penelitian.

16. Kristina Verawaty (iyank) dan keluarga yang selalu ada baik suka maupun duka, selalu memberikan masukan, motivasi dan segala pengorbanannya yang tanpa batas.

17. Semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan proses studi dari awal hingga menyelesaikan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu baik dari segi moril, materil, spiritual maupun dengan caranya


(16)

(17)

masing-xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR SINGKATAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II RETRET AUDIO VISUAL DAN PERKEMBANGAN IMAN KAUM REMAJA ... 11

A. Kajian Pustaka ... 11

1. Retret Audio Visual ... 11

a. Pengertian Retret ... 11

b. Tujuan Retret ... 12

c. Persyaratan Dasar dalam Retret ... 12


(18)

xvi

2. Pengertian Retret Audio Visual ... 15

a. Audio Visual sebagai Sarana Retret ... 15

b. Ciri Retret Audio Visual ... 17

c. Proses Retret Audio Visual “Symbolic Way” ... 17

3. Remaja ... 20

a. Pengertian Remaja ... 20

b. Ciri-ciri Remaja ... 22

c. Perkembangan Kaum Remaja ... 24

d. Permasalahan Kaum Remaja ... 30

4. Penghayatan Iman Kaum Remaja ... 35

a. Pengertian Iman ... 35

b. Aspek-aspek Iman ... 37

c. Penghayatan Iman ... 39

B. Kesimpulan ... 41

BAB III GAMBARAN KEGIATAN RETRET REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA ... 45

A. Gambaran Umum Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 45

1. Sejarah Singkat Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 45

2. Letak dan Batas-batas Geografis Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 55

3. Keadaan Remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 55

4. Kegiatan Retret di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 57

B. Metodologi Penelitian ... 58

1. Latar Belakang Penelitian ... 58

2. Tujuan Penelitian ... 59

3. Manfaat Penelitian ... 59

4. Jenis Penelitian ... 60

5. Desain Penelitian ... 61

6. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 62


(19)

xvii

8. Populasi dan Sampel ... 65

9. Identifikasi Variabel ... 66

10. Definisi Operasional Variabel ... 67

11. Instrumen Penelitian ... 68

C. Laporan Hasil Penelitian dengan Kuesioner ... 69

1. Pemahaman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya tentang Pengertian Remaja, Ciri-ciri Remaja ... 69

2. Pemahaman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya tentang Pengertian Retret, Ciri-ciri Retret, Tujuan Retret ... 72

3. Pengalaman Remaja paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya dalam Mengikuti Retret ... 75

4. Perkembangan Iman Remaja Paroki Hati kudus Yesus Tasikmalaya Setelah Retret ... 78

D. Laporan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 80

E. Pembahasan Hasil Penelitian Wawancara dan Kuesioner ... 82

1. Pemahaman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya Mengenai Penegertian Remaja, Ciri-ciri Remaja ... 82

2. Pemahaman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya Mengenai Penegertian Retret, Ciri-ciri Retret, Tujuan Retret ... 84

3. Pengalaman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya Selama Mengikuti Retret ... 86

4. Perkembangan Iman Remaja Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya Setelah Mengikuti Retret ... 88

5. Pembahasan Hasil Wawancara ... 90

F. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 92

G. Refleksi Kateketis Hasil Penelitian ... 93

IMAN REMAJA DALAM BENTUK RETRET MODEL AUDIO VISUAL ... 96

A. Alternatif Bentuk Retret bagi Perkembangan Iman Kaum Remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya ... 96


(20)

xviii

B. Program Meningkatkan Perkembangan Iman Kaum Remaja ... 98

1. Latar Belakang Pemilihan Program ... 99

2. Tujuan Pemilihan Program ... 102

C. Usulan Program Retret audio visual ... 102

1. Tema ... 102

2. Tujuan ... 103

3. Peserta ... 103

4. Tempat dan Waktu ... 103

5. Dinamika Pengalaman Rohani ... 104

6. Bentuk Retret ... 105

7. Metode Retret: Model Audio Visual dengan Latihan Symbolic Way ... 105

8. Sarana ... 105

9. Tim Pendamping ... 106

10. Susunan Acara ... 106

D. Matriks Program Retret Audio Visual ... 108

1. Pemikiran Dasar ... 108

2. Matriks Program Retret Audio Visual ... 111

3. Contoh Satuan Pendampingan ... 127

BAB V PENUTUP ... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 140

LAMPIRAN ... 142

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian dan Panduan Wawancara ... (1)

Lampiran 2 Hasil Wawancara dengan Responden ... (5)


(21)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Kuesioner untuk Pertanyaan/Pernyataan Positif ... 64

Tabel 2 Variabel Penelitian ... 68

Tabel 3 Contoh Pertanyaan Wawancara ... 68

Tabel 4 Pemahaman Tentang Remaja ... 69

Tabel 5 Pemahaman Tentang Retret ... 72

Tabel 6 Pengalaman Retret ... 75

Tabel 7 Pengalaman Setelah Retret ... 78

Tabel 8 Hasil Wawancara ... 80


(22)

xx

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Rom : Roma

Ptr : Petrus Ibr : Ibrani Kej : Kejadian Gal : Galatia Sam : Samuel Ef : Efesus

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja DV : Dei Verbum

SJ : Serikat Jesuit OSC : Ordo Salib Suci Pr : Praja

St : Santo

C. Singkatan Lain TV : Televisi

IPTEK : Ilmu Pengembangan Teknologi dan Komunikasi CD : Compact Disc

Art : Artikel


(23)

xxi TNI : Tentara Nasional Indonesia AD : Angkatan Darat

BRI : Bank Rakyat Indonesia TK : Taman Kanak-kanak SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama Jl : Jalan

No : Nomor RW : Rukun Warga

PMII : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia IPNU : Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama

KKN : Kuliah Kerja Nyata

IAIC : Institut Agama Islam Cipasung FPBUB : Forum Persaudaraan Umat EKM : Ekaristi Kaum Muda Dkk. : Dan Kawan-kawan R : Responden

LCD : Liquid Crystal Display

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik USD : Universitas Sanata Dharma

Lih : Lihat Ex : Example


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia telah berubah menjadi desa dunia. Desa dunia atau desa global adalah konsep mengenai perkembangan teknologi dan komunikasi atau IPTEK, di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar (Iswarahadi 2010: 21). Kita hidup dengan televisi, video tape, alat perekam, komputer, kamera, proyektor, mesin cetak, mesin fotokopi – segala perpanjangan mekanis dari diri manusia. Alat-alat ini telah mengubah zaman di mana orang hidup (Rukiyanto, 2012: 261). Sekarang ini teknologi canggih telah merambah dan memperluas kemungkinan yang baru di seluruh dunia dan menyebabkan perubahan dalam sikap baik dalam mendengar, cara berpikir, cara belajar bahkan cara berdoa.

Sebagian besar orang menganggap dapat membentuk jati dirinya dengan mengikuti gaya hidup orang lain yang dipandang keren, selebritis tertentu atau memakai barang-barang, seperti handphone, laptop, tas mahal untuk menunjukkan, “Ini lho aku!” Pencarian jati diri ini bukan hanya mencari nilai dan tujuan untuk dijadikan dasar hidup mereka, tetapi mencari satu gambar diri, satu identitas yang sebetulnya sangat dipengaruhi oleh keinginan pribadi (ke-AKU-an). Yang kurang disadari adalah keinginan tersebut dibentuk oleh media (TV, radio, internet, majalah). Semakin banyak pengaruh dunia ini yang kita terima dan kita yakini, maka semakin jauh kita dari Tuhan. Kita pun akan kehilangan pegangan dalam hidup ini. Hidup hanya akan terus terombang-ambing


(25)

oleh arus zaman. Kita akan terjerumus pada hal-hal duniawi yang dangkal. Kita pun jadi kehilangan prioritas dalam hidup ini. Jati diri tidak bisa ditemukan dengan meniru gaya hidup orang lain, tetapi ditemukan saat iman yang kita miliki itu mengajar, menginspirasi, memotivasi, dan mendorong kita melakukan perbuatan-perbuatan baik. Ini menjadi tantangan bagi generasi remaja yang mengakibatkan kemerosotan dalam pengetahuan tentang iman beserta dampak pada kualitas hidup mereka.

Kaum Remaja adalah harapan, generasi penerus, ahli waris dan masa depan bangsa dan Gereja. Jutaan remaja Kristiani sekarang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Kaum remaja sedang mengalami proses pertumbuhan fisik dan perkembangan kepribadian (mental, emosional, sosial, moral, dan religius) dengan segala permasalahannya. Ada tanda-tanda keliaran pada permulaan tumbuhnya usia remaja. Mereka menderita kegelisahan karena mereka tidak mengerti akan pertumbuhan yang sedang mereka alami. Mereka menunjukkan sikap menantang, kurang menghiraukan petunjuk-petunjuk dan nasihat dari orang tuanya. Mereka juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Dalam masa ini remaja masih perlu belajar banyak dari orang lain, mereka perlu mengembangkan dirinya agar maju dan menjadi dewasa. Ini juga yang dialami oleh remaja yang ada di Paroki Tasikmalaya. Menjadi remaja adalah suatu proses perkembangan, yaitu belajar menemukan dirinya sendiri, dan kemudian dapat menilai kemampuan-kemampuannya dalam bidang jasmani, pikiran, perasaan dan dalam bidang moral serta bidang rohani. Itulah yang diharapkan penulis bagi remaja yang ada di Paroki Tasikmalaya.


(26)

Dalam perkembangannya menuju usia dewasa, remaja menghadapi masalah-masalah dalam hal keagamaannya.

Ketika masih kanak-kanak, mereka melaksanakan kegiatan keagamaannya karena meneladani atau ikut perintah orang tua dan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh atas dirinya. Ketika menjelang dewasa, praktek ajaran seperti: arti agama, arti hidup, agama dan ibadat, agama dan hidup, agama dan kejahatan, arti hidup sesudah mati bahkan keberadaan Tuhannya mulai dipertanyakan (Mangunhardjana,1986: 83).

Mereka membutuhkan penjelasan tentang keagamaan yang memuaskan. Jika semua itu tidak terjawab, mereka meragukan kebenaran ajaran agamanya sendiri yang dapat mengakibatkan mereka pindah agama, atau mereka tidak mau memeluk salah satu agama.

Dapat dikatakan bahwa "masa remaja" adalah masa mencari nilai hidup secara reflektif. Mereka mulai sadar akan diri sendiri serta kekurangan-kekurangannya dan secara sadar pula memikirkan manusia ideal yang didambakannya menjadi pribadi yang dewasa. Ciri-ciri pribadi yang matang/dewasa (Alfrot, 1999: 22), yaitu:

a) Mampu mengembangkan makna diri sendiri.

b) Mampu menjalani hubungan yang hangat dengan orang lain. c) Mampu menerima diri.

d) Mempunyai cara pandang yang realistis. e) Mempunyai pemahaman diri yang benar. f) Mempunyai filsafat hidup yang membangun.

Permasalahan remaja dewasa ini untuk menjadi semakin dewasa membuat penulis tertarik untuk mengkaji persoalan yang ada pada remaja di Paroki Tasikmalaya, Jawa Barat. Tujuan dari penulis adalah membantu mereka untuk


(27)

mengintegrasikan perspektif iman akan Yesus Kristus dalam kehidupan mereka. Penulis melihat bahwa kondisi dunia sekarang dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju, dengan kompleksitas masalah sosial dan perubahan yang sangat cepat membuat seseorang menjadi pribadi yang mudah labil. Padahal, modernisasi itu sendiri amat sangat membutuhkan figur-figur pribadi yang dewasa. Salah satu tujuan utama dari modernisasi itu sendiri adalah membentuk pribadi-pribadi dewasa, bukan sebaliknya, malah melabilkan kedewasaan seseorang. Pada kenyataannya yang sering kita temui sekarang, modernisasi justru banyak membuat manusia labil, tidak dewasa.

Kaum remaja harus diajak untuk berefleksi, tindakan apa yang dapat dilakukan menuju masa depan agar dapat menyerahkan diri secara penuh kepada Tuhan dan tidak jatuh ke dalam situasi yang labil.

Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Efesus 4: 13-15).

Mencintai Allah berarti juga mencintai diri, sesama, dan lingkungan hidupnya, yang pada muaranya mereka ungkapkan dan wujudkan dalam sikap dan tingkah laku dalam hidup sehari-hari. Sebaliknya pada orang yang mengaku beriman, tetapi mengabaikan diri, sesama, dan lingkungan hidupnya, berarti tidak mencintai Allah. Dari tumbuhnya sikap iman ini diharapkan remaja semakin terkondisi untuk bergaul dan bekerjasama dengan sesama maupun alam lingkungannya, sehingga tidak mudah merugikan sesama dan merusak lingkungan


(28)

hidup demi kepentingannya sendiri saja, bahkan sebaliknya mengupayakan kesejahteraan sesamanya dan lingkungan.

Salah satu cara yang kiranya cocok untuk dipakai dalam mengembangkan iman kaum remaja di Paroki Tasikmalaya Jawa Barat adalah dengan mengikuti kegiatan-kegiatan rohani yang ada, salah satunya retret. Retret adalah suatu proses doa yang dilakukan dalam suasana berbagi rasa. Dalam retret orang untuk sementara waktu menjauhkan diri sendiri dari lingkungan biasanya. Retret merupakan suatu latihan rohani dalam tradisi Gereja Katolik dalam terang Injil.

Latihan Rohani ialah semua cara mempersiapkan jiwa dan menyediakan cara hati untuk melepaskan diri dari segala lekat tak teratur, dan selepasnya dari itu, lalu mencari dan mendapatkan kehendak Ilahi dalam hal mengatur hidup, guna keselamatan jiwanya (Jacobs, 1988: 9)

Jelas bahwa latihan rohani ini menjadi wahana untuk merefleksi diri dan menyadari keberadaan sebagai bagian dari Gereja dan bagian dari masyarakat. Dalam retret orang mau merefleksikan perjalanan hidup, mencoba menemukan kehendak Tuhan bagi dirinya. Sebuah retret biasanya dilakukan untuk alasan spiritual, agar orang semakin dewasa dalam iman.

Memajukan martabat setiap pribadi terutama kaum remaja merupakan salah satu usaha yang penting. Selama ini remaja di Tasikmalaya sudah mengikuti berbagai kegiatan rohani. Namun dari pengamatan penulis, Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap perkembangan iman remaja sebagai salah satu tugas dan tanggung jawab sebagai lembaga yang berwenang. Padahal Paroki diharapkan dapat terus-menerus memberikan perhatian terhadap remaja sebagai generasi penerus Gereja dalam


(29)

perkembangan iman melalui kegiatan-kegiatan rohani salah satu kegiatan rohani yang mendukung perkembangan iman remaja adalah retret.

Bertolak dari pemikiran di atas, penulis mengangkat tema ini untuk skrispi dengan judul “RETRET AUDIO VISUAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF DALAM MEMPERKEMBANGKAN IMAN KAUM REMAJA DI PAROKI HATI KUDUS YESUS TASIKMALAYA”.

Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan sumbangan yang berguna bagi perkembangan iman remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya. Sebagaimana jalan alternatif bisa dilalui oleh kendaraan sesuai dengan kebutuhan, begitu juga retret audio visual ini dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan iman kaum remaja.

B. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud retret audio visual?

2. Apa yang dimaksud iman?

3. Seberapa besar pengaruh retret yang sudah pernah dilakukan terhadap perkembangan iman kaum remaja di Paroki Tasikmalaya Jawa Barat?

4. Bagaimana mengembangkan iman kaum remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah:


(30)

2. Memahami pengertian iman.

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh retret terhadap perkembangan iman kaum muda di Paroki Tasikmalaya Jawa Barat

4. Menawarkan program retret audio visual untuk mengembangkan iman kaum remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan adalah:

1. Bagi remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya: menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman tentang retret audio visual. Remaja dapat mencintai diri, sesama, dan lingkungan hidupnya, yang pada muaranya mereka ungkapkan dan wujudkan dalam sikap dan tingkah laku dalam hidup sehari-hari, dan menyerahkan diri secara penuh kepada Tuhan.

2. Bagi pembinaan iman remaja: dapat menambah pemahaman yang cukup tentang mewujudkan iman secara konkret yang merupakan jawaban dan tanggapan manusia terhadap Tuhan, sehingga mampu menerapkan imannya dalam kehidupan sehari-harinya, kreatif, tidak mudah ikut-ikutan, jauh dari perasaan takut dalam menghadapi situasi baru dan mempergunakan imannya sebagai sumber bagi motivasi dan inspirasi baru

3. Bagi Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya: sebagai sumbangan dalam membantu mengembangkan, memperkaya, meningkatkan kegiatan-kegiatan rohani dalam mengembangkan iman remaja yang semakin matang.

4. Bagi penulis: dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang semakin luas mengenai retret audio visual ini sebagai alternatif dalam


(31)

mengembangkan iman remaja, sehingga penulis dapat membantu dalam membentuk pribadi-pribadi remaja yang semakin dewasa.

5. Bagi pembaca: diharapkan juga penulisan ini dapat menjadi bahan referensi, bekal untuk lebih meningkatkan kualitas perkembangan iman Kristiani remaja di mana pun.

E. Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah metode analisis deskriptif yaitu memaparkan dan menganalisis permasalahan yang ada sehingga ditemukan pemecahan yang tepat dan sesuai. Metode deskriptif dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan sistematika fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat (Sukardi, 2003: 157). Penggabungan metode kualitatif dan kuantitatif. Penulis menggunakan metode kuantitatif (Sugiyono, 1999:135), yaitu angket ialah daftar pertanyaan atau pernyataan yang diberikan kepada responden. Jenis angket yang digunakan bersifat tertutup dengan menggunakan checklist. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yakni pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh kemudian penulis diskripsikan ke dalam suatu bentuk laporan disertai analisanya. Penulis mengadakan penelitian terhadap kaum remaja yang berada di Paroki Tasikmalaya Jawa Barat.

F. Sistematika Penulisan

Tulisan ini mengambil judul “Retret Audio Visual sebagai Salah Satu Alternatif dalam Memperkembangkan Iman Kaum Remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalya” dan dikembangkan menjadi bab berikut:


(32)

Bab I: Pendahuluan

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II: Kajian Pustaka dan Hipotesis

Dalam bab ini disajikan pengertian retret, tujuan retret, persyaratan dasar dalam retret, materi-metode dan sarana retret. Pengertian retret audio visual; audio visual sebagai sarana retret, ciri retret audio visual, proses retret audio visual “symbolic way”. Pengertian remaja, ciri-ciri remaja, perkembangan kaum remaja, permasalahan kaum remaja. Penghayatan iman kaum remaja, pengertian iman, aspek-aspek iman, penghayatan iman, kesimpulan.

Bab III: Metode Penelitian

Dalam bab ini disajikan Gambaran umum Paroki hati Kudus Yesus Tasikmalaya, sejarah singkat Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya, letak dan batas-batas geografis, keadaan kaum remaja di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya, kegiatan retret di Paroki Hati Kudus Yesus Tasikmalaya. Metodologi penelitian yang meliputi: Latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, desain penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, instrumen penelitian. Laporan hasil penelitian dengan kuesioner, laporan hasil penelitian dengan wawancara. Pembahasan hasil penelitian


(33)

wawancara dan kuesioner. Kesimpulan hasil penelitian. Refleksi kateketis hasil penelitian.

Bab IV: Usulan Program

Dalam bab ini berisikan alternatif bentuk program retret bagi perkembangan iman kaum remaja. Latar belakang pemilihan program. Tujuan pemilihan program. Usulan program retret audio visual. Matrik program retret audio visual yang meliputi: pemikiran dasar, matrik program retret audio visual dan contoh satuan pendampingan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran


(34)

BAB II

RETRET AUDIO VISUAL DAN

PERKEMBANGAN IMAN KAUM REMAJA

A. Kajian Pustaka

1. Retret Audio Visual

a. Pengertian Retret

Retret berasal dari kata latin Retrare yang berarti “Mengundurkan Diri”. Mengundurkan diri dapat diasumsikan sebagai menyepi; menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari; meninggalkan dunia ramai (Tangdilitin, 1984: 94). Mengundurkan diri mempunyai arti:

1) Mengundurkan diri berarti: mundur dari aktivitas hidup sehari-hari. Secara

khusus meluangkan waktu untuk mengolah diri dan hidupnya.

2) Mengundurkan diri berarti: proses refleksi atas pengalaman yang pernah

dialami sebagai upaya memperdalam pertanyaan mengenai hakekat dan kualitas keberadaan hidupnya.

3) Mengundurkan diri berarti: secara khusus membangun sebuah disposisi batin

untuk bertemu dengan Allah, sumber seluruh kehidupannya (mencari makna hidup yang paling dalam)

Retret memiliki beberapa makna yang berkaitan, yang pada umumnya berupa gagasan untuk sementara waktu menjauhkan diri sendiri dari lingkungan biasanya. Kegiatan retret dapat berarti sebuah periode pengalaman menyendiri atau pun pengalaman mengasingkan diri bersama dengan sebuah kelompok/komunitas. Retret dapat dilakukan dalam


(35)

suasana berbagi pengalaman, tergantung dari kebiasaan yang dilakukan oleh pendampingnya. Bila retret diartikan sebagai kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan atau menemui Tuhan, maka yang memberi retret adalah Tuhan sendiri. Tuhanlah yang memanggil dan menemui peserta.

b. Tujuan Retret

Setiap retret memiliki suatu tujuan. Ada dua tujuan retret, yaitu:

1) Tujuan utama: untuk bertemu Tuhan secara pribadi dan menemukan kehendak-Nya agar dapat hidup menurut kehendak-Nya.

2) Tujuan sekunder (Tujuan Pribadi) :

- Untuk mengadakan pemilihan hidup, - Untuk penyegaran hidup rohani, - Untuk belajar berdoa,

- Untuk mengenal siapakah aku, - Dan lain-lain.

Dengan demikian retret dimaksudkan untuk mengajak orang mengundurkan diri dari aktivitas sehari-hari sehingga dapat berjumpa dengan Allah. Dalam retret orang dapat berkomunikasi dengan Allah dan mendengarkan sapaan Allah kepadanya.

c. Persyaratan Dasar dalam Retret

1) Proses doa

Dalam proses doa, orang meninjau karya Allah, cara Allah berkarya serta bimbingan-Nya dan tanggapannya atas karya Allah itu. Doa berarti berbicara


(36)

dengan Allah, mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, sebagai kata cinta seorang anak kepada Bapanya. Maka doa dapat timbul dari kesusahan hati yang bingung, tetapi juga dari kegembiraan jiwa yang menuju ke masa depan yang bahagia. Dalam proses doa seperti dalam retret kita menemukan kembali diri dan hidup kita di jalan menuju kepada Allah.

2) Keheningan

Keheningan yang dimaksud meliputi dua hal, yaitu: i) Keheningan sebagai suasana yang dibangun sehingga peserta semakin mampu untuk masuk dalam renungan dan doa-doa secara lebih nyaman. Dengan demikian peserta semakin mampu untuk masuk dalam renungan dan doa-doa secara lebih enak. ii) Keheningan sebagai proses batin; dimaksudkan sebagai upaya pribadi yang siap untuk mengolah hidupnya bersama dengan Allah.

3) Keterbukaan

Keterbukaan yang dimaksud meliputi dua hal, yaitu: i) Keterbukaan hati terhadap Allah merupakan bagian penting karena dalam retret “guru” utamanya adalah Allah sendiri. Untuk itu hati yang terbuka dimaksudkan sebagai sebuah bentuk kesiapan hati untuk diajar oleh Allah. ii) Keterbukaan hati terhadap pendamping; pendamping berperan sebagai pengantar peserta dalam mengalami perjumpaan dengan Allah. Keterbukaan terhadap pendamping diperlukan sebagai bentuk pengolahan bersama.


(37)

4) Kebebasan kehendak

Karena retret merupakan sarana perjumpaan dengan Allah, dari diri peserta dibutuhkan suasana yang lepas bebas. Peserta mengikuti retret bukan karena terpaksa, melainkan karena mempunyai motivasi terdalam.

5) Kejujuran

Umumnya retret mengarah pada penegasan atas pilihan-pilihan kehidupan yang nantinya akan dijalani sesudah retret. Oleh karena itu, kejujuran dalam pengolahan dan proses penemuan-penemuan keputusan menjadi berarti. Dengan semakin jujur peserta diharapkan dapat memutuskan keputusan-keputusan hidupnya.

d. Materi, Metode dan Sarana Retret

Materi yang digunakan dalam retret disesuaikan dengan kebutuhan peserta, mengenai hal - hal apa yang ingin diolah.

Dalam melakukan retret digunakan berbagai macam metode yang dapat membantu proses pelaksanaan retret. Metode retret dapat berupa ceramah, diskusi, dialog yang mendalam, eksplorasi, meditasi, dinamika kelompok dan refleksi. Metode tersebut berfungsi untuk mempermudah pendamping dalam memberikan materi supaya dapat ditangkap oleh peserta retret.

Selain itu, hal yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan retret adalah agar adanya sarana retret dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Sarana bertujuan untuk memperlancar kegiatan retret, dan


(38)

membuat retret menjadi menarik dan mendalam; misalnya musik, permainan, kertas flap, dan lain-lain.

2. Pengertian Retret Audio Visual

a. Audio Visual sebagai Sarana Retret

Pengalaman Pierre Babin dalam bukunya “The New Era in Religious Communication” mengatakan bahwa di dalam biji yang tertanam di hati manusia, Pierre Babin telah menemukan suatu kekuatan yang luar biasa. Inspirasinya berasal dari situ untuk memperkembangkan teknologi pendidikan. Seakan-akan di dalam biji yang baru mau tumbuh itu, Pierre Babin melihat sesuatu mengenai masa depan. “Dunia baru” tidak dapat diwartakan dengan memuaskan suatu keinginan yang samar, melainkan dengan mempelajari kemungkinan nyata yang terdapat dalam teknologi baru untuk mengkomunikasikan iman (Babin 1991: 2).

Pengalaman ini menjadi suatu terobosan bagi Pierre Babin di mana dia menemukan suatu penemuan dunia audio visual yang dikenal dengan bahasa audio visual. Bahasa audio visual mempunyai hubungan dengan Injil: i) metode audio visual sebagai alat pembantu pengajaran. Melalui metode audio visual pelajaran agama menjadi lebih menarik. ii) sarana audio visual bukan saja alat pembantu melainkan sebagai bahasa tersendiri. Seseorang dapat mengerti bukan hanya melalui kata-kata saja, melainkan melalui perangsang gambar dan music atau suara. iii) media audio visual sebagai kebudayaan baru yang meliputi segala-galanya (Babin 1991: 3 – 4). Teknologi modern dan khusunya media audio visual dilukiskan sebagai kunci untuk menafsirkan kebudayaan kita. Pusat pemikirannya ialah teknologi komunikasi atau “media sendiri merupakan pesan” (the medium is


(39)

the message). Rumusan ini juga dapat diterapkan pada Kristus, bukan kata-kata yang diucapkan Kristus melainkan Kristus sendiri dan seluruh karya-Nya merupakan pesan. Oleh sebab itu dari pengamatan media audio visual menegaskan bahwa pesan sebuah program tidak terletak dalam kata-kata yang diucapkan tetapi dalam kesan yang ditimbulkan oleh orang yang berbicara. Inti bahasa audio visual adalah kesan (modulasi). Dalam bahasa teknis modulasi adalah kecepatan getaran gelombang yang berubah panjangnya, kekuatannya dan lain-lain yang dirasakan oleh indera dan menimbulkan emosi, khayalan dan bahkan ide (Babin 1991: 6 – 9).

Audio Visual adalah sarana elektronik yang dapat dilihat dan didengar untuk membantu mengungkapkan seluruh pangalaman manusia (Ernestine dkk., 1977: 8). Audio Visual bukan hanya gagasan yang diungkapkan dalam gambar dan musik. Audio visual tidak hanya memberikan kesempatan kepada kita untuk menyampaikan kata-kata dengan teliti, namun yang terpenting adalah menyampaikan pengalaman peserta retret secara utuh dan menyeluruh. Bahasa audio visual tidak banyak menyampaikan doktrin, tetapi justru memancing peserta untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan yang ada dalam pikiran peserta retret. Bahasa audio visual menuntut kreativitas, partisipasi, efektivitas dan kesadaran serta pikiran kritis. Meskipun demikian perlu diingat dan diketahui bahwa audio visual tidak hanya menyampaikan gambar atau suara, tetapi juga menyampaikan pengetahuan walaupun tidak selengkap dan seteliti pengetahuan yang tertulis dalam buku (Iswarahadi 2003: 29-33).


(40)

b. Ciri Retret Audio Visual

Audio Visual memiliki ciri yang sangat unik yaitu suatu bentuk penyampaian iman umat dengan menggunakan media seperti foto, film, CD dan lain-lain. Oleh sebab itu peranan media audio visual harus membuka jalan untuk suatu kebudayaan yang akan memberi bentuk baru. Dalam hal ini bukan hanya suara, gambar-gambar pun dapat mengungkapkan perasaan, isi hati, bahkan seluruh pribadi si pendengar. (Ernestine dkk., 1977: 7).

Retret audio visual lebih menonjolkan simbol-simbol yang menggambarkan suatu pengalaman peserta hasil dari refleksinya. Apa itu simbol? Simbol adalah bentuk/tanda. Simbol itu sekaligus merupakan definite focus of interest, sebuah sarana berkomunikasi, sekaligus dasar-dasar umum untuk memahami. Simbol itu membuka pintu kepada dunia yang lebih luas, penuh misteri dan mengatasi kemampuan manusia untuk menggambarkannya (Trimulyono 2008: 1). Pendekatan simbolis ini bersandar bukan pada pengajaran, melainkan pada komunikasi pengalaman. Tujuannya bukan pertama-tama pemahaman intelektual, melainkan keikutsertaan hati dan pertobatan (Iswarahadi 2003: 31).

c. Proses Retret Audio Visual “Symbolic Way

Bahasa simbol adalah bahasa yang menggoda, menggetarkan emosi sebelum akhirnya berfungsi menerangkan. Bahasa simbol menggerakkan bukan hanya roh tetapi juga hati dan tubuh manusia. Bahasa simbolis adalah bahasa penuh resonansi, ritme, cerita, imaginasi, sugesti dan koneksi (Iswarahadi 2010: 23). Bahasa simbol mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imajinasi dan


(41)

cerita yang berdampak mendalam pada emosi orang. Tujuan utama bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan. Proses menemukan simbol melalui beberapa tahapan (Trimulyono, 2008: 2–3), yakni:

a) Exodus

- Dalam kesendirian dan keheningan mengadakan perjalanan keluar dari kamar, rumah atau ruangan.

- Mengaktifkan semua panca indera dan melatih kepekaannya untuk menangkap segala peristiwa.

- Melepaskan segala konsep atau pikiran, dan berkonsentrasi untuk masuk ke dalam pengalaman diri di tengah alam.

- Setelah batas waktu yang ditentukan, mengadakan refleksi pribadi. b) Refleksi Pribadi

- Mengumpulkan insight dan pengalaman rasa, memberi fokus pada pengalaman yang paling kuat.

- Merumuskan pengalaman dengan kata kunci. - Menemukan simbol atas pengalaman itu.

c) Sharing dalam Kelompok Kecil

- Kata-kata kunci tadi disharingkan termasuk simbol dan penjelasan seperlunya.

- Semua saling mendengarkan.

- Kelompok mencoba memaknai pengalaman bersharing dengan membuat refleksi lebih lanjut.


(42)

d) Sharing dalam Kelompok Besar/Pleno

- Apa yang diperoleh dalam sharing kelompok disampaikan kepada kelompok yang lebih besar.

- Pada kesempatan ini simbol-simbol bisa ditampilkan juga. e) Kembali ke Kelompok Kecil

- Berdasarkan apa yang sudah disharingkan dan masukan dari kelompok lain, peserta merancang sebuah presentasi secara audio visual.

- Menyusun naskah, menyiapkan adegan-adegan, casting pemain, menyiapkan properti, dan lain-lain.

- Berlatih pementasan. f) Selebrasi

- Kelompok sebagai kesatuan merayakan pengalaman yang diperoleh dalam bentuk ekspresi audio visual di depan kelompok lain.

- Mendengarkan evaluasi

- Mengambil inti sari dari pengalaman “simbolic way”

Prinsip dasar retret audio visual adalah menyampaikan ide melalui perasaan orang. Pengalaman peserta itulah yang menjadi titik tolaknya. Hasil refleksi peserta atau tema-tema permasalahan yang muncul kemudian direfleksikan dengan bantuan Kitab Suci. Dalam proses lebih lanjut dipilih program audio visual yang kira-kira bisa membantu untuk memperdalam refleksi. Kekuatan audio visual dapat dideteksi dari refleksi yang mereka ungkapkan dalam reaksi spontan sesudah penayangan, saat doa-doa spontan, maupun kesan-kesan pada akhir retret audio visual (Iswarahadi 2010: 34).


(43)

Simbolic way adalah cara yang paling cocok untuk meletakkan suasana yang nyaman bagi sabda Tuhan pada zaman modern, generasi TV dan generasi digital (Rukiyanto; 2012: 263). Dalam konteks mengembangkan iman, hal yang utama adalah bagaimana memanfaatkan keadaan mereka sesuai kebutuhan remaja, mencari cara yang praktis untuk segala apa yang mereka inginkan agar langsung merasakan maknanya. Makna ini diciptakan melalui dan dipertahankan oleh interaksi pribadi di mana setiap individu memperoleh makna untuk dirinya dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol. Dengan demikian proses tersebut merupakan suatu kegiatan mengelola pesan (keselamatan) dengan tujuan menciptakan makna (imani) (Iswarahadi 2010: 20).

3. Remaja

a. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1980: 206). Monks mengatakan bahwa remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa. Ia melihat bahwa remaja berada di antara anak dan orang dewasa (Monks, 1982: 216). Menurut Shelton, kaum remaja adalah orang-orang yang berusia antara 12-20 tahun dan sedang mengalami tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral serta religius.


(44)

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa remaja adalah orang yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan. Remaja berada pada masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju dewasa. Remaja adalah harapan dan masa depan Gereja dan masyarakat. Dalam perkembangannya, harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta permasalahan yang timbul sebagai akibat dari perkembangan yang mereka alami dan kebutuhan yang perlu dipahami.

Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga dapat berperan aktif dan positif dalam kehidupan keluarga, Gereja dan masyarakat.

Hendaknya remaja diberi kemungkinan, kesempatan, kepercayaan dan tanggung jawab sebagai subjek dan pelaku utama proses bina diri dan saling bina. Mereka bukan lagi bejana kosong yang perlu diisi atau lilin yang harus dibentuk menurut selera para pembina. Dengan demikian, segala bentuk pengembangan yang sifatnya menggiring, mendikte, mengobjekkan dan memperalat demi suatu kepentingan di luar perkembangan diri mereka haruslah dihindari dan dihilangkan. Hakikat pengembangan kaum remaja sebagai karya pastoral adalah pelayanan dan pendampingan.


(45)

b. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi setiap orang, di mana pada masa remaja terjadi berbagai macam perubahan dalam diri seseorang. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena memiliki sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam hidup masyarakat (Munawar, 2005:122). Pada masa remaja, seorang remaja memiliki ciri-ciri yang dapat kita lihat. Di bawah ini akan diuraikan satu persatu mengenai ciri-ciri remaja (Hurlock, 1990: 207-209).

1) Mempunyai daya imajinasi dan fantasi yang tinggi serta cenderung tidak

realistik

Perkembangan kognitif yang dialami oleh remaja menyebabkan mereka dapat mempunyai imajinasi dan fantasi yang tinggi. Perkembangan kognitif ini memampukan mereka untuk berpikir melampaui batas normal. Daya imajinasi dan fantasi yang tinggi mengakibatkan mereka sering kali tidak berpikir secara realistik, serta mengakibatkan mereka kadang-kadang tidak dapat menerima keadaan yang sebenarnya. Daya imajinasi yang dimiliki oleh remaja dapat membuatnya sangat kreatif dalam melakukan sesuatu.

2) Mudah terpengaruh oleh dunia luar dan mudah meniru apa yang

dilakukan oleh orang dewasa

Dalam pencarian jati diri, remaja belum mampu menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Remaja mudah sekali terpengaruh oleh dunia luar, seperti terpengaruh untuk melakukan tindakan-tindakan yang mereka lihat dari media dan


(46)

terpengaruh untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Remaja rentan terhadap pengaruh dari luar.

3) Sering mencoba-coba hal yang baru

Keingintahuan akan segala sesuatu sangat tinggi pada remaja, oleh karena itu mereka mulai menganalisis dan mencari tahu segala sesuatu yang menarik bagi dirinya. Dalam upaya pencarian jati diri, remaja sangat ingin tahu tentang siapa dirinya. Segala macam upaya mereka lakukan untuk menemukan jati dirinya, oleh karena itu mereka suka sekali pada hal baru dan mencoba-coba hal yang baru yang belum mereka ketahui sebelumnya. Semua itu mereka lakukan dalam upaya pencarian jati diri.

4) Belum dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti

Salah satu ciri remaja lainnya adalah belum dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Daya imajinasi dan fantasi yang tinggi serta cenderung tidak realistik membuat remaja susah untuk dapat menentukan arah dan tujuan hidup yang pasti. Mereka masih sering goyah dalam menentukan arah dan tujuan hidup. Remaja juga sering ikut-ikutan teman/kelompok dalam menentukan tujuan hidup. Remaja juga belum dapat mengembangkan sikap, keterampilan dan kecakapan yang dimiliki, mereka juga belum dapat bertanggungjawab atas perbuatan yang mereka lakukan. Remaja cenderung lari dari masalah dan tidak mau berusaha menyelesaikan masalah yang kerap menghampirinya. Mereka belum mampu mengambil keputusan.


(47)

5) Memiliki emosi yang belum stabil

Remaja yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan seringkali menjumpai berbagai macam permasalahan. Permasalahan remaja tersebut muncul dari pergaulan dengan sesama di lingkungan dirinya. Hal ini mengakibatkan terjadi gejolak emosi yang tidak stabil pada remaja. Ketidakstabilan emosi pada remaja, mengakibatkan mereka mudah sekali terpengaruh dan terbakar amarah jika menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakstabilan emosi yang ada pada remaja membuatnya mudah sekali untuk dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya.

c. Perkembangan Kaum Remaja

Pada saat berusia 13-17 tahun terjadi perkembangan dalam diri kaum remaja baik itu perkembangan kognitif, perkembangan moral/etika, perkembangan ego, maupun perkembangan iman (Fowler, 1995: 134-160).

1) Perkembangan kognitif

Pada usia ini terjadi perkembangan kognitif yang juga sering disebut dengan tahap operasi formasi di mana pada usia ini, kaum remaja memasuki tahap kematangan intelek. Pada usia ini mereka mulai mampu berpikir jauh melebihi dunia nyata dan keyakinannya sendiri, yaitu memasuki dunia ide-ide. Tahap ini merupakan awal berpikir ilmiah. Mereka dapat memakai pendekatan sistematis untuk memecahkan masalah dengan tidak hanya mendasarkan diri pada meniru orang lain. Mereka juga dapat berpikir reflektif, mengevaluasi pemikiran, berimajinasi ideal, dan berpikir abstrak. Mereka juga dapat berpikir mengenai


(48)

konsep, berpikir menggunakan proporsi dan perbandingan, mengembangkan teori dan mempertanyakan hal-hal yang bersifat etis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2007: 124-125). Perkembangan pada kaum remaja tidak hanya terbatas pada usia 13-17 tahun, melainkan akan terus berkembang.

2) Perkembangan Moral/Etika

Pada taraf ini remaja lebih menegakkan hukum dan disiplin sebagai orientasi utama. Tekanan pada tingkat moral ini adalah siapa yang memegang kekuasaan, dialah yang harus dihormati. Pemuda-pemudi senang memperhatikan kewajiban yang harus dilakukan oleh orang serta bagaimana harus mempertahankan tata kehidupan sosial untuk kepentingan ketertiban dan keamanan sendiri. Fokus mereka pada tahapan ini adalah memelihara masyarakat. Jadi, tidak hanya patuh kepada lingkungan masyarakat (seperti pada masa kanak-kanak). Remaja mencari patokan moral, yang dapat mereka pergunakan sebagai alat untuk menentukan mana yang baik dan benar, mana yang tidak baik dan tidak benar serta menentukan pegangan yang dapat mereka pergunakan sebagai pedoman hidup (Mangunhardjana, 1986: 15).

Menurut L, Kholberg, perkembangan moral remaja berada pada tahap ketiga yakni moralitas paskakonvensional (pascaconvensional morality). Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral.


(49)

Dalam artian standar moral dapat diperbaiki atau dirubah tergantung dari situasi dan permasalahan yang dihadapkan pada prinsip moral tersebut. Tahap kedua, individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang diinternalisasi, terlebih untuk menghindari hukuman. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi (Hurlock, 1980: 225).

3) Perkembangan Ego

Pada taraf ini, orang berada dalam suatu situasi di antara mencari intimitas (kedekatan) dan menyisihkan isolasi atau keterasingan. Yang dimaksud dengan intimitas adalah suatu kapasitas untuk membuat komitmen pribadi kepada orang lain meskipun mungkin harus membuat kompromi, bahkan ada kemungkinan mengalami penderitaan. Intimitas dapat dikembangkan pada dua insan yang berbeda jenis kelamin, atau persahabatan di antara sesama jenis kelamin. Yang penting di sini adalah kemampuan untuk sharing dan saling memerhatikan tanpa harus kehilangan identitas. Sementara, isolasi terjadi apabila intimitas tidak dapat direalisasikan. Isolasi merupakan suatu tendensi untuk menyendiri dan ketakutan kehilangan identitas. Isolasi terjadi bila seseorang mengalami kelemahan identitas dan tidak mampu menopang ketidakpastian dalam intimitas. Orang tersebut tidak dapat dan tidak mau berbagi dalam banyak hal dengan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja ini dapat disebut sebagai alat untuk merealisasikan cinta kasih.

Pola emosi remaja sama dengan pola emosi masa anak-anak, hanya yang membedakannya terletak pada rangsangan yang dapat membangkitkan emosi dan


(50)

derajatnya, khususnya pada pengendalian emosi mereka. Remaja tidak mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah. Remaja mengalami kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya di hadapan orang lain, melainkan menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang dapat diterima. Kematangan lain yakni seperti menilai situasi secara kritis sebelum beraksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya (Hurlock, 1980: 212-213).

4) Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial remaja menyangkut perluasan jalinan hubungan dengan orang lain. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan dengan orang tua. Hal ini karena remaja sudah memasuki tahap perkembangan dan identitas yang baru, dia bukan lagi anak-anak melainkan sudah hampir memasuki masa dewasa. Remaja menyerupai orang dewasa karena perekembangan fisik yang terjadi pada dirinya. Remaja mulai berperilaku selayaknya orang dewasa, namun remaja lebih merasa nyaman bergaul dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya ini akan memberikan pengaruh yang sangat kuat, bahkan kadangkala melebihi pengaruh keluarga.

Penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Remaja merasa turut bertanggungjawab atas kegiatan sosial yang ada di lingkungannya. Hal ini membuat remaja mau berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang ada di masyarakat, namun dalam


(51)

aksinya itu remaja tergabung dalam kelompok teman sebaya. Pada remaja kelompok teman sebaya memberikan kesempatan kepada mereka untuk melatih cara mereka dalam bertindak, berperilaku, dan melakukan hubungan sosial (Hurlock, 1980: 214).

5) Perkembangan iman kaum remaja

Perkembangan iman kaum remaja berada pada taraf iman disebut individual reflektif. Pada masa ini, mereka harus memulai secara serius untuk membangun keyakinannya sendiri, gaya hidup mandiri, dan sikap pribadi yang khas. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai ketegangan karena pada saat yang sama, ia juga mencari keseimbangan antara: memiliki sikap mandiri dan mengikuti pola yang disepakati oleh kelompok tempat mereka menjadi anggotanya. Juga ada subjektivitas berkaitan dengan dorongan nafsu yang sering tidak terkendali versus objektivitas dan sikap kritis terhadap diri sendiri; adanya keinginan untuk memenuhi hasrat pribadi serta ekspresi diri versus sikap mau melayani dan hidup untuk orang lain.

Pada usia ini mereka mulai menimbang-nimbang semua alternatif dan menentukan pandangan pribadi. Refleksi pribadi dan pemikiran secara mandiri akan membantu terbentuknya pandangan yang khas. Kepercayaan dan pemahaman mengenai Tuhan bersifat sangat personal. Pada umumnya, taraf iman seperti ini memang sering kita jumpai pada kehidupan remaja (Fowler 1995: 134-160). Meskipun demikian, ada pula orang-orang yang mencapai taraf ini pada usia 30-an sampai 40-an. Ego identitas ditopang oleh lingkungan terdekat (orang tua,


(52)

teman dekat, dan sebagainya), sekarang, ego berdiri sendiri dan membentuk pandangan secara mandiri.

Fowler (1995: 134-160) mengatakan bahwa taraf iman remaja disebut sebagai sintetis konvensional. Disebut sintetis karena tidak reflektif dan unsur-unsurnya tidak analitis, namun dipersatukan dalam keseluruhan struktur global. Disebut konvensional karena berbagai unsur keyakinan religius didapatkan dari orang lain, sehingga bersifat solider dan comform dengan sistem masyarakat.

Bagi remaja, Allah adalah pribadi yang paling berperan dalam hidupnya. Dia menjadi sahabat yang paling akrab. Di lubuk hati remaja, ada komitmen dan loyalitas yang sangat mendalam terhadap Allah. Pada tahap ini, Allah dipandang sebagai “Allah kelompok” atau “Allah kolektif” yang konvensional. Lewat perantaraan Allah yang konvensional, remaja sanggup menyesuaikan diri secara konformistis dengan harapan dan penilaian orang lain serta kelompok. Mereka merasa terikat dengan Allah yang konvensional karena belum memiliki kemampuan batin untuk secara pribadi dan mandiri menyusun suatu gambaran tentang Allah berdasarkan gaya identitas diri yang mantap dan otonom, dan tidak tergantung sepenuhnya kepada orang lain (Fowler, 1995: 134-160).

Banyak remaja yang mulai meragukan konsep dan keyakinan religiusnya pada masa kanak-kanak dan oleh karena itu, periode remaja disebut dengan keraguan religius. Pada remaja juga terjadi pola perubahan minat religius. Pola perubahan minat religius remaja yang pertama yakni disebut dengan periode kesadaran religius. Pada periode ini remaja menunjukkan ketertarikan dan kesadaran akan peranan agama. Remaja juga seringkali membandingkan keyakinannya dengan keyakinan teman-teman, atau menganalisis keyakinannya


(53)

secara kritis sesuai dengan meningkatnya pergaulan remaja. Pola perubahan minat religius remaja yang kedua disebut periode keraguan religius. Pada tahap ini remaja sering bersikap skeptis pada pelbagai bentuk religius, seperti berdoa dan upacara-upacara Gereja yang formal, dan kemudian mulai meragukan isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan setelah mati. Bagi beberapa remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama, sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari kepercayaan lain yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan yang dianut oleh keluarga. Bila hal ini terjadi, ia mencari kepercayaan baru, kepercayaan pada sahabat karib sesama jenis atau lawan jenis, atau kepercayaan pada salah satu kultus agama.

d. Permasalahan Kaum Remaja

Permasalahan yang sering muncul berasal dari dalam dan dari luar dirinya. Permasalahan itu biasanya ada keterkaitan satu sama lain. Permasalahan yang ada pada dirinya itu akan mempengaruhi perkembangan kepribadian. Berbagai permasalahan yang dialami oleh kaum remaja, menentukan beberapa kebutuhan dasar seperti kebutuhan perlindungan, kedamaian, rasa aman dan keleluasaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi apabila kaum remaja merasa diterima, didengarkan, dihargai dan diakui sebagai pribadi dengan segala kelebihan dan kekurangannya (Tangdilintin, 1984: 44).

1) Permasalahan dalam diri

Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena memiliki sifat khas dan peranannya yang menentukan dalam hidup masyarakat.


(54)

Munawar (2005:122. Permasalahan dalam diri remaja berkaitan dengan permasalahan fisik, permasalahan kognitif, permasalahan emosi, permasalahan sosial, dan iman.

a) Permasalahan fisik

Dalam perkembangannya remaja sering merasa tidak nyaman. Terlebih dalam menghadapi perkembangan fisik. Permasalahan kaum remaja yang terjadi akibat perubahan fisik dirasakan awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan atau keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang kadang kala tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka kadang kala tidak dapat menerima dirinya apa adanya.

b) Permasalahan kognitif

Kaum remaja sudah dapat berpikir logis, abstrak, konkret dan sudah dapat menganalisis, mengevaluasi dan merefleksi segala sesuatu yang terjadi (Mangunhardjana, 1986: 13). Permasalahan yang terjadi disebabkan apa yang dievaluasi tidak sesuai dengan harapan mereka.

c) Permasalahan emosi

Kaum remaja sering tidak mampu menahan emosinya, sehingga sering terjadi luapan emosi ketika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Tidak hanya itu, ketidakstabilan emosi yang ada pada remaja mengakibatkan permasalahan muncul pada remaja, ketidakstabilan emosi ini


(55)

dapat berdampak pada permasalahan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Keadaan emosi selama masa remaja cenderung tidak stabil (Hurlock, 1990: 212, 235). Ini akibat dari ideologi-ideologi yang ada dalam diri mereka sering kali tidak realistik.

Tidak hanya itu mereka memiliki pikiran dan cita-cita yang tidak realistik, sehingga apa bila cita-citanya tidak tercapai remaja merasa gagal dan ini mengakibatkan permasalahan dalam diri (Hurlock, 1980: 235).

Semakin tidak realistik ideologi dan pemikirannya semakin mereka menjadi emosi jika kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang mereka pikirkan. Hal ini yang cenderung menimbulkan permasalahan dalam diri mereka.

d) Permasalahan Sosial

Kaum remaja yang berhubungan dengan kehidupan sosial sering disebabkan oleh adanya kesenjangan antara dirinya dengan teman sebaya, keluarga dan masyarakat pada umumnya. Erikson mengatakan bahwa dalam perkembangannya, remaja sering kali mencari kejelasan identitas dirinya dalam kehidupan bersama masyarakat dan orang-orang di sekelilingnya. Oleh karena itu mereka kerap kali mencari kejelasan tentang siapa dirinya. Dalam pencarian identitas dirinya remaja sering menemukan permasalahan. Dalam diri remaja sering terjadi krisis identitas. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan, adanya perasaan kosong akibat perombakan pendapat dan petunjuk hidup mengakibatkan permasalahan dalam remaja (Gunarsa,1989:100).

Kaum Remaja mengalami masa badai dan tekanan (strom and stress). Kaum remaja mendapat banyak tekanan dalam hubungannya dengan teman sebaya, di sisi lain mereka ingin menjadi diri sendiri di satu sisi mereka juga ingin


(56)

diakui dalam lingkungan kelompok sebaya, sehingga mereka harus menyesuaikan diri dengan prinsip kelompok teman sebaya. Hal ini mengakibatkan tekanan dalam dirinya. Bagi remaja yang penting adalah pencapaian status sosial. Remaja tidak sabar sehingga bertindak kasar dan melanggar nilai yang dianut oleh masyarakat, di sinilah timbulnya kelainan kelakuan yang biasa disebut nakal.

e) Permasalahan iman

Permasalahan iman remaja berkaitan dengan perkembangan iman yang dialami oleh dirinya. Remaja mengalami keraguan religius. Mereka seringkali tidak percaya dan mempertanyakan konsep iman yang diyakini oleh keluarganya yang mereka ikuti ketika masih kecil (Hurlock, 1990: 222).

2) Permasalahan dalam Keluarga

Adanya “kesenjangan generasi” antara kaum remaja dan orang tua, dikarenakan adanya perubahan radikal dalam nilai dan standar perilaku yang biasanya terjadi dalam setiap perubahan budaya yang pesat. Kesenjangan generasi yang paling menonjol terjadi di bidang norma-norma sosial. Banyak dari remaja menganggap bahwa orang tua tidak mengerti mereka. Biasanya mereka menganggap bahwa peraturan dan standar yang ditetapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan dirinya, tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Remaja menganggap kuno peraturan dan standar perilaku yang ditetapkan oleh orang tua. Tidak hanya itu, remaja juga menganggap bahwa metode disiplin yang digunakan oleh orang tua dianggap tidak adil atau kekanak-kanakan, yang mengakibatkan adanya pemberontakan kaum remaja terhadap orang tua. Selain


(57)

itu, hubungan dengan saudara kandung juga dapat menimbulkan pertentangan dengan orang tua, karena remaja menganggap orang tua pilih kasih.

Hurlock (1980: 232-233) mengemukakan bahwa adanya pertentangan antara kaum remaja dan orang tua dalam hal prinsip mengakibatkan hubungan mereka dengan anggota keluarga menjadi kurang baik. Mereka merasa menjadi korban dalam keluarga ketika diminta untuk merawat adik. Selain itu sikap mereka yang kritis kadang kala tidak disukai oleh orang tua sehingga menjadi sumber pertentangan orang tua. Besarnya keluarga dan perilaku yang kurang matang yang ada dalam keluarga juga mengakibatkan sumber pertentangan dan permasalahan kaum remaja. Biasanya dalam keluarga yang terdiri dari tiga atau empat anak lebih sering terjadi pertentangan dibandingkan dengan keluarga kecil. Sikap menghukum yang diberikan kepada kaum remaja bila mereka mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya mengakibatkan mereka membenci dan tidak menyukai orang tua. Pemberontakan yang dilakukannya dan masalah pergaulan juga menjadi sumber pertentangan dalam keluarga. Hal ini menimbulkan permasalahan kaum remaja dalam keluarga.

3) Permasalahan dengan Masyarakat

Anggapan bahwa remaja adalah orang yang tidak dapat bertanggungjawab mengakibatkan sumber pertentangan dan permasalahan bagi kaum remaja dalam masyarakat. Peraturan dan norma yang ditetapkan oleh masyarakat sering bertentangan dengan apa yang ada dalam konsep kaum remaja. Anggapan stereotif pada kaum remaja membuat mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan dirinya. Hal ini mengakibatkan sumber permasalahannya dengan


(58)

masyarakat (Hurlock 1990: 208). Tidak hanya itu, nilai-nilai moral yang ada di lingkungan masyarakat juga kadang kala berbeda dengan nilai moral yang ditanamkan dalam keluarga. Aturan ketat dalam masyarakat yang serba imperatif dan keseragaman perilaku yang ditetapkan mengurangi tantangan dan daya cipta pada diri remaja. Remaja merasa kurang diberi kesempatan mengemukakan pendapat dan berdialog secara leluasa, sehingga remaja merasa apatis, frustasi, dan merasa tidak aman dalam transisi (Tangdilintin, 1984: 42).

4. Penghayatan Iman Kaum Remaja

a. Pengertian Iman

Iman dalam bahasa Yunani disebut “Pistis” atau bahasa latin “Fides” dan bahasa Inggris “Faith” diartikan sebagai keyakinan yang berarti teguh, kuat, kokoh, tak tergoyahkan, mantap dan tergoncangkan (Putranto, 2012: 60). Iman berarti mempercayakan diri kepada kenyataan diluar diri kita pada kenyataan itu kesejahteraan hidup kita tergantung, iman berdasarkan atas kepercayaan. Untuk mencapai taraf iman orang harus terlebih dahulu percaya. Orang dapat percaya akan sesuatu hanya jika mereka mengetahuinya, oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mengetahui apa yang kita imani.

Beriman berarti percaya kepada Tuhan, menyadarkan diri kepada Tuhan merasa teguh, kuat, kokoh, taktergoyahkan, mantap dan Tuhan sebagai andalan hidup. Iman merupakan jawaban dan tanggapan manusia terhadap Tuhan yang memperkenalkan sabda, kehendak, perintah diri-Nya (KWI, 1996: 128).


(59)

1) Pandangan Alkitabiah tentang Iman

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru termuat wahyu Allah. Wahyu ini kemudian menjadi dasar iman kita. Karena itu Kitab Suci mengartikan wahyu Allah “berbicara” kepada dan melalui peristiwa sejarah umat-Nya, yang dimaklumkan oleh para nabi/utusan.

Arti iman dalam Perjanjian Lama yakni sikap manusia yang menanggapi wahyu Allah, sikap itu pertama-tama dari Allah yang mendatangi manusia melalui sabda-Nya yang bersifat wahyu dan terhadap pewahyuan Allah manusia bersikap mendengarkan (Dufour 1979: 7). Contohnya ketika Allah memanggil Samuel, Samuel menjawab: “Berbicaralah hambaMu mendengarkan” (1 Sam 3: 10).

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru kata iman mempunyai arti percaya kepada seseorang yaitu Yesus Kristus. Kata iman juga dipakai untuk menyatakan hubungan dengan Allah; menerima wahyu Allah dan tanggapan manusia terhadap wahyu Allah. Orang diharapkan percaya kepada Injil yang diwartakan oleh Yesus, artinya sepenuhnya mengandalkan Allah yang menegakkan kerajaan-Nya demi keselamatan manusia. Dan manusia sepenuhnya mengandalkan Allah yang diberitakan oleh Yesus (Dufour, 1979: 23).

2) Pandangan Konsili Vatikan II tentang Iman

Pokok iman Katolik adalah Yesus Kristus yang wafat dan bangkit dari maut. Dan yang mendasari iman adalah kesetiaan dan kebaikan hati Allah yang telah dialami oleh manusia.

“Dalam kebaikan dan kebijaksanaanNya Allah berkenan mewahyukan diriNya dan memaklumkan rahasia kehendakNya. Berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus sabda yang menjadi


(1)

(17)

2. Pengantar

Setelah melihat pengalaman dicintai oleh Tuhan lewat kado yang telah diberikan kepada-Nya dalam diri kita, serta alam semesta, peserta diajak untuk mengenali dan mensyukuri kebaikan-kebaikan yang ia terima lewat pengalaman hidupnya bersama orang tua dan dengan orang lain di luar keluargannya seperti sahabat dan guru. Lingkup terdekat yang mungkin untuk direnungkan adalah pengalaman relasi dengan orang tua (keluarga) dan sesama. Pengalaman yang direnungkan adalah seluruh peristiwa-peristiwa membahagiakan apa yang pernah dialami, peristiwa sedih dan menjengkelkan yang mungkin pernah mereka alami, bagaimana mereka berelasi satu sama lain dan lain sebagainya. Semua pengalaman itu direnungkan dalam sessi yang ketiga ini.

3. Tayang film singkat “Father and Son” 4. Pendalaman film

Pendamping mengajak siswa untuk menemukan inti film, “Father and Son” dengan panduan pertanyaan:

a) Bagaimana perasaan ketika menyaksikan film “Father and Son”? b) Apa yang terjadi dalam film “ Father and Son”?

c) Apakah kalian pernah mengalami konflik dengna orang tua seperti dalam film “Father and Son”?

5. Rangkuman dari tanya jawab mengenai film “Father and Son”. 6. Klip “Apa-apanya donk?”

7. Pengantar Lembar Kerja 8. Mengisi Lembar Kerja 9. Sharing

10. Rangkuman

Sejak awal hingga saat ini kita diajak untuk mengenali dan menemukan kebaikan-kebaikan Tuhan melalui orang tua dan sesama. Tuhan sangat mencintai kita sehingga Ia menganugerahkan orang tua yang mencintai kita, yang menafkahi kita dan merawat kita hingga saat ini. Kita juga merasakan kebaikan orang tua setiap hari. Selain keluarga, Tuhan juga telah


(2)

(18)

menganugerahkan sahabat, guru. Kita merasakan kebaikan yang telah diberikan oleh orang tua, sahabat dan guru kita seperti membantu kita dalam mengatasi masalah, atau menjadi tempat curhat kita. Guru yang kita jumpai di sekolah juga telah membantu kita baik dalam pelajaran, memberi pengetahuan maupun membimbing kita untuk meraih cita-cita kita. Kita patut bersyukur kepada Tuhan atas orang-orang yang telah Ia anugerahkan kepada kita.

11. Pengendapan (pendamping mengungkapkan kebaikan-kebaikan orang tua dan sesama)

12. Penutup

Pendamping mengajak peserta untuk mengakhiri pertemuan dengan menyanyikan lagu “Aku Diberkati” disertai gerakan dan ditutup dengan doa syukur. Bersyukur atas kebaikan-kebaikan Tuhan lewat orang tua dan sesama.

e. Contoh Lembar Kerja

Nama : ……….

Usia : ……….

Kebaikan Orang Tua (sahabat, guru)

1.

...

2.

...

3.

...

4.

... dst.


(3)

(19) SESI 5

a. Godaan

b. Tujuan :

1. Peserta menyadari bahwa manusia tak pernah lepas dari godaan 2. Peserta mengenali bentuk-bentuk godaan dalam hidup

3. Peserta menyadari godaan yang biasa muncul tanpa disadari dan sering dialaminya.

4. Peserta dapat mengambil sikap yang baik dalam menghadapi godaan

c. Pemikiran Dasar:

Masa remaja adalah masa transisi (masa pencarian jati diri). Remaja mencari jati dirinya dengan melihat situasi yang ada di sekitar (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat sekitar). Dalam masa-masa itu, remaja hanya menggunakan satu logika, yaitu meniru. Di sisi lain, remaja juga mulai menjajaki kehidupan orang dewasa yang penuh dengan pilihan dan terbukanya akses-akses yang sebenarnya belum bisa dibuka. Masa remaja adalah masa pemberontakan dengan orang-orang yang ada di sekitar. Pada usia ini pula, remaja cenderung menyesali segala yang telah dilakukannya. Hal ini terjadi karena remaja tidak melakukannya dengan niat yang tepat.

Remaja pada masa ini mengalami kesepian (merasa bahwa orang tua tidak memahaminya), sehingga mereka cenderung berpaling pada teman-temannya yang mereka idolakan. Jika temannya merokok, maka ia akan merokok. Situasi tersebut tidak mendukung perkembangan remaja untuk menjadi remaja yang unggul. Pada zaman ini, banyak remaja yang sudah merokok di tempat umum, mengakses internet untuk hal-hal yang tidak mendukung akademik, menganut budaya konsumerisme dan budaya instan.

Seorang pelajar yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang selalu mendukungnya, sebaiknya tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak masa depannya. Seorang pelajar yang sudah masuk arus globalisasi, belum terlambat untuk mengubah dirinya menjadi remaja yang lebih baik. Pelajar seharusnya bisa lebih bijaksana dalam melihat situasi yang ada di sekitarnya.


(4)

(20)

Memilah hal-hal baik yang dapat dilakukan oleh seorang pelajar, sehingga menjadi seorang pelajar yang unggul dan bertanggung jawab.

d. Metode : permainan, ceramah, diskusi kelompok, tanya jawab, nyanyi

e. Sarana : lembar kerja, kertas flap, spidol, LCD, Laptop

f. Sumber bahan : Kitab Suci

g. Langkah-langkah: 1. Pembukaan

Pengantar singkat dan doa singkat

2. Mengajak peserta untuk meneliti diri sendiri dengan bantuan lembar kerja. Peserta diminta menuliskan jawaban dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan yang biasa dilakukan.

Contoh lembar kerja:

• Pukul 05.00 udara dingin sekali. Jam pertama ada ulangan harian PAK. Aku ? (malas)

• Ibu sudah menyiapkan sarapan dan memberi uang saku. Aku ? (boros) • Sudah pukul 07.30. pelajaran dimulai 15 menit yang lalu. Aku? (bolos) • Ulangan matematika mendadak. Aku tidak belajar semalam. Guru

sedang ke toilet. Aku? (nyontek)

• Nilai ulanganku jelek. Ayah dan Ibu menuntutku untuk mendapat nilai tinggi. Aku? (bohong)

• Rini punya Hp. Nana punya laptop. Aku tidak punya keduanya. Aku? (iri)

• Vio pintar dan kaya tapi agak sedikit lebay. Vonny pas-pasan, miskin dan ramah. Mereka teman sekelasku. Aku? (pilih-pilih)

• Di kelas ada yang kehilangan uang. Aku tahu siapa yang mencuri. Dia teman baikku. Aku? (tidak jujur)

• Aku jerawatan. Aku suka makan coklat. Aku? (makan)

• Aku tidak merokok. Semua teman akrabku merokok. Aku? (ikut merokok)


(5)

(21)

• Jam terakhir kosong dan tidak ada tugas dari pak guru. Temanku banyak yang membolos. Aku? (ikut membolos)

• Besok ulangan. Teman lama ngajak chat di fb. Aku? (menunda) • Pukul 15.00 ada rapat osis. Biasanya rapat molor. Aku? (ikut molor) • Aku sebal dengan Jacky. Jacky pamer kaos barunya yang dibeli dari

distro. Aku? (iri)

• Pacarku main kerumahku dan keluargaku sedang pergi. Di luar hujan deras. Aku berduaan dengan pacarku. Dia memegang tanganku. Aku? (nafsu)

• Mila mengajakku shopping. Mall sedang diskon gede-gedean. Aku membawa uang untuk membayar SPP. Aku? (mengambil uang SPP) • Hampir semua teman sekelasku punya gadget terbaru. Aku? (iri)

3. Peserta diajak untuk melihat gambar dan video tentang kehidupan anak remaja.

4. Pendalaman Materi:

• Peserta membaca teks dari kitab Suci Mat 4: 1-11?

• Diskusi dalam kelompok kecil, dengan panduan pertanyaan: 1) Bagaimana dan dengan cara apa setan menggoda manusia? 2) Apa maksud dari godaan untuk zaman itu?

3) Pernahkan kamu mengalami godaan? Bagaimana bentuknya? 4) Apa akibat orang jatuh kalah dengan godaan?

5) Sikap mana yang baik untuk mengatasi godaan?

• Tanya jawab (pleno) singkat (tidak perlu semua kelompok) 5. Peneguhan

Peserta diberi peneguhan oleh pendamping. 6. Pengendapan

Siswa diminta untuk menulis hal-hal buruk yang ingin ditinggalkan dan berdoa dalam hati untuk niat yang sudah ditulis

h. Contoh Lembar Kerja

Nama : ………. Usia : ………


(6)

(22)

Jika kamu mengalami situasi-situasi seperti di bawah ini, apa yang akan kamu lakukan?

1. Pukul 05.00 udara dingin sekali. Jam pertama ada ulangan harian PAK. Aku ? 2. Ibu sudah menyiapkan sarapan dan memberi uang saku. Aku ?

3. Sudah pukul 07.30. Pelajaran dimulai 15 menit yang lalu. Aku?

4. Ulangan matematika mendadak. Aku tidak belajar semalam. Guru sedang ke toilet. Aku?

5. Nilai ulanganku jelek. Ayah dan Ibu menuntutku untuk mendapat nilai tinggi. Aku?

6. Rini punya HP. Nana punya laptop. Aku tidak punya keduanya. Aku?

7. Vio pintar dan kaya tapi agak sedikit lebay. Vonny pas-pasan, miskin dan ramah. Mereka teman sekelasku. Aku?

8. Di kelas ada yang kehilangan uang. Aku tahu siapa yang mencuri. Dia teman baikku. Aku?

9. Aku jerawatan. Aku suka makan coklat. Aku?

10.Aku tidak merokok. Semua teman akrabku merokok. Aku?

11.Jam terakhir kosong dan tidak ada tugas dari pak guru. Temanku banyak yang membolos. Aku?

12.Besok ulangan. Teman lama ngajak chat di fb. Aku? 13.Pukul 15.00 ada rapat OSIS. Biasanya rapat molor. Aku?

14.Aku sebal dengan Jacky. Jacky pamer kaos barunya yang dibeli dari distro. Aku?

15.Pacarku main kerumahku dan keluargaku sedang pergi. Di luar hujan deras. Aku berduaan dengan pacarku. Dia memegang tanganku. Aku?

16.Mila mengajakku shopping. Mall sedang diskon gede-gedean. Aku membawa uang untuk membayar SPP. Aku?