199
pengetahuan simbolis dalam arti sebagaimana yang dimaksud Lacan, Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan Islami harus menampilkan diri sebagai
kekurangan lack.
Nampaknya, selain melalui buku-buku populer dalam bentuk buku yang murni berisi panduan ibadah dan buku-buku teks suci yang akan diresitasi, Liyan
Simbolis dalam dunia perbukuan Islami dapat diharapkan muncul dalam buku-buku yang bersifat sastrawi atau puitis, yakni buku-buku yang menawarkan penanda-
penanda metaforis yang ketika dikonsumsi pembaca mampu melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru.
Dalam khazanah perbukuan Islam, buku-buku atau teks-teks seperti ini bukanlah barang baru dan asing. Wacana sufistik adalah salah satu contoh dari
kandungan buku-buku yang bisa melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru. Dalam tradisi Islam di Nusantara, kaum Muslim mengenal teks-teks seperti
Gurindam Dua Belas, berbagai macam suluk dalam tradisi Islam yang berkembang di pulau Jawa,
atau beragam versi kisah hidup Abu Nuwas. Dalam perbendaharaan sastra modern terdapat puisi-puisi Danarto atau novel-novel Hamka, untuk sekedar menyebut
beberapa penulis yang menghasilkan buku-buku yang menawarkan pengetahuan simbolis.
Dalam perkembangan perbukuan Islam populer, pernah terjadi tren buku- buku sufistik sebagaimana yang dirintis oleh penerbit Pustaka Sufi dan Navila di era
1990-an. Keduanya mempopulerkan terjemahan puisi-puisi sufistik Jalaluddin Rumi. Namun tren ini kemudian digantikan oleh tren swa-bantu Islami yang memodifikasi
sedemikian rupa wacana sufistik yang metaforis menjadi metonimik. Ini terlihat dalam judul-judul seperti
Menguak Pengalaman Sufistik; Menggapai Kecerdasan
Sufistik; Rahasia Sufi Bertemu Tuhan; Strategi Sufi Semar; Menjadi Sufi yang Kaya
200 Raya;
Terapi Hati Model Sufi; Seri Sufi Modern 5: Menjadi Manusia yang Tercerahkan
dan lain sebagainya.
BAB V PENUTUP
Penelitian tentang fenomena buku-buku populer Islam bergenre swa-bantu ini adalah penelitian tentang produk-produk kultural. Penelitian ini menyoroti judul-judul
buku swa-bantu Islami karena berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan industri penerbitan buku di Indonesia, judul-judul adalah “tempat bermain” para
produsen buku dalam mengemas produknya. Sementara masalah utama yang digeluti penelitian ini adalah seputar subjektivitas pembaca Muslim yang disapa buku swa-
bantu Islami pertama kali lewat judul-judulnya.
A. Kesimpulan-kesimpulan 1. Kesimpulan
Umum
Jawaban umum masalah utama penelitian ini adalah bahwa dari perspektif psikoanalisis Lacanian, subjektivitas keMusliman yang diwacanakan
buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya adalah subjek perversif dan judul- judul itu menjadi fetis.
Buku swa-bantu Islami digunakan pembaca Muslim untuk menutupi kekurangan lack umum yang ada pada wacana umum keislaman Indonesia
kontemporer, yakni kondisi being moslem yang sejati. Kekurangan ini terjadi karena tataran simbolis tempat wacana keislaman itu diproduksi dan
dikonsumsi pada dasarnya memang tidak menyediakan kepastian tentang apa dan bagaimana sesungguhnya being moslem yang sejati. Pluralitas
201
pemaknaan dan kompetisi otoritas makna adalah bukti dari ketidakmampuan Liyan Simbolis wacana keislaman menyediakan “makna” keislaman yang
hakiki. Judul-judul buku swa-bantu Islami menjadi fetis karena mayoritas
pembaca memosisikannya sebagai penutup kekurangan lack Liyan Simbolis tadi. KeMusliman yang hakiki dambaan Liyan Simbolis menjelma jadi objek
yang berfungsi sebagai falus maternal, objek yang akan menutup dan mencoba memuaskan hasrat Liyan Simbolis. Pembaca Muslim memosisikan
judul-judul sebagai falus maternal. Dengan demikian judul-judul itu jadi fetis. Hubungan subjek pembaca yang perversif dengan judul-judul buku swa-bantu
Islami berlangsung dalam mekanisme fetisisme penanda. Sebab yang jadi objek qua falus maternal bagi pembaca perversif adalah penanda-penanda
kata-kata, bentuk retoris, angka dalam judul-judul. Industri perbukuan Islam populer kemudian memanfaatkan mekanisme
fetisisme penanda tersebut sebagai peluang meraup keuntungan ekonomis. Diversifikasi produk dalam bahasa marketing dapat dijelaskan lewat logika
metonimik hasrat. Logika hasrat yang metonimik inilah yang dieksploitasi oleh pemilik modal –penulis, penerbit, percetakan, distributor, peresensi dan
pengulas– dalam industri perbukan.
2. Temuan Khusus
Selain jawaban umum di atas, penelitian ini juga memperoleh temuan- temuan yang lebih spesifik berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang
dirumuskan di awal. a. Gambaran produksi buku-buku swa-bantu Islami
- Proses produksi buku-buku swa-bantu Islami tidak berbeda dengan barang-barang komoditas lain. Buku-buku diposisikan sebagai
202
- Maraknya genre swa-bantu Islami dikarenakan permintaan pasar yang makin besar. Permintaan ini menanjak seiring naik daunnya simbol-
simbol keislaman dalam peta politik identitas. Orang Muslim memerlukan citra image keislaman yang akan diidentifikasi supaya
eksis dalam pergaulan sosial dengan orang lain. - Hal yang membedakan buku swa-bantu Islami dengan produk lain,
termasuk buku-buku bergenre lain, adalah dia tidak bisa terpisah dari gerak wacana kislaman secara umum, baik yang bersifat ekonomi politik
maupun akademis. Wacana ekonomi-politik yang berpihak pada Islam setelah mangkatnya rezim Orde baru memberi legitimasi pada citra
keislaman tertentu untuk diidentifikasi oleh subjek Muslim. Wacana ekonomi-politik yang memberi legitimasi pada citra keMusliman yang
disuguhkan buku swa-bantu Islami adalah ekonomi-politik liberal. Sementara wacana keislaman akademis berpengaruh pada genre
swa-bantu dalam hal memberi legitimasi ilmiah. Buku-buku swa-bantu Islami memuat wacana saintifik tertentu terutama kedokteran agar
legitim di mata calon pembaca.
b. Seputar judul-judul buku swa-bantu Islami
- Judul-judul dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian calon pembacapembeli. Produsen buku menjadikan judul buku sekaligus
203
- Judul dibuat menarik dengan dua teknik retorikapersuasi: membuatnya tampil bedamencolok dan membuatnya menggiurkan karena
menjanjikan hal yang luar biasa. - Berdasarkan temanya, judul-judul buku swa-bantu Islam dalam
penelitian ini dapat dikategorisasi sebagai berikut: 1 Tema rumah tangga.
2 Tema Parenting. 3 Tema ekonomi dan mata pencaharian.
4 Tema penguatan daya tahan psikis.
c. Masalah Posisi Subjek
- Subjek pembaca diandaikan oleh judul-judulnya sebagai ego rasional subjek cartesian, subjek modern. Subjek ini diandaikan mampu
membuat perhitungan rasional dengan rasio instrumental logika sarana-tujuan apa saja yang perlu dia ketahui dan lakukan untuk
mengatasi masalahnya. Jika yang jadi masalah bagi dia adalah bagaimana jadi seorang Muslim sejati, maka dia diandaikan oleh buku
swa-bantu mampu memutuskan dengan sadar apa saja yang harus dilakukan untuk tujuan itu.
- Dengan pengandaian seperti itu, judul-judul swa-bantu Islami secara eksplisit maupun implisit menyasar sosok pembaca yang jelas fix.
Dalam proses produksi, prinsip ini diterjemahkan menjadi segmentasi pasar berdasarkan kategori pembaca.
204
d. Pengetahuan yang ditawarkan buku swa-bantu Islami.
- Buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya menawarkan pengetahuan imajiner connaissance yang akan diidentifikasi oleh subjek pembaca.
Subjek pembaca rasional diandaikan judul-judul tersebut akan mengidentifikasi dirinya dengan sosok keMusliman yang ditawarkannya.
- Proses identifikasi ini akan berlangsung dengan cara objektivikasi. Pembaca akan berusaha menguasai citra keMusliman yang ditawarkan,
dan dengan pertimbangan rasional akan mengikuti cara atau kiat yang ditawarkan buku-buku tersebut untuk menguasainya.
B. Harapan
Secara pribadi, penelitian ini didasarkan pada rasa penasaran apa yang membuat genre swa-bantu Islam booming pada dasawarsa 2000-an. Secara
akademis, penelitian ini ingin belajar menerapkan psikoanalisa Lacanian pada penelitian fenomena budaya kontemporer.
Terkait soal budaya masyarakat Muslim Indonesia kontemporer, masih banyak hal lain yang perlu didalami lewat penelitian lain di kesempatan
selanjutnya, baik dari aspek teoretis maupun metodologis. Di antaranya, memilih teori dan konsep psikoanalisis Lacanian yang relevan secara sosiologis untuk
masyarakat Indonesia, terutama untuk kajian-kajian religi dan budaya. Sementara secara metodologis, harus banyak dilakukan penelitian yang akhirnya bisa
menemukan perumusan masalah keagamaan yang khas psikoanalisis. Secara konkret dapat diusulkan wilayah yang dapat dieksplorasi dalam
penelitian-penelitian yang akan datang. Di antaranya adalah wilayah bahasa dan sastra. Di sini dapat dielaborasi masalah bagaimana bentuk-bentuk bahasa
puitikmetaforis bisa dipakai untuk menyemburkan makna-makna keislaman yang
205