Menarik karena Menggiurkan Kategori Judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Teknik Persuasi

Kekasih Allah; Ternyata Menikah Itu Asyik; Asyiknya Menjadi Wisatawan Surga; Asyiknya Bekerja Saat Puasa dan lain sebagainya. Jika kata-kata yang menunjukkan keluarbiasaan atau kelebihan seperti dalam judul-judul di atas dirasa kurang berbeda, maka ada judul yang menggunakan kata atau ungkapan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti buku berjudul Membuat Doamu Cespleng Setajam Silet; Doa Amalan Super Cespleng Mengatasi Kesurupan; Muslimah Topcer ; dan lain sebagainya. Variasi lain dari retorika janji ketersingkapan ini dapat dilihat dalam judul-judul yang memakai kata atau ungkapan yang menunjukkan reaksi takjub yang akan muncul dari pembaca manakala mendapat pengetahuan baru, seperti dalam judul yang mencantumkan kata “ternyata”, seperti judul Ternyata Allah Menyerumu Pada Pesugihan; Ternyata Wanita Lebih Istimewa Dalam Warisan; Ternyata Ibadah Hanya Untuk Allah, dan lain sebagainya, dan judul yang memakai kata tanya yang mengajak pembaca untuk “heran” dengan suatu hal, seperti pertanyaan “ada apa?” dalam judul Ada Apa dengan Nikah Beda Agama?, Ada Apa di Hari Jumat? atau pertanyaan “tahukah anda” Tahukah Anda Seks Itu Obat Awet Muda. Terkait dengan pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, judul-judul buku swa-bantu Islami berupaya menarik perhatian calon pembacapembeli dengan menjanjikan keinstanan. Artinya, judul-judul ini berupaya menunjukkan bahwa sesuatu yang akan dilakukan sebenarnya mudah dan praktis. Ini tercermin dalam judul-judul yang mengandung kata “cepat”, “praktis,” “efektif,” “mudah,” “gampang,” dan lain sebagainya. Di antara judul-judul yang menjanjikan keinstanan adalah sebagai berikut: 136 Tabel I.33: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan 10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran 99 Tips Praktis Berpikir Positif Agar Mudah Masuk Surga Allah Maha Pelindung Maka Engkau Gampang Siasati Krisis Allah Maha Pemberi Maka Engkau Gampang Naik Gaji Cara Cepat Menarik Pertolongan Allah Cara Mudah Memahami Aqidah Meraih Surga dalam Hitungan Detik Doa Doa Ampuh Cepat Dikaruniai Momongan Ilmu Hati: Teknik Efektif Mencapai Kesadaran Sejati Jika Ingin Cepat Kaya, Shadaqah Quantum Doa Percepatan Rizqy Rahasia Agar Doa Cepat Terkabul Surah Yasin: Solusi Cepat Mengatasi 1001 Masalah Ternyata Masuk Surga Itu Mudah Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah Lebih Efektif Pada akhir analisis, janji keinstanan ini berkaitan dengan logika sarana- tujuan, karena keinstanan tersebut terletak pada tawaran sarana yang paling cepat dan efektif untuk memperoleh tujuan. Dalam konteks ini, yang dijanjikan judul-judul buku swa-bantu Islami adalah kepastian hubungan antara sarana dengan tujuan berdasarkan logika “jika-maka” imperatif hipotetis. Artinya, untuk memperoleh suatu “tujuan” tertentu, judul tersebut sudah memastikan “sarana” yang akan dipakai. Pemastian tersebut dapat dilihat dari judul yang bernada interogatif atau yang memakai bentuk retorika “jika-maka” secara eksplisit –mencantumkan kata “maka”– maupun implisit. Berikut adalah contoh dari judul-judul tersebut: Tabel I.34: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka” Ingin Bahagia? Tegakkanlah Shalat Malam Ingin Sehat? Berobatlah dengan Al‐Quran dan Madu Ingin Cepat Kaya, Shadaqah Amalan Amalan Ringan Pembuka Pintu Surga Menolak Musibah Dengan Sedekah Shalat Hajat : Agar Hidup Selalu Di Tolong Allah 137 Shalat Tahajjud Khusus Para Pebisnis Biar Makin Bahagia Sucikan HatiBertambah Kaya Bersama Zakat SuksesKaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna Aku Menikah Maka Aku Kaya Aku Puasa Maka Aku Kaya Sedekah Itu Kunci Sukses dan Tenang di Hati Allah Maha Pelindung Maka Engkau Gampang Siasati Krisis Ingatlah Mati Maka Akn SuksesBahagia Sedekah Cara Ajaib Menjadi Kaya Kesalahan2 Berdhuha Yang Menyebabkan Tidak Bisa Kaya Kesalahan2 Dalam Shalat Hajat Yang Membuatmu Tidak Sukses Bentuk lain dari janji kepastian hubungan sarana dan tujuan berdasarkan logika jika-maka ini adalah instrumentalisasi ibadah atau sifat etis tertentu. Dari judul-judul yang telah dikemukakan sejauh ini, terlepas dari kategori mana pun, dapat dilihat kesan mencolok bahwa sebagian judul buku swa-bantu memosisikan ibadah atau sifat etis tertentu adalah sarana instrumen untuk suatu tujuan, yakni teratasinya suatu masalah atau terpenuhinya suatu keinginan. Hampir semua ibadah yang diketahui umum oleh umat Islam pernah diposisikan judul buku swa-bantu Islami sebagai alat untuk meraih tujuan tertentu, mulai dari rukun Islam yang lima syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, bacaan ayat Al-Quran, doa dan zikir, serta rapalan-rapalan suci lain seperti shalawat dan asmaul husna. Begitu pula dengan sifat-sifat etis yang diajarkan oleh tradisi Islam seperti syukur, sabar, ikhlas, tawakal, tawadu’, zuhud asketik, husnuzan berprasangka baik, pemaaf, sedekah, menyantuni anak-yatim, etika suami-istri, etika orang tua- anak dan lain sebagainya. Di antara judul-judul yang menempatkan ibadah dan akhlak sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu ini adalah 138 Tabel I.35: Judul-judul dengan Teknik Retorika yang Menempatkan Ibadah sebagai Sarana Menuju Tujuan Cantik Dengan Air Wudhu Dahsyatnya Terapi Istighfar Dahsyatnya Kalimat Syahadat agar Selalu di Tolong Allah Puasa Sepanjang Tahun: Hemat mendatangkan Rezeki Sehat dan Kaya dengan Shalat Subuh Ayat ‐ayat Pembuka Pintu Rezeki Ayat Kursi untuk Berbagai Keperluan Kekuatan Terapi Maaf Dahsyatnya Mukjizat Haji Umrah bagi Kesehatan Sukses Lahir Batin dengan Energi Syukur Sukses dan Bahagia dengan Surat Al‐Insyiriah Menjadi Kaya dengan Tawakkal Menyantuni Anak Yatim: Meraih 1001 Berkah Sejuta Keajaiban Doa ‐doa Andalan Keluarga Sepanjang Masa Shalat Hajat Khusus untuk Para Pebisnis Energi Ketuhanan untuk Berbisnis Retorika jika-maka dalam bentuk instrumentalisasi ibadah dan akhlak sebagaimana yang dijelaskan di atas pada dasarnya dipayungi oleh prinsip pertukaran: “jika” melakukan ibadah ini, “maka” sebagai imbalannya adalah ini. Beberapa judul buku swa-bantu Islami yang secara eksplisit menunjukkan prinsip pertukaran. Kalau judul-judul yang mengusung tema instrumentalisasi ibadah lebih menitikberatkan pada sarana apa yang akan mengantarkan seseorang pada tujuan, maka judul dengan tema pertukaran lebih menonjolkan kepastian diperolehnya tujuan dalam sebuah relasi pertukaran. Retorika pertukaran ini ada yang secara eksplisit memakai kosa-kata dalam kegiatan jual-beli, ada pula yang secara implisit menunjukkan prinsip “siapa menanam, dia menuai”. Jenis yang terakhir ini dapat disebut dengan retorika investasi. Retorika investasi ini dapat ditangkap dalam judul-judul yang memakai kata-kata kerja seperti “meraih”, “memburu,” “menuai”, “menggapai,” “mencari” dan kata-kata lain yang semakna. Tak jarang kata- 139 kata kerja ini disandingkan dengan kata depan “dengan,” “melalui,” “dari” dan “lewat.” Semua ini dapat dilihat dari judul-judul berikut: Tabel I.36: Judul-judul dengan Teknik Retorika Pertukaran dan Investasi Membeli Surga Dengan Kalimat Thayyibah Membeli Surga Dengan Sabar Syukur Mendulang Hikmah: Ada Hikmah Dalam Setiap KeadaanWaktu Panen Amal Sepanjang Tahun Dijual Murah Surga Seisinya Amal yang Kecil Menuai Pahala yang Besar Mencari Berkah Dari Basmallah HamdallahShalawat Menggapai Surga Melalui Amal2 Shaleh Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah Meraih Berkah+Pahala Melalui Internet Meraih Inner Beauty Dengan DoaZikir Meraup Berkah Bangun Pagi Memburu Pahala di Kala Sakit Meraih Sukses Di Bln Ramadhan Panduan Tadabbur Meraih Sukses Bershalawat Untuk Mendapatkan Keberkahan Jika direkapitulasi, kategori-kategori di atas ternyata dapat dikelompokkan jadi tiga kategori tema dan dua kategori umum calon pembaca yang disasar. Dari segi tema tiga kategori tersebut adalah yang terkait dengan masalah tubuh, diri self dan keluarga. Secara kuantitatif, porsi terbesar judul membahas tema diri. Di sini diri dipahami sebagai ego yang memiliki kesadaran rasional untuk menimbang dan memilih jalan keluar dari masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Dari 12490 judul yang jadi populasi penelitian ini, sekitar 37 4621 judul adalah buku-buku swa-bantu Islami yang membahas tema tentang diri. Sementara di urutan kedua adalah tema tentang keluarga. Kategori ini memiliki porsi lebih kurang 28 3497 judul. sisanya, sekitar 23 2872 judul, adalah judul dengan tema tubuh. Sisanya, 12 1498 juduladalah tema-tema lain di luar tiga kategori ini. 140 141 Sedangkan dari segi pembaca, judul-judul buku swa-bantu Islami lebih banyak menyasar pembaca perempuan. Sekitar 60 dari judul buku yang secara eksplisit menyatakan calon pembaca yang dituju, memuat kata-kata yang menunjukkan pembaca yang dituju adalah perempuan, apakah itu anak-anak, remaja, pemudi, ibu rumah tangga istri atau wanita secara umum. Keanekaragaman judul-judul sebagaimana yang terlihat dalam pembahasan bab ini tidak bisa dilepaskan dari konteks industri perbukuan Indonesia kontemporer, karena persaingan di tengah pasar perbukuan Islami menuntut setiap pihak yang berkepentingan, terutama penerbit dan penulis, untuk mencari terobosan-terobosan agar buku yang jadi produk mereka menarik minat pembeli. Salah satu terobosan itu adalah berusaha membuat judul semenarik mungkin. 142

BAB IV “BACALAH, WALAU BUKAN DENGAN NAMA TUHANMU”:

FETISISME PENANDA DAN DOMINASI PENGETAHUAN IMAJINER DALAM JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI Bab ini akan menganalisis judul-judul buku swa-bantu Islami sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya. Judul-judul tersebut diposisikan sebagai bagian tak terpisahkan dari industri perbukuan Islami yang berlangsung di tengah masyarakat Muslim Indonesia masa kini. Diungkapkan dengan cara lain, tujuan dasar bab ini adalah membaca kondisi masyarakat Muslim Indonesia kontemporer melalui judul-judul buku swa-bantu Islami yang beredar di tengah mereka. Kondisi yang akan disoroti adalah kemusliman yang diwacanakan buku-buku swa-bantu tersebut. Tanda-tanda dari media komersial, baik berupa citra-citra images maupun pesan-pesan messages, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kontemporer. Tak terpisahkan karena di zaman sekarang orang merasa tidak menjadi siapa-siapa jika tidak punya citra atau pesan media yang akan ditiru dan diikuti: orang harus mengidentifikasi diri dengan tanda-tanda dari media. Tidak terkecuali umat Muslim di Indonesia masa kini. Mengingat buku-buku swa-bantu Islami adalah bagian dari media sebagaimana yang dimaksud di atas, dan karena bagian yang pertama kali menangkap perhatian seseorang ketika berhadapan sebuah buku adalah judulnya, maka pertanyaan yang 143 muncul adalah tentang daya pikat judul-judul tersebut. Secara logis pertanyaan ini berlanjut dengan pertanyaan tentang orangpembaca Muslim yang jadi sasaran dari judul-judul buku swa-bantu Islami tersebut? Jawaban kedua pertanyaan ini melahirkan pertanyaan lain, yakni apa yang begitu mendominasi di balik judul-judul itu sehingga bisa menyasar calon pembaca dan membuat mereka tersihir? Sebagaimana yang telah dibahas dalam Bab II, judul-judul buku swa-bantu Islami yang sedemikian beragam lahir dari teknik pemasaran dalam industri perbukuan. Dunia industri mengharuskan para produsen untuk membikin judul sememukau mungkin sehingga calon pembacapembeli “tersihir” untuk memperhatikannya. Dengan demikian, tesis ini akan melihat secara kritis industri perbukuan Islami Indonesia dan mencoba menemukan apa yang sedang bermasalah di dalamnya. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, bab ini akan membahas masalah seputar posisi-subjek dan proses identifikasi yang terjadi antara subjek pembaca Muslim dengan judul-judul buku swa-bantu Islami dan jenis pengetahuan yang diwacanakan buku-buku swa-bantu Islami. Pembahasan tersebut secara umum akan mengandalkan teori psikoanalisis Lacanian.

A. Pembaca Judul-judul Buku Swa-bantu Islami: Identifikasi Simbolis

Pengalaman manakala mengamati judul ribuan buku yang berjejer di rak toko buku atau yang tertera di sebuah katalog bagaikan menyaksikan aneka benda yang mengapung di permukaan sebuah bendungan. Benda-benda itu bergerak ke sana ke mari dipermainkan arus air, tanpa pola dan bentuk yang “jelas” bagi yang melihat. Jika yang melihat mampu menemukan pola atau suatu bentuk tertentu, dia akan tertarik memperhatikannya karena menemukan suatu gambar yang signifikan bermakna dari benda-benda yang mengambang tersebut. Pengalaman ini mirip 144 dengan pengalaman orang yang merasa melihat suatu rupa atau bentuk tertentu dari gugusan awan di langit. Ilustrasi di atas ingin menunjukkan proses identifikasi simbolis seorang subjek dengan dunia bahasa yang melingkupi kehidupannya. Dia tidak akan menangkap pesan dari penanda-penanda yang mengitarinya dalam dunia simbolisdunia bahasa jika dia tidak mengerti kode yang melandasi susunan penanda itu. Penanda-penanda itu hanya akan jadi “benda-benda” mengambang bagaikan sampah di bendungan tadi. Judul-judul buku swa-bantu Islami baru dikatakan mengandung suatu pesan jika dilandasi oleh kode yang membuat judul-judul itu punya makna bagi yang membacanya. Diungkapkan dengan cara lain, ketika berhadapan dengan judul-judul buku swa-bantu Islami seorang pembaca akan langsung ngeh tahu bahwa itu adalah buku-buku Islam yang berisi panduan dan pengetahuan praktis tentang berbagai hal jika si pembaca dan buku-buku itu berada dalam tataran simbolis dunia tempat perbukuan Islami berada. Yang membuat dia ngeh tahu itu adalah suatu penanda utama master signifier yang memberikan makna; yang “mengikat” berbagai macam kata yang terdapat dalam judul-judul itu menjadi suatu kesatuan sehingga punya makna tertentu: suatu penanda yang membuat pembaca tahu dan bisa membatin, “Oh, ini buku swa-bantu Islami” Apakah yang jadi penanda utama dalam judul-judul buku swa-bantu Islami? Dia adalah penanda “Islami”.

1. “Islami” sebagai penanda utama dan point de capiton

Penanda “Islami” membuat judul-judul seperti Sukses dan Bahagia dengan Surat Al-Insyiriah; Ayat-ayat Pembuka Pintu Rezeki; Ingin Sehat, Berobatlah dengan Al-Quran dan Madu; Parenting Rasulullah: Cara Nabi Mendidik Anak Muslim, dan lain sebagainya jadi bermakna sehingga dapat dimengerti oleh calon pembacapembeli. Artinya, kata “sukses,” “bahagia,” “rezeki,” “sehat,” “parenting,” 145 punya pengertian sendiri yang membedakannya dari pengertian-pengertian lain ketika kata-kata ini berada dalam konteks lain. 1 Dalam dunia perbukuan swa-bantu Islami, judul-judul itu memperoleh makna dan memiliki identitas yang khas dibanding judul-judul dari genre lain karena adanya pengertian keislaman yang kemudian melekat pada kata-kata – baca: penanda-penanda– yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh, penanda “sehat” atau “kaya” pada dasarnya adalah penanda yang netral dalam arti tidak “beragama.” Setiap orang yang menjalani kehidupan normal, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tempat dia hidup, sudah pasti mengidealkan kondisi yang sehat dan kaya, terlepas dari agama dan keyakinan yang dianut. Itu berarti pengertian “sehat” dan “kaya” belum berhasil menjadi mapan fixed: masih terlalu umum Namun ketika penanda-penanda tersebut berada di dalam judul buku swa-bantu Islami, pengertiannya menjadi “jelas.” Penanda-penanda yang beredar di tengah judul-judul buku swa-bantu Islami akhirnya memiliki suatu kualitas yang membuatnya berbeda, yakni sifat keislaman yang melekatkan pada kata “sehat” atau “orang tua” itu. Kata “sehat” dan “kaya” yang terdapat dalam judul-judul buku swa-bantu Islami membuat pembaca memahami bahwa ada sehat atau kaya “yang Islami.” Penanda utama “Islami” lah yang memberikan makna ini. Di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami, penanda utama tersebut tidak harus tercantum secara eksplisit karena dia tetap dapat terasa melalui kata-kata lain yang memiliki relasi metonimik dengan penanda “Islami.” Kehadiran penanda 1 Zizek mengistilahkan penanda-penanda yang belum melahirkan pesan dan makna bagi seseorang dengan “penanda mengambang” dan mengartikannya sebagai “elemen-elemen proto- ideologis.” Zizek meminjam istilah ini dari Laclau Mouffe untuk menjawab pertanyaan apa yang membuat suatu medan ideologi memiliki identitas makna yang relatif ajeg dan pasti sehingga bisa dipakai untuk berkomunikasi? Menurut dia penyebabnya adalah “campur tangan titik penjangkar quilting point; point de capiton yang akan menghentikan ketergelinciran penanda-penanda dan memapankan maknanya”. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm. 95. Lihat juga, Ernesto Laclau Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy: Toward a Radical Democratic Politics, 2 nd Edition, London: Verso, 2001, hlm. 113 dst. 146 utama “Islami” bisa terasa misalnya lewat penanda “sunnah” dalam judul seperti Nikmatnya Sunnah Poligami; kata “Bismillah” dalam judul Bismilah Aku Menikah; atau kata “berpuasa” dalam judul Membimbing Anak Mulai Berpuasa . Ini terjadi karena penanda “sunnah”, “ Bismillah,” dan “berpuasa” ini berelasi secara metonimik dengan penanda “Islami.” Kehadiran penanda utama ini terasa sekali dengan digunakannya kata “Islam” oleh toko-toko buku sebagai istilah untuk melabeli kategori buku-buku swa-bantu Islami di ruang pajang atau katalog mereka. Hampir tidak ada toko buku yang tidak memiliki kategori buku-buku agama Islam di ruang pajang dan katalognya –kecuali yang mengkhususkan diri untuk buku-buku untuk agama selain Islam. Dengan cara ini, meski sebuah buku hanya berjudul Menciptakan Rumah Tangga Sehat Bahagia, misalnya, tapi jika dia tercantum di bagian berlabel “Buku Agama Islam” dalam ruang pajang atau katalog toko buku, maka makna kata “rumah tangga’, “sehat” dan “bahagia” itu mendapatkan makna yang khusus secara retroaktif karena adanya penanda utama yang diwakili oleh label itu. Penanda utama “Islami” yang memberikan makna “keislamian” secara retroaktif kepada judul-judul buku swa-bantu, sehingga pembelipembaca bisa menangkap pesan dari penanda-penanda dalam judul-judul itu, memiliki fungsi point de capiton. 2 Jika tidak ada penanda yang berfungsi sebagai point de capiton ini, maka penanda-penanda yang lain akan terus “tergelincir”, datang dan pergi, sehingga makna tidak bisa lahir. Dia melahirkan semacam garis batas 2 Sebagaimana yang dijelaskan Gilber Chaitin: … meaning is supplied by the “quilting” process of the poin de capiton whereby the text is closed off retrospectively. The string of signifiers is formed into a unity, a whole, through the retroactive action that gives the sentence a meaning at all times. Lihat Gilbert Chaitin, Rhetoric and Culture in Lacan, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 197.