Spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina

54 Bahkan Rasul Paulus mengatakan” semuanya menjadi sampah, sewaktu aku sudah mengenal Kristus”. Dalam kaul ketaatan, para SFD hanya mengutamakan kehendak Tuhan dari pada kehendak sendiri. Dalam hidup ini para SFD berusaha, untuk mencari, menemukan dan melakukan kehendak Tuhan. Oleh karena menekankan kehendak Tuhan melalui kongregasi, maka para SFD juga rela mentaati konstitusi kongregasi, yang mengajak para SFD untuk hidup sederhana, berpegang dan berharap kepada Tuhan, dan dengan kaul ketaatan para SFD berjanji kepada Allah untuk taat kepada pemimpin yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan sesuai peraturan Konstitusi. Dengan kaul kemurniankeperawanan, para SFD mau menyerahkan diri secara penuh kepada Tuhan yang memanggil, sehingga para SFD rela diutus kemanapun melalui kongregasi SFD. Karena Tuhan adalah pegangan utama dan arah hidup para SFD, maka para SFD ingin meniru dan meneladan hidup Tuhan sendiri yang memang sederhana demi membantu dan menyelamatkan orang lain dari belenggu kedosaan. Ketiga kaul ini mau menekankan bahwa para SFD diajak untuk berpegang teguh pada Tuhan dan menyatukan diri dengan-Nya. Pegangan hidup para SFD adalah Yesus sebagai sumber kekuatan. Oleh sebab itu para SFD diajak untuk semakin meniru hidup Yesus yang sederhana, yang mau merendahkan diri-Nya bahkan sampai mati di salib.

3. Semangat Rajin dan Giat

55 Hidup dalam pengabdian untuk melayani Tuhan dan sesama harus ditopang sikap rajin dan giat. Sikap ini menunjukkan rasa terikat satu sama lain dan rasa keterlibatan dalam aneka usaha dalam persaudaraan. Keberagaman anggota dalam komunitas memberi semangat untuk melayani Tuhan. Suster Marie Joseph menganjurkan supaya semua anggota kongregasi SFD tidak menganggap pekerjaan sebagai suatu keharusan atau keterpaksaan untuk mengerjakannya, melainkan sebagai kewajiban cinta kasih Raaymakers, 1991: 20. Pekerjaan akan semakin berkembang apabila setiap orang mampu memberi kebahagian kepada orang lain, bukan karena ingin menyenangkan orang lain tetapi karena melaksankan pesan Injil. Yesus adalah Guru dan teladan para SFD. Ia memberi kebahagiaan kepada orang lain karena “tergerak hati-Nya oleh belas ka sihan kepada orang banyak” Mrk 8: 2. St. Fransiskus dari Asisi juga mengajak saudara-saudaranya melakukan pekerjaan tangan sebagaimana layaknya karena belas kasih. Saudara yang belum menguasai pekerjaan hendaknya mau belajar bukan karena ingin mendapat upah tetapi menjauhkan sikap bermalas-malasan Ladjar, 1988: 161. Dalam hal ini, para SFD dipanggil untuk melibatkan diri secara sunguh- sungguh melayani orang lain. Sikap rajin dan giat penting dimiliki oleh setiap orang sebab di mana tidak ada keterlibatan, daya gerak persaudaraan pun akan hilang. Dengan demikian, pekerjaan harus dianggap bukan sebagai suatu bentuk pelarian tetapi demi pelayanan kapada Tuhan Raaymakers, 1991: 26.

4. Sikap Lepas Bebas

56 Jemaat perdana telah menjadikan milik mereka menjadi milik bersama. Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul serta menjalankan cinta kasih sejati Kis 2: 43. Mereka melepaskan segala sesuatu yang bersifat duniawi dan mengikat diri kepada Allah dalam hidup persekutuan. Sikap lepas bebas seperti inilah yang harus menjadi ciri khas komunitas-komunitas Kristiani. Sikap lepas bebas bukan berarti suatu kehilangan karena telah melepaskan semuanya, tetapi sebaliknya, dengan melepaskan hal-hal duniawi berarti para SFD memperoleh dan memenangkan kehidupan sejati. Sikap lepas bebas menjadi hal yang hakiki bagi para religius yang mau mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus berarti berani melepaskan semua harta milik pribadi dan mulai memasuki hidup baru Raaymakers, 1991; 32. Melepaskan kepemilikan pribadi bukan hanya yang bersifat kelihatan tetapi secara utuh, termasuk kemauan diri sendiri. Tujuannya ialah agar hidup para SFD bebas dari keterikatan diri dan mampu menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Allah. Dengan keadaan yang bebas, para SFD mampu memberi peluang bagi Tuhan untuk memenuhi hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Sikap lepas bebas memberi sayap pada jiwa untuk terbang menuju kesempurnaan Raaymakers, 1991; 33. Sikap lepas bebas Kristiani bukanlah prestasi, melainkan keutamaan yang terpancar untuk bebas memberi peluang bagi Tuhan karena Dialah satu-satu-Nya yang sanggup secara benar memenuhi hidup para suster SFD.

5. Semangat Doa

57 Yesus pernah bersabda, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting yang tidak berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” Yoh 15: 4. Hal ini menegaskan betapa pentingnya persatuan batin dengan Allah, menjalin relasi dengan-Nya akan menghasilkan buah berlimpah yang tidak pernah berkesudahan. Yesus juga menggambarkan diri-Nya sebagai pokok anggur dan kita adalah ranting-ranting-Nya. Agar berbuah, kita harus tinggal di dalam Dia, seperti ranting pada pokok anggurnya. Syarat mutlak untuk kita bisa berbuah adalah jangan pernah meninggalkan Pokok Anggur itu dan menempel kepada pokok anggur yang lain. Kehidupan berlimpah yang kita terima dari Allah hendaknya dijaga dan dibagikan kepada sesama, sebab Allah menghendaki agar masing-masing orang menjadi saluran rahmat bagi sesama. Oleh karena itu, setiap orang yang dipanggil- Nya mempunyai tanggungjawab memberi hidup yang bersumber dari hidup Roh dan mengalir melalui peran para SFD khususnya dalam karya pelayanan. Buah yang kita terima akan bertumbuh dan berkembang apabila didasari dengan doa. Demikian juga dengan pengalaman St. Fransiskus dari Asisi. Sejak pertobatannya sekitar tahun 1204 sampai akhir hidupnya, Fransiskus mengutamakan Allah di atas segala-galanya. Allah telah menjumpainya dan dijumpainya terutama dalam Kristus yang merendah, dina dan tersalib. Seluruh jiwanya haus akan Kristus dan seluruh dirinya terserap oleh kehadiran Allah dalam Kristus dan dia mendedikasikan tidak hanya seluruh hatinya, tetapi juga seluruh tubuhnya kepada-Nya Celano, 2008: 94. 58 Bagi Fransiskus, doa itu sangat penting. Ia bukan saja mengucapkan doa, melainkan seluruh dirinya menjadi doa itu sendiri. Artinya doa Fransiskus kembali kepada dirinya; dia menjadi apa yang dilakukannya dan didoakannya. Fransiskus memiliki kemauan untuk berkanjang dalam doa dan mengikut-sertakan tubuhnya untuk berperan dalam doa tersebut. Seluruh dirinya memperlihatkan bahwa dia bersatu dengan Allah. Walaupun seluruh dirinya dan seluruh hidupnya adalah doa itu sendiri, namun ia juga menyediakan waktu-waktu tertentu untuk berdoa. Dalam periode “hidup dalam pertobatan” pada tahun 1204 sampai akhir hidupnya, Fransiskus sering mencari tempat-tempat sunyi untuk berdoa. Pada awal pertobatannya, ketika Fransiskus belum begitu teguh pada pilihan pertobatannya dan terutama ketika mengalami halangan dan ancaman dari ayahnya, ia bersembunyi di gua-gua sekitar Asisi dan berdoa terus-menerus. Dalam doanya ia memohon terang dan kekuatan Roh Allah berhubungan dengan pilihan pertobatannya. Ia merasa yakin bahwa doanya dikabulkan Tuhan, ketika ia tiba-tiba merasa kuat, berani dan mengecam ketakutannya sendiri Celano, 1984: 10-11. Ia keluar dari persembunyian, menjumpai ayahnya dan dengan tegas mengutarakan pendiriannya, yaitu hidup untuk Allah saja Celano, 1984: 13-15. Dua tahun sebelum wafatnya, Fransiskus mengadakan retret pribadi panjang di gunung La Verna. Di sana dia merasa telah berusaha mengikuti jejak Kristus dengan sebaik-baiknya dan memohon kepada Tuhan agar ia boleh mengalami keserupaan yang lebih lagi secara rohani dan secara jasmani. Pada akhir retret ia mendapat stigmata, yaitu lima luka Kristus tertera pada tubuhnya Celano, 1984: 94-96. 59 Bagi Fransiskus, doa berkaitan erat dengan pilihannya untuk mengarahkan hidup pada Allah dan bersatu dengan Allah. Doa membuatnya semakin jelas membuat pilihan mengikuti Kristus. Doa memberikan kepadanya kekuatan dan keberanian untuk menempuh pilihan itu secara konsekwen serta siap menanggung segala resiko berkaitan dengan pilihan tersebut. Doa itu pada akhirnya membuat persatuannya dengan Allah, dalam segala keadaan menjadi semakin erat. Persatuan erat itu memberikan kepadanya kebahagian, damai dan membuat dia melihat semuanya secara baru. Dari hal-hal ini kita dapat memahami cinta-persaudaraan universal Fransiskus. Pengalaman pribadi yang indah akan doa itu mendorong Fransiskus untuk mendesak saudara-saudaranya agar berdoa, menjalankan doa-doa yang sudah ditentukan atau doa-doa liturgis AD III 1-9 tetapi lebih dari pada itu ia mendesak mereka untuk berdoa pribadi dan melakukan apa saja dengan setia dan bakti tanpa kehilangan semangat doa serta kebaktian suci AD V 1-2. Doa harus menjadi pusat kehidupan para saudara, sebagaimana ditekankannya dalam Anggaran Dasar yang tidak pernah dimintakan pengesahannya ke Takhta Suci ADtB psl 23: 9-11. Bagian yang sama berhubungan dengan doa ditemukan juga dalam Anggaran Ordo III Religius St. Fransiskus, yang menjadi Anggaran Dasar para SFD juga. Di situ ditekankan semangat doa, menyembah Tuhan dengan hati yang suci dan budi yang jernih. Dasar sikap itu menjadi pola hidup khususnya para pengikut St. Fransiskus untuk bertemu dan berhadapan dengan Allah yang mahabaik, asal segala kebaikan. Cara hidup Kristus yang ia teladani menjadi cerminan dalam hidup para pengikutnya, berani membela kebenaran demi kerajaan Allah. 60

C. Doa dan Pelayanan dalam Kongregasi SFD

1. Doa dalam Kongregasi SFD

Pola hidup pengikut St. Fransiskus adalah kesatuan antara hidup doa dan hidup karya. Hal ini juga dihidupi oleh Muder Yohanna Yesus dan pendiri kongregasi SFD yang selalu menyisihkan waktu untuk berdoa. Doa batin menjadi doa yang tidak kalah pentingnya untuk memupuk hidup rohaninya. Dister 2011: 87 menyatakan: Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun naik. Ada pun “turun” artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada ketidakberdayaan kita. Gerak “naik” itu kita langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di surga, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya. Dengan latarbelakang ketidakberdayaan pribadi dan juga kebaikan Allah yang tak terhingga maka berdoa berarti kesediaan yang tak putus-putusnya untuk mendengarkan dan melaksanakan kehendak Allah. Berdoa bukan pertama-tama berarti sibuk bercakap-cakap dengan Tuhan, melainkan dengan tenang dan penuh perhatian mendengarkan suara dan bisikan Allah yang berbicara dalam keheningan hati. Mutu setiap doa dikenal lewat buahnya yaitu sikap lepas bebas sambil secara tulus ikhlas “menganggap orang lain lebih utama dari pada diri sendiri” Flp 2: 3, sabar dan baik hati terhadap sesama, melepaskan rasa nikmat dalam kesalehan, pun pula tidak menghiraukan kata orang. Dari sinilah kemudian dapat dilihat hubungan antara doa dan pelayanan saling memengaruhi. Melalui doa, kita menjadi rendah hati, bersabar terhadap sesama, berpikir positif terhadap sesama, dan menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Hal yang mutlak dilakukan ialah tetap membina sikap samadi meditasi-kontemplasi terus-menerus dan melihat apa yang 61 mesti dibersihkan dari dalam hati untuk menyambut kedatangan Tuhan dengan sukacita. Selain doa batin para SFD mendoakan doa vokal bersama berupa ibadat pagi dan sore bersama. Selain ibadat resmi Gereja, para SFD juga mempunyai rumusan doa bersama, misalnya Devosi kepada Sakramen Mahakudus, doa penyerahan kepada perawan Maria, doa St. Fransiskus Asisi, ujud-ujud doa dalam ibadat pagi, mendoakan keluarga atau kerabat yang meninggal dunia Statuta, 2007: 34. Dengan adanya rumusan doa ini, para SFD semakin berusaha dan bijaksana menyeimbangkan hidup doa dengan kerasulannya.

2. Pengertian Pelayanan

Pelayanan diartikan sebagai sarana perpanjangan tangan Tuhan dalam melayani dan mencintai sesama yang sungguh membutuhkan perhatian sehingga harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab Kapitel, 2011: 90. Menjadi suatu kegembiraan apabila setiap anggota SFD melayani Tuhan yang hadir dalam diri sesama dengan tulus dan penuh suka cita. Jadi, sikap pelayanan perlu diperhatikan sebagaimana intisari sikap pelayanan Kristus yang melayani. Yang menjadi pokok dalam pelayanan para SFD, yakni mengangkat harkat, martabat dan harga diri seseorang dalam melayani. Pelayanan dalam tugas perutusan merupakan wujud nyata dari cinta dan perhatian terhadap sesama yang dilayani para SFD. Pelayanan tidak hanya berhenti pada perayaan liturgi di sekitar altar atau ritual gereja saja, tetapi juga dilaksanakan demi keselamatan umat manusia seluruhnya. Para SFD dituntut untuk menunjukkan pelayanan dengan berbuat sesuatu yang nyata bagi sesama terutama yang miskin dan menderita. Sikap 62 pelayanan kongregasi SFD berdasar pada sikap pelayanan Yesus sendiri yaitu melayani dengan cinta kasih.

3. Pelayanan dalam Gereja

Tarekat religius bersama dengan seluruh anggota Gereja dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah. Gerakan pelayanan itu berakar pada pelayanan Yesus Kristus, yakni pelayanan dengan cinta kasih. Pelayanan cinta kasih yang terpancar dalam diri Yesus yang menyelamatkan dan menyembuhkan banyak orang. Pelayanan yang dilakukan oleh Yesus sendiri tidak terlepas dari pelaksanaan kehendak Bapa-Nya. Seperti Yesus yang melaksanakan misi-Nya atas kehendak Bapa, pelayanan yang dilakukan oleh Gereja juga didasarkan pada ketaatan kepada kehendak Allah. Tentang hal ini, Yesus bersabda, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” Mrk 12: 30-31. Kasih berasal dan tertuju kepada Allah. Allah senantiasa memanggil para SFD untuk membagikan kasih-Nya kepada sesama, terutama dalam kehadiran-Nya di tengah kemiskinan, ketidakberdayaan dan penderitaan orang lemah. Untuk itu mengenal Dia dan menjumpainya dalam diri mereka yang miskin merupakan langkah untuk mencintai-Nya. Rasul Paulus Flp 1: 9 menuliskan, ”Inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pen gertian”. Kasih seperti inilah yang menjadikan hidup kita semakin terdorong untuk melayani Gereja melalui sesama manusia. Sehubungan dengan sikap pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, dalam Konstitusi 2007 art 44 dituliskan: 63 Pendiri Kongregasi kita berpendapat bahwa hidup mereka sebagai Peniten Rekolek seharusnya ditandai dengan kegiatan penuh rajin dalam pengabdian kepada sesama. Mereka yakin, bahwa pencurahan tenaga yang dituntut oleh pekerjaan merupakan suatu jalan untuk berlepas diri, mengarahkan diri kepada orang lain, dan dengan demikian mengabdi Tuhan. Dalam pencurahan tenaga itu mereka mengalami, bahwa pekerjaan di mana mereka begitu saling membutuhkan, mempererat ikatan satu sama lain dan menciptakan suasana penuh rasa terima kasih dan rela mengabdi bdk. Mère Marie Yosef, Verlichtingen, hal 19+20 dan Karangan-karangan hal. 35. Hal ini ingin menunjukkan bahwa para SFD melayani Gereja dengan sungguh-sungguh dan tidak membeda-bedakan. Para SFD mengabdi Tuhan dan sesama mewujudkan cinta kasih dalam pelayanan, membagikan apa yang dimilikinya seperti bakat dan talenta untuk mereka yang miskin dan yang membutuhkan.

4. Pelayanan sebagai Fransiskan

Pelayanan yang rendah hati dan penuh cinta menjadi ciri hidup sebagai Fransiskan demi kepentingan bersama. Fransiskus Asisi memahami bahwa tugas pelayanan Gereja merupakan lanjutan dari tugas perutusan Yesus sendiri. Demikian juga tugas pelayanan sebagai Fransiskan, tujuannya sama yaitu ikut ambil bagian dalam penyaluran kasih Kristus. “Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” Mrk 10: 45. Yesus menunjukkan bagaimana melayani dengan tulus dan rendah hati. Ia melayani tanpa menuntut balas jasa dari orang yang dilayani-Nya. Sikap Yesus ini menjadi teladan bagi pelayanan Fransiskan termasuk para SFD dalam hal kerendahan hati dalam pelayanan. Melayani dengan rendah hati berarti mencintai dan meninggikan setiap orang. “Mereka dipanggil untuk menjadi pelayan dalam persaudaraan dan berusaha hidup seturut teladan St. Fransiskus 64 supaya mereka tidak salah mempergunakan jabatan dengan menguasai orang lain, tetapi memenuhi tugasnya dengan penuh pengabdian” ADtB V 9-12. Fransiskus menasihati para anggotanya supaya dalam melayani, mereka tidak mencari kekuasaan sekalipun ia sebagai pemimpin. Sebaliknya, hendaklah dia rendah hati mengabdi sebagaimana Yesus Kristus yang selalu merendahkan diri-Nya demi kemuliaan Allah. Pelayanan yang dilakukan oleh para SFD, baik dalam komunitas maupun dalam masyarakat merupakan pengabdian yang tulus kepada Allah. Seorang SFD perlu memiliki kerendahan hati demi kesejahteraan bersama dan sosial, sebagaimana para rasul berani hidup, menjual hartanya dan berbagi kepada yang miskin dan segala sesuatu dijadikan sebagai milik bersama Kis 2: 14. Para SFD juga perlu menyiapkan diri supaya siap sedia untuk menerima dengan rendah hati tugas perutusan yang baru. Dengan demikian, pelayanan dapat dihayati sebagai bentuk pengabdian dan berani melepaskan kelekatan diri sendiri demi perkembangan Gereja dan masyarakat Kapitel, 2011: 110-11.

5. Tujuan Pelayanan

Dalam Injil Lukas 7: 21- 22 dituliskan, “Dalam pergaulan dengan manusia, Yesus menaruh perhatian khusus bagi sesama manusia yang miskin, sakit, kesepian, terluka, dan bagi mereka yang menanggung beban kesalahan me reka”. Melalui baptisan yang diterima, setiap orang termasuk para SFD mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melanjutkan pelayanan yang dilakukan oleh Yesus. Maka sejak semula tarekat SFD dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus dalam keprihatinan-Nya terhadap manusia, dengan meneladani semangat St. Fransiskus