Doa dalam Hidup Religius

11 Hendrik, 2003; 3. Dalam hal ini, baik permohonan maupun ungkapan syukur dipandang sebagai jalan untuk berkomunikasi dengan Allah. Manusia mencurahkan isi hatinya kepada Allah dan dalam keheningan mendengarkan sapaan dan jawaban Allah atas pengungkapan hatinya Agudo, 1988; 176. Doa menjadi lambang kedekatan manusia dengan Allah. Kehadiran-Nya dirasakan ketika doa dipanjatkan dan dialamatkan kepada Allah sendiri Joice, 1987; 221. Dalam Konstitusi SFD Suster-suster Fransiskus Dina 2007 art 30 disebutkan bahwa doa merupakan cara hidup para suster SFD. “Keyakinan penuh bahwa Allah adalah dasar penopang hidup dan bahwa Dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan kita, membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata, karena itu doa pribadi dan bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup kita”. Apa yang tertulis dalam artikel ini, selanjutnya ditegaskan lagi dalam artikel no. 34: “Pada waktu pagi dan malam kita berkumpul untuk menghaturkan puji dan syukur bagi Tuhan dan membawa kebutuhan kita sendiri dan kebutuhan semua orang ke hadapan-Nya. Dalam doa berkala tersebut, kita mengindahkan tradisi doa yang berabad-abad, dan mendengarkan apa yang sekarang ini hendak disampaikan Tuhan kepada kita ”. Kedua artikel ini ingin menyatakan bahwa bagi para suster SFD, doa merupakan suatu bentuk keyakinan penuh dan kepercayaan bahwa Allah adalah dasar, pusat dan penopang kehidupan setiap hari. Hal ini diinspirasikan oleh tindakan Yesus sendiri yang senantiasa berdoa kepada Bapa-Nya dalam menjalankan tugas perutusan-Nya. Secara khusus disebutkan bahwa doa yang berpusat pada perayaan Ekaristi kudus merupakan dasar hidup para Suster Fransiskus Dina. Perayaan Ekaristi mengingatkan para religius akan pentingnya kenangan, kebaikan dan keagungan kasih Kristus bagi 12 dunia dalam karya penyelamatan-Nya. Di dalam doa, kita dituntut untuk senantiasa membangun relasi yang intim dengan Allah. Dengan demikian, doa akhirnya dipandang sebagai ungkapan kerinduan atau cinta manusia kepada Allah dan hidup di hadirat-Nya Darminta, 1982; 49. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa doa merupakan suatu perjumpaan pribadi manusia dengan Allah. Perjumpaan itu menjadi kekuatan bagi manusia untuk mengubah dan mengolah hidupnya. Selain itu, doa juga dimengerti sebagai kebiasaan untuk menjalin relasi dengan Tuhan. Doa dilakukan secara sadar dan dalam bimbingan Roh Kudus. Komunikasi yang terjalin antara manusia dengan Allah merupakan hakikat dari doa. Dari pihak Allah, Allah sendiri selalu berusaha menyapa manusia terlebih dahulu dan mengajak manusia untuk selalu bersatu dengan-Nya. Sementara itu, sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah, manusia berusaha untuk memohon, memuji, memuliakan Allah, menyerahkan diri pada-Nya dan menjawab sapaan Allah lewat pengalaman hidupnya.

2. Fungsi Doa

Doa merupakan ungkapan kenyataan hidup manusia sebagai mahluk sosial kepada Allah. Doa manusia mengandung dua hal pokok, yaitu permohonan kepada Allah dan pengangkatan jiwa kepada Allah. Yang dimaksud dengan permohonan kepada Allah menunjuk pada isi doa yang meliputi; ungkapan syukur, pujian, dan tobat sedangkan pengangkatan jiwa kepada Allah menjelaskan doa sebagai kegiatan manusia yang dialami oleh manusia sehari-hari yang bergerak menuju Allah. Artinya doa dapat dilihat sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh 13 manusia. Hal ini mau menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada kemampuan dan kemungkinan untuk berdoa mengembangkan hidup rohani dengan mempersatukan diri dengan Allah. Dengan demikian doa berfungsi sebagai penuntun dalam hidup manusia termasuk para religius Darminta, 1983:29-30. Doa tidak terpisahkan dari realita kerohanian manusia yang berhadapan dengan Allah. Doa berfungsi sebagai pengubahan rohani transformasi hidup dalam diri manusia yang dilandasi oleh iman yang realistis tahu akan “tanah” hati sendiri, sehingga mampu membentuk kesadaran yang mendalam atas inti dan makna hidup manusia dengan Allah. Di sini Allah tampak sebagai suatu kekuatan yang memberi religius tanggung jawab untuk mengarahkan hidupnya kepada Allah, supaya semakin mengenal, dan bersatu dengan-Nya Darminta, 1983:61- 63. Kekuatan dan semangat diperoleh dari doa. Dalam doa terdapat seribu macam jawaban atas apa yang dialami dan dipikirkan manusia. Pengalaman akan Allah dalam hidup membuat manusia semakin dewasa dalam mengatur, menata pribadi dan hidup manusia baik internal maupun eksternal. Fungsi doa mengungkapkan cinta, kepercayaan dan harapan kita dengan Tuhan. Doa menjadi penggerak dalam setiap langkah hidup religius. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana doa itu berfungsi dalam diri para religius yang memampukan mereka melihat dimensi baru dalam hidupnya. Di dalam doa-doanya, terpancar kasih Allah yang tidak berkesudahan.

3. Bentuk-Bentuk Doa

14 Bentuk-bentuk doa dapat dilihat dari subyek dan cara mendoakannya. Bentuk doa dilihat dari cara mendoakannya dibagi menjadi tiga bentuk yaitu; doa lisan, doa renung, dan doa batin. a. Doa Lisan Doa lisan merupakan ungkapan spontan yang diungkapkan, sama seperti Yesus mengajar para murid-Nya tentang doa yang hendak disampaikan kepada Bapa. Kristus mengajar murid-murid-Nya dengan doa lisan yang bermakna dan menyentuh hati para murid ketika Dia mendoakannya. Doa itu ialah Doa Bapa Kami KGK, 1995:2701. Dalam doa-Nya, Yesus menggunakan sebutan Bapa untuk menyapa Allah. Jika dilihat dari latar belakang doa dan hidup Yesus, sebutan ini mengungkapkan hubungan dan kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya. Dengan meniru tindakan Yesus, yaitu dengan menyebut Allah sebagai Bapa, manusia dapat sepenuhnya menggantungkan dirinya pada kuasa Allah. Tujuan Yesus dalam mengajarkan para murid dengan menyebut Allah sebagai Bapa ialah untuk mengembalikan manusia ke dalam hubungan yang intim dengan Allah, yang telah dirusak oleh Adam. Selain doa Bapa kami, terdapat beberapa contoh doa lisan yang lain atau doa berumus yang bisa digunakan untuk berdoa, yaitu; doa rosario, mazmur dan doa-doa yang terdapat dalam doa pagi, siang dan malam. Doa lisan merupakan salah satu bentuk doa yang biasa digunakan oleh para religius dalam menjalin relasi dengan Allah. Melalui doa lisan, seorang religius berdoa kepada Allah Bapa dengan kesungguhan hatinya. 15 b. Doa Renung Doa renung biasa juga disebut sebagai doa hening. Dasar dari doa renung ialah pencarian kehendak Allah dalam Sabda-Nya. Doa renung atau doa hening bertujuan untuk mengajak kaum religius masuk dalam penyadaran diri dan merasakan campur tangan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Penyadaran tersebut dapat dilakukan dengan merenungkan ayat-ayat Kitab Suci yang cocok atau menyentuh, teks-teks liturgi pada hari yang bersangkutan atau pun memandang ikongambar kudus. Doa renung disebut juga dengan meditasi, karena dalam meditasi, si pendoa dibawa masuk dalam keheningan yang sungguh-sungguh supaya benar-benar mampu menemukan dan menjawab apa yang dikehendaki Allah dalam dirinya. Dalam keheningan, si pendoa diajak untuk bersatu dengan Allah. Dalam artian ini, keheningan batin perlu diperhatikan dan dijaga supaya si pendoa benar- benar bisa menemukan rencana Allah, melepaskan segala keterikatan dan keegoisan yang membuat diri larut dalam khayalan atau pikiran yang mengacau. Harapannya ialah bahwa dalam keheningan, kita dapat berbicara dengan Allah dari hati ke hati. Melalui cara inilah, para religius akan dengan mudah bermeditasi tentang “misteri Kristus” dalam hidup manusia sejati KGK; 1995: 2705-2708. c. Doa Batin Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus menuliskan, “Doa batin tidak lain dari suatu pergaulan yang sangat ramah, di mana kita sering kali berbicara seorang diri dengan Dia, tentang siapa Dia, dan kita tahu bahwa Ia mencintai kita” KGK, 1995: 2709. Doa batin bertujuan untuk mencari Dia, yang jiwaku cintai Kid 16 1:7; 3: 1-4. Kita mencari Dia, karena secara rohani, hati kita rindu kepada-Nya. Kerinduan inilah yang menjadi awal cinta kasih kepada-Nya. Kita mencari Dia dalam iman yang murni, dan dalam iman juga kita dilahirkan dari Dia dan hidup di dalam Dia. Dalam doa batin, seluruh pandangan hidup kita diarahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Oleh karena menekankan kedekatan dengan Tuhan, maka doa batin, secara langsung membantu religius untuk menemukan campur-tangan Allah dalam hidupnya. Doa batin dapat diibaratkan sebagai doa seorang anak Allah, doa seorang pendosa yang dosanya sudah diampuni dan menghendaki supaya menerima cinta kasih Allah. Melalui doa batin, si pendoa merasa dicintai dan terdorong untuk membalasnya dengan cinta kasih yang lebih besar lagi. Akan tetapi, dia mengetahui bahwa cinta kasih balasannya itu berasal dari Roh Kudus, yang mencurahkannya ke dalam hatinya, karena segala-galanya ialah rahmat Allah. Doa batin berarti penyerahan diri secara rendah hati kepada Bapa Yang penuh cinta, dalam persatuan yang semakin dalam dengan Putera terkasih-Nya. KGK, 1995: 2712. Dalam doa batin, yang terpenting ialah mendengarkan Sabda Allah, merenungkan dan memandang Yesus dengan penuh iman dan mencintai-Nya tanpa banyak kata. Santa Teresa dari Avila berkata bahwa yang terpenting dalam doa bukanlah berkata banyak, tetapi mencintai banyak. Doa batin adalah puncak doa, karena di dalamnya Allah mempersatukan kita dengan kekuatan Roh- Nya, supaya “manusia batin” diperkuat di dalam diri setiap manusia, sehingga Kristus tinggal di dalam hati manusia oleh iman, dan “berakar serta berdasar di dalam kasih” Ef 3:16-17. Untuk berakar dan berdasar 17 dalam kasih dibutuhkan Roh Tuhan di dalam batin hingga si pendoa dikuatkan dan diteguhkan menurut kekayaan kemuliaan-Nya, mengijinkan Kristus tinggal dalam hati dan menguasai seluruh bidang kehidupannya, dan memahami serta mengenal kasih Kristus. Oleh karena itulah dalam doa batin tidak dibutuhkan kata-kata yang panjang lebar, melainkan suasana hening untuk merenung Hetu, 2007:29-31 Katekismus Gereja Katolik memberikan cara atau langkah untuk masuk dalam doa batin. Adapun langkah itu dijelaskan sebagai berikut: di bawah dorongan Roh Kudus, kita “mengarahkan” hati dan seluruh diri kita, hidup dengan penuh kesadaran dalam kediaman Tuhan, dan menghidupkan iman untuk masuk ke hadirat-Nya yang menantikan kita. Dalam proses ini, kita diajak untuk membuka topeng kita dan mengarahkan kembali hati kepada Tuhan yang telah mencintai kita dan menyerahkan diri kepada-Nya KGK, 1995:2711 .

4. Ciri-ciri Doa Kristiani

Yesus pernah bersabda kepada para murid- Nya, “Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu, dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Dia akan membalasnya kepada-Mu ” Mat 6:6. Melalui perkataan ini, Yesus ingin menyampaikan kepada para pengikut-Nya bagaimana cara berdoa. Yesus menyebutkan sejumlah ‘kriteria’ atau ciri yang hendak dilakukan ketika berdoa. Dalam berdoa dibutuhkan sikap dan kesungguhan hati yang mendalam. Doa orang Kristen hendaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Doa kepada Allah Bapa 18 Doa Kristen selalu bergerak dalam dua lingkup; lingkup obyektif yang berarti masuk dalam hidup Kristus dan lingkup subyektif yang berarti bahwa doa itu digerakkan oleh rahmat-Nya. Dalam hal ini, Roh Kudus sendirilah yang mempertemukan kedua lingkup itu menjadi satu realita hidup. Roh Kudus itu pula yang mengarahkan manusia kepada Allah Bapa. Doa kepada Allah Bapa itu berasal dari Bapa dan menuju kepada Bapa Ef 1:4-14. Allah Bapa merupakan sumber kehidupan, segala kebaikan sekaligus tujuan akhir dari kerinduan manusia Darminta, 1982; 21. Doa kepada Allah Bapa ini juga merupakan suatu bentuk ungkapan syukur sekaligus harapan atas tindakan Allah Bapa yang mau menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam Roh Kudus. Hal ini dihadirkan dan dinyatakan dalam bentuk doa yang dialamatkan kepada Allah Bapa. Doa berarti pengangkatan, penyerahan, pengungkapan hati manusia kepada kehendak Allah, agar manusia mengalami kemerdekaan sebagai anak-anak Allah Darminta, 1983: 23. Dalam arti tertentu, doa kepada Allah Bapa merupakan sebuah bentuk sapaan yang intim antara Bapa dengan Anak, yang tidak dapat dipisahkan melainkan suatu kesatuan yang utuh. Berkat Yesus yang menyebut Allah sebagai Bapa-Nya, kita juga ikut dipersatukan atau diikutsertakan dalam keputeraan-Nya, sehingga setiap orang Kristen disebut sebagai anak Allah Bapa juga. b. Doa dalam Nama Yesus Doa dalam nama Yesus Kristus mengungkapkan kesatuan orang Kristen dengan Yesus Kristus. Wajar bila dalam berdoa, Gereja selalu menyebutkan nama 19 Yesus. Yesus menghendaki agar doa dalam nama-Nya dilandasi oleh semangat cinta Kasih. Tanpa cinta kasih doa tidaklah bermakna. Sebagai seorang religius yang mau hidup selaras dengan Kristus, seseorang perlu menekuni apa yang dikehendaki-Nya seperti ditulis dalam Kitab Suci. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya set iap hari dan mengikut Aku” Luk 9:23. Mengikut Yesus berarti menyesuaikan dan menyatukan pilihan hidup religius dengan pilihan-Nya dan menghidupi nilai-nilai yang Ia wariskan. Dalam hal ini, doa dalam nama Yesus mengungkapkan kesatuan orang Kristen dengan Yesus Kristus. Orang-orang Kristen selalu berdoa dengan menyebut nama Yesus Kristus Kis 7:59; 9:14. Mereka berkumpul dalam nama Yesus dan berdoa dalam nama-Nya. Yesus ada di tengah-tengah mereka Mat 18:20. Dengan demikian, sebagai pengikut Kristus, seorang religius perlu menghayati hidup doa sebagai kesatuan iman dengan Yesus Kristus Darminta, 1982: 20. c. Doa dengan Pengantaraan Yesus Kristus Doa Kristen merupakan doa yang dilakukan dalam kesatuan dan persekutuan rohani dengan Kristus. Yesus dilihat tidak hanya sebagai guru doa orang Kristen, tetapi juga pengantara. Doa-doa orang Kristen selalu dihubungkan dengan pribadi Yesus Kristus. Dialah pengantara setiap doa dan permohonan. Doa dengan pengantaraan Kristus ini mengungkapkan terlaksananya rencana keselamatan Allah dalam diri Yesus. Doa ini tumbuh dari kesadaran iman bahwa dengan kekuatan Yesus, keselamatan menjadi nyata dalam hidup manusia Darminta, 1981: 21. Berdoa dengan perantaraan Yesus Kristus mengungkapkan 20 kesatuan dengan-Nya. Oleh karena itu, sebagai pengikut Yesus, orang Kristen perlu menyatukan diri dengan Allah melalui Yesus Kristus sebagai penyelamat dunia. Keberadaan Yesus sebagai pengantara merupakan sebuah amanat yang pernah disampaikan oleh Yesus sendiri. Dia berkata, “Di luar Aku, kamu tak dapat berbuat apa- apa” Yoh 15: 5. Ia adalah satu-satunya jalan untuk sampai pada Allah Yoh 14: 6. Itulah sebabnya, dalam setiap doa termasuk doa-doa dalam perayaan Ekaristi doa pembuka, persiapan persembahan, sesudah komuni atau pun doa-doa pribadi lainnya, Yesus disebut sebagai pengantara. Hal ini diungkapkan dengan jelas dalam perumusan, “Kami menghaturkan doa ini dengan pengantaraan Yesus Kristus Juru Selamat kami” KWI, 2005: 61. Rumusan ini menjelaskan identitas Yesus sebagai pengantara. Yesus bertindak sebagai utusan Bapa yang menyelamatkan manusia dari dosa KWI, 1996: 196. d. Doa dalam Roh Kudus Sebelum Yesus menjalankan penderitaan-Nya, dalam amanat perpisahan bersama dengan para murid- Nya, Ia bersabda, “Namun benar yang kukatakan ini kepadamu; adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu Yoh 16: 7. Ini berarti bahwa Roh yang akan diutus akan membimbing serta menguatkan para murid-Nya. Perkataan Yesus ini digenapi-Nya pada hari raya Pentakosta, Hari Turunnya Roh Kudus. Para murid yang mula-mula mengalami ketakutan, akhirnya bersukacita karena Roh Kudus 21 yang dicurahkan atas diri mereka masing-masing, sehingga mereka berani untuk bersaksi tentang kebangkitan Yesus. Dalam Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma 8: 26-27 dikatakan; Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita: sebab kita tidak tahu, bagaimana harus berdoa: tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus. Orang-orang Kristen termasuk para religus diminta untuk selalu tekun berdoa dalam Roh Kudus, sebab Roh Kudus adalah Roh Kristus dan jiwa dari tubuh mistik-Nya, yaitu Gereja. Roh Kudus membantu untuk menyempurnakan doa yang dipanjatkan kepada Allah. Ia mempersatukan kita dengan Kristus, dan dalam Kristus satu dengan yang lainnya Jacobs, 1988: 119. Sebagaimana telah dijelaskan, seorang religius tidak lepas dari doa, sebab dalam doa, orang menerima kekuatan yang tidak pernah habis. Kekuatan itu berasal dari Roh Kudus. Kekuatan bisa bertahan apabila Roh Allah menjadi penggerak di dalamnya. Roh Kudus membimbing seorang religius agar sadar akan hidupnya secara mendalam. Roh Kudus membimbing dan mengajar religius dalam menanti saat terjadinya keselamatan Darminta, 1983: 22. Oleh karena itu agar sampai pada penghayatan doa, dibutuhkan suatu pengosongan diri dan sikap keterbukaan akan datangnya Roh Kudus dalam dirinya. Dengan demikian, seluruh gerak dan langkah hidup religius selalu diprakarsai oleh Roh Kudus.

5. Persoalan dalam Doa

Hidup doa tidak selalu berjalan mulus. Dalam berdoa terkadang muncul ‘persoalan’ yang membuat kita tidak bisa berdoa. Ada banyak faktor yang 22 menyebabkannya. Persoalan-persoalan tersebut bisa muncul karena banyaknya pekerjaan, pergulatan atau masalah pribadi, kesulitan untuk hening, tempat berdoa kurang nyaman, dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian seperti ini perlu diperhatikan dan disadari supaya doa tidak menjadi sesuatu yang sulit dihidupi, melainkan suatu ungkapan cinta yang menggembirakan dan menyenangkan untuk berjumpa dengan Allah. a. Kesukaran-kesukaran Doa Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dalam menghadapi kesukaran dalam berdoa. Banyaknya pikiran atau pekerjaan terkadang bisa menyulitkan si pendoa untuk masuk dalam suasana doa yang tenang. Tidak jarang juga banyaknya pikiran dan juga pekerjaan sering mengganggu kita dalam berdoa, sehingga yang muncul bukanlah ketenangan melainkan kekhawatiran. Secara khusus, kekhawatiran di sini lebih dipandang sebagai ketidakmampuan serta kekurangberanian si pendoa menenangkan pikirannya. Dia lebih memberikan dirinya dikuasai oleh pikiran-pikiran yang tidak membangun dalam berdoa. Dalam arti tertentu, orang sulit berdoa karena jiwa dan badannya dirasa belum terintegrasikan atau menyatu sepenuhnya Darminta, 1983: 50. Dia kurang sadar bahwa doa itu membutuhkan ketenangan batin. Dia masih mengikuti kecenderungan-kecenderungan pribadi yang tidak mendukung dalam berdoa. Dalam Katekismus Gereja Katolik disebutkan, “kita juga harus menghadapi sikap- sikap mental “dunia ini”, kalau tidak berjaga-jaga, sikap itu akan merembes masuk ke dalam kita” KGK, 1995: 2727. Doa seringkali juga dipersulit oleh pikiran yang tidak terkonsentrasi. Dalam doa lisan, kesulitan ini dapat menyangkut kata- 23 kat a KGK, 1995: 2729. Penyebab kesulitan lainnya ialah mengenai ‘kekeringan’ yang dialami. Kekeringan ini, dalam doa batin, terjadi oleh karena hati kita seakan- akan terpisah dari Allah dan tanpa kerinduan akan pikiran, kenangan dan perasaan rohani KGK, 1995: 2731. Sebagai religius yang selalu memperhatikan hidup doa, penyebab atau sumber dari kesukaran-kesukaran tersebut perlu disadari. Tanpa penyadaran, kesukaran dalam berdoa tersebut bisa melumpuhkan si pendoa seorang religius dan bahkan membuat putus asa karena dalam doa, dia seolah- olah “tidak menemukan” apa-apa. Untuk mengatasi kesukaran tersebut, seorang religius perlu meninggalkan kecenderungan-kecenderungan yang tidak membangun dalam kehidupan rohani religius. Kedewasaan diri dalam bersikap dan bertindak sangat membantu untuk keluar dari kesukaran tersebut. Dibutuhkan kerja keras dan juga kreativitas pribadi dalam mendisiplinkan diri serta membagi waktu dan mencari keheningan dalam berdoa, serta terus berusaha dan berjuang dalam doa. b. Pergumulan dalam Doa Pergumulan dalam doa kerap dirasakan oleh setiap pendoa termasuk para religius sebagai salah satu bentuk kekosongan rohani. Di dalamnya, si pendoa merasakan kekeringan, kekurangpuasan, kekecewaan sehingga ia berhenti dan malas berdoa karena mengalami banyak kegagalan Hayon, 1992: 132. Suasana yang demikian tentulah tidak menciptakan kenyamanan dan juga keintiman dalam menjalin relasi dengan Tuhan lewat doa yang dipanjatkan. Hal-hal yang demikian ini perlu disadari oleh si pendoa sebagai suatu sikap yang tidak membangun dalam berdoa. 24 Berhadapan dengan situasi di atas, pada dasarnya ada satu jalan yang kiranya bisa membuat si pendoa berhasil mengalahkan pergumulan-pergumulan dalam doa tersebut. Si pendoa dianjurkan untuk berani menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, termasuk pergumulan yang dialaminya. Penyerahan diri tersebut, juga dapat dipandang sebagai persembahannya kepada Allah, dan dapat membantu para religius menghadapi serta mengurangi kesulitan-kesulitan dalam hidup doa. Kepasrahan diri seutuhnya, yang dibarengi dengan ketekunan dalam keheningan batin, dapat memperkuat kesatuannya dengan Allah Breemen, 1983: 66. Kesadaran semacam ini, secara tidak langsung mengajak si pendoa kembali untuk ‘mencari’ Allah sebagai sumber hidupnya.

6. Peran Doa dalam Hidup Religius

Doa selalu dihubungkan dengan jalinan hubungan antara Allah dan manusia, maka, doa selalu bersifat rohani. Doa menjadi salah satu lambang pertumbuhan dan perkembangan rohani setiap orang Darminta, 1983: 86. Perkembangan hidup rohani religius berhubungan langsung dengan jalinan relasi bersama Allah. Allah menjadikan hidup rohaninya bertumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu sehingga semakin mendalam. Dalam kehidupan religius doa memegang peranan penting untuk menata kelangsungan dan keutuhan dalam perjalanan hidupnya. Para religius mengakui ketergantungan hidupnya kepada Allah sehingga mampu mengagumi ciptaan-Nya dan kebaikan Allah dalam hidupnya. Melalui doa para religius mengungkapkan “isi hatinya” perasaan suka maupun duka kepada Tuhan. Melalui ungkapan 25 tersebut para religius semakin sadar akan tugas dan tanggung jawabnya kepada Tuhan dan sesama. Doa juga berperan dalam menghadapi masalah atau persoalan dalam kehidupan religius. Dalam injil Matius 11: 28-30 disebutkan Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban- Kupun ringan. Di sini Yesus mengajak para religius untuk mau diikat dengan kuk bersama Dia untuk menyatukan hidup kita dengan hidup-Nya, kehendak kita dengan kehendak-Nya, dan hati kita dengan hati-Nya. Diikat dan disatukan dengan Yesus artinya bersatu dengan Dia dalam hubungan cinta, kepercayaan, dan ketaatan di dalam doa. Jadi tidak ada beban yang terlalu berat jika dipanggul dengan kasih dan dibawa dalam cinta. Oleh sebab itu peran doa dalam hidup religius sangat penting. a. Doa Berakar dalam Hidup Religius Sebagaimana telah disebutkan, doa selalu bersifat pribadi. Doa selalu berkaitan erat dengan perasaan-perasaan yang dialami si pendoa. Perasaan senang, sedih, gembira, susah, dan perasaan-perasaan yang lain, merupakan hal yang tidak boleh disingkirkan ketika seseorang sedang berdoa Breemen, 1983: 55. Perasaan- perasaan tersebut justru membantu para religius bertumbuh dan berkembang dalam iman melalui pengenalan-pengenalan akan perasaannya. Perasaan-perasaan inilah yang menjadi jalan bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa situasi-situasi konkret, mengajak para religius untuk memandang segala sesuatu dengan mata iman, sehingga lebih mudah melihat 26 campur tangan Allah dalam setiap bentuk kehidupan. Dalam Kisah Para Rasul disebutkan bahwa Allah tidak jauh dari umat- Nya. “Dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada” Kis 17:27-28. Setiap peristiwa selalu berbicara tentang tindakan Allah, dan para religius diharapkan mampu untuk mengenal dan mendengarkan Dia. Melalui doa, seorang religius dapat dibantu untuk memandang secara positif segala kenyataan yang terjadi, menyadari cinta dan bimbingan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam kesusahan sekali pun. Dalam doa, setiap religius membiarkan diri dicintai oleh Allah. Dia dapat merasakan kehadiran Allah dalam diri orang lain. Dalam doa, seorang religius bertindak sebagai penerima rahmat, karunia, dan bimbingan Allah dengan hati terbuka di hadapan-Nya. Keterbukaan hati ini membuat para religius membiarkan dirinya dicintai oleh Allah. b. Hidup Berakar dalam Doa Karena doa merupakan tanda kehadiran Allah yang terwujud dalam komunikasi, maka orang yang berakar dalam doa akan hidup dalam hadirat Bapa Sang Pencipta. Dia adalah cinta dan dasar segala sesuatu, termasuk dasar kehidupan setiap manusia Breemen, 1983: 61. Sabda Allah yang direnungkan sebagai tanda kehadiran Allah itu menggema dalam hati para religius, dan dengan demikian membiarkan Kerajaan Allah bertumbuh di dalam dirinya. Hidup berakar dalam doa berarti hidup yang dipersatukan dengan Allah, dan dalam kesatuan itu, setiap orang akan menyadari dirinya, keberadannya di hadapan Allah. 27 Pengalaman jatuh bangun dalam menjalin relasi dengan Allah tentu dialami oleh setiap manusia termasuk religius. Untuk membina hubungan dengan Allah dibutuhkan perjuangan dan niat dari diri sendiri untuk bangkit lagi bila jatuh. Dalam doa, seseorang tekun mengisi diri dalam keheningan untuk menemukan Tuhan dalam hidupnya. Dia menyadari bahwa Allah selalu setia kepada umat-Nya. Oleh karena itu, dalam situasi apa pun, seseorang juga dituntut untuk tetap setia kepada Dia. Dalam kesetiaan inilah tampak kehadiran Allah yang nyata Breemen, 1983: 64. Seorang religius menjadi tanda kehadiran Allah bagi orang lain melalui kesaksian hidupnya sebagai buah dari doanya. Hidup yang berakar dalam doa dapat dirasakan melalui pelayanan para religius kepada orang lain.

A. Karya Pelayanan Religius

Pada dasarnya, hidup religius ditandai dengan kaul-kaul dan hidup bersama yang merupakan saksi kehidupan dalam tubuh Gereja di dunia. Kehadiran tarekat religius bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk mengembangkan Gereja di dunia. Hidup religius ikut ambil bagian dalam tugas Gereja, yakni menyebarkan iman dan memperjuangkan keadilan bagi orang yang lemah dan tertindas. Para religius menghadirkan cinta melalui karya pelayanan terhadap masyarakat. Dasar dari pelayanan itu adalah bahwa hidup religius merupakan hidup yang mengikuti Kristus, yaitu hidup bersama Yesus dan hidup berjuang bersama Yesus Darminta, 1982: 25.

1. Misi Pelayanan Religius

28 Setiap religius mempunyai tanggung jawab dan kewajiban dalam membangun keutuhan ciptaan Allah. Dengan kewajiban tersebut, semua orang mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam melayani dan memperhatikan orang yang lemah. Keadilan dalam dunia sekarang ini mulai mengendor, sebab sikap mementingkan diri sendiri semakin tinggi. Tingginya perhatian kepada diri sendiri secara langsung akan mengurangi semangat pelayanan dalam diri seseorang. Dalam Gaudium et Spes dikatakan: “Keadilan yang lebih sempurna, persaudaraan yang lebih luas, cara hidup sosial yang lebih manusiawi, semua itu lebih berharga dari pada kemajuan di bidang tehnologi” GS, art 35. Ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia, bahwa sebagai mahluk sosial dia dipanggil untuk melakukan kegiatan yang terarah kepada kehidupan yang lebih manusiawi. Bila dia bekerja, dia bukan hanya mengubah hal-hal tertentu dalam masyarakat, melainkan ikut juga menyempurnakan dirinya sendiri. Ia banyak belajar dalam mengembangkan bakat dan kemampuannya, serta berani keluar dari dirinya melampaui diri. Semuanya itu dilakukan demi sebuah misi atau pelayanan bagi sesamanya. Pengembangan diri dan bakat-bakatnya pertama-tama bukan digunakan demi kemuliannya semata, tetapi demi membantu orang lain ‘keluar’ dari persoalan hidupnya. Hal ini tentu terkait dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Demikian juga, misi dan pelayanan para religius ditujukan pertama-tama pada pengabdiannya kepada sesamanya, bukan kepada dirinya. Dalam Injil Lukas, Yesus berkata, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: kami adalah hamba- hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang “harus” kami 29 lak ukan” Luk 17: 10. Hal ini menegaskan keberadaan para murid Kristus yang harus hadir untuk melayani. Pelayanan yang dilakukan bukan sesuatu yang sangat istimewa melainkan pengorbanan dan perjuangannya sebagai pengikut Kristus KWI, 1996: 450. Melayani berarti mengikuti dan meneladani jejak Kristus yang melayani dengan penuh ketulusan dan rela mengorbankan diri-Nya demi sesama- Nya.

2. Pelayanan yang Profetis

Gereja mengakui dan menyadari bahwa manusia termasuk para religius tidak sendirian di dunia untuk mewartakan keselamatan. Melainkan, Gereja mengharapkan ada pihak-pihak lain baik dalam Gereja maupun di luar Gereja yang melayani dengan tulus. Pelayanan profetiskenabian secara hakiki bersifat terbuka bagi siapa saja. Gereja menyadari bahwa pelayanan kenabian ini dapat juga mengalami ketidaksempurnaan sebagaimanan yang diharapkan, maka perlu membuka diri terhadap kritik dan tanggapan, entah dari berbagai pihak supaya arah pelayanan kenabiannya jelas. Pelayanan profetis ini dipahami sebagai sumbangan untuk berpartisipasi dalam usaha memajukan masyarakat dan Gereja Dopo, 1992: 38- 40. Pelayanan yang dilakukan oleh para religius kerap dihubungkan dengan sikap untuk meneladani Yesus Kristus, Sang Guru. Salah satu tanggapan khalayak ramai ketika menyaksikan apa yang diperbuat Yesus ialah, “seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita dan Allah telah melawat umat- Nya” Luk 7: 30 16. Dia kemudian dikenal sebagai nabi, dan Yesus tidak keberatan jika orang banyak menyebut diri-Nya sebagai nabi. Nabi adalah seorang utusan Allah yang mewartakan keselamatan dari Allah, membawa pembebasan, dan melepaskan orang-orang yang terbelenggu kesusahan dan kesengsaraan Darminta, 1994; 31. Dalam konteks situasi sekarang, tampilnya para nabi sebagai penyambung lidah Allah, tampak dalam karya pelayanan yang mereka lakukan. Mereka berkarya demi kesejahteraan hidup manusia dan keadilan bagi mereka yang menjadi korban seperti para pengungsi, kelompok-kelompok minoritas dan tertindas. Dalam hal ini, para religius dan tokoh-tokoh Gereja Katolik, melalui pelayanan sosial mereka, bisa disebut sebagai nabi yang hadir dan berkarya sebagai penyambung lidah Allah, mewartakan Kerajaan Allah dan keselamatan-Nya.

3. Macam-macam Karya Pelayanan

Katekismus Gereja Katolik 1995: 777 merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kri stus, menjadi Tubuh Kristus”. Eksistensi himpunan Umat Allah ini diwujudkan secara lokal dalam hidup berparoki. Di dalam paroki inilah himpunan Umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan liturgia , mengembangkan pewartaan kabar gembira kerigma , menghadirkan dan membangun persekutuan koinonia , memajukan karya cinta kasihpelayanan diakonia dan memberi kesaksian sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus martyria .