terjadi karena sebagian siswa sudah memiliki karakter bergaya hidup  sehat yang baik dan tentunya telah terbentuk dari faktor eksternal dan internal siswa
itu sendiri. Berdasarkan tujuan penelitian, dan hasil penelitian tentang efektivitas
implementasi  model  pendidikan  karakter  bergaya  hidup  sehat  berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan
experiential   learning
dapat dikatakan  bahwa  instrumen  penelitian  utama  tes  karakter  bergaya  hidup
sehat  yang  digunakan  menunjukkan  hasil  yang  cukup.  Dengan  demikian dapat  disimpulkan  bahwa  pelaksanaan  model  ini  secara  efektif  dapat
membantu  baik  guru  maupun  siswa  dalam  pembelajaran  atau  penerapan pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan  tabel  4.3  pada  sub  bab  ini  nampak
output
hasil  hitung
paired  test
menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pemahaman  sebelum  dan  sesudah  mendapatkan  perlakuan  bimbingan
klasikal  dengan  pendekatan
experiential  learning
artinya,  siswa  merasa semakin mampu mengikuti, memahami, dan bahkan menerapkan pendidikan
karakter bergaya hidup sehat dengan model yang telah didesain oleh peneliti. Jadi,  terdapat  peningkatan  yang  signifikan  dari  hasil  capaian  pendidikan
karakter  bergaya  hidup  sehat  berbasis  layanan  bimbingan  klasikal  dengan pendekatan
experiential learning
pada siswa kelas VII F SMP N Sukaresik Jawa Barat
tahun ajaran 20152016. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Peningkatan  Antar  Sesi  Layanan  Bimbingan  Klasikal  dengan
Pendekatan
Experiential  Learning
untuk  Meningkatkan  Karakter Bergaya Hidup Sehat Siswa SMP N Sukaresik Jawa Barat.
Berdasarkan  data  yang  dihasilkan  melalui
self  assessment  scale
mengenai tingkat  karakter  bergaya  hidup  sehat,  ditemukan  peningkatan
yang  berarti  baik  mulai  dari  sesi  pertama  hingga  sesi  keempat  dalam proses  implementasi  model  pendidikan  karakter.  Dari  hasil  itu  dapat
dikatakan  bahwa  sebagian  besar  dari  siswa  menikmati  proses  kegiatan bimbingan ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Kolb 1984 dan Nasution
2005 tentang
experiential learning
yang menyatakan bahwa pengalaman langsung  akan  lebih  mengaktifkan  keterampilan  serta  sikap  sehingga
dapat  menjadikan pemahaman baru bagi pembelajar. Data  menunjukkan,  pada  sesi  pertama  belum  ada  siswa  yang
mencapai hasil kategori sangat tinggi, Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor  setidaknya  sebagian  siswa  memang  belum  memiliki  karakter
bergaya  hidup  sehat  yang  optimal.  Implementasi  pendidikan  karakter bergaya  hidup  sehat  berbasis  layanan  bimbingan  klasikal  dengan
pendekatan
experiential learning
memiliki intervensi berkelanjutan antara tiap topik bahasannya.
Selanjutnya,  di  akhir  sesi  dua,  dan  sesi  tiga,  peneliti    juga menghimpun  data  pemahaman  siswa  melalui
self  assessment  scale
. Ternyata  ada  peningkatan  di  kategorisasi  sangat  tinggi  dari  0  di  sesi
pertama  menjadi  50  di  sesi  kedua,  dan  menjadi  60  di  sesi  ketiga. Pencapaian pemahaman yang cukup melonjak jauh ini tentu dikarenakan
keseriusan  siswa  dan  kenyamanan  yang  dirasakan  siswa  dalam  proses implementasi  yang  menggunakan  pendekatan
experiential  learning.
Secara keseluruhan terjadi peningkatan skor di setiap akhir sesi. Keunggulan  pendekatan
experiential  learning
yaitu  dapat meningkatkan gairah belajar, menciptakan suasana belajar yang kondusif,
memunculkan  antusias dalam  proses  belajar,  mendorong  dan
mengembangkan  proses  kognitif,  dan  mendorong  siswa  untuk  melihat sesuatu  dari  perspektif  yang  berbeda.  Oleh  karena  itu,  kegiatan
semacam  ini  sangat  disenangi  siswa,  alasannya  karena  siswa  ingin suasana  yang  berbeda  dan  lebih  menyenangkan  dalam  proses  belajar  di
kelas. Kegiatan yang  menyenangkan hubungan  guru  dan  siswa  menjadi lebih  hangat.  Gurupun dapat menyampaikan materi pelajaran pada  siswa
secara lebih mudah. Selain itu,  dari pengalaman belajar ini siswa diajak untuk merefleksikan  pengalaman mereka masing-masing. Melalui refleksi
pengalaman,   semakin  menyadari  pengalamannya  dan  menjadi  pribadi yang  lebih  baik  lagi,  sehingga  perilaku  yang  salah  suai  perlahan-lahan
dapat diperbaiki. Sejalan dengan pendapat Arifin Wibowo, 2012 tentang pendidikan
karakter terintegrasi di sekolah yang memiliki banyak hambatan sehingga pendidikan  karakter  kurang  maksimal.  Apabila  dibandingkan  dengan