Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial

(1)

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER PENERIMAAN DIRI

DAN SOSIAL

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Mersy Cahyati

131114071

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER PENERIMAAN DIRI

DAN SOSIAL

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Mersy Cahyati

131114071

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

ii

SKRIPSI

EFEKTIVITAS IMPLE


(4)

iii

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER PENERIMAAN DIRI DAN Rohandi, AN KLAS EXPERIENTIAL LEARNING


(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Jika kamu mempunyai 1000 masalah, ingatlah bahwa Tuhan mempunyai 1001

cara untuk menyelesaikannya” - unknow

“Belajar itu Menyakitkan”

(Drs. R. H. Dj. Sinurat, M.A.)


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Hasil tulisan ini Mersy persembahkan bagi ….

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang senantiasa menopang, menuntun dan memberikan kekuatan dalam perjalanan hidup menuju masa depan yang lebih

baik. Orangtua tercinta,

Papa Yohanes Sujianto, yang tanpa lelah memberikan dukungan, nasiha t, kasih sayang dan tak pernah lupa mengingatkan arti dari sebuah kesabaran, arti dari

sebuah penantian.

Mama Maria Yuspita (alm.) secara khusus Mersy tepati janji untuk mewujudkan impian Mama sebagai seorang Sarjana.

Koko tercinta, Puro Juan Handry yang selalu bersedia dijadikan sebagai saingan dalam dunia sekolah.

Keluarga besar Phang Khet Kong dan Ho Jan Fun yang selalu memberikan motivasi dan kasih sayang hingga detik ini.

Hendra Huang yang senantiasa mendengarkan cerita, keluh kesah dan tanpa lelah memberikan semangat.

Serta seluruh teman-teman dan sahabat yang menemani Mersy hingga tak lekang oleh waktu.


(7)

vi

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.


(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTIN


(9)

viii

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER PENERIMAAN DIRI DAN SOSIAL

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2015/2016)

Mersy Cahyati Universitas Sanata Dharma

2017

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) peningkatan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar antara sebelum dan sesudah implementasi, 2) peningkatan signifikansi hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar, 3) hasil peningkatan pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar antar sesi layanan, 4) efektivitas implementasi pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning berdasarkan penilaian siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode pra eksperimen

one group pre-test post-test design. Subjek penelitian berjumlah 21 orang siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop Tahun Ajaran 2015/2016. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner validasi efektivitas model menurut penilaian siswa, skala penilaian diri siswa, dan tes karakter penerimaan diri dan sosial. Tes karakter penerimaan diri dan sosial berbentuk pilihan ganda bergradasi yang diberikan sebelum dan sesudah implementasi dilakukan. Koefisien reliabilitas tes karakter penerimaan diri dan sosial diukur dengan menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach, diperoleh hasil hitung (r11=0,348) yang termasuk dalam kategori rendah. Sedangkan koefisien reliabilitas skala penilaian diri (self assessment scale) yang diukir dengan teknik analisis Alpha Cronbach diperoleh hasil hitung (r11=0,685) yang termasuk dalam kategori sedang.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) terdapat peningkatan hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial antara sebelum dan sesudah implementasi, 2) terdapat peningkatan yang signifikan hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning, 3) terdapat peningkatan antar sesi layanan yang diberikan, 4) menurut penilaian siswa, implementasi model pendidikan karakter ini sangat efektif untuk meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop Tahun Ajaran 2015/2016.

Kata kunci: pendidikan karakter, karakter penerimaan diri dan sosial, bimbingan klasikal, experiential learning.


(10)

ix

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION BASED ON CLASS COUNSELING SERVICES USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO IMPROVE SELF AND SOCIAL

ACCEPTANCE

(Pre Experiments in Class VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, West Kalimantan Academic Year 2015/2016)

Mersy Cahyati Sanata Dharma University

2017

The purpose of this study was to determine: 1) the increase of student self and social acceptance based on the class guidance services using the experiential learning approach in St.Aloysius Gonzaga Junior High School Nyarumkop, West Kalimantan before and after the implementation, 2) a significance increase in the results of character education to increase self and social acceptance based on class guidance services using the experiential learning approach St.Aloysius Gonzaga JHS Nyarumkop, West Kalimantan, 3) the increase of self and social acceptance based on class guidance services using the experiential learning approach in St.Aloysius Gonzaga JHS Nyarumkop, West Kalimantan in between sessions, 4) the effectiveness of the implementation of character education to improve self and social acceptance based on class guidance services using the experiential learning approach according to student‟s assessment.

This research is a quantitative research with pre-experimental methods of one group pre-test post-test design. Subjects of the research were 21 students of class VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop Academic Year 2015/2016. Data were collected using a questionnaire validation of the effectiveness of the model according to student assessment, student self-assessment scale, and the test of character self and social acceptance. The test of character self and social acceptance was a graded multiple choice given before and after the implementation. The coefficient of reliability tests of character self and social acceptance was measured using Cronbach‟s Alpha analysis techniques, the result of (r11 = 0.348) was included in the low category. While the self-assessment scale reliability coefficient (self assessment scale) analyzed with Cronbach‟s Alpha analysis techniques resulting in (r11 = 0.685) was included in the medium category. The results showed: 1) there was an increase in student self and social acceptance before and after the implementation of the character education based on class guidance service using the experiential learning approach, 2) there is a significant increase in student self and social acceptance before and after the implementation of the character education based on class guidance service using the experiential learning approach, 3) there is an increase in between the sessions of the services, 4) according to student assessment, the implementation of character education model is very effective to improve the character of selfand social acceptance among the students of class VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop Academic Year 2015/2016.

Keywords: pendidikan karakter, karakter penerimaan diri dan sosial, bimbingan klasikal, experiential learning


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat dan

perlindungan-Nya, penulisan tugas akhir dengan judul “EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER PENERIMAAN DIRI DAN SOSIAL (Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2015/2016)”

dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Selama proses menulis tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa begitu

banyak pihak yang berperan dalam membimbing, mendampingi, mengingatkan

dan mendukung setiap proses yang penulis jalani. Oleh sebab itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling, sekaligus dosen pembimbing skripsi.

3. Segenap Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

bimbingan dan pendampingan selama penulis menempuh studi.

4. Mas Stefanus Priyatmoko selaku petugas sekretariat Program Studi

Bimbingan dan Konseling yang senantiasa ramah dan penuh kesabaran


(12)

xi

5. Orang tua tercinta, Papa Yohanes Sujianto dan Mama Maria Yuspita (alm.)

atas seluruh doa, dukungan, pendampingan, nasihat serta penguatan yang

diberikan kepada penulis selama ini.

6. Koko tesayang, Puro Juan Handry atas segala keceriaan dan dukungan yang

diberikan kepada penulis selama ini.

7. Keluarga besar Phang Khet Kong dan Ho Jan Fun atas bantuan finansial, nasihat, kasih sayang, kebahagiaan, keceriaan, kebersamaan yang selalu

dirindukan penulis selama ini dan saat penulis sedang menempuh kuliah di

Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

8. Sahabat terbaik, teman terkasih, dan pacar yang luar biasa Hendra Huang atas

doa, bantuan, dukungan, kebersamaan, keceriaan yang selalu diberikan kepada

penulis selama ini.

9. Keluarga keduaku, sahabat sekaligus saudara tergilaku, „Alayers‟: Galuh Kotsasi, Giffari Enggar, Desi Indah, Vera Handika, dan Futri Auliya, serta

„Quiners‟: Erna Nosita, Cindy Glaudia, Adeartha, Yohana Maria Deta, atas

kegilaan, keceriaan, kebahagiaan, kebersamaan, keluh kesah, dan semangat

yang selalu diberikan kepada penulis selama duduk di bangku SMP-SMA

hingga proses penulisan tugas akhir.

10.Sejawatku, Sahabatku, Keluarga ketigaku Angkatan 2013A dan 2013B

Program Studi Bimbingan dan Konseling atas doa, dukungan, pengalaman dan

kebersamaan selama studi, organisasi, kepanitiaan, PPL, KKN, hingga


(13)

xii

11.Teman-teman terdekat selama studi di Prodi BK USD yang selalu ringan

tangan, mendengarkan keluh kesah, memberi nasihat dan dukungan, Stela

Hilapok, Yuni Tarigan, Katerina M, Mba Monica Susi, Dwi Retno, Prety

Tarigan, Bruder Dinus, Ivantoro, Heny Listyp, Florentina, Zena Vania,

Okdarina, Fransiscade, Kadek Sri, Offy Pugel, Rani Pri, Soesanto, Wibi,

Aning, Gagas, Sifradita, Yosepyoga, Yoga L, Melani, dan masih banyak lagi

teman-teman yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu.

12.Kakak-kakak Angkatan 2012 dan Adik-adik Angkatan 2014 dan 2015 yang

senantiasa saling memberi motivasi, saling mendukung dan saling membantu,

terkhusus Gabriela T. Paramitha yang telah membantu penulis dalam banyak

hal terkait penyelesaian tugas akhir ini.

13.Keluarga Besar SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kalimantan Barat

yang telah mengijinkan penulis untuk berproses bersama dalam rangka

penyusunan tugas akhir.

14.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam proses pembuatan

hingga penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat

dipergunakan sebagai tambahan pengetahuan. Akhir kata, atas perhatian dan

kesempatan yang diberikan penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 23 Januari 2017

Penulis


(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR TABEL ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah Penelitian... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Istilah ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Hakikat Pendidikan Karakter... 12


(15)

xiv

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 12

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 13

3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 14

4. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan Pendidikan Karakter ... 17

5. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terintegrasi ... 17

6. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 18

B. Hakikat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 19

1. Pengertian Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 19

2. Manfaat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 21

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 21

4. Aspek Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 22

5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Seseorang Diterima dan Ditolak... 22

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ... 23

1. Pengertian Bimbingan Klasikal ... 23

2. Tujuan Bimbingan Klasikal ... 24

3. Manfaat Bimbingan Klasikal ... 25

4. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Bimbingan Klasikal ... 26

5. Teknik/strategi dalam Pelayanan Bimbingan Klasikal ... 27

6. Langkah-langkah Layanan Bimbingan Klasikal ... 32

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning ... 35

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning ... 35

2. Kelebihan Pendekatan Experiential Learning ... 36


(16)

xv

4. Aktivitas Inti dalam Pembelajaran Experiential Learning ... 38

5. Prosedur Penerapan Experiential Learning ... 39

E. Hakikat Remaja Sebagai Peserta Didik SMP ... 41

1. Pengertian Peserta Didik SMP ... 41

2. Karakteristik Peserta Didik SMP ... 42

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Sebagai Peserta Didik ... 43

4. Karakteristik Remaja Suku Dayak ... 44

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 46

G. Kerangka Berpikir ... 47

H. Hipotesis Penelitian ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

A. Jenis Penelitian ... 50

B. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian... 52

C. Setting Penelitian (lokasi dan waktu penelitian) ... 52

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 53

1. Teknik Pengumpulan Data ... 53

2. Tahap Pengumpulan Data ... 53

3. Instrumen ... 54

E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen ... 60

1. Validitas Instrumen ... 60

2. Reliabilitas Instrumen ... 61

I. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70


(17)

xvi

1. Peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dalam meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 jika dilihat dari hasil pretest dan posttest. ... 70 2. Signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter

penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 antara sebelum dan sesudah implementasi. ... 75

3. Peningkatan hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 antar sesi layanan. ... 78

4. Efektivitas implementasi pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 menurut penilaian responden siswa. ... 80

B. Pembahasan ... 82

1. Peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter dilihat dari hasil pretest dan posttest. ... 82 2. Signifikansi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter

penerimaan diri dan sosial antara sebelum dan sesudah implementasi. ... 84

3. Peningkatan hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial antar sesi layanan. ... 85


(18)

xvii

4. Efektivitas implementasi pendidikan karakter penerimaan diri dan

sosial menurut penilaian responden siswa. ... 87

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 91

C. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 95

LAMPIRAN ... 98

LAMPIRAN 1 Tes Tingkat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 99

LAMPIRAN 2 Kuesioner Penilaian Diri (self assesment scale) ... 103

LAMPIRAN 3 Lembar Penilaian Siswa ... 105

LAMPIRAN 4 Tabulasi Data Pretest ... 107

LAMPIRAN 5 Tabulasi Data Posttest ... 108

LAMPIRAN 6 Tabulasi Selisih Skor Pendidikan Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 109

LAMPIRAN 7 Tabulasi Data Skala Penilaian Diri Siswa Sesi I ... 110

LAMPIRAN 8 Tabulasi Data Skala Penilaian Diri Siswa Sesi II ... 111

LAMPIRAN 9 Hasil Uji Z Wilcoxon ... 112

LAMPIRAN 10 Hasil Uji Validitas Butir Item Tes Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 113

LAMPIRAN 11 Hasil Uji Validitas Item Skala Penilaian Diri Siswa ... 115

LAMPIRAN 12 Hasil Uji Reliabilitas Tes Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 116

LAMPIRAN 13 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penilaian Diri Siswa ... 117

LAMPIRAN 14 Surat Izin Penelitian ... 118


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tahapan Pelayanan Bimbingan Klasikal ... 35

Gambar 2. 2 Kolb’s Experiential Learning Style Model ... 37

Gambar 2. 3 Prosedur Penerapan Experiential Learning ... 41

Gambar 2. 4 Bagan Kerangka Berpikir... 48

Grafik 4. 1 Peningkatan Rerata Skor Karakter Penerimaan Diri dan Sosial Antara Pre Test Dan Post Test ... 71

Grafik 4. 2 Komposisi Sebaran Subjek Berdasarkan Capaian Skor Tes Karakter Penerimaan Diri dan Sosial Antara Sebelum dan Sesudah Implementasi Pendidikan Karakter... 72

Grafik 4. 3 Komposisi Sebaran Subjek Berdasarkan Capaian Skor Pendidikan Karakter Antara Sebelum dan Sesudah Implementasi Pendidikan Karakter ... 73

Grafik 4. 4 Komposisi Sebaran Subjek Berdasarkan Capaian Skor Pendidikan Karakter pada Tiap Sesi ... 79


(20)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tahapan Langkah Model Pembelajaran Experiential Learning ... 38

Tabel 3. 1 Tabel Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design ... 51

Tabel 3. 2 Data Subjek Penelitianz ... 52

Tabel 3. 3 Kisi-kisi Tes dan Hasil Uji Validitas Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 57

Tabel 3. 4 Kisi-kisi Skala Penilaian Dri (self assessment scale) ... 59

Tabel 3. 5 Rekapitulasi Hasil Uj Validitas Tes Karakter Penerimaan Diri dan Sosial ... 63

Tabel 3. 6 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Skala Penilaian Diri (Self Assesment Scale) ... 63

Tabel 3. 7 Norma Kategori Reliability Statistic Guilford ... 63

Tabel 3. 8 Reliabilitas Item Tes ... 65

Tabel 3. 9 Reliabilitas Skala Penilaian Diri (self assesment scale)... 66

Tabel 3. 10 Tabel Norma Kategorisasi Skala Penilaian Diri (self Assesment Scala) Tingkat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial/i Kelas VIIB SMP St. Aloysius Gonzage Nyarumkop, Kal-Bar Tahun Ajaran 2015/2016 ... 68

Tabel 4. 1 Distribusi Hasil Peningkatan Karakter Penerimaan Diri dan Sosial Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar Tahun Ajaran 2015/2016 Antara Sebelum dan Sesudah Implementasi Pendidikan Karakter ... 72

Tabel 4. 2 Uji T Berpasangan Pretest-Posttest Karakter Penerimaan Diri dan Sosial Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 ... 75 Tabel 4. 3 Distribusi Hasil Peningkatan Karakter Penerimaan Diri dan

Sosial Berdasarkan SkalaPenilaian Diri (Self Assesment Scale)


(21)

xx

Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar Tahun Ajaran 2015/2016 ... 79 Tabel 4. 4 Penilaian Siswa Terhadap Efektivitas Model ... 81


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi

istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Rencana Strategis (renstra) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2010-2014 telah mencanangkan penerapan pendidikan karakter pada semua

jenjang pendidikan di Indonesia mulai tingkat Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) sampai perguruan tinggi (PT) dalam sistem pendidikan Indonesia.

Berkaitan dengan pelaksanaan renstra pendidikan karakter di semua jenjang

tersebut maka sangat diperlukan kerja keras semua pihak, terutama terhadap

program-program yang memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa

harus benar-benar dioptimalkan (Listyarti, 2012).

Masalah-masalah seputar karakter atau moral yang terjadi sekarang ini,

jauh lebih banyak dan lebih kompleks dibandingkan dengan masalah-masalah

karakter atau moral yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Persoalan

karakter menjadi bahan pemikiran sekaligus keprihatinan bersama

dikarenakan negara ini sedang mengalami krisis karakter (Zubaedi, 2012).

Krisis ini antara lain ditandai dengan meningkatnya masalah-masalah sosial

yang muncul di dunia remaja. Dari 350 orang siswa SMP dan SMA dari

beberapa sekolah di Jakarta, ditemukan angka peningkatan dalam masalah


(23)

remaja 84%, kejahatan terhadap teman 36,66%, pencurian remaja 6,73%,

kebiasaan menyontek 49.3%, penyalahgunaan obat-obatan terlarang 22%,

pornografi 52,9%, perkosaan 22,53%, perampasan dan perusakan milik orang

lain 19,85%, serta kasus bunuh diri di kalangan remaja 50%, menjadi masalah

sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas

(www.vivanews.co.id).

Selama ini para guru sudah mengajarkan pendidikan karakter, namun

kebanyakan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah

metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Tanpa pijakan dan pemahaman

konsep, teori, serta metode yang jelas dan komprehensif tentang pendidikan

karakter, maka misi pendidikan karakter pada sekolah-sekolah akan menjadi

sia-sia. Tidak hanya para guru yang berperan aktif dalam pendidikan karakter

di sekolah, tetapi para staf atau pegawai di lingkungan sekolah juga dituntut

berperan dalam pendidikan karakter dengan cara menjaga sikap, sopan santun,

dan perilaku agar dapat menjadi sumber keteladanan bagi para peserta didik

(Koesoema, 2010).

Pendidikan karakter sangat penting dilaksanakan pada anak usia remaja, di

mana masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip

mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari

banyaknya teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan

emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang

dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun


(24)

yang sering dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya,

yaitu: (1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan

situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi,

penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. (2) Masalah khas remaja, yaitu

masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti

masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan

stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit

kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Ketika seorang anak beranjak remaja, anak sungguh membutuhkan

perhatian khusus dari orang tua maupun dari guru di sekolah terutama pada

perubahan-perubahan yang dialaminya baik secara fisik (bentuk tubuh)

maupun hormonal. Bertambahnya tugas-tugas perkembangan juga membuat

anak harus kembali beradaptasi, apalagi perubahan dalam interaksi sosial yang

membuat anak harus menyesuaikan diri dengan situasi barunya sebagai

seorang remaja. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menjadi hambatan dalam

perkembangan remaja. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi

dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda

dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui dalam setiap fase

perkembangan termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas

perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil

diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagiaan dan

penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas


(25)

tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya (Hurlock, 1991). Terutama pada

karakter penerimaan diri dan sosial.

Beberapa sekolah di wilayah Kalimantan Barat, khususnya di SMP

St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar hal serupa terjadi. Sebagian besar

remaja Suku Dayak yang bersekolah di SMP St.Aloysius Gonzaga

Nyarumkop, Kal-Bar masih belum menyadari pentingnya pendidikan karakter

penerimaan diri dan sosial di sekolah karena remaja di daerah tersebut masih

sering berkelahi, menyontek, mengikuti acara-acara adat yang mengharuskan

mereka minum minuman keras tradisional, serta merokok. Hal ini

menyebabkan keprihatinan terkait karakter penerimaan diri dan sosial yang

kurang baik dalam pergaulan mereka sehari-hari. Kurangnya pemahaman

remaja terkait karakter penerimaan diri dan sosial, serta belum adanya

penelitian yang secara langsung menunjuk pada efektivitas pendidikan

karakter penerimaan diri dan sosial, membuat peneliti tertarik dan ingin

menelusuri lebih jauh bagaimana karakter tersebut diajarkan oleh guru BK

atau konselor di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar. Penelitian

ini berfokus untuk menumbuhkan beberapa nilai karakter yakni, jujur, disiplin,

mandiri, dan peduli sosial.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah melalui

implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

pendekatan experiential learning, di mana guru BK atau konselor sekolah dapat mempersiapkan rancangan yang optimal untuk menggabungkan


(26)

dapat mengalami langsung proses pembelajaran yang juga mengajarkan

mereka tentang nilai-nilai karakter yang masih harus dikembangkan dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan karakter sangat

diperlukan, agar siswa-siswi yang baru berusia remaja ini dapat menangani

masalah yang dihadapi terutama karakter penerimaan diri dan sosial. Karena

pada saat seorang anak sudah bisa menerima dirinya apa adanya, maka secara

otomatis anak harus bisa juga menerima dunia sosialnya, dengan begitu

pendidikan karakter ini dapat membantu siswa menjadi pribadi yang lebih

optimal.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin

mengukur seberapa efektif pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial

berbasis layanan bimbingan klasikal. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk

mengangkat judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

(Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga

Nyarumkop, Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2015/2016)”.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan berbagai

masalah sebagai berikut :

1. Pendidikan karakter khususnya di SMP selama ini baru menyentuh ranah

kognitif dan belum sampai tataran ranah afeksi maupun pengamalan


(27)

2. Persoalan karakter menjadi bahan pemikiran sekaligus keprihatinan

bersama dikarenakan negara ini sedang mengalami krisis karakter.

3. Vivanews.co.id melangsir hasil penelitian kenakalan remaja yang

menunjukkan meningkatnya pergaulan seks bebas 62,7%, maraknya angka

kekerasan anak-anak dan remaja 84%, kejahatan terhadap teman 36,66%,

pencurian remaja 6,73%, kebiasaan menyontek 49.3%, penyalahgunaan

obat-obatan terlarang 22%, pornografi 52,9%, perkosaan 22,53%,

perampasan dan perusakan milik orang lain 19,85%, bunuh diri di

kalangan remaja 50%, sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini

belum dapat diatasi secara tuntas.

4. Siswa belum menyadari dan belum mempunyai gambaran pentingnya

pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial bagi dirinya sendiri.

5. Belum pernah diterapkan layanan bimbingan klasikal berbasis experiential learning di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar.

6. Adanya indikasi karakter penerimaan diri dan sosial yang kurang baik

pada siswa di SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar.

7. Belum adanya penelitian yang secara langsung menunjukkan efektivitas

pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial di SMP St.Aloysius

Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar.

C. Pembatasan Masalah Penelitian

Bertolak dari pengidentifikasian masalah di atas, peneliti mencoba untuk

memberi pembatasan pada poin 4, 5, 6, 7. Dalam penelitian ini, fokus kajian


(28)

klasikal dengan pendekatan experiential learning guna meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial pada siswa SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop,

Kal-Bar.

D. Rumusan Masalah

1. Seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan karakter

berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dalam meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran

2015/2016 jika dilihat dari hasil pre-test dan post-test?

2. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan hasil implementasi

pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran

2015/2016 antara sebelum dan sesudah implementasi?

3. Seberapa tinggi peningkatan hasil pendidikan karakter penerimaan diri dan

sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 antar sesi layanan?

4. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter penerimaan diri dan

sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning menurut penilaian siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar?


(29)

E. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis seberapa tinggi peningkatan hasil implementasi pendidikan

karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal

dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar berdasarkan hasil pre-test dan

post-test.

2. Menganalisis signifikansi implementasi hasil pendidikan karakter

penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016.

3. Mendeskripsikan seberapa tinggi hasil implementasi pendidikan karakter

penerimaan diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016 antar sesi layanan.

4. Menganalisis efektivitas implementasi pendidikan karakter penerimaan

diri dan sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning berdasarkan penilaian siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar tahun ajaran 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap


(30)

karakter. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan

dan pengembangan penelitian dalam bidang kajian yang sama, khususnya

mengenai pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis layanan

bimbingan klasikal di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para guru Bimbingan dan Konseling SMP St.Aloysius Gonzaga

Nyarumkop, Kal-Bar

Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur yang dapat digunakan

oleh sekolah untuk melihat seberapa baik dan seberapa positif

efektivitas pendidikan karakter penerimaan diri dan sosial berbasis

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

pada siswa kelas VIIB. Selain itu, sekolah juga dapat menentukan

langkah-langkah yang dapat diberikan kepada siswa untuk dapat

meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial dalam diri mereka.

b. Bagi siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop,

Kal-Bar

Siswa kelas VIIB SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop, Kal-Bar

dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa baik

dan seberapa positif karakter penerimaan diri dan sosial mereka setelah

mengikuti layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Apabila terdapat pada diri mereka masing-masing kekurangan dalam menerima diri dan sosial, maka mereka juga perlu


(31)

c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan memahami seberapa baik dan

seberapa positif efektivitas pendidikan karakter penerimaan diri dan

sosial berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning dan dapat mengusulkan topik-topik bimbingan yang sesuai kepada guru BK SMP St.Aloysius Gonzaga Nyarumkop,

Kal-Bar untuk membantu siswa dalam membangun karakter

penerimaan diri dan sosial.

G. Definisi Istilah

Beberapa hal terkait dengan istilah dalam judul penelitian ini dijelaskan

sebagai berikut :

1. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja guna membantu

seseorang sehingga memiliki cara berpikir dan berperilaku sesuai dengan

ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup

keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Pendidikan karakter

bertujuan pula mengenalkan kepada peserta didik nilai-nilai luhur yang

harus dikembangkan oleh peserta didik terutama di Indonesia.

2. Karakter penerimaan diri dan sosial merupakan kemampuan manusia

dalam melakukan pemahaman dan refleksi terhadap dirinya sendiri serta

lingkungannya. Menerima diri dan lingkungan sosial berarti seseorang

memiliki kemampuan dalam memahami orang lain baik dari aspek fisik,

psikologis, sosial atau spiritualnya, mampu melihat dan menyelami dirinya


(32)

menyadari apa saja yang dilakukan, berpikir dan mengevaluasi kelebihan

serta kekurangan dirinya.

3. Bimbingan klasikal merupakan layanan bimbingan dan konseling yang

diberikan oleh guru bimbingan dan konseling (guru BK) atau konselor

sekolah kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang

dilaksanakan di dalam kelas.

4. Experiential Learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman, di mana para pembelajar membangun pengetahuan,


(33)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter

penerimaan diri dan sosial, hakikat pendekatan experiential learning, hakikat layanan bimbingan klasikal, hakikat remaja sebagai pelajar SMP, hasil penelitian

yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Lickona (dalam Samani & Hariyanto, 2012:44) mendefinisikan

pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk

membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan

nilai-nilai etis. Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang

mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik sehingga mereka

memiliki nilai karakter dalam diri, yang dapat diterapkan dalam kehidupan

sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis,

dan kreatif (Zubaedi, 2012: 17-18).

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu upaya terencana

untuk menjadikan seseorang dapat memahami, peduli, dan bertindak

dengan berlandaskan nilai-nilai karakter dalam diri dan norma yang

berlaku dalam lingkungan sekitar sehingga akhirnya membentuk manusia


(34)

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), pendidikan

karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan

karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan

seimbang, sesuai Standar Kompetensi Lulusan. Secara khusus tujuan

pendidikan karakter adalah untuk:

a. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan

sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi karakter bangsa yang

religius.

b. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter dan

karakter bangsa.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik

sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan

belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan serta rasa


(35)

3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Menurut Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas (dalam Suyadi, 2013)

terdapat 18 nilai karakter yang harus dikembangan untuk peserta didik di

Indonesia. Kedelapan belas nilai dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Nilai religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup

rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

gender, jenis kelamin, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang

berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas


(36)

f. Kreatif

Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil

baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan


(37)

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu

berguna bagi masyarakat, serta menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/komunikatif

Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan

bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebaBKan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya

untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain

dan masyarakat yang membutuhkan tanpa melihat pengkotakan sosial,

baik agama, budaya, gender, jenis kelamin, dan status sosial.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan


(38)

4. Faktor-faktor Pengaruh Keberhasilan Pendidikan Karakter

Menurut Zubaedi (2012) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pendidikan karakter, yaitu:

a. Insting (naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia

dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang.

b. Adat atau kebiasaan

Adat atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara

berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti

berpakaian, makan, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya.

c. Keturunan

Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi

pembentukan karakter seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah variabel yang selalu melekat pada diri setiap

individu, mulai dari lingkungan fisik hingga pada lingkungan sosial.

5. Hambatan-hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terintegrasi

Barus (2015) dalam penelitiannya pada 5 SMP di berbagai kota di

Indonesia menemukan hambatan-hambatan umum dalam pelaksanaan

pendidikan karakter terintegrasi, yakni.

a. Pedoman Pendidikan Karakter dari Direktorat Pembinaan SMP (2010)


(39)

b. Integrasi nilai karakter melalui pembelajaran masih bersifat sekedar

tempelan, para guru sulit menerapkannya.

c. Tidak tersedia alat dan cara evaluasi untuk mengukur ketercapaian

karakter.

d. Penanaman nilai karakter masih cenderung pada tataran

kognitif/diceramahkan.

e. Komitmen dan konsistensi para guru dalam menjaga gawang karakter

tidak selalu sama, cenderung rapuh dan belum tercipta kolaborasi yang

baikantara para guru dan konselor/guru BK dalam implementasi

pendidikan karakter.

f. Sebanyak 36,4% dari 653 siswa di 5 kota yang diteliti masih berada

pada kategori kurang baik dan beberapa di antaranya buruk dalam

capaian skor karakternya.

6. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), menyatakan bahwa pendidikan

karakter hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk

membangun karakter.


(40)

e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan

perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang

yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka,

dan membantu mereka untuk sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggng jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai

dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam

usaha membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru

karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta

didik.

B. Hakikat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

1. Pengertian Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

Elias & Handayani (2014) menjelaskan bahwa menerima diri dapat

diartikan sebagai suatu sikap memandang diri sendiri sebagaimana adanya

dan memperlakukan secara baik disertai rasa senang serta bangga serta


(41)

dirinya berarti orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya

saat ini dan mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan diri.

Jersild (dalam Hurlock, 1991) mendefinisikan penerimaan diri sebagai

tingkat sejauh mana seseorang menerima karakteristik personalnya dan

menggunakannya untuk menjalani keberlangsungan hidupnya. Tingkat

penerimaan diri seseorang menentukan penyesuaian kehidupannya.

Hurlock (1991) menambahkan bahwa penerimaan diri ditentukan sejauh

mana keberhasilan individu dalam membentuk tingkah laku yang sesuai

dengan nilai-nilai yang melingkupi kehidupannya. Lebih-lebih hal ini akan

mengarah pada aktualisasi diri sebagai motif utama individu yang

mengarahkannya pada pengembangan potensi sebagai individu yang unik.

Orang yang tertarik pada dirinya akan mengagumi dirinya dan memberi

penghargaan pada dirinya.

Dalam situasi sosial, setiap individu yang bertingkah laku sosial,

diharapkan mempunyai kegunaan bagi individu lain dalam interaksi sosial

tersebut. Dengan kata lain, tingkah laku sosial inilah yang harus dipelajari

oleh setiap individu dalam hubungannya dengan situasi sosial yang

dihadapi oleh individu yang bersangkutan dalam kehidupannya sehari-hari

(Abdul Rahman, 2013).

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di

atas, disimpulkan bahwa penerimaan diri dan sosial merupakan kesadaran


(42)

menentukan penyesuaian hidup dan kehidupan sosialnya bersama dengan

individu lain dalam situasi sosial yang dihadapi.

2. Manfaat Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

Karakter penerimaan diri dan sosial memiliki peranan yang penting

dalam interaksi sosial. Jika individu mampu menerima diriya sendiri,

maka individu tersebut akan mampu menerima orang lain (Elias &

Handayani, 2014). Penerimaan diri dapat membantu individu dalam

berinteraksi dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta

membuat hubungan lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa

setiap individu diciptakan sama, yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan.

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

Sheerer (dalam Sutadipura, 1984) menyebutkan karakterisitik dari individu

yang memiliki karakter penerimaan diri dan sosial, yaitu :

a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya.

b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain.

c. Tidak menganggap dirinya sebagai orang hebat atau abnormal dan

tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.

d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang lain.

e. Mempertanggungjawabkan perbuatannya.

f. Mengikuti standar pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan.


(43)

h. Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang

berlebih-lebihan atau tidak memanfaatkan sifat-sifat yang luar biasa.

i. Menyatakan perasaannya secara wajar.

4. Aspek Karakter Penerimaan Diri dan Sosial

Beberapa aspek karakter penerimaan diri dan sosial menurut Jersild (2011)

dijelaskan sebagai berikut :

a. Memiliki penilaian realistis terhadap potensi-potensi yang dimilikinya.

b. Mereka juga menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri.

c. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab terhadap perilakunya.

d. Mereka menerima kualitas-kualitas kemanusiaan mereka tanpa

menyalahkan diri mereka terhadap keadaan-keadaan di luar kendali

mereka.

5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Seseorang Diterima dan Ditolak

Mappiare (1982) menyebutkan hal-hal pribadi yang membuat seorang

individu diterima dalam kelompok menyangkut :

a. Penampilan (performance) dan perbuatan yang meliputi tampang yang baik, atau paling tidak rapih.

b. Kemampuan berpikir meliputi mempunyai inisiatif, banyak

memikirkan kepentingan orang lain dan mengemukakan buah

pikirannya.

c. Sikap, sifat, perasaan meliputi sikap sopan, memperhatikan orang lain,


(44)

tidak menyenangkan dirinya, dan suka menyumbangkan

pengetahuannya pada orang lain.

d. Pribadi meliputi jujur dan dapat dipercaya, bertanggungjawab dan suka

menjalankan atau melakukan pekerjaannya, menaati

peraturan-peraturan kerja, mampu menyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai

situasi dan pergaulan sosial.

e. Aspek lain meliputi pemurah atau tidak pelit atau tidak kikir, suka

bekerja sama, dan membantu orang lain.

Seorang individu akan mengalami penolakan dalam kelompok jika

keadaan berbanding terbalik dari beberapa hal yang dipaparkan di atas.

Ketiadaan hal-hal tersebut dapat menyebabkan seseorang diabaikan atau

kurang diterima dalam kelompok.

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Bimbingan kasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan

yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyajikan materi yang

telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal

masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari

pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel & Hastuti, 2004).

Kebutuhan dan masalah yang bersifat umum, dihadapi oleh seluruh

atau sebagian besar peserta didik, dan tidak terlalu bersifat pribadi, dapat

dibantu dengan layanan bantuan secara klasikal atau kelompok besar.


(45)

sehingga dapat segera diberikan oleh konselor atau guru BK

(Sukmadinata, 2007:116 &118).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan

klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan yang

diberikan oleh konselor di dalam setting kelas (terjadwal) dengan

menyajikan materi sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi

oleh peserta didik dan tidak terlalu bersifat pribadi.

2. Tujuan Bimbingan Klasikal

Suciati (2005) mengungkapkan bahwa bimbingan klasikal diklasifikasikan

dalam beberapa tujuan sebagai berikut:

a. Tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif berorientasi pada

kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual

sederhana yakni mengingat sampai kemampuan memecahkan. Secara

hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif dari tingkatan

paling rendah meliputi: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,

sintesis, dan evaluasi.

b. Tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif berorientasi dengan

dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap yang menunjukkan

penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Secara hirarkis tujuan

bimbingan klasikal pada aspek afektif dari tingkatan paling rendah

meliputi: penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, pembentukan


(46)

c. Tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor berorientasi kepada

keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau

tindakan yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Secara hirarkis

tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotor dari tingkatan paling

rendah meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan

terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerak dan kreativitas.

Menurut Winkel (2004:31) tujuan layanan bimbingan ialah supaya

sesama manusia mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan

dirinya sendiri seoptimal mungkin, memikul tanggung jawab sepenuhnya

atas arah hidupnya sendiri, menggunakan kebebasannya sebagai manusia

secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua

potensi yang baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi

dalam kehidupan ini secara memuaskan. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tujuan dari bimbingan klasikal ialah supaya peserta

didik nantinya dapat mengatur kehidupannya dengan seimbang dan

menggunakan segala kemampuan serta mengembangkan

keterampilan-keterampilan yang dimilikinya secara optimal untuk pemenuhan setiap

kebutuhan hidupnya.

3. Manfaat Bimbingan Klasikal

Depdiknas, Bimbingan dan Konseling (2004) memaparkan manfaat


(47)

a. Siswa semakin memahami dirinya sendiri seperti bakat, minat, sifat,

sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku, dan lain

sebagainya.

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses bersosialisasi

terhadap orang lain atau lingkungannya.

c. Siswa semakin tertarik, termotivasi dan berminat untuk belajar lebih

giat sehingga hasil belajarnya menjadi baik.

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan masalahnya dan mengambil

keputusan sendiri dalam hidupnya, serta mampu merencanakan

kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pengembangan hidupnya.

e. Siswa semakin mampu mengembangkan nilai dan sikap secara

menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Siswa semakin mampu menerima dan memahami tingkah laku

manusia.

g. Siswa semakin mampu untuk mempersiapkan diri dalam menghadap

masa depannya.

4. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Bimbingan Klasikal

Model ASCA (American School Counselor Association) (Makhrifah & Wiryo Nuryono, 2014:1-2) menyatakan bimbingan klasikal merupakan

bentuk kegiatan yang termasuk ke dalam komponen layanan dasar

(guidance curriculum). Komponen layanan dasar bersifat developmental, sistematik, terstruktur, dan disusun untuk meningkatkan kompetensi

belajar, pribadi, sosial dan karier. Layanan dasar merupakan layanan


(48)

perbedaan gender, ras, atau agama mulai taman kanak-kanak sampai

tingkat SMA disajikan melalui kegiatan kelas untuk memenuhi kebutuhan

perkembangan dalam bidang belajar, pribadi, sosial, dan karir.

5. Teknik/strategi dalam Pelayanan Bimbingan Klasikal

Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan klasikal/kelompok

mempunyai banyak fungsi. Selain dapat lebih memfokuskan kegiatan

bimbingan klasikal/kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai, dapat

juga membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan agar

lebih bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya,

seperti yang dikemukakan oleh Tatiek Romlah (2001:86) “Bahwa teknik

bukan merupakan tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan”.

Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan

klasikal/kelompok yaitu, antara lain :

a. Teknik pemberian informasi (expository)

Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah,

yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada

sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi

mencakup tiga hal, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, penilaian.

Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain adalah :

1) Dapat melayani banyak orang,

2) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien,

3) Tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas,


(49)

Sedangkan kelemahannya adalah antara lain :

1) Sering dilaksanakan secara monolog,

2) Individu yang mendengarkan kurang aktif,

3) Memerlukan keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi

menarik.

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara

tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau

untuk memperjelas suatu persoalan. Dinkmeyer & Munro (dalam

Romlah, 2001:89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok

yaitu: (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk

mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan

pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.

c. Teknik pemecahan masalah (problem solving)

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana

pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan

masalah secara sistematis adalah :

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah

2) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah

3) Mencari alternatif pemecahan masalah

4) Menguji masing-masing alternatif

5) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan


(50)

d. Permainan peranan (role playing)

Bennett dalam Romlah (2001:99) mengemukakan: “bahwa

permainan peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan

keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai

hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang

paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya”. Di

dalamnya Bennett menyebutkan ada dua macam permainan peranan,

yaitu sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk

memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar

manusia. Dalam kesempatan itu individu akan menghayati secara

langsung situasi masalah yang dihadapinya. Dari permainan peranan

itu kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan

masalahnya.

Sedangkan kedua adalah psikodrama adalah permainan yang

dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh

pengertian yang lebih baik tentang dirinya, dapat menemukan konsep

dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksi

terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Dengan memerankan suatu

peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam dirinya


(51)

e. Permainan simulasi (simulation games)

Adams dalam Romlah (2001:109) menyatakan bahwa permainam

simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan

situasi- situasi yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya. Permainan

simulasi dapat dikatakan merupakan permainan peranan dan teknik

diskusi.

f. Home room

Home room yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan

tujuan agar guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga

dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas

dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam

pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.

Dalam program home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi

yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat

mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Dalam kesempatan ini

diadakan tanya jawab, menampung pendapat, merencanakan suatu

kegiatan, dan sebagainya.

g. Karyawisata/field trip

Kegiatan rekreasi yang dikemas dengan metode mengajar untuk

bimbingan klasikal/kelompok dengan tujuan siswa dapat memperoleh

penyesuaian dalam kelompok untuk dapat kerjasama dan penuh

tanggungjawab. Metode karyawisata berguna bagi siswa untuk


(52)

segala masalahnya. Misalnya, siswa diajak ke museum, kantor,

percetakan, bank, pengadilan, atau ke suatu tempat yang mengandung

nilai sejarah/kebudayaan tertentu. Kegiatan karya wisata berkaitan

dengan kegiatan mendapatkan informasi, karena pada kegiatan karya

wisata berlangsung maka secara langsung siswa dapat meninjau

objek-objek menarik dan mereka mendapatkan informasi yang lebih baik dari

objek itu. Selain itu siswa-siswa juga mendapat kesempatan untuk

memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, serta dapat

mengembangkan bakat dan cita-citanya.

h. Pengajaran Remedial

Merupakan suatu usaha pembimbing untuk membantu siswa yang

mengalami kesulitan dalam menguasai pelajaran tertentu, terutama yang

tidak dapat diatasi secara klasikal.

i. Organisasi Siswa atau Kegiatan Kelompok

Organisasi siswa atau kegiatan kelompok baik dalam lingkungan

sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu cara dalam

bimbingan kelompok, karena melalui organisasi banyak masalah yang

bersifat individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam

organisasi, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengenal berbagai

aspek kehidupan sosial, siswa juga dapat mengembangkan bakat

kepemimpinanya, memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri.

Berdasarkan beberapa teknik yang telah dipaparkan di atas, dapat


(53)

problem solving, permainan simulasi, home room, serta kegiatan kelompok/organisasi berkaitan erat dengan pembelajaran eksperiensial.

Hal ini dikarenakan siswa/peserta didik mengalami langsung

kegiatan/peristiwa yang dapat membantu mereka memperoleh

pengetahuan baru, dan membantu mereka menjadi pribadi yang dapat

melihat suatu kondisi dari berbagai sisi. Dengan demikian tercapailah

tujuan dari layanan bimbingan klasikal dan pendekatan experiential

learning bahwa peserta didik harus mampu memikul tanggung jawab

sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri, dan menyelesaikan semua tugas

yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan, serta mampu

memecahkan masalah yang dihadapinya dengan dewasa

6. Langkah-langkah Layanan Bimbingan Klasikal

Depdiknas, Bimbingan dan Konseling (2004) memaparkan terdapat

beberapa langkah dalam pelayanan bimbingan klasikal yang harus

diperhatikan sebagai berikut:

a. Melakukan pemahaman peserta didik (menentukan kelas layanan,

menyiapkan instrumen pemahaman peserta didik, pengumpulan data,

analisis data, dan merumuskan pemahaman).

b. Menentukan kecenderungan kebutuhan layanan bimbingan klasikal

bagi peserta didik/konseli atas dasar hasil pemahaman peserta didik.

c. Memilih metode dan teknik yang sesuai untuk memberikan layanan

bimbingan klasikal (ceramah-diskusi; atau ceramah-simulasi-diskusi;


(54)

d. Persiapan pemberian layanan bimbingan klasikal, dapat disiapkan

secara tertulis yaitu suatu bukti administrasi kegiatan, dengan

demikian materi layanan yang disajikan secara terencana dapat

mencapai hasil yang optimal.

e. Memilh sistematika persiapan yang disusun oleh guru BK/konselor

dengan catatan telah persiapan telah diketahui dan disetujui oleh

koordinator BK maupun Kepala Sekolah.

f. Mempersiapkan alat bantu untuk melaksanakan pemberian layanan

bimbingan klasikal sesuai dengan kebutuhan layanan.

g. Evaluasi pemberian layanan bimbingan klasikal perlu dilakukan untuk

mengetahui bagaimana proses, tepat-tidaknya layanan yang diberikan,

atau perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian

tugas-tugas perkembangan.

Secara umum, aspek yang perlu dievaluasi meliputi : kesesuaian

program dalam pelaksanaan, keterlaksanaan program,

hambatan-hambatan yang dijumpai, dampat terhadap kegiatan belajar-mengajar,

dan respon peserta didik personal sekolah dan orangtua, serta

perubahan perkembangan peserta didik (tugas-tugas perkembangan),

atau perkembangan pribadi-sosial, belajar, dan karirnya.

h. Tindak lanjut, perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan pemberian

layanan bimbingan klasikal. Kegiatan tindak lanjut senantiasa


(55)

Tahapan pelayanan bimbingan klasikal ini secara singkat dapat

dijabarkan sebagai berikut ataupun pada Gambar 2.1 :

a. Pembukaan

1) Salam

2) Menanyakan kabar

3) Kontrak layanan (kesepakatan layanan) : guru BK dan peserta

didik membuat kesepakatan bersama yang akan ditaati selama

kegiatan berlangsung

4) Ice breaker (berbagai variasi) b. Kegiatan inti

1) Peserta didik mengamati tayangan materi melalui presentasi power

point dan penjelasan oleh guru BK (materi, video bimbingan, dsb)

2) Guru BK membagi peserta didik menjadi 4 kelompok, dalam

1kelompok kurang lebih terdiri dari 5-8 orang peserta didik

3) Peserta didik mendiskusikan materi yang telah ditayangkan dalam

kelompok

4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, dan

kelompok lain memberikan tanggapan

c. Penutup

1) Guru BK memberikan kesimpulan

2) Peserta didik diminta untuk menuliskan hasil refleksi pribadi

tentang pengetahuan baru yang telah didapat setelah mengikuti


(56)

Gambar 2. 1 Tahapan Pelayanan Bimbingan Klasikal

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning 1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning

Konsep experiential learning pertama kali dicetuskan oleh Kolb (1984). Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran kognitif

maupun behaviorisme (Kolb, 1984). Menurut Nasution (2005) experiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui


(57)

sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas

dan kemampuannya dalam proses pembelajarannya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

experiential learning merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada pengalaman yang dialami siswa. Siswa terlibat

langsung dalam proses belajar dan siswa mengkonstruksi sendiri

pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu

pengetahuan.

2. Kelebihan Pendekatan Experiential Learning

Kolb (1984) memaparkan bahwa pendekatan experiential learning

memiliki beberapa kelebihan, yakni; meningkatkan semangat dan gairah

belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif,

memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan

mengembangkan proses berpikir kreatif dan mendorong siswa untuk

melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda, hasilnya dapat dirasakan

bahwa belajar melalui pengalaman lebih efektif dan dapat mencapai tujuan

secara maksimal, meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah

dan pengambilan keputusan, menumbuhkan dan meningkatkan kemauan

untuk memberi dan menerima bantuan, mengembangkan ketangkasan,

kemampuan fisik dan koordinasi. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pendekatan Experiential learning dapat efektif apabila diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan materi yang diberikan.


(58)

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Experiential Learning

Kolb (2015) menjelaskan empat tahapan dalam model pembelajaran

experiential learning seperti disajikan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Kolb’s Experiential Learning Style Model

Lebih lanjut, Kolb juga memberikan pemaparan keempat tahapan model


(59)

Tabel 2. 1

Tahapan Langkah Model Pembelajaran Experiential Learning (Sumber: Baharuddin dan Wahyuni, 2010)

Tahapan Uraian

Concrete experience

Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru.

Reflective observation

Siswa mengobservasi dan merefleksikan atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi.

Abstract

conceptualization

Siswa menciptakan konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.

Active

experimentation

Siswa menggunakan teori tersebut untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

4. Aktivitas Inti dalam Pembelajaran Experiential Learning

Experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman pada dasarnya merupakan student centered learning atau pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajar. Pembelajar harus aktif melakukan atau

mengalami aktivitas atau peristiwa tertentu, mengolah, memaknai, dan

menafsirkan pengalaman belajarnya itu dengan bantuan orang lain

khususnya sesama pembelajar, dan berusaha menerapkan hasil

pembelajarannya itu dalam menghadapi berbagai tugas di luar lingkungan

pembelajaran, yaitu kehidupan nyata sehari-hari.

Reed & Koliba (dalam Supratiknya, 2011) memaparkan dua jenis

aktivitas atau kegiatan inti dalam siklus pembelajaran eksperiensial,


(60)

a. Refleksi

Refleksi adalah memantulkan atau lebih tepat menghadirkan kembali

dalam batin kita aneka pengalaman yang sudah terjadi, untuk

menemukan makna dan nilainya lebih dalam. Ada yang menyatakan

bahwa refleksi selalu bertujuan mendidik, dalam arti berperan sebagai

sejenis jembatan yang menghubungkan pengalaman pribadi dan

belajar.

b. Sharing

Sharing adalah membagikan pikiran dan atau perasaan yang muncul sebagai hasil refleksi kepada orang lain dalam kegiatan belajar

bersama. Dalam sharing bersama atau saling berbagi hasil refleksi, masing-masing peserta saling mendengarkan, saling membantu

menangkap makna dan nilai yang semain mendalam dari berbagai

pengalaman hidupnya, serta saling meneguhkan.

5. Prosedur Penerapan Experiential Learning

Kolb (2015) menjelaskan bahwa experiential learning mengajak siswa untuk mampu menjaga keseimbangan antara apa yang diamati/dialami

dengan tindakan yang diberikan terhadap pengalamannya tersebut.

Prosedur penerapan experiential learning antara lain adalah sebagai berikut:

a. Pengalaman Kongkrit

Pembelajaran melalui intuisi dengan mengikutsertakan pengalaman


(61)

pengalaman kongkrit merupakan orientasi artistik yang mengandalkan

sensitivitas pada rasa. Aktivitas instruksional yang mendukung

pembelajaran dalam hal ini, yaitu diskusi kelompok kecil, simulasi,

penggunaan film atau video, dan cerita-cerita autobiografi.

b. Konseptualisasi Abstrak

Belajar melalui berfikir dan menggunakan logika, serta pendekatan

sistematis dalam pemecahan masalah. Konseptualisasi abstrak

menekankan pada pemikiran dan manipulasi simbol abstrak dengan

maksud untuk merapikan dan menempatkan sistem konseptual.

Aktivitas instruksional yang mendukung, yaitu konstruksi teori,

perkuliahan, dan pembangungan model dan analogi.

c. Observasi Reflektif

Belajar melalui persepsi, yang berpusat pada pemahaman arti dari ide

dan situasi melalui pengamatan yang seksama. Peserta didik perlu

memperhatikan bagaimana segala ssesuatu yang terjadi dengan melihat

dari perspektif yang berbeda-beda dan mengandalkan pemikiran,

perasaan, dan penilaian pribadi. Teknik instruksional yang dapat

digunakan, yaitu jurnal pribadi, karangan reflektif, pengamatan,

pertanyaan pikiran dan diskusi.

d. Eksperimen Aktif

Eksperimen aktif ini mengajak peserta didik belajar melalui tindakan.

Eksperimen aktif ini menekankan pada aplikasi praktis dan bagaimana


(62)

untuk mempengaruhi orang, mengubah situasi, dan mengambil resiko

untuk menyelesaikan masalahnya. Teknik instruksional yang dapat

digunakan, meliputi permainan, drama/simulasi, penggunaan studi

kasus, dan proyek lapangan.………

Gambar 2. 3 Prosedur Penerapan Experiential Learning

E. Hakikat Remaja Sebagai Peserta Didik SMP 1. Pengertian Peserta Didik SMP

Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu

komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Sedangkan dalam

perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada

dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis

menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh

dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan serta pengarahan


(63)

Dalam perspektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses

pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu”. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa, peserta didik dalam dunia pendidikan

menjadi pokok persoalan dan fokus perhatian dalam semua proses

pembelajaran di sekolah, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan agar

peserta didik dapat menjadi manusia yang cakap dan terampil.

2. Karakteristik Peserta Didik SMP

Menurut Desmita (2009) dilihat dari tahapan perkembangannya

peserta didik usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap

perkembangan pubertas (10-14 tahun). Beberapa karakteristik yang

menonjol pada peserta didik SMP adalah sebagai berikut :

a. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.

b. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.

c. Senang membandingkan nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan

yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

d. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.

e. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri

sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.


(64)

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Sebagai Peserta Didik

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun

tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1996) adalah :

a. Mampu menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis.

d. Mampu menerima kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri.

e. Mencapai kemandirian emosional.

f. Mencapai kemandirian ekonomi.

g. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

h. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.

i. Mampu menerima peran sosialnya dalam lingkungan masyarakat.

j. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa.

k. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

l. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan


(1)

Bacalah cerita dibawah ini dengan teliti!

BERTEMAN DENGAN “IAPA “AJA

Gracia dan Clara adalah teman satu kelas di SMP faforit di kotanya. Mereka

sama-sama duduk di bangku kelas 7. Gracia adalah gadis yang sederhana, ia juga bukan berasal

dari kalangan orang kaya, hanya saja Gracia sangat pintar sehingga dia dapat masuk di SMP

itu dengan beasiswa. Berbeda dengan Clara, ia gadis yang berasal dari kalangan keluarga

kaya da elit sehi gga ia sa gat so o g. Clara juga e jadi ketua ge k The Cherry Girls .

Genk itu sangat terkenal dan ditakuti siswa-siswi di SMP itu. Guru-guru pun tidak berani

menegur mereka karena salah satu dari mereka adalah anak kepala sekolah SMP itu.

Setiap istirahat Clara selalu bersama Katie, Sandra dan Nicole yang tak lain adalah

anggota genk The Cherry Girls. Clara dan genknya sering menghina dan mengerjai

teman-temannya dan adik kelasnya yang mempunyai keterbatasan biaya. Gracia sering melihat

perlakuan mereka. Gracia juga merasa tidak adil dibeda-bedakan dengan cara seperti itu,

tetapi dia juga tidak mungkin marah kepada genk itu.

Gracia pun mulai berpikir bagaimana caranya agar genk itu mau mengasihi sesama

dengan adil dan tidak membeda-bedakan sesama lagi. akhirnya setelah beberapa kali Gracia

mengamati, berpikir, dan berdoa, ia mendapat ide tentang cara menyadarkan Clara dan genknya.

Suatu hari Gracia pergi ke rumah Clara dengan mobil mewah milik pamannya. Ia

pergi dengan mobil mewah agar Clara dan genknya mau ikut dengannya. Sesampainya di

rumah Clara, Gracia menekan bel yang berada pada pagar rumah itu. Clara dan genknya

keluar dan mendapati Gracia berada di depan rumahya. Clara sempat mengusir Gracia,

tetapi Gracia langsung memaksa mereka untuk ikut ke suatu tempat. Gracia juga sempat


(2)

bertengakar dengan Clara dan genknya tetapi akhirnya mereka mengalah dan kemudian

menggikuti Gracia.

Ternyata Gracia mengajak mereka ke bangunan peninggalan Belanda yang sangat

tua. Ternyata tempat itu adalah panti asuhan . Saat Gracia mengajak Clara dan genknya masuk, mereka tidak mau. Tetapi Gracia terus memaksa mereka, dan akhirnya mereka

mengalah lagi.

Sesampainya di dalam panti, Gracia mengajak mereka ke suatu ruangan. Di ruangan

itu mereka diajak untuk bertemu dan melihat aktivitas anak-anak panti. Setelah melihat,

beberapa anak yang berada di dalam ruangan itu mengajak mereka sharing pengalaman. Di

dalam sharing itu, seorang anak e gataka ,kami disini tidak pernah membeda-bedakan latar belakang kami masing-masing, kami adalah saudara untuk semua yang ada disini. Kami

tidak peduli apakah orang itu kaya atau miskin, bagaimana sejarah kehidupannya dan

lain-lain kami tidak mempermasalahkan hal itu, dan tidak membeda-bedakan sesama yang jelas

kami disini semua adalah saudara . Kata-kata itu membuat Clara dan genknya sadar bahwa perlakuan mereka terhadap sesama itu salah.

Sejak saat itu mereka sadar akan kesalahan mereka dan mereka mengubah sikap mereka

yang tadinya pilih-pilih teman menjadi mau berteman dengan semua orang tanpa pilih

kasih, selain itu mereka juga sering melakukan kunjungan ke panti asuhan dan berbagi

rezeki pada mereka yang berada di panti (sumber:


(3)

(4)

Di bawah ini ada beberapa pertanyaan refleksi (guru pembimbing boleh memilih beberapa pertanyaan yang sesuai diantara daftar berikut)

No Keterangan Pertanyaan Refleksi

1. Permainan

Setelah bermain/berdinamika jawablah pertanyaan berikut ini!

1. Dala per ai a Sangkar Burung :

a. Adakah yang diantara kamu yang sedikit mendapat

teman?

b. Adakah yang mengikuti permainan dengan sikap terbuka

dan mau bergabung dengan siapa saja?

c. Adakah yang melakukan permainan dengan teman itu-itu

terus?

2. Pelajaran berharga apa yang dapat kamu petik dari permainan

tersebut?

3. Apakah kamu sudah memiliki sikap bebas dalam berteman

dengan siapa saja? Berikan contoh perilaku tersebut!

4. Adakah kelompok yang sangat menikmati kebersamaan dengan

anggotanya?

5. Adakah kelompok yang kurang senang dengan anggotanya?

2. Kisah

Inspiratif

Setelah membaca, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Setelah membaca cerita Berteman Dengan Siapa Saja, cerita

tersebut menceritakan tentang apa?

2. Diantara tokoh-tokoh dalam cerita diatas, menurutmu mana

yang pantas untuk ditiru? Berikan alasanmu mengapa tokoh

tersebut pantas untuk ditiru!

3. Bagaimana dengan dirimu apakah sudah memiliki sikap yang

mau berteman dengan siapa saja?


(5)

4. Apakah selama ini kamu sudah memiliki banyak teman?

5. Apakah kamu mengalami kesulitan/tantangan dalam berteman? 6. Sikap apakah yang kamu ambil jika mengalami kesulitan dan

tantangan dalam berteman?

7. Apa yang kamu rasakan ketika mempunyai teman banyak? 8. Apa yang kamu rasakan ketika tidak mempunyai teman banyak? 9. Apa manfaat cerita tersebut bagimu?

PERNYATAAN HASIL BELAJAR

Setelah saya mengikuti kegiatan bimbingan hari ini, saya menjadi tahu bahwa:

___________________________________________________________________________

___________________________________________________________________________

NIATKU

“etelah aku e gikuti i i ga de ga te a Disiplin dalam Belajar aku er iat u tuk atau aku akan:


(6)

Teman sejati tidak akan pernah

terpisahkan walaupun terdapat

banyak perbedaan.

Teman sejati selalu saling

melengkapi satu sama lain

H. PESAN MORAL


Dokumen yang terkait

Pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

0 0 15

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning untuk meningkatkan karakter bertanggung jawab.

0 0 193

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter proaktif

2 5 190

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal

0 2 183

Efektivitas pendidikan karakter entrepreneurship berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

1 2 197

Efektivitas pendidikan karakter menghargai keragaman berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 1 138

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bergaya hidup sehat

0 0 183

Efektivitas implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 8 152

Efektivitas implementasi pendidikan karakter cinta tanah air berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 2 135

Efektivitas implementasi pendidikan karakter daya juang berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 1 156