Kejadian Infeksi Luka Episiotomi Dan Pola Bakteri Pada Persalinan Normal Di RSUP.H.Adam Malik Dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan

(1)

Tesis

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL

DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RSUD. Dr. PIRNGADI

MEDAN

OLEH:

Sim Romi

PEMBIMBING :

Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K)

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN


(2)

PENELITIAN INI DIBAWAH BIMBINGAN TIM – 5

Pembimbing : Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K)

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG

Penyanggah : Dr. Sarma N. Lumbanraja, SpOG(K)

Dr. Yostoto B. Kaban, SpOG

Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian

dalam


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN RSUD. Dr.

PIRNGADI MEDAN ”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat:

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi FK - USU Medan; Dr. M. Rusda Harahap, SpOG, Sekretaris


(4)

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Dr. Deri Edianto, SpOG(K), Sekretaris Program Studi

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK–USU Medan; Prof. Dr. M.Yusuf Hanafiah, SpOG(K); Dr. Erdjan Albar, SpOG(K);

Prof. Dr. Herbert Hutabarat, SpOG; Prof. Dr. Pandapotan Simanjuntak,

MPH, SpOG (Alm), Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG(K); Prof. DR. Dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K)

yang secara bersama – sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Dr. Christoffel L. Tobing, SpOG(K) bersama Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Dr. Sarma N. Lumban Raja, SpOG(K), Dr. Yostoto B. Kaban, SpOG, Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku tim penyanggah dan nara sumber dalam penulisan tesis ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.

Dr. Indra Z. Hasibuan, SpOG, selaku pembimbing Referat Mini Fetomaternal saya berjudul “ Diagnosis dan Penatalaksanaan Hepatitis Virus B dalam Kehamilan dan Persalinan” ; Kepada Dr. Yostoto B. Kaban,SpOG selaku pembimbing Referat Mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya berjudul “ Sonografi Massa Ovarium “ dan kepada Dr. John S. Khoman,


(5)

SpOG(K) selaku pembimbing Referat Mini Onkologi saya berjudul “ Patologi dan Penanganan Neoplasia Kelenjar Endoserviks ”.

Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, selaku bapak angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing, dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

Prof. Dr. Djafar Siddik, SpOG(K) beserta keluarga yang telah memberikan saya kesempatan, motivasi sekaligus semangat bagi saya untuk dapat mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU.

Dr. R. Lia K. Iswara, SpMK, MS, yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

Seluruh staf pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha pengasih membalas budi baik guru – guru saya tersebut.

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas izin yang diberikan


(6)

kepada saya untuk mengikuti program Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan.

Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan Dr. Rushakim Lubis SpOG, RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan sarana bekerja selama mengikuti pendidikan.

Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan, Dr. Sofian Abdul Illah, SpOG dan Dr. Nazaruddin Jafar, SpOG(K) beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

Direktur RSUL Blangkejeren – Gayo Lues, beserta staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

Kepala Departemen Patologi Anatomi FK - USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di departemen tersebut.

Teman – teman sejawat asisten ahli, dokter muda, bidan dan paramedis yang telah ikut membantu dan bekerja sama dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi di FK USU / RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan. Terima kasih atas dorongan dan semangat yang telah diberikan kepada saya.


(7)

Seluruh karyawan dan karyawati serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Ibu Hj. Hasnawaty Hasibuan dan Ibu Sosmalawati atas kerjasama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Abang dan kakak saya dalam pendidikan, Dr. Adi Putra SpOG, Dr. Binsar Ricky Sitompul SpOG, Dr. Harry C. Simanjuntak SpOG, Dr. Hariato Lumbanraja, SpOG, Dr. M. Ikram SpOG, Dr. M. Birza Rizaldi, Dr. Ardian SpOG, Dr. Riza Rivani SpOG, Dr. Ronny Siddik SpOG, Dr. Djamin SpOG, Dr. Cut Adeya Adella SpOG, Dr. Arika Husnayanti Abubakar SpOG, Dr. Angel Jelita SpOG, Dr. Edwin Martin Aboet SpOG, Dr. Erry Syahbani, SpOG, Dr. Roy Yustin Simanjuntak SpOG, Dr. Johny Marpaung SpOG, Dr. Melvin NG. Barus SpOG, Dr. M. Oki Prabudi SpOG, Dr. Ujang Ridwan Permana SpOG, Dr. Dudy Aldiansyah SpOG, Dr. Eka Purnama Dewi SpOG, Dr. Hayu Lestari Haryono SpOG, Dr. Juni Hardi Tarigan SpOG, Dr. Abdul Hadi, Dr. Renardi Reza SpOG, Dr. T.M. Rizky, Dr. Mulda F. Situmorang, Dr. Panuturi G. Sidabutar SpOG, Dr. Tomy SpOG, Dr. T.Rahmat Iqbal, Dr. Sukbir Singh dan Dr. Simon P. Saing, terima kasih atas dorongan dan bantuan yang telah banyak diberikan selama saya menjalani pendidikan.

Teman satu angkatan saya Dr. Dwi Faradina, Dr. Rony P Bangun, Dr. Hj.Dessy Hasibuan, Dr. Alim Sahid, Dr. Feri Simatupang, Dr. Yusmardi,


(8)

Dr.Nur Aflah terima kasih atas kerjasama dan dorongan yang diberikan selama ini.

Tim jaga saya yang kompak, Dr. David L. Lubis, Dr. T. Jeffry Abdillah, Dr. Hatsari Marintan S, Dr. Rizka Heriansyah, Dr. Errol Hamzah, Dr. Heika N. Silitonga, Dr. Elvira M. Sungkar, Dr. Ali Akbar, Dr. Ismail Usman, Dr. M.Yusuf terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah ini akan saya ingat selamanya.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga saya meraih cita-cita, tanpa kenal lelah memberikan semangat, motivasi, perhatian dan doa.

Terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Abang dan Adik saya, yang telah banyak membantu, mendoakan dan memberikan dorongan dan perhatian kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.

Akhirnya kepada seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan baik moril dan materil, saya ucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya. Medan, Februari 2009


(9)

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA BAKTERI

PADA

PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H. ADAM MALIK DAN

RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN

Romi S, Tobing C.L, Pasaribu H.P. Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran USU / RSUP. H. Adam Malik – RSUD. Dr.Pirngadi Medan

ABSTRAK

Tujuan : untuk memberikan informasi mengenai kejadian infeksi luka episiotomi dan pola bakteri pada persalinan normal di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, serta hasil uji kepekaan terhadap berbagai jenis antibiotika dari bakteri yang ditemukan.

Rancangan Penelitian : Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) yang dilakukan pada semua ibu yang melahirkan normal di kamar bersalin RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada pasien yang memenuhi kriteria penelitian mulai november 2008 – Januari 2009.

Hasil Penelitian : Di RSHAM dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 2 orang (11.8%) dari 17 peserta (100.0%) dan di RSPM dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (4.0%) dari 25 peserta (100.0%). Dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr%, pada 42 peserta. Status gizi pasien pada penelitian ini rata-rata mempunyai status gizi baik menurut perhitungan basal metabolisme index (BMI), sehingga secara statistik tidak terdapat pengaruh status gizi pasien terhadap kejadian infeksi luka episiotomi, karena faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi bersifat multifaktor


(10)

sehingga bukan semata-mata ditentukan oleh status gizi pasien.Sebaran penelitian berdasarkan lama proses persalinan normal dari 42 peserta penelitian, sebanyak 15 kasus proses persalinan selesai dalam 8 jam, terjadi infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (6.7%) dan 27 kasus selesai diatas 8 jam, diantaranya terdapat infeksi luka episiotomi sebanyak 2 orang (7.4%).Lama ketuban pecah dalam 8 jam dijumpai 1 orang (2.6%) yang terjadi infeksi pada luka episiotomi dan 2 orang diatas 8 jam di jumpai 2 orang (66.7%).

Kesimpulan : Penelitian dilakukan terhadap 42 sampel termasuk kriteria penelitian, dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi. Pola bakteri terbanyak pada luka episiotomi : Staphylococcus aureus, Citrobakter diversus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Candida albicans, Candida tropicalis, Citrobakter freundi, Staphylococcus epidermidis, Providencia rettegeri, Klebsiella pnemoniae.Pola bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi

Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi pada penelitiaan ini sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Methicilin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Piperacillin, Cefuroxime, Kanamycin, Ofloxacin, dan Carbenicillin.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... ABSTRAK ...

i viii

x xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Episiotomi ... 5

2.2. Proses Penyembuhan Luka... 10

2.3. Flora Normal Pada Saluran Reproduksi Wanita. ... 12

2.4. Infeksi Luka Episiotomi ... 15

2.5. Patogenesis Infeksi... 20

2.6. Pencegahan Infeksi ... 22

2.7. Pemakaian Antibiotik ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian... 28

3.2. Kriteria Sampel ... 28

3.3. Sampel Penelitian ... 29

3.4. Variabel Penelitian... 30

3.5. Alur Penelitian... 30

3.6. Cara Kerja ... 31

3.7. Bahan dan Alat ... 32


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian ... 37

Kesimpulan dan Saran ………. 51

DAFTAR PUSTAKA... 53

LAMPIRAN 1 Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian ...……… LAMPIRAN 2 Lembaran Persetujuan .……… LAMPIRAN 3 Formulir Penelitian .………... LAMPIRAN 4 Tabel Induk ……….

58 59 60 61


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2.

Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11.

Mikroorganisme yang ditemukan di Vagina... Mikroorganisme yang ditemukan di kulit... Mikroorganisme yang ditemukan dalam usus besar... Karakteristik Subjek Penelitian ... Kejadian Infeksi Luka Episiotomi pada Persalinan Normal - di RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan... Hubungan antara Hemoglobin dengan Kejadian Infeksi -

Luka Episiotomi ………... Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Kejadian -

Infeksi Luka Episiotomi ……….. Hubungan antara Lama Persalinan dengan Kejadian -

Infeksi Luka Episiotomi ………. Hubungan Lama Ketuban Pecah terhadap Kejadian -

Infeksi Luka Episiotomi ……….. Jenis Bakteri Aerob yang Ditemukan pada Luka -

Episiotomi (n=42) ……….. Jenis Bakteri Anaerob yang Ditemukan pada Luka -

Episiotomi (n=2) ………... Jenis Bakteri yang ditemukan pada Luka Episiotomi -

dengan tanda-tanda infeksi ……… Hasil Uji Kepekaan Bakteri Aerob yang ditemukan pada Luka Episiotomi dengan tanda-tanda infeksi Terhadap Antibiotik…... Hasil Uji Kepekaan Bakteri Anaerob Terhadap Antibiotik ……..

13 13 14 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 49


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Infeksi pada luka episiotomi merupakan infeksi yang didapat timbul setelah melahirkan, infeksi pada luka episiotomi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien setelah melahirkan. Infeksi tersebut merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung penyebab kematian pasien. Walaupun beberapa kejadian infeksi episiotomi tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat lebih lama. Pasien dengan bakterimia mempunyai rata-rata rawat inap 14 hari lebih lama dari seharusnya.1

Depkes telah menetapkan 5 rumah sakit sebagai pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu RSUP H Adam malik, Medan, RSUP Dr. Hasan sadikin, Bandung, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, RSUP Sanglah, Denpasar.1

Di Amerika serikat 2001 menunjukkan angka infeksi setelah melahirkan (infeksi nifas) 6%, diantaranya infeksi episiotomi 0.3-3%, infeksi dari seksio sesarea 7,4%.2 Di Viet Nam 2005 infeksi terjadi 0,5-4,6%.28

Salah satu bentuk infeksi nifas adalah infeksi pada luka episiotomi, di bidang obstetri tindakan operatif yang sering dilakukan adalah tindakan episiotomi.


(15)

Menurut laporan di Amerika latin, WHO 1998, tindakan episiotomi dilakukan 70% pada persalinan pervaginan dan 80-90% di antaranya pada primipara.3,4,5

Pola infeksi luka episiotomi berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat lainnya dan dapat berubah dari waktu ke waktu, sehingga perlu dilakukan surveilans setiap 6-12 bulan.1

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Sejak tahun 1997 menerbitkan modul ”safe motherhood” yang berisi panduan tindakan medis yang dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan anak. Di dalamnya termasuk tata cara menolong persalinan dan penjahitan luka episiotomi. Dengan melaksanakan prosedur pertolongan persalinan yang bersih dan aman, tindakan medis yang sesuai dengan standar prosedur yang dianjurkan, diharapkan morbiditas dan mortalitas ibu dan anak akan menurun.6

Prosedur ini mulai diperkenalkan sejak tahun 1999, dan saat ini belum dilakukan evaluasi keberhasilan atas pelaksanaan protokol tersebut. Surveilans terhadap kejadian infeksi luka episiotomi disertai dengan pola bakteri dan uji kepekaan terhadap antibiotik pada pertolongan persalinan belum pernah dilakukan.

Hal ini mendorong penulis melakukan penelitian untuk mengetahui angka kejadian infeksi luka episiotomi pada pasien yang bersalin di Departemen/


(16)

SMF Obstetri Ginekologi FK-USU, RSUP. H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan. Dan juga untuk megetahui pola bakteri serta pola kepekaannya terhadap antibiotik.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Berapa besar angka kejadian infeksi luka episiotomi pada pasien yang melahirkan dengan menggunakan protokol baru di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU, RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan ?

2. Bagaimana pola bakteri pada infeksi luka episiotomi yang terjadi pada pasien yang melahirkan di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU, RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan ?

3. Bagaimana pola kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui angka kejadian infeksi luka episiotomi pada pasien yang melahirkan di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Mengetahui pola bakteri yang terdapat pada infeksi luka episiotomi di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan.

3. Mengetahui jenis antibiotik apa yang efektif terhadap infeksi luka episiotomi pada pasien yang melahirkan di Departemen / SMF


(17)

Obstetri Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambil keputusan di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik, RSUD Dr. Pirngadi Medan, dalam rangka penanggulangan kejadian infeksi luka episiotomi dan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis pada umumnya.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Episiotomi

Sejarah pertama kali tindakan episiotomi sulit ditentukan, salah satu tokoh yang diketahui melakukan tindakan episiotomi adalah Fielding Ould tahun 1742 yang menulis dalam satu tulisannya menganjurkan tindakan episiotomi pada persalinan untuk mempercepat pengeluaran bayi. Selanjutnya Taliaferno menulis dalam medical Gazette tindakan episiotomi mediolateral untuk memperlancar persalinan pada preeklamsia/eklamsia. Pada tahun 1895 Stahl menganjurkan tindakan episiotomi medialis. Tahun 1921 De Lee menganjurkan tindakan episiotomi profilaktik pada tindakan forseps dan dikemukakan bahwa tindakan forsep dengan episiotomi mediolateral aman bagi kepala bayi, integritas dasar panggul dan terjadi perbaikan jalan lahir yang hampir sempurna.7,8

Episiotomi merupakan tindakan insisi pada daerah genitalia eksterna dengan tujuan memperlancar persalinan. Istilah yang lebih tepat sebenarnya adalah perineotomi, tetapi istilah episiotomi telah terlanjur diterima secara umum sehingga istilah ini tetap dipakai hingga saat ini. Secara definisi episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput


(19)

dara, jaringan pada septum rektovagina, otot-otot dan fasia perineum serta kulit sebelah depan perineum.7,8

Tujuan tindakan episiotomi adalah :

1. membuat luka lurus dan bersih dengan pinggir tajam sehingga mudah dijahit dan diharapkan proses penyembuhan lebih baik.

2. mengurangi tekanan perineum pada kepala bayi untuk menghindari terjadinya perdarahan intrakranial.

3. mempercepat kala pengeluaran, sehingga dapat dihindari terjadinya regangan berlebihan pada dasar panggul yang dapat menyebabkan terjadinya sistokel, rektokel dan prolapsus uteri.

4. menghindarkan terjadinya ruptur perineum totalis.7,8,12,13

Indikasi untuk melakukan episiotomi

Indikasi janin : janin prematur, letak sungsang, persalinan buatan pervaginam, anak besar.

Indikasi ibu : peregangan perineum yang berlebihan, misalnya pada primipara, perineum kaku.

Cara melakukan episiotomi Episiotomi medialis

Insisi dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot sfingter ani, dengan menggunakan gunting mulai dari bagian tengah


(20)

cincin himenalis menuju muskulus bubokavernosus, muskulus superfisial transversa perinei dan membrana perinei. Bila kurang lebar disambung ke lateral.

Episiotomi mediolateral

Insisi dimulai dari garis tengah introitus vagina menuju ke arah samping menjauhi anus. Arah insisi dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri tergantung kebiasaan operator.

Episiotomi lateral

Insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari posisi jam tiga atau jam sembilan ke arah lateral dengan menggunakan gunting mulai dari bagian tengah cincin himenalis menuju muskulus bubokavernosus, muskulus superfisial transversa perinei dan membrana perinei. Bila kurang lebar disambung ke lateral. Episiotomi dilakukan saat kepala bayi tampak dengan garis tengah 2-3 cm di luar his. Episiotomi yang dibuat terlalu cepat akan menyebabkan perdarahan banyak sedangkan bila dilakukan terlalu lambat tujuan episiotomi untuk mengurangi peregangan otot dasar panggul tidak terpenuhi.7-9

Penjahitan luka episiotomi

Penjahitan luka episiotomi bertujuan untuk hemostatik dan rekonstruksi anatomi. Diusahakan melakukan penjahitan sesedikit mungkin dengan bahan yang sehalus mungkin tetapi cukup kuat. Setiap tusukan jarum berpotensi untuk menyebabkan infeksi.


(21)

Prinsip penjahitan luka episiotomi adalah :

Menggunakan bahan sehalus mungkin tetapi cukup kuat (chromic cat gut 00), hemostatik yang baik, mendekatkan jaringan, menghindarkan

dead space, sesedikit mungkin jahitan.7,8,10-12

Komplikasi luka episiotomi Komplikasi dini

1. Perdarahan

Perdarahan yang terjadi akibat tindakan episiotomi relatif sedikit. Perdarahan cenderung banyak pada pasien dengan kelainan pembekuan darah. Secara kuantitatif perdarahan yang terjadi pada episiotomi medialis lebih sedikit dari pada episiotomi mediolateral. Hal ini terjadi karena pada daerah perineum medial lebih avaskuler.

2. Kerusakan jalan lahir

Kerusakan yang terjadi bisa berupa laserasi sampai ruptura perineum totalis. Penyebab timbulnya kerusakan jalan lahir adalah akibat kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan dengan distosia bahu, sikatriks akibat persalinan sebelumnya, dan sebagainya. Berdasarkan derajat kerusakan jaringan, ruptura perineum dibedakan atas empat tingkat, yaitu :

ª Ruptur tingkat I : robekan terjadi pada mukosa vagina dan kulit perineum sebelah posterior.


(22)

ª Ruptur tingkat II : robekan mengenai perineum, otot levator ani dan fasia endopelvis.

ª Ruptur tingkat III : robekan mengenai perineum, sebagian atau seluruh otot spingter ani eksterna.

ª Ruptur tingkat IV : robekan mengenai perineum, otot spingter ani, mukosa rektum.7,8

3. Infeksi

Infeksi luka episiotomi sebagian besar terjadi karena kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan luka episiotomi.

Anatomi perineum dekat dengan anus dan uretra maka kebersihan luka perineum memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan luka di tempat lain, infeksi luka episiotomi dapat berupa gejala ringan berupa kemerahan, nyeri atau jahitan terbuka, dan yang paling berbahaya adalah necrotizing fasciitis.

Di rumah sakit Cipto Magunkusumo Jakarta tahun 1990 melaporkan kejadian infeksi luka episiotomi 14,4 %.

4. Hematom vulva

Terjadinya hematon vulva disebabkan robeknya pembuluh darah terutama vena yang terletak di bawah kulit perineum dan mukosa vagina. Hal ini dapat terjadi akibat penjahitan yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina yang tidak diketahui. 7,8


(23)

Komplikasi lambat

• Fistula rektovagina

• Disparenia

• Vaginismus sekunder7,8

2.2. Proses penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah proses kinetik dan metabolik yang kompleks yang melibatkan berbagai sel dan jaringan dalam usaha untuk menutup tubuh dari lingkungan luar dengan cara mengembalikan integritas jaringan. Pada setiap perlukaan baik yang bersih maupun yang terinfeksi tubuh akan berusaha melakukan penyembuhan luka.

Dikenal tiga cara penyembuhan luka :

• Penyembuhan primer

Adalah penyembuhan yang terjadi tanpa penyulit. Pembentukan jaringan granulasi sangat minimal, misalnya pada luka sayat atau luka aseptik dikelola dengan penutupan yang akurat.

• Penyembuhan sekunder

Adalah penyembuhan yang terjadi dengan pembentukan jaringan granulasi sebelum terjadi jaringan epitelialisasi. Misalnya pada luka yang terbuka dan tidak dijahit atau luka suatu dead space. Keadaan ini bisa terjadi karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang cukup luas atau infeksi.


(24)

Adalah penyembuhan yang dalam prosesnya dibantu dengan tindakan bedah agar luka tertutup. Misalnya pada luka yang dibiarkan terbuka pada fase-fase pertama penyembuhan luka (3-4 hari). Selanjutnya dijahit atau luka ditutup dengan skin graft.15

Fase penyembuhan luka

• Fase Inflamasi (fase initial, substrat, produktif, autolitik, katabolik)

Reaksi awal tubuh terhadap adanya trauma luka, antara hari 1-4, reaksi untuk menghilangkan mikroorganisme, benda asing dan jaringan non vital yang terdapat dalam luka sebagai persiapan reparasi. Makin hebat proses inflamasi terjadi makin lama fase ini berlangsung. Di dalam fase ini terjadi 3 aktivitas: respon vaskuler, respon hemostatik dan respon seluler.

• Fase Proliferatif (fibroplasia, kolagen)

Fase ini terdiri dari proses epitelialisasi, kontraksi luka dan reparasi jaringan ikat. Berlangsung pada hari ke 5 – 20.

• Fase Maturasi (remodelling, resorbsi, diferensiasi).

Proses ini berlangsung setelah integritas jaringan tercapai. Proses ini mulai hari ke 21 sampai sekitar 3 bulan atau bahkan bisa bertahun-tahun.15

2.3. Flora normal pada saluran reproduksi wanita.

Sekitar seratus spesies mikroorganisme dijumpai pada tubuh manusia. Efektivitas daya tahan tubuh dipengaruhi oleh infeksi, ginjal, kandung kencing dan tuba falopi secara normal bebas dari mikroorganisme. Masa kanak-kanak vagina dihuni oleh Lactobacillus, bakteri batang Gram negatif anaerob dan kokus Gram posisif. Banyak organisme


(25)

pertumbuhannya terhambat pada pH vagina yang berkisar antara pH 4–5.

Mikroorganisme normal yang ditemukan pada vagina, kulit, usus besar (tinja), diuraikan pada tabel di bawah ini :

 

Tabel 2.1. Mikroorganisme yang ditemukan di Vagina 37

Mikroorganisme Rentangan insidens (%) Vagina dan cerviks uteri

Lactobasillus Bacteroides Clostridium Peptostreptococcus Bifidobakterium Eubakterium Korinebakteria aerobik (diphtheroid) Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis

Enterokokkus (group D streptokokus) Streptococcus (biasanya grup B) Enterobakteriaceae

Moraxella osioensis Asinetobakter Candida albicans Trichomonas vaginalis

50 – 75 60 – 80 15 – 30 30 – 40

10 5 45 – 75

5 – 15 35 – 80 30 – 80 5 – 20 18 – 40

5 – 15 5 – 15 30 – 50 10 – 25

Tabel 2.2. Mikroorganisme yang ditemukan di kulit 37

Mikroorganisme Rentangan insidens (%)

Staphylococcus epidermidis (albus) (koagulase – negatif)

Staphylococcus aureus (koagulase positif) Streptococcus pyogenes (grup A)

Propionibacterium acnes (korinebacteria anaerobic) Aerobic corynebacteria (difteroid)

Laksobasili

Candida albicans

Kandida spesies yang lain Parapsilosis

Clostridium perfringens Enterobacteriaceae

Actinetobacter calcoaceticus, Actinomyces Moraxella species

Micobakterium species

85 – 100 5 – 25

0 – 4 45 – 100

55 55 Tidak biasa

1 – 15 40 – 60 Tidak biasa

25 5 – 15 Jarang


(26)

Tabel 2.3. Mikroorganisme yang ditemukan dalam usus besar 37 Mikroorganisme Rentangan insiden (%) Bakteri anerobik (300 kali sebanyak bakteri anerobik sebagai bakteri anerobik fakultatif [misal Escherichia coli])

Basili Gram-Negatif (tidak membentuk spora) Bacteroides fragilis

B. melaninogenicus (3 subspesies) B. oralis (2 subspesies)

Fusobacterium nucleatum F. necrophorum

Basili Gram-positif (dengan dan tanpa spora) Laktobasilus Clostrodium difficile C. perfringens C. innocuum C. ramosum C. septicum C. tetani Eubacterium limosum Bifidobacterium bifidum Kokus Gram-Positif

Peptostreptococcus (streptococcus anerobic) Peptococcus (Stafilokokus anerobic)

100 100 100 100 100 20-60 0-3 25-35 5-25 5-25 5-25 1-35 30-70 30-70 Biasa Sedang

Bakteri aerobik dan anerobik fakultatif

Kokus Gram-Positif

Staphylococcus aureus

(dihubungkan dengan pengidap hidung) Enterokokus (Streptokoki grup D)

Streptococcus (grup B, C, F dan G) Basilus Gram-Positif

Enterobakteriaseae (Citrobakter diversus) Escherichia coli

Shigela (grup A-D)

Salmonella enteritidis (2200 serotip) S. typhi

Klebsiella spesies Enterobacter (spesies

Proteus mirabillis dan Proteus lain dan Providencia spesies)

Pseudomonas aeruginosa Candida albicans 30-50 100 0-16 100 100 0-1 3-7 0,0001 40-80 40-80 5-55 3-11 15-30

 Dikutip dari : 

Shulman ST. Pengenalan penyakit infeksi. Dalam: Shulman ST, Phair JP, Sommers HM, penyunting. The biologic and clinical basis of infectious diseases. Edisi ke-4. Philadelphia : WB Saunders ;1994 : 1-15.

 

Flora normal mempunyai efek yang menguntungkan bagi hospes, sistem imun secara konstan dipengaruhi flora normal. Adanya flora


(27)

normal menyebabkan kolonisasi organisme patogen menjadi terhambat.

Pada pemberian antibiotik spektrum luas dapat merubah komposisi flora normal, infeksi dapat disebabkan organisme lain. Candida albicans mungkin berkembang biak secara cepat dan menyebabkan infeksi pada vagina. Flora normal memegang peranan penting dalam keadaan sehat maupun sakit. Penghilangan flora normal dapat menyebabkan efek negatif.14,15,16

2.4. Infeksi luka episiotomi

Salah satu komplikasi tindakan pertolongan persalinan adalah infeksi pada luka episiotomi. Infeksi luka episiotomi adalah peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam luka episotomi pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda infeksi jaringan sekitarnya, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus, pengeluaran pus, terkadang perih bila buang air kecil.

Lepasnya jahitan atau dehiscence episiotomi paling sering disebabkan oleh infeksi. Infeksi luka episiotomi dikatakan infeksi bila tanda dan gejala klinik baru timbul sekurang-kurangnya empat puluh delapan jam perawatan.


(28)

Bila cairan radang bisa keluar, biasanya keadaan infeksi tidak berat, suhu sekitar 38°C dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan cairan radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C.

kebersihan luka perineum memerlukan perawatan yang lebih dibandingkan luka di tempat lain. Infeksi luka episiotomi sebagian besar terjadi karena kurangnya tindakan aseptik saat melakukan penjahitan luka episiotomi.6,7,15

Seorang penderita yang terkena infeksi pada luka episiotomi akan lebih sulit dalam proses penyembuhan, dan bila berhasil bertahan maka lama rawatan akan lebih panjang dan penambahan biaya perawatan pada penderita.8

Berdasarkan kedalaman infeksinya, luka dibedakan atas :

• Infeksi luka permukaan, yaitu infeksi yang mengenai jaringan kulit dan subkutan, tidak meluas ke jaringan di bawah fasia. Infeksi permukaan dibagi atas infeksi mayor dan minor berdasarkan derajat kemerahan, nyeri, pernanahan.

• Infeksi luka dalam, yaitu infeksi yang mengenai struktur bawah luka. Infeksi ini mengenai bawah fasia.38-40


(29)

Bakteri endogen maupun eksogen dapat menyebabkan infeksi luka permukaan sekitar 60-80%, untuk membuktikan adanya infeksi, perlu dicari mikroorganisme penyebabnya.38-40

Masa inkubasi infeksi berkisar antara dua sampai empat belas hari, bahkan ada yang sampai tiga puluh hari tergantung dari jenis bakteri penyebab.18

Oleh karena itu digunakan kriteria klinis untuk infeksi. Luka dikatakan terinfeksi bila terdapat tanda-tanda inflamasi disertai keluarnya nanah pada luka, dengan disertai hasil biakan kuman yang positif. Semua luka baik yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi mengalami kolonisasi kuman hingga biakkan kuman menunjukkan hasil positif. Maka hanya kuman yang dibiakkan dari luka yang secara klinis terinfeksi saja yang dilaporkan sebagai kuman penyebab infeksi.18,38,39

Pada saat ini bakteri batang Gram negatif merupakan penyebab infeksi luka episiotomi terbanyak dibandingkan dengan bakteri Gram positif, yaitu berkisar antara 52,7% - 68,5%. Pada kelompok bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbanyak.38

Sebelum tahun 1950, saat Penisilin mulai digunakan, infeksi luka episiotomi terutama disebabkan kuman Gram posisitf yaitu


(30)

luas, penyebab utama infeksi luka episiotomi adalah Staphylococcus

yang kebal terhadap Penisilin.2,3

Fasiitis nekrotikans, penyulit infeksi nekrotikans luka perineum dan vagina yang jarang yang dapat menginfeksi jaringan lunak dalam yang mengenai otot dan fasia, biasanya terjadi pada penderita diabetes dan gangguan imunitas dan jarang terjadi pada wanita sehat. Fasiitis nekrotikans pada luka episiotomi dapat mengenai semua lapisan fasia perineum superfisial atau dalam sehingga dapat meluas ke paha, bokong dan dinding abdomen.20

Infeksi pada luka episiotomi dapat terjadi bila :

1. Manipulasi penolong : sarung tangan atau alat-alat yang digunakan tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.

2. Droplet infection : bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan (Infeksi saluran pernafasan) dari petugas kesehatan.

3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.

4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.9


(31)

Faktor Predisposisi Infeksi

a. Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga infeksi lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.

b. Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan.

c. Tindakan obstetrik operatif baik pervaginam maupun perabdominal. d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah

dalam rongga rahim. e. Episiotomi atau laserasi.7,15

2.5. Patogenesis infeksi

Mayoritas mikroorganisme yang ditemukan pada manusia menyebabkan penyakit bila terjadi perubahan yang berarti pada daya tahan hospes atau mikroorganisme tersebut. Organisme yang secara normal berbahaya disebut oportunistik patogen. Kenyataannya ada asumsi bahwa individu yang terinfeksi oleh mikroorganisme oportunistik adalah seorang yang mempunyai daya tahan tubuh tidak normal. Bila infeksi terjadi sebagai akibat prosedur medis dikatakan infeksi iatrogenik, sebagai contoh : infeksi akibat kateterisasi, pemberian obat imunosupresan dan lain-lain.


(32)

Sepsis pada infeksi luka episiotomi jarang terjadi. Pernah dilaporkan epidemi yang disebabkan group streptococcus haemolitikus, bakteri yang keadan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Gorback menemukan 70% biakan bakteri anaerob dan aerob yang patogen. Kuman anaerob : Kokus gram positif (Peptostreptococcus, Peptococus, Bakteroides dan Clostridium). Kuman aerob : bermacam gram positif dan Escherichia coli.7

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi:

1. Streptococcus haemolyticus anaerob, masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

2. Staphylococcus aureus, masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.

3. Escherichia Coli, sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius

4. Clostridium Welchii, kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.6,9


(33)

Demam setelah persalinan kebanyakan disebabkan oleh infeksi nifas, sebab dari luar alat genital harus dipertimbangkan juga. Pada infeksi perlu diketahui apakah infeksi terbatas pada tempat masuknya kuman ke dalam badan (porte d’entree) atau ada penjalaran keluar.

Pada septikemia dijumpai gejala-gejala berat, suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih), penderita bisa meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum.

Pada luka infeksi hendaknya diambil sampel (pus) untuk biakan, dan pada infeksi yang berat sampel darah perlu diambil untuk pembiakan untuk mengetahui kumen penyebab infeksi dan memilih antibiotika yang tepat untuk pengobatan.7

2.6. Pencegahan Infeksi

Masa kehamilan

- Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.

- Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.


(34)

- Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir :

- Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.

- Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.

- Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.

- Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah.

- Yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin.

- Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.

- Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.


(35)

Selama nifas

- Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.

- Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.

- Batasi pengunjung pada hari-hari pertama nifas.16,21,23, 45,46

Berbagai macam antiseptik yang digunakan :

o Alkohol 60-90 % (etil, atau isopropil, atau ”methilated spirit”)

o Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane).

o Klorheksidin glukonal dan setrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon).

o Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau

tincture (yodium tinktur).

o Iodophor 7,5–10%, berbagai berbagai konsentrasi (betadine).

o Kloroksilenol 0,5-4% (Para Kloro metaksilenol) berbagai konsentrasi (Dettol).


(36)

2.7. Pemakaian antibiotik

Keberhasilan antibiotik menurunkan kejadian infeksi mendorong penggunaan antibiotika secara berlebihan. 25-35% penderita yang dirawat di rumah sakit mendapat terapi antibiotik secara sistemik. Sedangkan dari penderita yang mendapat antibiotik ini, yang benar-benar menderita infeksi hanya 76%. Walaupun penggunaan antibiotik profilaksis telah terbukti manfaatnya, namun hanya terbatas pada kasus-kasus tertentu saja. Dari seluruh pengobatan dengan antibiotik 52% merupakan pemberian yang tidak tepat.42,29

Resistensi kuman terhadap antibiotik

Pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik dan mengubah flora normal penderita sehingga meningkatkan kejadian infeksi. Resistensi biasanya terjadi setelah kontak berulang antara kuman dengan antimikroba. Resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik disebabkan karena bakteri tersebut mempunyai gen yang mampu mengkode sintesis protein atau enzim yang dapat menyebabkan inaktiva antibiotik tersebut. Gen seperti itu dapat ditemukan pada kromosom atau plasmid, plasmid merupakan molekul DNA yang berlokasi di luar kromosom, plasmid seringkali dianggap sebagai penyebab penyempitan spektrum antibiotik.

Dikenal dua jenis plasmid : plasmid R dan plasmid F. Plasmid mempunyai ukuran bervariasi dan dapat berpindah dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya sambil membawa kemampuannya untuk


(37)

mengkode sifat resisten terhadap lebih dari satu jenis antibiotik, sehingga bakteri tersebut dapat mempunyai sifat resistensi terhadap berbagai jenis antibiotik.26,48

Jenis antibiotik profilaksis

Secara umum antiniotik yang digunakan harus sensitif terhadap bakteri yang diduga dapat menjadi penyebab infeksi, tetapi tidak perlu antibiotik yang dapat membunuh semua jenis bakteri. Pemberian antibiotik ditujukan untuk menurunkan jumlah total bakteri untuk mencegah infeksi. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan keadaan pola bakteri dan kepekaan institusi setempat.44

Jenis antibiotik yang aman pada saat menyusui :54 - Amoxicilin

- Ampicilin - Cefepime - Cefotaxime - Vancomycin - Ceftriaxone - Ceftazidin - Gentamicin

- Clindamycin - Penicillin G - Azithromycin - Cephalexin - Clarithromycin - Erythromycin - Trimethoprim - Co-amoxiclav

Penggunaan Antibiotik terapeutik (pengobatan)

„ Penggunaan antibiotik secara empirik : yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasarkan data epidemiologik


(38)

kuman yang ada. Bersamaan dengan itu segera dilakukan pemeriksaan kuman, biakan kuman dan uji kepekaan kuman.

„ Penggunaan antibiotik secara terarah : yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis kumannya dari pemeriksaan laboratorium. Antibiotik yang dipilih hendaknya yang paling efektif, paling aman dan memiliki spektrum yang sempit. Penggunaan antimikroba untuk tujuan pengobatan infeksi bakteri yang aktif.43


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium.

3.2. Kriteria Sampel 3.2.1 Kriteria inklusi

Semua pasien partus pervaginam spontan yang dilakukan tindakan episiotomi dengan kriteria :

• Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tidak terdapat riwayat ketuban pecah sebelum waktunya, tidak terdapat infeksi intrauterin.

• Tidak terdapat riwayat penggunaan antibiotik minimal 3 hari sebelum melahirkan.

• Tidak terdapat riwayat penggunaan obat kortikosteroid minimal 3 hari sebelum melahirkan

3.2.2. Kriteria ekslusi

• Robekan episiotomi mengenai mukosa rektum (tingkat IV).

• Semua pasien yang menolak untuk follow up atau tidak bisa di


(40)

3.3. Sampel Penelitian

Populasi sasaran adalah ibu melahirkan pervaginam yang dilakukan tindakan episiotomi di kamar bersalin di Departemen / SMF Obstetri Ginekologi FK USU RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Besar sampel

Ukuran sampel ditetapkan secara consequtive sampling dengan batasan waktu yang dilakukan pada bulan November, Desember 2008 dan Januari 2009 atau bila jumlah sampel terpenuhi, di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Ukuran sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus :

2 2

.

.

d

q

P

Z

α

n

Dimana :

p : besarnya perkiraan kejadian infeksi luka episiotomi : 3% q = 1-p

Z : harga Z yang didapat dari tabel distribusi normal untuk taraf kepercayaan ( ) 5% , maka Z =1,96

D : besarnya presisi, pada penelitian ini ditetapkan 5%

sehingga jumlah sampel yang diperlukan minimal : ((1,96)2(0,03)(0,93)} / 0,052 = 42 sampel


(41)

3.4. Variabel penelitian

Variabel dependen Infeksi luka episiotomi

Variabel independen Kadar hemoglobin

Status gizi ditentukan dengan Body mass index (BMI) Lama persalinan

lama ketuban pecah

3.5. Alur Penelitian

Kriteria Inklusi

Ruang nifas

Observasi dua hari setelah bersalin ( 48 jam )

Infeksi (+)

Kultur dan uji kepekaan apusan

luka episiotomi (aerob dan Anaerob)

Infeksi (-)

Kultur apusan luka episiotomi (aerob dan Anaerob)


(42)

3.6. Cara kerja

a. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dicatat identitasnya. Selanjutnya pasien dikelola sesuai protokol penanganan persalinan yang berlaku. Selama perawatan di ruang nifas luka episiotomi dirawat dengan memberikan larutan povidone iodine 10%. Keadaan luka episiotomi pasien diobservasi selama dua hari setelah melahirkan.

b. Bila selama observasi terdapat tanda-tanda infeksi segera dilakukan pengambilan apusan dari luka episiotomi yang terinfeksi untuk pemeriksaan kultur dan uji kepekaan, sediaan disimpan dalam dua media transport bakteri aerob dan anaerob pada suhu 37°C dan dikirim kelaboratorium mikrobiologi FK USU maksimal waktu 48 jam. Pasien diberikan terapi antibiotik Amoksisilin sehari tiga kali lima ratus miligram peroral sampai didapatkan hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik. Pasien dipulangkan pada hari kedua.

c. Bila selama observasi di ruang nifas tidak ditemukan tanda-tanda infeksi luka episiotomi, maka pada hari kedua dilakukan pemeriksaan kultur apus luka episiotomi, sediaan disimpan dalam dua media transport bakteri aerob dan anaerob pada suhu 37°C dan dikirim kelaboratorium mikrobiologi FK USU maksimal waktu 48 jam dan pasien dipulangkan. Selanjutnya data dikumpulkan, kemudian diolah, dianalisa dan dibuat dalam bentuk tabel.


(43)

d. Pertolongan persalinan dilakukan oleh peneliti, residen, dan supervisor di Departemen/SMF OBGIN FK.USU RSHAM RSPM, yang telah diberi penjelasan tentang tata cara penelitian.

3.7. Bahan dan alat

• Lidi kapas steril

• Media transport aerob dan anaerob

• Inkubator media biakan

• Pemeriksaan identifikasi bakteri dan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dilakukan di Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Batasan Operasional

• Episiotomi : tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya dinding vagina, septum rektovagina, otot, dan kulit sebelah depan perineum.

• Pertolongan persalinan dilakukan dengan menggunakan prinsip persalinan bersih dan aman. selanjutnya dilakukan tindakan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya dengan menggunakan larutan Providone Iodine 10%.


(44)

• Penjahitan luka episiotomi dilakukan dengan menggunakan benang Chromic cat gut no 00 (sachet) pada lapisan dalam dengan teknik penjahitan jelujur, kulit dengan penjahitan simpel.

• Masa penilaian luka dilakukan selama dua hari setelah melahirkan.

• Penilaian luka episiotomi dianggap infeksi bila terdapat tanda-tanda :

o Tanda minor (tanda inflamasi) : tepi luka kemerahan, luka basah, nyeri di tempat luka

o Tanda mayor (tanda infeksi) : jahitan terbuka, luka bernanah

• Dikatakan terjadi infeksi lokal bila didapatkan :

o 3 kriteria minor,

o Dua kriteria minor + satu kriteria mayor,

o Satu kriteria mayor.

• Anemia : kadar Hemoglobin < 11 gr%

• Status gizi ditentukan dengan menghitung, BMI (Body mass index) :

- BMI = berat badan (kg) dibagi tinggi (m2) - BMI < 19,8 = underweight - BMI 19,8 – 26 = normoweight - BMI > 26 = overweight Prosedur menjahit luka episiotomi

Persetujuan medik, persiapan alat, pencegahan infeksi sebelum tindakan :


(45)

ª Mengeringkan tangan dan memakai sarung tangan

ª Melakukan tindakan asepsis di daerah vulva, perineum dan anus dengan larutan antiseptik 22,23

Ü Penjahitan luka epiriotomi :

ª Bila diperlukan disuntikkan lidocain 1% infiltrasi lokal di daerah luka episiotomi / robekan perineum 9

ª Melakukan eksplorasi apakah terdapat laserasi lain selain luka episiotomi

ª Memasang tampon bola dalam vagina bila diperlukan. Menjahit luka episiotomi dimulai dari ujung bagian dalam sekitar 1 cm atas ujung luka selanjutnya dilakukan penjahitan seluruh lapisan dinding vagina secara jelujur (cromic 00) dengan menggunakan jarum bulat sampai batas robekan himen. Akhirnya dilakukan pengikatan dengan benang pada batas robekan himen, Kuli dijahit secara simpel. Periksa kembali apakah ada alat atau kassa yang tertinggal dalam vagina. Masukkan jari ke dalam anus untuk melihat apakah ada jahitan yang mengenai mukosa rektum

ª Cuci vulva dan perineum dengan larutan antiseptik.

ª Kumpulkan bahan habis pakai yang terkena darah atau cairan tubuh dan masukkan ke dalam tempat sampah. Setelah melepaskan sarung tangan kemudian cuci tangan dengan sabun atau larutan antiseptik dalam air mengalir.


(46)

ª Perawatan pasca tindakan : periksa tanda vital , catat kondisi pasien, buat instruksi pengobatan dan pemantauan.

Ü Pengambilan apus luka episiotomi pada hari kedua (>48 jam) dilakukan dengan menggunakan lidi kapas steril dengan media agar (biakan kuman aerob dan anaerob).

Ü Hasil biakan dikatakan positif bila dalam waktu satu hari setelah pembiakan bakteri ditemukan pertumbuhan koloni kuman.

Ü Hasil biakan dikatakan positif bila setelah pembiakan bakteri ditemukan pertumbuhan koloni kuman.

Ü Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dikatakan sensitif bila terdapat hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar cakram antibiotik pada media biakan sesuai dengan diameter standar yang telah ditetapkan

Ü Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik dikatakan resisten bila tidak terdapat hambatan pertumbuhan bakteri di sekitar cakram antibiotik pada media biakan.

Ü Perawatan vulva hygiene pascasalin di ruangan dilakukan dengan menggunakan kompres larutan Povidone iodine 10%.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan di Laboratorium Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(47)

3.9. Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Data diolah dari formulir penelitian yang telah diisi oleh peneliti. Data dari penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan tujuan penelitian dan dianalisis menggunakan program komputer.


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian kejadian infeksi luka episiotomi dan pola bakteri pada persalinan normal di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK-USU, RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, dilakukan terhadap 42 sampel yang termasuk kriteria penelitian, pada bulan November, Desember 2008 hingga Januari 2009. Dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Myers dan Helfgott di Amerika Serikat 2001 yang mendapatkan insidensi infeksi luka episiotomi sebesar 0,35 - 3%, Di Viet Nam 2005 infeksi terjadi 0,5 - 4,6%.28


(49)

Tabel 4. 1. Karakteristik Subjek Penelitian

RSHAM RSPM KARAKTERISTIK

n % n %

USIA (TAHUN)

< 25 7 41.2 9 36.0

26 - 35 9 52.9 12 48.0

≥ 36 1 5.9 4 16.0

PENDIDIKAN Pendidikan Dasar Pendidikan Lanjutan 12 5 70.6 29.4 7 18 28.0 72.0 GRAVIDA

1 - 2 ≥ 3

13 4 76.5 23.5 22 3 88.0 12.0

T O T A L 17 100.0 25 100.0

Uji Chi-Square

Di RSHAM, peserta penelitian dengan usia dibawah 25 tahun sebanyak 7 orang (41.2%), antara 26-35 tahun sebanyak 9 orang (52.9%), diatas 36 tahun sebanyak 1 orang (5.9%). Peserta dengan pendidikan dasar sebanyak 12 orang (70.6%), pendidikan lanjutan 5 orang (29.4%). Peserta berdasarkan jumlah kehamilan antara 1-2 sebanyak 13 orang (76.5%), dengan jumlah kehamilan di atas atau sama dengan 3 sebanyak 4 orang (23.5%).

Di RSPM, peserta penelitian dengan usia dibawah 25 tahun sebanyak 9 orang (36.0%), antara 26-35 tahun sebanyak 12 orang (48.0%),


(50)

diatas 36 tahun sebanyak 4 orang (16.0%). Peserta dengan pendidikan dasar sebanyak 7 orang (28.0%), pendidikan lanjutan 18 orang (72.0%). Peserta berdasarkan jumlah kehamilan antara 1-2 sebanyak 22 orang (88.0%), dengan jumlah kehamilan di atas atau sama dengan 3 sebanyak 3 orang (12.0%).

Tabel 4.2. Kejadian Infeksi Luka Episiotomi pada Persalinan Normal di RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF

NAMA RS

n % n % n %

RSHAM 2 11.8 15 88.2 17 100.0

RSPM 1 4.0 24 96.0 25 100.0

TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0

*Uji Chi-Square p = 0.338

Di RSHAM, peserta penelitian yang dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 2 orang (11.8%) dari 17 peserta (100.0%).

Di RSPM, peserta penelitian yang dijumpai infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (4.0%) dari 25 peserta (100.0%).


(51)

Tabel 4.3. Hubungan antara Hemoglobin dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF

HEMOGLOBIN

n % n % n %

< 11 gr% 3 10.7 25 89.3 28 100.0

≥ 11 gr% 0 0.0 14 100.0 14 100.0

TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0

*Uji Chi-Square p = 0.204

Dari tabel tampak terjadi infeksi luka episiotomi sebanyak 3 orang (7.1%) dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr%, pada 42 peserta.

Uji statistik tampak hubungan kejadian infeksi luka episiotomi dengan kadar hemoglobin pasien tidak bermakna secara statistik.

Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Vorherr 2002 mengatakan bahwa keadaan anemia mempengaruhi kejadian infeksi nifas, dari hasil penelitian Guyansyah 1994 yang menyimpulkan tidak ada pengaruh kadar hemoglobin terhadap kejadian infeksi luka episiotomi.


(52)

Tabel 4.4. Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF

BMI

n % n % n %

Normoweight 1 3.1 31 96.9 32 100.0

Overweight 2 20.0 8 80.0 10 100.0

TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0

*Uji Chi-Square p = 0.071

Pada tabel di atas tampak hubungan antara status gizi pasien dengan kejadian infeksi luka episiotomi tidak bermakna secara statistik. Status gizi pasien pada penelitian ini rata-rata mempunyai status gizi baik menurut perhitungan basal metabolisme index (BMI), sehingga secara statistik tidak terdapat pengaruh status gizi pasien terhadap kejadian infeksi luka episiotomi.

Menurut Vorherr 2002 keadaan malnutrisi mempengaruhi kejadian infeksi nifas. Keadaan ini tidak merupakan hal yang bertentangan, karena faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi bersifat multifaktor sehingga bukan semata-mata ditentukan oleh status gizi pasien.


(53)

Tabel 4.5. Hubungan antara Lama Persalinan dengan Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF

LAMA PERSALINAN

n % n % n %

< 8 jam 1 6.7 14 93.3 15 100.0

≥ 8 jam 2 7.4 25 92.6 27 100.0

TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0

*Uji Chi-Square p = 0.929

Dari tabel 4.5. Dapat dilihat sebaran penelitian berdasarkan lama proses persalinan normal dari 42 peserta penelitian, sebanyak 15 kasus proses persalinan selesai dalam 8 jam, terjadi infeksi pada luka episiotomi sebanyak 1 orang (6.7%) dan 27 kasus selesai diatas 8 jam, diantaranya terdapat infeksi luka episiotomi sebanyak 2 orang (7.4%).

Dari hasil penelitian ini lama persalinan dalam penelitian ini tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian infeksi luka episiotomi (p=0.929). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Bennet 2004 dan Vorherr 2002 yang menyatakan lama persalinan mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi. Penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Guyansyah 1994 dimana disimpulkan bahwa lama persalinan tidak mempengaruhi kejadian infeksi luka episiotomi.


(54)

Tabel 4.6. Hubungan Lama Ketuban Pecah terhadap Kejadian Infeksi Luka Episiotomi

INFEKSI LUKA EPISIOTOMI JUMLAH POSITIF NEGATIF

LAMA KETUBAN

PECAH

n % n % n %

< 8 jam 1 2.6 38 97.4 39 100.0

≥ 8 jam 2 66.7 1 33.3 3 100.0

TOTAL 3 7.1 39 92.9 42 100.0

*Uji Chi-Square p = 0.000

Lama ketuban pecah dalam 8 jam dijumpai 1 orang (2.6%) yang terjadi infeksi pada luka episiotomi dan 2 orang diatas 8 jam di jumpai 2 orang (66.7%).

Lama ketuban pecah pada penelitian ini berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian infeksi luka episiotomi. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Bennet 2004 dan Vorherr 2002 yang menyatakan lama ketuban pecah mempengaruhi kejadian infeksi nifas.


(55)

Tabel 4.7. Jenis Bakteri Aerob yang Ditemukan pada Luka Episiotomi (n=42) JENIS BAKTERI AEROB LUKA EPISIOTOMI (n=42) % Staphylococcus aureus Citrobakter diversus Pseudomonas aeruginosa Escherichia coli Klebsiella oxytoca Candida albicans Candida tropicalis Citrobakter freundi Staphylococcus epidermidis Providencia rettegeri Klebsiella pnemoniae 11 5 5 5 4 3 2 2 2 1 2 26.2 11.9 11.9 11.9 9.5 7.1 4.8 4.8 4.8 2.4 4.8 T O T A L 42 100.0

Dari tabel 4.7. Tampak pada luka episiotomi jenis bakteri aerob yang sering ditemukan adalah Staphylococcus aureus sebanyak 11 orang

(26.2%). Citrobakter diversus, Pseudomonas aeruginosa dan

Escherichia coli masing-masing dijumpai sebanyak 5 orang (11.9%).

Klebsiella oxytoca 4 orang (9.5%), Candida albicans 3 orang (7.1%),

Candida tropicalis 2 orang (4.8%), Citrobakter freundi 2 orang (4.8%),

Staphylococcus epidermidis 2 orang (4.8%), Providencia rettegeri 1 orang, Klebsiella pnemoniae 2 orang (4.8%).


(56)

Mikroorganisme aerob yang normal ditemukan pada luka episiotomi adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Candida albicans, Candida tropicalis. 37

Mikroorganisme aerob yang abnormal ditemukan Citrobakter diversus , Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Citrobakter freundi, Providencia rettegeri, Klebsiella pnemoniae,

merupakan flora normal yang sering dijumpai di usus besar dan tinja.37

Tabel 4.8. Jenis Bakteri Anaerob yang Ditemukan pada Luka Episiotomi (n=2)

JENIS BAKTERI ANAEROB

LUKA EPISIOTOMI (n=2)

%

- Actinomyces

- Chlostridia perfrigens - Tidak ada pertumbuhan

bakteri

1 1 40

2.4 2.4 95.2

T O T A L 42 100

Dari tabel 4.8. Tampak pada luka episiotomi jenis bakteri anaerob yang dijumpai Chlostridia perfrigens dan bakteri anaerob ditemukan


(57)

Tabel 4.9. Jenis Bakteri yang Ditemukan pada Luka Episiotomi dengan tanda-tanda infeksi

JENIS BAKTERI LUKA EPISIOTOMI yang infeksi (n=3) Citrobakter diversus

Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermidis

1 1

1

T O T A L 3

Dari tabel 4.9. Tampak pada infeksi luka episiotomi dengan tanda-tanda infeksi sebanyak 3 orang, jenis bakteri yang ditemukan adalah

Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

Pada pasien yang dijumpai bakteri Citrobakter diversus yang pada umumnya di jumpai di usus besar (tinja) penyebab terjadinya infeksi pada luka episiotomi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena perawatan luka episiotomi di ruang nifas dilakukan oleh pasien yang merupakan sisi yang tidak diteliti dalam penelitian ini dan sosioekonomi dan pendidikan yang rendah.

Pada pasien lainnya yang terinfeksi pada luka episiotomi pada penelitian ini yang dijumpai bakteri Staphylococcus aureus adalah flora normal yang dijumpai di vagina, Staphylococcus epidermidis adalah flora normal di jumpai pada kulit. Status gizi pasien ini mempunyai status gizi yang baik, kadar hemoglobin di bawah 11 gr%,


(58)

sosioekonomi dan pendidikan serta daya tahan tubuh yang rendah pasien tersebut, faktor ini kemungkinan dapat mempengaruhi terjadinya infeksi pada luka episiotomi yang bersifat multifaktor.

Tabel 4.10. Hasil Uji Kepekaan Bakteri Aerob yang ditemukan pada Luka Episiotomi dengan tanda-tanda infeksi Terhadap Antibiotik

Citrobakter diversus (n=5) Staphylococcus aureus (n=10) Staphylococcus epidermidis (n=2) ANTIBIOTIK BAKTERI AEROB

S I R S I R S I R

Penicillin 0 0 0 0 0 10 0 1 1

Ampicilin 0 0 5 0 1 10 0 0 2

Amoxicilin 0 0 5 2 1 8 0 0 2

Methicilin 0 0 0 0 3 5 1 0 0

Cefepime 5 0 0 9 1 1 2 0 0

Cefotaxime 2 2 1 8 3 0 2 0 0

Vancomycin 0 0 0 2 5 3 0 2 1

Ceftriaxone 3 1 1 6 3 2 2 0 0

Amikacin 5 0 0 11 0 0 2 0 0

Gentamicin 3 1 1 4 5 2 2 0 0

Ciprofloxacine 5 0 0 10 1 0 2 0 0

Chloramphenicol 3 2 0 5 4 2 1 1 0

Tetracyclin 0 1 4 0 3 8 0 0 2

Erythromycin 0 0 0 0 4 6 0 2 0

Sulbactam/Cefoperazo 5 0 0 11 0 0 2 0 0

Meropenem 4 0 1 11 0 0 2 0 0

Sulfamethazole 0 1 4 3 2 5 0 1 1

Ceftazidin 3 1 1 5 3 2 2 0 0

Cefuroxime 1 1 3 5 3 2 1 1 0

Kanamycin 0 0 0 3 4 2 1 2 0

Ofloxacin 2 1 3 7 2 0 2 0 0

Piperacillin 2 1 0 6 0 0 1 0 0

Carbenicillin 1 1 0 4 1 0 0 1 0

Keterangan : S = Sensitif I = Intermediate R = Resisten

Dari tabel 4.10. Tampak antibiotik yang sensitif terhadap bakteri aerob : Citrobakter diversus masih sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloram-phenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Piperacillin.


(59)

Staphylococcus aureus sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Ciprofloxacine, Chloram-phenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Cefuroxime Kanamycin, Ofloxacin, Piperacillin dan Carbenicillin.

Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotika Methicilin, Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Cefuroxime, Ofloxacin dan Piperacillin.

Tabel 4.11. Hasil Uji Kepekaan Bakteri Anaerob Terhadap Antibiotik

Actinomyces (n=1)

Chlostridia perfrigens (n=1)

ANTIBIOTIK BAKTERI ANAEROB

S I R S I R

Ampicilin 0 0 1 0 0 1

Amoxicilin 0 0 1 0 0 1

Cefepime 1 0 0 1 0 0

Ceftriaxone 0 0 1 0 0 1

Amikacin 1 0 0 1 0 0

Gentamicin 1 0 0 1 0 0

Ciprofloxacine 1 0 0 1 0 0

Chloramphenicol 0 0 1 1 0 0

Sulbactam/Cefoperazo 1 0 0 1 0 0

Metronidazole 0 0 1 1 0 0

Meropenem 1 0 0 1 0 0

Sulfamethazole 0 0 1 0 0 1

Ceftazidin 0 0 1 0 1 0

Ofloxacin 1 0 0 1 0 0

Piperacillin 1 0 0 1 0 0


(60)

Dari tabel 4.11. Tampak antibiotik yang sensitif terhadap bakteri

Actinomyces adalah Cefepime, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Sulbactam, Meropenem,Ofloxacin dan Piperacillin.

Chlostridia perfrigens sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Amikacin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Metronidazole, Meropenem, Ofloxacin dan Piperacillin.

Hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik.

Dari hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik tidak ditemukan antibiotik yang efektif terhadap semua jenis bakteri penyebab infeksi yang ditemukan. Semua jenis bakteri penyebab infeksi pada penelitian ini Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis resisten terhadap Penicillin, Ampicilin, Amoxicilin, Tetraciklin, Erythromycin dan Sulfamethazole. Sebagian besar bakteri sensitif terhadap Amikasin, Sefuroksim, Siprofloksasin, Cefotaxime, Ceftazidin dan Sulbactam.

Dari hasil uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik didapatkan semua bakteri yang ditemukan pada kasus infeksi pada penelitian ini tidak sensitif terhadap Penicillin, Ampicilin, Amoxicilin, Tetraciclin, Erythromycin dan Sulfamethazole, sehingga penggunaan untuk tujuan pengobatan infeksi luka episiotomi perlu dipertimbangkan kembali.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Penelitian kejadian infeksi luka episiotomi dan pola bakteri pada persalinan normal di Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK-USU, RSUP.H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan, dilakukan terhadap 42 sampel yang termasuk kriteria penelitian, pada bulan November, Desember 2008 hingga Januari 2009, dijumpai 3 kasus (7.1%) yang dinyatakan terkena infeksi pada luka episiotomi.

2. Pola bakteri terbanyak pada luka episiotomi : Staphylococcus aureus, Citrobakter diversus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Candida albicans, Candida tropicalis, Citrobakter freundi, Staphylococcus epidermidis, Providencia rettegeri, Klebsiella pnemoniae.

3. Pola bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi : Citrobakter diversus, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

4. Bakteri penyebab infeksi pada luka episiotomi pada penelitiaan ini sensitif terhadap antibiotika Cefepime, Cefotaxime, Ceftriaxone, Amikacin, Methicilin, Gentamicin, Ciprofloxacine, Chloramphenicol, Sulbactam, Meropenem, Ceftazidin, Piperacillin, Cefuroxime, Kanamycin, Ofloxacin, dan Carbenicillin.


(62)

5.2. SARAN

1. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pencegahan infeksi disarana pelayanan ruang bersalin, ruangan nifas dan pelaksanaan perawatan luka episiotomi, sehingga akan menurunkan kejadian infeksi pada luka episiotomi.

2. Perlu ditingkatkan ketaatan dari pelaksana pelayanan kesehatan yang sesuai dengan prosedur panduan tindakan medis.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen kesehatan. Pengendalian infeksi di rumah sakit. Diunduh

dari : http://www. depkes .go.id/index.php.option.news&task.viewarticle&sid.

2. Yokoe SD,Christiansen LC,Jhonson R. Epidemiologi of survailance for Post Partum Infection. Emerging Infectious Disease. 2001;7:837-41. 3. Althabe F, Belizan MJ, Bergel E. Episiotomy rates in primiparous

women in latin America : hospital based descriptive study. Diunduh dari : http://www.bmj.com. cgi/ content/full/324/7343.

4. Haynes K, Stone C, King J. Episiotomy and perineal laceration in morbidities associated with childbirth in Victoria. The consultatvie Council on Obstetrics and Paediatric Mortality And Morbidity. 2004;11. 5. Weber MA, Meyn L. Episiotomy use in The United States,1979-1997.

Obstetrics and Gyecology. 2002;100;1177-82.

6. Ebanyat OAF, Manside J, Were G. Management of 2 nd Stage of Labour. Safe Motherhood Module. 2001;76-83.

7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Puerpural Infection. Dalam : Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD, penyunting. Williams Obstetrics. Edisi ke -22. Philadelphia : Mc Graw Hills. 2007 : 711-24.

8. Durfee RB. Episiotomy. Dalam: Pernoll ML, Benson RC, Penyunting. Current Obstetric & gynecologic diagnosis & treatment. Edisi ke-10. Norwalk : Appleton & Lange; 2007:186-9.


(64)

9. Rusda M. Anastesi infiltrasi pada episiotomi. Digitalizied by USU digital Library 2004.

10. Leeman M. Spearman M, Rogers R. Repair of obstetric perineal laceration. American Family Physician 2003. Diunduh dari: www.aaaafp.org/afp.

11. Episiotomy. Managing complications in pregnancy and childbirth.

Diunduh dari:

www.who.int/reproductive-ealth/impac/Procedures/Episiotomy_P71_P75.html.

12. Repair of vaginal and perineal teears.Managing complications in pregnancy and childbirth. Diunduh dari : www.who.int /

reproductive-health / impac / Procedures / Repair vaginal P71, P75.html.

13. Hartmann K, Viswanathan, Palmieri R. Outcome of routine episiotomy : A systematic review. JAMA 2005; 293 (17) : 2141-48.

14. Hartmann K, Viswanathan, Palmieri R. The use of episiotomy in obstetrical care : A systematic review. Agency for health care and Quality 2005. Diunduh dari : www.arhq.gov.

15. Lipscomb GH. Wound healing, suture material and surgical instrumentation. Dalam: Rock AJ, Jones HW, penyunting. Te linde’s operative gynecology. Edisi ke-10. Philadelphia : Lippincott Williams & wilkins; 2008 : 226-42.

16. Setiawan Y. Infeksi nifas post partum 2008. Diunduh dari : www.siaksoft milik anda.com.

17. Guyen VQ. Hospital acquired infections 2007. Diunduh dari: http;//emedicine. com/ped/Topic619.html.


(65)

18. Puerpual infection. Diunduh dari http://www.wrongdiagnosis.com/p/ puerperal fever/ books-disease-7g.html.

19. Kennnedy SL. Pregnancy, post partum infection 2007;100-11. Diunduh dari http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC482.HT.

20. Col RJ. Necrotising perineal infection : A fatal outcome of ischiorectal

fossa abscess 2000,281-284. Diunduh dari http://resed.ac.uk/journal/vol45,5/ 4550002.htm.

21. General care practice.Managing complication in pregancy and childbith. Diunduh dari : www.who.int /reproductive-health /impac/clinical principles/ general.

22. Tietjen L, Bossemeyer D, McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Peleyanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Antiseptik, Jakarta, 2004;B-1.

23. Centers for disease control and prevention. Wash your hand. Diunduh dari : http://www.cdc.gov/Features/Handwashing.

24. RoseHC, Blessitt L K, Araghidazeh F. Episiotomy dehiscence that required intestinal diversion. American Journal of Obstetric and Gynecology 2005,17590.

25. Saiman L, O’Keefe M, Graham III L P. Hospital transmission of community-acquired Methicillin-resistant staphylococcus aureus. Clinical Infectious Diseases 2003;37:1313-9.

26. Hseueh RP, Chen HW, Luh TK. Relationships between antimicrobial use and antimicrobial resistance in Gram-negative bacteria causing nasocomial infections from 1991-2003 at a university hospital in Taiwan. International Journal of Antimicrobial Agents 26(2005)463-472.


(66)

27. Flynn P, Franiek J, Janssen P. How can second stage management prevent perineal trauma?. Can Fam Physician 1997;43:73-84.

28. Ngoc TNN, Sloan LN, Thach ST. Incidence of postpartum infection after vaginal delivery in Viet Nam. J Health Popul Nutr 2005 Jun;23(2):121-130.

29. Rose HC, Blessitt LK, Araghizadeh F. Episiotomy dehicence that required intestinal diversion. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2005) 193, 1759-60.

30. Romano SP, Yasmeen S, Schembri EM. Coding of perineal lacerations and other complications of obstetric care in hospital discharge data. American College of Obstetricians and Gynecologists (2005); 106:717-25.

31. Guimaraes REE, Chianca MCT, de Oliveira CA. Puerperal Infection from the perspective of humanized delivery care at a public maternity hospital. Rev Latino-am Emfermagem. 2007 julho-agosto; 15(4):536-42. 32. Depkes. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2003. 33. Sidabutar G. Pola pertumbuhan bakteri dan uji kepekaan antibiotik dari

isolat usap vagina pada ketuban pecah dini dan non ketuban pecah dini di RSUP H. Adam Malik- RSUD Pirngadi- RSU Sundari, Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan 2008.

34. Nichols L R, Henderson, Hiat R J. Guidline for prevention of surgical site infection. Bulletin of the american college of surgeons. 2000.


(67)

35. Horan C T, Andrus M, Dudeck A M.CDC/NHSN surveilence definition of health care associated infection and criteria for spesific types of infections in acute area setting,AJIC major article 2008.

36. Surgical site infection in Post pregnancy genital tract and wound infections. Diunduh dari : www.Medscape.com.

37. Shulman ST. Pengenalan penyakit infeksi. Dalam: Shulman ST, Phair JP, Sommers HM, penyunting. The biologic and clinical basis of infectious diseases. Edisi ke-4. Philadelphia : WB Saunders ;1994 : 1-15.

38. Gottrup F, Melling A, Hollander DA. An overview of surgical site infections : aetiology, incidence and risk factors. EWMA.2005;5:11-15. 39. Falanga V, Ford HR, Wilson FE. Reducing surgical site infections. A

supplement to contemporary surgery. 2003:1-8.

40. Barnard BM . Fighting surgical site infections. Diunduh dari : www. Ruhof.com

41. Kette C, Johanson RB. Continuous versus interrupted sutures for perineal repair. J obstet gynaecol. 2007;4: 485-89.

42. Australian council for safety and quality in health care. National strategy to address health care associated infections. 2003.

43. Department of reproductive health and research, Wolrd Health Organization. Antibiotic therapy, Managing complications in pregnancy and childbirth. 2003.

44. Antimicrobial prophylaxis. Diunduh dari : www.Medscape.com.

45. Infection Prevention Guidelines. Preventing maternal and newborn infections.2003.


(68)

46. Weinstein RA, Siegel JD, Brennan PJ . Infection-control report cards- securing patient safety. N Engl j med. 2005;353:225-7.

47. Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Guidelines to Further Develop and Define Antibiotic Use in Hospitals. Dalam: Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Penyunting. Antibiotics strategies. Edisi ke- 2. Austria : Federal Ministry of Health and Women. 2004. http://www.antibiotika-strategien.at.

48. Fong IW, Drlica K. Emerging Infectious Diseases of the 21st Century.

Dalam : Fong IW, Drlica K. Antimicrobial Resistance and Implications for the Twenty-First Century. New York : Springer Science. 2008.

49. Anton G, Grabein B, Schönberger D, Weissenbacher ER. Antibiotics for the treatment of pelvic infections. http://www.emedicine.antibiotics for the treatment.

50. Bennet J Bartscht KD, Delaney JOL. Episiotomi. Dalam Sciarra JJ, Dilts PV. Eds.Gynecology and Obstetrics vol 2 revised edistion. Philadelphia. JB Lippincott Company, 2004,157-81.

51. Vorherr H. Purpueral infection. Dalam Sciarra JJ. Gynecology and Obstetrics. Philadelphia:JB Lippincott, 2002,4-7.

52. Guyansyah A. Hasil evaluasi pengobatan luka episiotomy pasca salin pada primi para dengan dan tanpa antibiotic profilaksis, Unifersitas padjadjaran, Bandung 1994.

53. Walling AD, Nahum GG, et al. Antibiotic use in pregnancy and lactation. What is and is not known about teratogenic and toxic risks. Obstet Gynecol May 2006;107:1120-3


(69)

LAMPIRAN 2

LEMBARAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :……….

Usia : ………

Alamat :……….

No. MR :……….

Setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan serta manfaat penelitian yang berjudul :

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

Menyatakan bersedia untuk diikutsertakan sebagai subjek penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan , ……….2008

Yang membuat pernyataan


(70)

LAMPIRAN 3

FORMULIR PENELITIAN

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

1. Rumah Sakit : ฀ RSUP. HAM ฀ RSU. Dr. Pirngadi

2. Tanggal Masuk :

3. Nomor MR :

4. Nomor Kasus :

5. Nama :

6. Umur :

7. Pendidikan Terakhir :

8. Paritas :

9. Berat Badan/Tinggi badan : kg/ cm

10. RPT : ฀ DM ฀ ………

11. Kadar hemoglobin :

12. status gizi : ฀ Underweight BMI < 19,8

฀ Normoweight BMI 19,8 – 26

฀ Overweight BMI > 26 13. Lama proses persalinan :

14. lama ketuban pecah :

15. Lama Rawat : 1 hari 2 hari

16. Tanda infeksi episiotomi : Tepi luka kemerahan luka basah

nyeri di tempat luka jahitan terbuka

luka bernanah 17. Antibiotik yang dipakai :


(71)

(1)

27. Flynn P, Franiek J, Janssen P. How can second stage management prevent perineal trauma?. Can Fam Physician 1997;43:73-84.

28. Ngoc TNN, Sloan LN, Thach ST. Incidence of postpartum infection after vaginal delivery in Viet Nam. J Health Popul Nutr 2005 Jun;23(2):121-130.

29. Rose HC, Blessitt LK, Araghizadeh F. Episiotomy dehicence that required intestinal diversion. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2005) 193, 1759-60.

30. Romano SP, Yasmeen S, Schembri EM. Coding of perineal lacerations and other complications of obstetric care in hospital discharge data. American College of Obstetricians and Gynecologists (2005); 106:717-25.

31. Guimaraes REE, Chianca MCT, de Oliveira CA. Puerperal Infection from the perspective of humanized delivery care at a public maternity hospital. Rev Latino-am Emfermagem. 2007 julho-agosto; 15(4):536-42. 32. Depkes. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2003. 33. Sidabutar G. Pola pertumbuhan bakteri dan uji kepekaan antibiotik dari

isolat usap vagina pada ketuban pecah dini dan non ketuban pecah dini di RSUP H. Adam Malik- RSUD Pirngadi- RSU Sundari, Medan. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik – RSUD Dr. Pirngadi Medan 2008.

34. Nichols L R, Henderson, Hiat R J. Guidline for prevention of surgical site infection. Bulletin of the american college of surgeons. 2000.


(2)

35. Horan C T, Andrus M, Dudeck A M.CDC/NHSN surveilence definition of health care associated infection and criteria for spesific types of infections in acute area setting,AJIC major article 2008.

36. Surgical site infection in Post pregnancy genital tract and wound infections. Diunduh dari : www.Medscape.com.

37. Shulman ST. Pengenalan penyakit infeksi. Dalam: Shulman ST, Phair JP, Sommers HM, penyunting. The biologic and clinical basis of infectious diseases. Edisi ke-4. Philadelphia : WB Saunders ;1994 : 1-15.

38. Gottrup F, Melling A, Hollander DA. An overview of surgical site infections : aetiology, incidence and risk factors. EWMA.2005;5:11-15. 39. Falanga V, Ford HR, Wilson FE. Reducing surgical site infections. A

supplement to contemporary surgery. 2003:1-8.

40. Barnard BM . Fighting surgical site infections. Diunduh dari : www. Ruhof.com

41. Kette C, Johanson RB. Continuous versus interrupted sutures for perineal repair. J obstet gynaecol. 2007;4: 485-89.

42. Australian council for safety and quality in health care. National strategy to address health care associated infections. 2003.

43. Department of reproductive health and research, Wolrd Health Organization. Antibiotic therapy, Managing complications in pregnancy and childbirth. 2003.

44. Antimicrobial prophylaxis. Diunduh dari : www.Medscape.com.

45. Infection Prevention Guidelines. Preventing maternal and newborn infections.2003.


(3)

46. Weinstein RA, Siegel JD, Brennan PJ . Infection-control report cards- securing patient safety. N Engl j med. 2005;353:225-7.

47. Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Guidelines to Further Develop and Define Antibiotic Use in Hospitals. Dalam: Allerberger F, Gareis R, Janata O, Krause R, Meusburger S, Mittermayer H. Penyunting. Antibiotics strategies. Edisi ke- 2. Austria : Federal Ministry of Health and Women. 2004. http://www.antibiotika-strategien.at.

48. Fong IW, Drlica K. Emerging Infectious Diseases of the 21st Century. Dalam : Fong IW, Drlica K. Antimicrobial Resistance and Implications for the Twenty-First Century. New York : Springer Science. 2008.

49. Anton G, Grabein B, Schönberger D, Weissenbacher ER. Antibiotics for the treatment of pelvic infections. http://www.emedicine.antibiotics for the treatment.

50. Bennet J Bartscht KD, Delaney JOL. Episiotomi. Dalam Sciarra JJ, Dilts PV. Eds.Gynecology and Obstetrics vol 2 revised edistion. Philadelphia. JB Lippincott Company, 2004,157-81.

51. Vorherr H. Purpueral infection. Dalam Sciarra JJ. Gynecology and Obstetrics. Philadelphia:JB Lippincott, 2002,4-7.

52. Guyansyah A. Hasil evaluasi pengobatan luka episiotomy pasca salin pada primi para dengan dan tanpa antibiotic profilaksis, Unifersitas padjadjaran, Bandung 1994.

53. Walling AD, Nahum GG, et al. Antibiotic use in pregnancy and lactation. What is and is not known about teratogenic and toxic risks. Obstet Gynecol May 2006;107:1120-3


(4)

LAMPIRAN 2

LEMBARAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :……….

Usia : ………

Alamat :……….

No. MR :……….

Setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan serta manfaat penelitian yang berjudul :

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

Menyatakan bersedia untuk diikutsertakan sebagai subjek penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan , ……….2008 Yang membuat pernyataan


(5)

LAMPIRAN 3

FORMULIR PENELITIAN

KEJADIAN INFEKSI LUKA EPISIOTOMI DAN POLA

BAKTERI PADA PERSALINAN NORMAL DI RSUP. H ADAM

MALIK, RSUD. Dr PIRNGADI MEDAN

1. Rumah Sakit : ฀ RSUP. HAM ฀ RSU. Dr. Pirngadi 2. Tanggal Masuk :

3. Nomor MR :

4. Nomor Kasus :

5. Nama :

6. Umur :

7. Pendidikan Terakhir :

8. Paritas :

9. Berat Badan/Tinggi badan : kg/ cm 10. RPT : ฀ DM ฀ ………

11. Kadar hemoglobin :

12. status gizi : ฀ Underweight BMI < 19,8 ฀ Normoweight BMI 19,8 – 26 ฀ Overweight BMI > 26 13. Lama proses persalinan :

14. lama ketuban pecah :

15. Lama Rawat : 1 hari 2 hari

16. Tanda infeksi episiotomi : Tepi luka kemerahan

luka basah

nyeri di tempat luka jahitan terbuka

luka bernanah

17. Antibiotik yang dipakai : 18. Keadaan Pulang Ibu :


(6)