Konsep Diri Mahasiswa Indekos Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi

(1)

KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM KONTEKS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

(Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri

Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara

Dewi Arishayanti Purba 090904063

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM KONTEKS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

(Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri

Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Dewi Arishayanti Purba

090904063

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI MEDAN


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Dewi Arishayanti Purba NIM : 090904063

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM KONTEKS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

Medan, Desember 2013 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Komunikasi

Dr. Nurbani, M.Si

NIP : 196108021987012001 NIP : 196208281986012001 Dra. Fatma Waty Lubis, M.A.

Dekan FISIP USU

NIP : 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun di rujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika kemudian hari saya terbukti melakukan pelenggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses

sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Dewi Arishayanti Purba

NIM : 090904063

Tanda Tangan :


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan RahmatNya. Saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi dalam satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. dari masa perkuliahan sampai pada pernyusunan skripsi ini . sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra.Fatma Wardi Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi 3. Ibu Dra. Dayana, M. Si selaku selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi 4. Ibu Dr. Nurbani M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan,

nasehat, dan bimbingan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing penulis selama perkuliahan di Dapartemen Ilmu Komunikasi.

6. Laboratorium Ilmu Komunikasi yang telah membantu menulis mendapatkan ilmu yang bermamfaat.

7. Orang tua saya St. Alex T.H.Purba, S.E dan Dra.Rismauli Hutagaol yang telah memberikan bantuan dukungan materi dan moral.

8. Adik saya Rio Putra P. Purba dan Guido Vito P. Purba yang memberikan dukungan dan doa.

9. Opung saya, (Opung Kaca, Opung Tua, Opung Doli, Opung Tua) yang membantu saya lewat doa


(6)

10.Tante-tante saya, Tulang saya, Bou saya, Uda saya, Kela saya, yang selalu memberikan doanya kepada saya.

11.Bonar Jubelmar Silaban, S.T. selaku pacar saya yang selalu memberikan motivasi kepada saya dan dukungan doa kepada saya.

12.Uwak saya yang dirumah, yang selalu memberikan semangatnya kepada saya dan selalu mendoakan saya.

13.Keluarga saya yang tidak bisa saya paparkan satu per satu yang memberikan dukungan dan doa.

14.Teman dekat saya yaitu Yohanna Carla yang telah memberikan dukungan dan doa.

15.Teman – teman pelayanan saya di Pemuda – Pemudi GKPS Kampung Durian yang telah memberikan dukungan dan doa.

16.Para informan yang bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikkan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, 13 Desember 2013


(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara dalam konteks komunikasi antarpribadi. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian studi kasus dimana meneliti proses pembentukan konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara setelah menjadi anak kos. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti bagaimana terbentuknya konsep diri mahasiswa indekos Sumatera Utara yang dipengaruh oleh empat faktor yaitu orangtua, orang lain, budaya, dan evaluasi terhadap perilaku yang dilakukan. Selain itu, peneliti meneliti karakteristik mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti subjek penelitian yang merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara dimana dikhususkan memilih subjek penelitian yang merupakan anak kos. Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti bagaimana faktor-faktor pembentukan konsep diri bisa menjadi penentu dalam pembentukan konsep diri. Penelitian ini meneliti apakah faktor-faktor pembentukan konsep diri tersebut bisa memberikan pengaruh besar bagi mahasiswa indekos. Peneliti ingin meneliti intensitas komunikasi dengan cara berinteraksi yang dijalin. Sesuai fokus masalah yang akan diteliti yaitu “Bagaimana Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara Setelah Menjadi Anak Kos”, dimana dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil bahwa pada umumnya dari komunikasi yang terjalin tersebut bisa menentukan konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif terbentuk karena adanya komunikasi yang efektif dan sebaliknya.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……… i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

KATA PENGANTAR………. iii

ABSTRAK………. iv

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR LAMPIRAN……… viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah... 1

1.2.Fokus Masalah... 6

1.3.Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perspektif/Paradigma Kajian……… 8

2.2. Kajian Pustaka………..……… 9

2.2.1. Komunikasi………. 9

2.2.1.1. Pengertian Komunikasi……….. 10


(9)

2.2.1.3. Unsur-Unsur Komunikasi……… 12

2.2.1.4. Fungsi Komunikasi………... 13

2.2.1.5. Tujuan Komunikasi………... 13

2.2.2. Komunikasi Antarpribadi…... 14

2.2.2.1. Defenisi Komunikasi Antarpribadi…... 14

2.2.2.2. Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi……15

2.2.2.3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi……… 16

2.2.2.4 Tahapan Hubungan Komunikasi……… 18

2.2.4. Konsep Diri………... 21

2.2.4.1. Pengertian Konsep Diri………..21

2.2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri...23

2.2.4.3. Proses Terbentuknya Konsep Diri………24

2.2.4.4. Proses Pengembangan Konsep Diri………...25

2.2.4.5. Jenis-Jenis Konsep Diri………..26

2.2.4.6. Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi28 2.2.5. Teori Disonansi Kognitif...29

2.2.5.1. Pengertian Teori Disonansi Kognitif...29

2.2.5.2. Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif...30

2.2.5.3. Disonansi Kognitif dan Persepsi...31

2.2.6. Teori Interaksi Simbolik………...31


(10)

2.2.6.2. Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik………32

2.2.6.3. Asumsi Teori Interaksi Simbolik………..32

2.2.7. Mahasiswa Indekos...35

2.2.7.1. Pengertian Mahasiswa Indekos...35

2.2.7.2. Peran dan Fungsi Sebagai Mahasiswa...36

2.3 Model Teoritik...37

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian………...38

3.1.1. Metodologi Kualitatif………....38

3.1.2. Studi Kasus………40

3.2. Objek Penelitian………...42

3.3. Subjek Penelitian………..42

3.4. Teknik Pengumpulan Data…...44

3.4.1. Penentuan Informan………46

3.4.2. Keabsahan Data………..46

3.5. Teknik Analisis Data………47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian………49

4.2. Profil Informan………51


(11)

4.2.2. Profil Bonar Jubelmar Silaban………...53

4.2.3. Profil Siti Aisyah………...54

4.2.4. Profil Daud Steven Lingga………..55

4.2.5. Profil Septika Evalina Hutagaol………..56

4.2.6. Tabel Matriks Mengenai Profil Informan………...57

4.3. Hasil Pengamatan dan Wawancara Yang Menggambarkan Konsep Diri Mahasiswa-Mahasiswi Indekos Universitas Sumatera Utara...58

4.4. Pembahasan………...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………...………81


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Tabel Matriks Mengenai Profil Informan 57 2.1 Klasifikasi Tabel sesuai Tujuan Penelitian 71


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Bagan Model Teoretik Penelitian Proses Pembentukan


(14)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara dalam konteks komunikasi antarpribadi. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian studi kasus dimana meneliti proses pembentukan konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara setelah menjadi anak kos. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha meneliti bagaimana terbentuknya konsep diri mahasiswa indekos Sumatera Utara yang dipengaruh oleh empat faktor yaitu orangtua, orang lain, budaya, dan evaluasi terhadap perilaku yang dilakukan. Selain itu, peneliti meneliti karakteristik mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti subjek penelitian yang merupakan mahasiswa Universitas Sumatera Utara dimana dikhususkan memilih subjek penelitian yang merupakan anak kos. Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti bagaimana faktor-faktor pembentukan konsep diri bisa menjadi penentu dalam pembentukan konsep diri. Penelitian ini meneliti apakah faktor-faktor pembentukan konsep diri tersebut bisa memberikan pengaruh besar bagi mahasiswa indekos. Peneliti ingin meneliti intensitas komunikasi dengan cara berinteraksi yang dijalin. Sesuai fokus masalah yang akan diteliti yaitu “Bagaimana Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara Setelah Menjadi Anak Kos”, dimana dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil bahwa pada umumnya dari komunikasi yang terjalin tersebut bisa menentukan konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif terbentuk karena adanya komunikasi yang efektif dan sebaliknya.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KONTEKS MASALAH

Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukan dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan (sumber, komunikator sendiri) ditujukan kepada penerima pesan (receiver,komunikan, audience).

Setiap orang selalu berupaya memahami setiap peristiwa yang dialaminya. Orang memberikan makna terhadap apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri atau lingkungan sekitarnya. Terkadang makna yang diberikan itu sangat jelas dan mudah dipahami orang lain, namun terkadang makna itu buram, tidak dapat dipahami dan bahkan bertentangan dengan makna sebelumnya.

Komunikasi berfungsi sebagai perekat atau lem dalam masyarakat. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan, kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.

Menurut Richard L. Weaver, salah satu karakteristik komunikasi antarpribadi adalah tidak harus bertatap muka (Budyatna,2011:16). Komunikasi antarpribadi yang sudah terbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu. Misalnya, antara orangtua dan anaknya yang menempuh pendidikan jauh dengan orangtua dan tidak tinggal serumah dengan orangtua, maka interaksi yang terjalin melalui telepon, email, chatting, dan sebagainya. Komunikasi antarpribadi sebagai


(16)

proses yang merupakan rangkaian sistematis perilaku yang bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali. Misalnya, selama dua puluh menit percakapan telepon seorang anak dengan orangtuanya untuk mendapatkan informasi keluarga.

Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu faktor yang menentukan konsep diri seseorang, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Suksesnya komunikasi antarpribadi banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang (Rakhmat,2008:105). Seseorang berkomunikasi harus memiliki konsep yang positif, maka komunikasi akan semakin efektif. Contohnya, bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur dan mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. Konsep diri memiliki peran penting karena menjadi motivasi utang yang didukung oleh seluruh elemen lainnya yang terdapat pada sistem kognitif manusia (Morissan,2009:70).

Konsep diri merupakan faktor yang menentukan dalam komunikasi antarpribadi, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasara dari konsep diri individu ditanamkan pada saat dini kehidupan anak yang menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari (Agustiani,2009:138).

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak


(17)

disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). (Rakhmat, 2005: 104-109).

Konsep diri terbentuk dan berkembang karena adanya empat faktor (Devito,2009:53-55). Pertama, konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Kedua,


(18)

perbandingan yang dibuat antara diri sendiri dan orang lain. Ketiga, adanya budaya yang dianut. Keempat, mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri.

Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk dan mengembangkan konsep diri seorang anak. Orangtua mengarahkan tindakan anaknya, membentuk pikiran anaknya dan menyentuh anaknya secara emosional. Karena orangtua mempunyai hubungan emosional. Dan merekalah, secara perlahan-lahan yang membentuk konsep diri anak melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan, yang menyebabkan anak tersebut menilai dirinya sendiri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat anak tersebut memandang dirinya sencari secara negatif.

Ketika si anak tumbuh dewasa menjadi seorang mahasiswa dan mengharuskan si anak berpisah dengan orangtuanya karena menempuh pendidikan di daerah yang berbeda, mahasiswa tersebut merasa harus mengembangkan potensi dirinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kampus, organisasi-organisasi, lingkungan tempat tinggal, interaksi dengan orang sekitar. Melalui ini membuat konsep diri mahasiswa ini berkembang karena disebabkan oleh orang lain atau lingkungan.. Pandangan ini disebut generalized others dimana orang lain yang memandanganya.

Komunikasi berkontribusi bagi pembentukan konsep diri dan pengembangan konsep diri. Selain orangtua dan orang lain yang menjadi faktor pembentukkan konsep diri, ada budaya yang menjadi latar belakang pembentukkan konsep diri. Ketika seorang mahasiswa indekos berada di lingkungan yang berbeda dengan lingkungan ketika bersama dengan orangtuanya. Mahasiswa tersebut akan berperilaku dari apa yang diajarkan dan didikan orangtuanya. Ketika seorang mahasiswa di didik dengan etika yang baik dan dengan dasar didikan agama yang kuat maka mahasiswa tersebut tidak akan berpengaruh pada lingkungan sekitar. Tetapi ketika, mahasiswa tersebut dilandasi sikap yang tidak mempunyai etika dan tidak di didik dengan baik, maka


(19)

mahasiswa indekos tersebut akan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak baik. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri ada salah satu faktor yang membentuk konsep diri seorang mahasiswa. Ketika mahasiswa tersebut berperilaku melalui tindakan, seorang mahasiswa indekos akan mengevaluasi dirinya sendiri

Komunikasi yang terjalin akan bergantung pada kualitas konsep diri yang dibentuk. Apakah konsep diri tersebut positif atau negatif (Morissan,2009:70-71). Semakin efektif komunikasi yang terjalin, makan akan semakin positif konsep diri yang terbentuk dan sebaliknya.

Teori disonansi kognitif akan membantu untuk mengetahui perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapat yang dipegang. Melalui teori ini, akan mengetahui bagaiman konsep diri yang dibentuk oleh mahasiswa indekos untuk mengetahu siapa dirinya sebelum dan setelah menjadi anak kos.

Kualitas konsep diri tersebut dibentuk salah satunya karena adanya teori interaksi simbolik (Morissan,2009:74). Interaksi simbolik merupakan makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan sesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi. Orang-orang terdekat seperti orangtua memberikan pengaruh besar. Orangtua yang memperkenalkan dengan kata-kata baru, konsep-konsep untuk membantu membedakan antara diri sendiri dan orang lain sehingga miliki sense of self. Konsep diri berkembang karena adanya interaksi dengan orang lain. Apalagi ketika seorang anak berstatus mahasiswa indekos, konsep diri yang terbentuk tersebut berbeda ketika mahasiswa tersebut tidak tinggal lagi dengan orangtua. Karena pada awalnya konsep diri yang dibentuk diawal dengan orangtua akan berkembang melalui interaksi sosial yang ada di lingkungannya (West,2011:101-102). Lingkungan dimana mahasiswa indekos tersebut tinggal dan melakukan interaksi dengan oranglain akan mengubah konsep diri mahasiswa indekos tersebut. Ini disebabkan karena mahasiswa tersebut perlu mengembangkan potensi dirinya sendiri ketika mahassiswa tersebut berada di lingkungan yang berbeda dimana tidak tinggal dengan orangtuanya karena sedang menempuh pendidikan. Latar belakang budaya


(20)

dan adanya kesadaran diri untuk mengevalusi perilakunya sendiri merupak faktor yang membentuk konsep diri mahasiswa indekos tersebut Melalui interaksi ini mahasiswa tersebut dapat menyelidiki tentang diri.

Subjek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswi yang berstatus aktif dan tidak tinggal dengan orangtua (anak kos) di Universitas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian di daerah sekitar Universitas Sumatera Utara dilakukan mahasiswa indekos di USU ada yang berasal dari luar Medan yang tidak tinggal dengan orangtuanya. Peneliti ingin mengetahui konsep diri mahasiswa ketika tinggal dengan orangtuanya dan konsep diri mahasiswa tersebut berkembang ketika menjadi mahasiswa indekos dimana konsep diri berkembang karena adanya faktor-faktor lain ketika tidak tinggal bersama dengan orangtuanya. Bila melihat pada salah satu tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain, maka yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana proses pembentukkan konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan konteks masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti proses pembentukan konsep diri mahasiswa indekos setelah menjadi anak kos.

1.2. FOKUS MASALAH

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan fokus masalah adalah “ Bagaimana Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara Setelah Menjadi Anak Kos”.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara

2. Untuk menggambarkan proses pembentukan konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara setelah menjadi anak kos.


(21)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya komunikasi antarpribadi yang berkaitan dengan pembentukan konsep diri.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang ilmu komunikasi.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi bagi mahasiswa-mahasiswi dan orangtua yang berbeda tempat tinggal sehingga dapat meningkatkan komunikasi dan kedekatan antara orangtua dan anak.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. PARADIGMA KAJIAN

Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis, yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012:73).

Menurut Maxwell (1996), kelebihan paradigma adalah pemahaman makna, dimana makna merujuk pada kognisi, afeksi, intense, dan apa saja yang berada di bawah paying perspektif partisipan. Peneliti bukan saja tertarik pada aspek fisik pada kejadian itu, melainkan bagaimana mereka memaknai semua itu, dan bagaimana makna itu mempengaruhi tingkah laku informan. Fokus pada makna seperti itu disebut intrepretif (Maxwell dalam Ghony dan Almanshur,2012:77).

Dalam kegiatan kajian, paradigma kualitatif dijabarkan ke dalam langkah-langkah (Ghony dan Almanshur,2012:77): (1) penentuan pumpun kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan, (2) pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya, (3) penentuan kasus atau bahan kajian, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh, (4) pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan, (5) pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan


(23)

pembacaan naskah yang dikaji, (6) pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing), (7) negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan (8) perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and intergrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.

Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika di lapangan. Fokus kajian, misalnya mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian. Setiap kajian berparadigma interpretif harus memenuhi kriteria: (1) keterpercayaan (credibility), (2) kebergantungan (dependability), dan (3) kepastian (confirmability), dan (4) keteralihan (transferability) (Ghony dan Almanshur,2012:77).

Kepercayaan membuktikan bahwa data perolehan dan simpulan kajian benar-benar dapat dipercaya. Ketergantungan membuktikan bahwa temuan dan simpulan kajian benar-benar bersandar pada data mentah. Kepastian membuktikan bahwa kebenaran temuan dan simpulan kajian bisa dilacak berdasarkan data perolehan. Sedangkan keteralihan membuktikan bahwa temuan dan simpulan penelitian bisa diberlakukan pada kasus lain yang memiliki ciri-ciri sama dengan

kasus yang dikaji

2.2 KAJIAN PUSTAKA 2.2.1 KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia, karena itu harus memberikan perhatian yang seksama terhadap komunikasi.


(24)

2.2.1.1 Pengertian Komunikasi

Secara etimologis, istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfensi. Komunikasi juga merupakan transimisi pesan yang bertujuan untuk memperoleh makna perubahan tertentu. (Liliweri,2011:31).

Berikut ini adalah 6 defenisi komunikasi menurut para ahli (Mulyana, 2007 : 62-66) :

1. Theodore M. Newcomb

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

2. Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

3. Everett M. Rogers

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

4. Raymond S. Ross

Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.

5. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss

Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.

6. Harold Lasswell

Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?


(25)

Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur dasar :

a. Who (Siapa) : Komunikator; orang yang menyampaikan pesan.

b. Says What (Mengatakan Apa) : Pesan, pernyataan yang didukung oleh lambang, dapat berupa ide atau gagasan.

c. In Which Channel (Saluran) : Media; sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikasn jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

d. To Whom (Kepada Siapa) : Komunikan; orang yang menerima pesan. e. With What Effect (Dampak) : Efek; dampak sebagai pengaruh dari pesan atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melaluui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.2.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005:11).

Wilbur Schramm (Effendy, 1992:32-33) dalam karyanya “How Communication Works”mengatakan the condition of success in communication diringkaskan sebagai berikut :

e. Pesan harus dirancangkan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud.

f. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dapat dimengerti.


(26)

g. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

h. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Komunikasi yang efektif adalah sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi maksudnya melihat dan memahami pesan yang disampaikan, terkait dengan bentuk pesan, makna pesan, cara penyajian pesan termasuk penentuan saluran yang ditentukan oleh komunikator (Vardiansyah, 2004:111).

2.2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi dapat berjalan baik dan lancar jika pesan yang disampaikan seseorang yang didasari dengan tujuan tertentu dapat diterimanya dengan baik dan dimengerti. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan unsur-unsur berikut (Liliweri,2011:39-43) :

1. Sumber

Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau source, sender, atau encoder. Pengirim adalah orang yang membuat pesan. Pengirim merupakan pemrakarsa yang ingin menyajikan pikiran dan pendapat tentang suatu peristiwa atau objek

2. Pesan

Pesan adalah gagasan, perasaan, atau pemikiran yang telah di-encode oleh pengirim atau di-decode oleh penerima. Pada umumnya pesan-pesan berbentuk sinyal, simbol, tanda-tanda atau kombinasi dari semuanya dan berfungsi sebagai stimulus yang akan direspon oleh penerima. .

3. Media / Saluran Komunikasi

Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi, panca indera dianggap


(27)

sebagai media komunikasi. Termasuk juga telepon, surat kabar, dan media massa lainnya.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima biasanya terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai bahkan negara. Sering juga disebut sebagai khalayak, sasaran, komunikan, atau audience. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran.

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini biasa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebgai akibat penerimaan pesan.

6. Feedback

Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh penerima terhadap pesan yang dikirimkan oleh pengirim.

Aristoteles (Cangara, 2003:22) mengatakan suatu pesan akan terlaksana dengan baik hanya cukup dengan tiga unsur saja, yaitu sumber, pesan, dan penerima. Sedangkan Claude E.Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa proses komunikasi memerlukan unsur pengirim, transmitte, sinyal, penerima dan tujuan.

2.2.1.4 Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu : 1. Menyampaikan inform asi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence)

2.2.1.5 Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu : 1. Perubahan sikap (attitude change) 2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan perilaku (behavior change) 4. Perubahan sosial (social change)


(28)

2.2.2 KOMUNIKASI ANTARPRIBADI 2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi

Para ahli teori komunikasi mendefenisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda. Adapun defenisi komunikasi antarpribadi menurut tiga ancangan utama (Devito,1997:231-232), yaitu:

1. Defenisi Berdasarkan Komponen

Defenisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya dan dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

2. Defenisi Berdasarkan Hubungan Diadik

Defenisi berdasarkan hubungan ini, komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Adakalanya defenisi hubungan ini diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang seperti anggota keluarga atau kelompok-kelompok yang terdiri dari atas tiga atau empat orang.

3. Defenisi Berdasarkan Pengembangan

Dalam ancangan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefenisikan pengembangan komunikasi antarpribadi.

Ada beberapa defenisi komunikasi antar pribadi menurut para ahli, yaitu : 1. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal

Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang- orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).


(29)

2. Menurut Effendy, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan (Liliweri,1991:12).

3. Menurut Dean C. Barnlund, komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur (Liliweri,1991:12).

4. Menurut Tan, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang (Liliweri,1991:13).

5. Menurut Rogers, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri,1991:13).

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang memiliki suatu pribadi

2.2.2.2 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi

Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face-to-face). Oleh karena itu individu (komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback); komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya bicara komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan menyenangkan komunikator,sehingga komunikator mempertahankan gaya komunikasinya; sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.


(30)

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61)Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu tersebut. (Cangara, 2005:56).

2.2.2.3 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif dilihat dari tiga sudut pandang (Devito,1997:259-268) :

1. Sudut pandang humanistik

Sudut pandang ini menekankan pada interaksi yang bermakna jujur dan memuaskan yang menentukan terciptakan hubungan antarmanusia yang superior. Ada lima kualitas umum dari sudut pandang humanistik, yaitu :

a. Keterbukaan

Kualitas keterbukaan ini yang pertama mengacu pada komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang lain yang diajak berinteraksi. Yang kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Yang ketiga, menyangkut “kepemilikkan” perasaan dan pikiran. Terbuka mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik dan tanggung jawab atasnya.

b. Empati

Henry Backrack mendefenisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain.


(31)

Untuk mencapai empati harus bisa menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, mengkritik , mencoba mengerti alasan yang membuat orang itu merasa seperti yang dirasakan dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.

c. Sikap Mendukung

Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung. Sikap mendukung terlihat dari sikap yang deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik, dan provisonal bukan sangat yakin.

d. Sikap Positif

Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dinyatakan melalui dua cara, yaitu yang pertama melalui sikap positif. Orang yang merasa negatif terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain dan akan mengembangkan perasaan negatif yang sama. Sebaliknya, orang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan kepada orang lain, yanng selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif.

Yang kedua, dorongan merupakan hal yang dipandang penting dalam analisis transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara umum. Perilajku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain.

e. Kesetaraan

Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasannya setara. Artinya, harus ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting disumbangkan

2. Sudut Pandang Pragmatis

Sudut pandang ini menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi, dan secara umum, kualitas-kualitas yang menetukan pencapaian tujuan yang spesifik. Ada lima kualitas efeftivitas, yaitu :

a. Kepercayaan diri

Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Komunikator yang percaya diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam bersuara dan gerak tubuh, terkendali, tidak gugup.


(32)

b. Kebersatuan

Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dengan pendengar sehingga terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan.

c. Manajemen Interaksi

Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting, masing-masing mempunyai kontribusi dalam berkomunikasi.

d. Daya Ekspresi

Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Daya ekspresi sama dengan keterbukaan dalama hal penekannya pada keterlibatan.

e. Orientasi Kepada Orang Lain

Orientasi ini mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara.

3. Sudut Pandang Pergaulan Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan

Sudut pandang ini mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan kemitraan di mana imbalan dan biaya saling dipertukarkan.

2.2.2.4. Sifat-sifat Komunikasi Antar Pribadi

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:31-43):

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal

maupun non verbal.

Dalam pelaksanaan komunikasi antar pribadi setiap hari terbanyak melibatkan perilaku nonverbal sebagai penguat pesan-pesan verbal yang diucapkan. Komunikasi antar pribadi dalam memanfaatkan tanda-tanda informasi verbal maupun nonverbal sebenarnya sangat memperhatikan isi dan hubungannya


(33)

dengan suatu pesan . Unsur isi terdiri atas apa ayng dikatakan dan dibuat, sedangkan unsur hubungan/relasi terdiri atas bagaimana sesuatu itu diktakan dan dibuat. Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan

contrived.

Suatu perilaku spontan ditimbulkan karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi, kita berbuat sesuatu karena tekanan emosi belaka yang bisa verbal dan nonverbal, meskipun kadang-kadang perilaku ini tidak masuk dalam pertimbangan akal sehat seseorang. Kemudian perilaku scripted disebabkan karena suatu hasil belajar seseorang secara terus-menerus sebelumnya. Dan terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai sebagian besarnya oleh keputusan-keputusan yang rasional.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang.

Sifat yang ketiga ini menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi sebenarnya tidaklah statis, melainkan dinamis. Suatu proses dalam komunikasi antar pribadi terus berkembang, semakin hidup karena perkenalan telah merasuki pertambahan kognisi pihak lain, kemudian perasaan afektifnya dan pada gilirannya akan terlihat dalam perilaku verbal maupun nonverbal. Dengan demikian jika hubungan bersifat statis maka hubungan di antara mereka tidak bermutu, tidak maju, karena tidak bertambahnya suatu informasi baru atau yang lebih bermutu daripada sebelumnya.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi, dan koherensi.

Suatu komunikasi antar pribadi ditandai dengan adanya umpan balik. Umpan balik mengacu pada respon verbal dan nonverbal dari seorang komunikan maupun komunikator secara bergantian. Umpan balik tidak mungkin ada jika tidak ada interaksi atau kegiatan dan tindakan yang menyertinya. Adanya interaksi


(34)

menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi harus menghasilkan suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya pengaruh sebaliknya interaksi juga tidak ada manfaatnya. Karena interaksi dalam komunikasi antar pribadi mengandalkan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi bisa dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan pikiran dan pendapat saja, atau ditekankan pada minat dan perasaan, ataukah hanya pada tindakan saja.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang

bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

Intrinsik dimaksudkan suatu standar dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Dengan demikian tata aturan intrinsik biasanya disepakati di antara peserta komunikasi antar pribadi untuk meneruskan dan menghentikan tema-tema percakapan, perilaku verbal dan nonverbla selanjutnya. Ekstrinsik yang dimaksudkan dengan adanya standar atau aturan lain yang ditimbulkan karena danya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus dihentikan.

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

Sifat keenam dari komunikasi antar pribadi adalah harus adanya sesuatu yang dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi. Para ahli melukiskan bahwa yang disebut komunikasi itu merupakan suatu upaya untuk memulai suatu pesan dari sumber dan berakhir pada reaksi dari penerimanya. Hal ini berarti komunikasi tidak memerlukan perhatian hanya pada sebab datangnya suatu pesan kepada akibat terpaan pesan, namun lebih dari itu harus memperhatikan seluruh proses dari komunikasi itu.


(35)

Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang bersifat persuasif, karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang psikologis, sosiologis seseorang. Daripadanya seorang komunikator menyiapkan pesan yang baik sehingga mampu mengena keadaan, lapangan psikologis dan sosiologis komunikan. Artinya memanfaatkan pengetahuan, pendapat, perasaan serta kebiasaan seseorang darimana perasaan itu perlu disesuaikan agar dapat diterima. Pada saat sekarang para ahli komunikasi menghendaki supaya seorang yang berkomunikasi harus mampu merubah cara berpikir, perasaan atau perilaku sesama, hal itu akan tercapai kalau ia juga memberikan kesempatan pada pihak lain untuk dapat mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan dan perilakunya. 2.2.4. KONSEP DIRI

2.2.4.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman – pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri (Rakhmat,1991:99). Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani,2009:18).

Menurut Charles Horton Cooley (Rakhmat,1991:99), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.


(36)

Mead mendefenisikan diri (self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri melalui perspektif orang lain. Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahsa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagai I , bersifat spontan, implusif dan kreatif, objek, atau diri yang mengamati, adalah Me¸bersifat lebih reflektif dan peka secara sosial (West,2011:107).

Terdapat beberapa defenisi konsep diri menurut beberapa para ahli, diantaranya adalah :

1. Menurut Arndt dalam Theories of Personality, konsep diri adalah cerminan dari tuntunan significant person terhadap diri individu (Agustiani,2009:20).

2. Menurut William H. Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia di luar dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang (Agustiani,2009:138-139).

3. Menurut William D. Brooks (Rakhmat,1991:99) mendefenisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.

4. Menurut Anita Taylor (Rakhmat,1991:100) mendefenisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”.

5. Menurut Goss dan O’Hair (Sobur,2010:507) mendefenisikan konsep diri sebagai acuan bagaimana cara Anda menilai diri Anda sendiri, seberapa besar Anda berpikir bahwa diri Anda berharga sebagai seseorang.


(37)

6. Menurut Rogers (Sobur,2010:507), mendefenisikan konsep diri sebagai bagaian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat refrensi setiap pengalaman.

Konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri : Komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem) (Rakhmat,1991:100).

2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukkan Konsep Diri Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukkan konsep diri (Devito,2009:55-57), yaitu :

1. Others Images

Menurut Charles Horton Cooley, others images merupakan orang yang mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang-orang seperti orang-orang tua. Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk dan mengembangkan konsep diri seorang anak. Dalam perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.

2. Orang lain

Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita,”The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them.” Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati , dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri


(38)

kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Sebagai contoh, Minah memperoleh informasi tentang dirinya dari kedua orang tuanya dan orang di sekitarnya bahwa Minah anak yang pintar. Minah berpikir, “Saya pintar.”. Ia menilai dirinya dari persepsi orang lain.

Richard Dewey dan W.J. Humber menamai orang lain sebagai affective others, dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif.

Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep ini berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Bila saya seorang ibu, bagaimanakah ibu memandang saya.

3. Budaya

Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan ditanamkan keyakinan, nilai, agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri positif.

4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri.

Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut

2.2.4.3 Proses Terbentuknya Konsep Diri

Konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang konsep diri.


(39)

Namun reaksi ini muncul kerena orang lain yang memiliki arti (sifnificant other) yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan (Sobur,2010:510-511), yaitu :

1. Konsep diri primer

Konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman yang berbeda diterima melalui anggota rumah, dari orangtua, nenek, paman atau saudara kandung.

Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dan saudara-saudara lainnya. Adapun konsep bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung jawabnya dalam kehidupan, ditentukan atas dasar didikan yang datang dari orang tuanya.

2. Konsep diri sekunder

Konsep ini banyak ditentukan oleh konsep diri primernya. Misalnya apabila konsep diri primer seseorang adalah pendiam, tidak nakal, tidak suka keributan, maka ia akan memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dimiliknya dan teman-teman baru yang nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder.

Menurut Clara R. Pudjijogyanti (Sobur,2010:511-512), konsep diri terbentuk atas dua komponen yaitu komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Misalnya, saya bodoh. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Komponen kognitif merupakan data yang data yang bersifat objektif.

Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri serta penghargaan diri individu. Komponen afektif merupakan data yang bersifat subjektif.

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang di sekitarnya. Apa yang diperssepsi individu lain mengani diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu (Sobur,2010:512)


(40)

2.2.4.4 Proses Pengembangan Konsep Diri

Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lainnya. Tanggapan yang diberikan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dengan demikian, konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain.

Pada dasarnya, pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif. Pada pokoknya, individu akan berperilaku dengan cara tertentu dan mengamati reaksi orang lain terhadap perilaku (Sobur,2010:514).

Ada dua hal yang mendasari pengembangan konsep diri (Sobur,2010:515-516), yaitu :

1. Pengalaman Secara Situasional

Pengalaman yang pernah dialami, tidak seluruhnya mempunyai pengaruh dalam diri seseorang. Jika pengalaman tersebut sesuatu yang konsisten dengan nilai-nilai dan konsep diri yang ada, secara rasional dapat diterima, dan sebaliknya.

Apa yang diperlukan dan tidak bisa dipertahankan, akan timbul keinginan untuk mengubah konsep diri agar bisa disesuaikan dengan pengalaman mutakhir sepanjang ada kesadaran untuk merespon pengalaman melalui pancaindera yang dapat dimengerti dan diterima. Penerimaan pengalaman mutakhir ke dalam konsep diri mungkin akan dapat mengubah sistem nilai yang kaku, yang dianut sebelumnya. Pengalaman ini, akan menjadi lebih terbuka untuk mengubah nilai-nilai, dan mengubah konsep diri.

2. Interaksi Dengan Orang Lain

Segala aktivitas dalam masyarakat memunculkan adanya interkasi seseorang dengan orang lain. Dari interaksi yang muncul, terdapat usaha untuk mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain tersebut. Dalam situasi tersebut, konsep diri berkembang dalam proses saling memperngaruhi.

Pandangan terhadap diri sendiri adalah dasar konsep diri seseorang untu memperoleh pengertian mengenai dirinya sendiri melalui interaksi dengan orang lain yang disertai persepsi dan kesadaran terhadap cara orang lain tersebut.


(41)

2.2.4.5 Jenis-Jenis Konsep Diri

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2008:105-106) yaitu :

1. Konsep Diri Negatif

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :

a. Peka terhadap kritikan

Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya, dan mudah marah. b. Responsif terhadap pujian

Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

c. Sikap Hiperkritis

Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

d. Pesimis

Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka , dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.

2. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif ditandai dengan :

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah; b. Ia merasa setara dengan orang lain;

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sangguo mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Menurut D.E. Hamachek, ada sebelas karakteristik konsep diri positif, yaitu :

a. Ia menyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.


(42)

b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Ia memiliki kenyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan. e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar

belakang keluarga, ataupun yang lain.

f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.

g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa bersalah.

h. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekadae mengisi waktu.

k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula.

2.2.4.6. Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi (Rakhmat, 2005: 104-109), yaitu:


(43)

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).

2.2.5. TEORI DISONANSI KOGNITIF 2.2.5.1. Pengertian Teori Disonansi Kognitif

Menurut Leon Festinger (West,2011:137), disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka


(44)

pegang. Festinger berpedapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.

Menurut Roger Brown (West,2011:137), keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Browns menyatakan teori ini memiliki dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbedan satu sama lain yaitu konsonan, disonan, tidak relevan,

Hubungan konsonan ada antar dua elemen yang berada pada posisi seimbang satu sama lain. Misalnya, jika seseorang yakin bahwa kesehatan itu penting makan orang tersebut akan rajin berolahraga. Hubungan disonan mempunyai elemen-elemen yang tidak seimbang satu dengan lainnya. Contohnya, penganut agama Katolok mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi. Sementara agama lainnya tidak memperbolehkan melakukan aborsi. Hubungan tidak relevan ada ketika dua elemen tidak mempunyai makna hubungan satu sama lain.

2.2.5.2. Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Ada empat asumsi dasar dari teori disonansi kognitif ini (West,2011:139-140), yaitu :

1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya

Asumsi ini menekankan pada sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi.

2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis

Asumsi ini berbicara mengenai jenis konsistensi yang paling penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis.

3. Disonansi adalah perasaaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.


(45)

Asumsi ini menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi yang tercipta menimbulkan perasaan tidak suka. Jadi, orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman.

4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk menngurangi disonansi.

Teori ini mengasumsikan bahwa ransangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi.

2.2.5.3. Disonansi Kognitif dan Persepsi

Teori disonansi kognitif ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Ada beberapa proses perseptual yang merupakan dasar dari penghindaran ini (West,2011:142-143), yaitu :

1. Terpaan Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan mencari informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

2. Perhatiaan Selektif, metode ini mengurangi disonansi dengan memberikan perhatian pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

3. Interpretasi Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi ini menjadi konsisten dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

4. Retensi Selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

2.2.6. TEORI INTERAKSI SIMBOLIK 2.2.6.1 Pengertian Teori Interaksi Simbolik

Komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah kendaraan atau alat yang digunakan untuk bertingkah laku dan untuk memahami serta memberi makna terhadap segala sesuatu (Morissan dan Wardhany,2009:11).


(46)

Interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi (Morissan dan Wardhany,2009:74).

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi simbolik ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, maka memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu Morissan dan Wardhany,2009:75).

2.2.6.2 Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik

Menurut Blumer (Santoso dan Setiansah,2010:22-23) ada tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yaitu :

1. Meaning

Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut.

2. Languange

Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Makna adalah hasil interaksi. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan diinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol.

3. Thought

Menurut Blumer, “an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes”. Interaksi simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan mampu untuk berinteraksi secara simbolik.


(47)

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini, dalam prosesnya, dan dijelaskan kerangka asumsi teori ini.

Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:98) telah mempelajari teori interaksi simbolik yang berhubungan dengan kajian orang tua dan memperlihatkan tiga tema besar, yaitu :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Pentingnya konsep mengenai diri

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat 1. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia

Suatu objek dapat berupa aspek tertentu dari realitas individu apakah itu benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting guna menyampaikan makna suatu objek (Morissan,2009:75). Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan ssesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi. Tujuan dari interaksi menurut interaksi simbolik untuk menciptakan makna yang sama karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin (West,2011:99).

Menurut LaRossa dan Reitzes, ada tiga asumsi yang mendukung pentingnya makna bagi perilaku manusia yang diambil dari karya Herbert Blumer, (West,2011:99-100)yaitu :

a. Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan Orang Lain Kepada Mereka.

Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkain pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Mereka mencari makna dengan mempelajari psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Menurut Rogers


(48)

Thomas, membuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya.

Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu.

b. Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia

Menurut Mead, makna dapat ada hanya ketika orang-orang mempunyai interpretasi yang sama mengenai simbol yang dipertukarkan dalam interaksi. Menurut Blumer, ada tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna, yaitu :

1. Makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda

2. Makna terdapat dalam orang bukan benda, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis di dalam seorang individu yang menghasilkan makna.

3. Melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi diantara orang-orang .

Makna adalah “produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefenisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi.

c. Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif

Blumer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah yaitu yang pertama, menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda ari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Yag kedua, melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di maba mereka berada.

2. Pentingnya Konsep Diri

Konsep diri merupakan seperangkat perspektif yang relatif stabil yang dipercayai orang mengenai dirinya sendiri. Pertanyaan “siapakah saya?” dapat membentuk konsep diri. Orang-orang yang mengembangkan konsepndiri, dalam interaksi simbolik adalah orang – orang yang menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial. Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:101-102), ada dua asumsi mengenai konsep diri, yaitu :


(49)

a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

Asumsi ini menyatakan orang-orang tidak terlahir dengan konsep diri; mereka belajar melalui kontak dengan orang lain. Seseorang mempunyai perasaan akan diri merupakan hasil dari kontaknya dengan orangtua, guru, dan lainnya. Peneliti-peneliti awal mengenai keluarga seperti Edgar Burgess menyatakan bahwa pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk bersosialisasi. Burgess juga menyatakan bahwa anak dan orangtua berselisih paham mengenai konsep diri. Konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting untuk menyelidiki siapa diri kita.

b. Konsep Diri Memberikan Motif Penting Untuk Perilaku.

Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksi simbolik. Meadn berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme perilaku dan sikap. Mead melihat diri, sebagai sebuah proses bukan struktur . Predikasi pemenuhan diri adalah prediksi mengenai diri sendiri yang menyebabkan diri tersebut berperilaku sedemikian sehingga hal tersebut benar-benar terjadi.

3. Hubungan Antara Individu dan Masyarakat

Hubungan antara individu dan masyarakat ini merupakan hubungan kebebasan individu dan batasan sosial. Ada dua asumsi (West,2011:103-104), yaitu :

a. Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya sosial

Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku individu. Budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang dianggap penting dalam konsep diri.

b. Struktur Sosial Dihasilkan Melalui Interaksi Sosial

Interaksi simbolik mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial tidak berubah serta mengaku bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Interaksi simbolik percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan.


(50)

2.2.7. MAHASISWA INDEKOS 2.2.7.1. Pengertian Mahasiswa Indekos

Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.

Pengertian Definisi Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, indekos merupakan jasa yang menawarkan sebua

dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per pada sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu.

2.2.7.2. Peran dan Fungsi Sebagai Mahasiswa

Secara garis besar, setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa, yaitu :

1. Peranan moral

Dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat.

2. Peranan sosial.

Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.


(51)

3. Peranan intelektual

Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan.

2.3. Model Teoritik

Bagan Model Teoretik Penelitian Konsep Diri Mahasiswa Indekos di Universitas Sumatera Utara

1.1. Bagan Model Teoretik Penelitian Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara

Tingkat Analisis

Proses terbentuknya konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara

Analisis Data Model Miles dan Huberman - Reduksi data

- Penyajian data

- Menarik kesimpulan/verifikasi

Konsep diri mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara sebelum dan sesudah menjadi anak kos

Objek Penelitian


(1)

memperjuangkan aku membuatku untuk semangat kuliah dan semangat membuat mama bangga kak dan membuat ku mandiri kak.

14.Apa alasan Anda memilih tempat tinggal sekarang?

Disini bersih kak, nyaman dan kawan-kawan kos yang lain juga ramah-ramah kak. 15.Bagaimana lingkungan Anda pada saat ini mempengaruhi Anda tentang diri

Anda sendiri?

Tidak terpengaruh kak.

16.Bagaimanakah menurut Anda tentang diri Anda (konsep diri) sebelum berjauhan dengan orangtua dan sesudah berjauhan dengan orangtua? Apakah ada yang berbeda?

Gak terlalu banyak berubah kak. Aku tetap mandiri dan pribadi yang optimis dalam menjalani tantangan hidup kak

17.Menurut Anda, kedekatan Anda dengan orangtua lebih dekat sekarang atau ketika Anda belum berjauhan dengan orangtua?

Sama aja kak. Dari dulu aku dekat kok sma mama papa kak.

18.Kalau Anda mempunyai masalah, Anda cerita ke siapa setelah Anda berjauhan dengan orangtua?

Ke mama kak, dan lebih banyak minta pendapat ke mama kak dan mama pun banyak memberikan arahan kak dan solusi kak sama ku.

19.Ketika Anda mempunyai atau menghadapi suatu masalah, apakah Anda mampu menyelesaikan masalah tersebut?

Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan kak. Aku selalu optimis kak. 20.Anda di kritik oleh orang-orang disekitar Anda mengenai diri Anda,

bagaimana Anda menyikapinya?

Bagiku kritikan orang lain itu memacu aku untuk mengintrospeksi diriku menjadi lebih baik kak.

21.Ketika Anda berada diantara teman-teman Anda yang berbeda status sosial, apa yang apa rasakan? Sikap apa yang Anda tunjukkan?

Biasa aja kak. Aku tetap berteman dengan siapa aja kak.


(2)

23.Bagaimana sikap Anda ketika teman perkuliahan Anda mempunyai kemampuan yang lebih dari Anda, apakah Anda pesimis atau optimis untuk bersaing dengan teman-teman Anda tersebut?

Aku optimis kak, aku bukan tipe minderan kak. Bahkan kalau mereka pun kemampuan lebih, aku juga berusaha untuk mempunyai kemampuan lebih.

24.Menurut Anda, pada saat ini bagaimanakah Anda menurut Anda sendiri? Apakah berbeda dengan Anda dahulu?

Yang berbeda adalah aku jauh lebih mandiri dan semangat dan selalu optimis untuk menjalani hari-hariku dan selalu berdoa kepada Tuhan untuk memberiku kekuatan untuk menjalani hari-hariku.

INFORMAN 5 PERTANYAAN

1. Bagaimana kondisi keluarga Anda (responden)?

Kondisi keluarga sudah tidak lengkap lagi kak. Aku cuman punya bapak kak. Mama udah gak ada lagi. Mama udah meninggal sejak dua tahun yang lalu karna penyakit kanker kak.

2. Bagaimana hubungan Anda dengan orangtua (ayah dan ibu)?

Dulu waktu mama masih ada, aku sangat manja kak dan dengan bapak pun aku dekat kak dan sampai sekarang aku masih dekat sama bapak kak.

3. Sudah berapa lama Anda kos? Udah dua tahun kak

4. Adakah berpindah tempat kos selama Anda menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara?

Belum pernah kak.

5. Kegiatan sehari-hari Anda apa? Ada ikut organisasi?

Paling pulang kampus aku ngumpul-ngumpul sama teman kak trus pulang ke kos kak


(3)

6. Anda tinggal berjauhan dengan orang tua, dalam arti Anda adalah anak kos. Bagaimana cara Anda berhubungan dengan orangtua ketika Anda berjauhan dengan orangtua?

Lumayan sering aku teleponan sama bapak kak trus sama adik-adikku kak sering jug komunikasi

7. Seberapa sering Anda berkomunikasi dengan orangtua Anda? Lumayan sering lah kak.

8. Biasanya, hal apa saja yang paling sering Anda bicarakan dengan orangtua Anda? Adakah hal- hal yang tidak sering dibicarakan?

Paling masalah kuliah, keadaan bapak, kerjaan bapak, keadaan rumah dikampung kak, keadaan adik-adik

9. Apakah yang menjadi perbedaan pada saat Anda tinggal dengan orangtua dengan Anda tidak tinggal dengan orangtua karena sedang menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara?

Jauh lebih mandiri kak.

10.Bagaimana kedekatan Anda dengan orangtua sesudah Anda berjauhan dengan orangtua?

Dari dulu udah dekat si kak jadi sekarang pun sama aja.

11.Apakah orangtua tetap memberikan bimbingan ketika Anda berjauhan dengan orangtua Anda?

Pasti lah kak

12.Apakah diantara Anda dengan orangtua Anda ada interaksi hubungan timbal-balik?

Iya kak, aku juga sering telepon bapak kak. Aku kasian sama bapak kak karna udah gak ada mama lagi kak.

13.Bagaimana peran orangtua Anda menjadi salah satu pengaruh yang membentuk diri Anda sendiri ketika Anda pada saat ini berjauhan dengan orangtua Anda?

Orangtua menjadi pengontrol diriku kak dalam melangkah kak 14.Apa alasan Anda memilih tempat tinggal sekarang?


(4)

15.Bagaimana lingkungan Anda pada saat ini mempengaruhi Anda tentang diri Anda sendiri?

Tidak terlalu mempengaruhi kak.

16.Bagaimanakah menurut Anda tentang diri Anda (konsep diri) sebelum berjauhan dengan orangtua dan sesudah berjauhan dengan orangtua? Apakah ada yang berbeda?

Aku jauh lebih mandiri dan lebih optimis untuk membuat keluargaku bangga dengan ku kak apalagi aku mau buat bangga mama walaupun mama uda gak ada lagi kak.

17.Menurut Anda, kedekatan Anda dengan orangtua lebih dekat sekarang atau ketika Anda belum berjauhan dengan orangtua?

Lebih dekat sekarang kak

18.Kalau Anda mempunyai masalah, Anda cerita ke siapa setelah Anda berjauhan dengan orangtua?

Ke bapak lah kak trus kadang cerita ke pacar juga kak.

19.Ketika Anda mempunyai atau menghadapi suatu masalah, apakah Anda mampu menyelesaikan masalah tersebut?

Aku selalu minta pendapat bapak ketika aku punya masalah dan selalu ingin bapak memberikan solusi buatku dan aku selalu optimis dapat menyelesaikan masalah itu kak.

20.Anda di kritik oleh orang-orang disekitar Anda mengenai diri Anda, bagaimana Anda menyikapinya?

Itu memotivasiku untuk menjadi pribadi yang lebih baik kak.

21.Ketika Anda berada diantara teman-teman Anda yang berbeda status sosial, apa yang apa rasakan? Sikap apa yang Anda tunjukkan?

Kalau di kedokteran ini kak, banyak orang kaya tapi aku gak minder kok kak. Aku tetap berteman baik dengan mereka.

22.Bagaimana sikap Anda menerima pujian atau penghargaan?

Senang dan bangga kak tapi orangtuaku mengajarkan aku untuk tetap rendah hati kak.


(5)

23.Bagaimana sikap Anda ketika teman perkuliahan Anda mempunyai kemampuan yang lebih dari Anda, apakah Anda pesimis atau optimis untuk bersaing dengan teman-teman Anda tersebut?

Optimis dong kak bahkan memacu aku lagi untuk lebih menggali potensi diriku kak.

24.Menurut Anda, pada saat ini bagaimanakah Anda menurut Anda sendiri? Apakah berbeda dengan Anda dahulu?


(6)

BIODATA PENELITI

Data Pribadi

Nama : Dewi Arishayanti Purba

Nama Panggilan : Dewi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 13 Januari 1992

Alamat : Jl.Prajurit No 53 Medan, 20238

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Nama Orang Tua

Ayah : St. . Alex T.H.Purba, S.E

Ibu : Dra.Rismauli Hutagaol

Riwayat Pendidikan

TK Methodist-8 Medan : Tahun 1996 SD Methodist-8 Medan : Tahun 1997 SLTP Santo Thomas 1 Medan : Tahun 2003 SMA Santo Thomas 1 Medan : Tahun 2006 Universitas Sumatera Utara : Tahun 2009


Dokumen yang terkait

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

1 25 142

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI MENURUT INTERAKSI SIMBOLIK (Studi Kasus Pada Mahasiswa indekos Universitas Muhammadiyah Malang Dengan Orang Tua dan Lingkungan Sosial)

1 17 18

KONSEP DIRI REMAJA DALAM FACEBOOK KONSEP DIRI REMAJA DALAM FACEBOOK (Etnografi Komunikasi Tentang Konsep Diri Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS Dalam Menggunakan Facebook ).

0 3 18

PENDAHULUAN KONSEP DIRI REMAJA DALAM FACEBOOK (Etnografi Komunikasi Tentang Konsep Diri Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS Dalam Menggunakan Facebook ).

0 3 41

KONSEP DIRI REMAJA DALAM FACEBOOK KONSEP DIRI REMAJA DALAM FACEBOOK (Etnografi Komunikasi Tentang Konsep Diri Mahasiswa Ilmu Komunikasi UMS Dalam Menggunakan Facebook ).

0 3 19

Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kompetensi Komunikasi Antarpribadi Mahasiswa Sarjana Angkatan 2010 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.

0 0 3

Identitas Diri Dalam Komunitas Punks (Studi Kasus Identitas Diri Anak Punk Yang Sudah Bekerja Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi Pada Komunitas Punks Di Kota Medan)

0 0 12

Identitas Diri Dalam Komunitas Punks (Studi Kasus Identitas Diri Anak Punk Yang Sudah Bekerja Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi Pada Komunitas Punks Di Kota Medan)

0 0 2

KOMUNIKASI ADAPTASI MAHASISWA INDEKOS | Thariq | Jurnal Interaksi

1 3 18

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI

0 0 18