Shaleh mewakili pendidikan nonformal. SD Islam Terpadu merupakan sebuah sekolah dasar swasta yang terletak di kawasan yang cukup strategis, tepatnya di Jl.
Polonia Gg.A No.43. Saat ini, ada 127 orang siswa yang belajar di SD Islam Terpadu Alif yang terbagi atas 6 tingkatan kelas dengan staf pengajar yang berjumlah 18
orang. Sebagian besar, siswa SD Islam Terpadu Alif merupakan anak-anak yang berasal dari komplek AURI Angkatan Udara Republik Indonesia dengan ekonomi
keluarga menegah ke atas. Sebaliknya, SD Yayasan Amal Shaleh merupakan sebuah sekolah dasar yang berada di teras rumah salah seorang warga selaku pendiri SD
Yayasan Amal Shaleh. Sekolah tersebut diberikan secara gratis untuk semua anak jalanan yang bekerja serabutan seperti menyemir sepatu, mengamen, dsb. Sekolah ini
berada di kawasan yang susah dijangkau oleh angkutan umum dan masyarakat di sekitarnya kebanyakan ekonomi menengah ke bawah. Hingga kini ada 48 orang anak
jalanan yang belajar di SD Yayasan Amal Shaleh yang digabungkan atas beberapa tingkatan kelas yaitu mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 berdasarkan usia, dengan 8
orang guru yang mengajar secara bergantian. SD Yayasan Amal Shaleh sangat kekurangan dalam hal fasilitas yang mendukung kegiatan pembelajaran. Selain tidak
diwajibkannya memakai seragam, sekolah ini juga tidak menggunakan buku pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku saat ini. Siswa SD Yayasan Amal Shaleh
juga bebas memilih waktu sekolahnya. Mereka yang bekerja di jalanan pada pagi hari maka mereka sekolah pada sore hari, sedangkan mereka yang bekerja pada sore hari
maka mereka sekolah pagi. Namun hari Sabtu mereka diliburkan, karena mereka ingin bekerja seharian di akhir minggu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan pengalaman
karies pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan Yayasan Amal Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan pengalaman karies pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh
Universitas Sumatera Utara
di Kecamatan Medan Polonia?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
dan pengalaman karies pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada
siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
2. Untuk mengetahui pengalaman karies pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
3. Untuk mengetahui kebutuhan perawatan restorasi gigi pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
4. Untuk mengetahui perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan pengalaman karies pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal
Shaleh di Kecamatan Medan Polonia.
1.4 Hipotesis
Tidak ada perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada siswa SD Islam Terpadu Alif dan SD Yayasan Amal Shaleh.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pihak Sekolah :
Sebagai masukan bagi pengelola sekolah agar guru dapat berperan dalam pemberian informasi tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
1.5.2 Bagi Peneliti : Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang perilaku yang tepat
Universitas Sumatera Utara
dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut dan menjadi sumber data untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Karies
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum yang diakibatkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta
penyebaran infeksi kejaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri. Prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05 dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan
negara berkembang lainnya.
1,7-10
2.2 Faktor Etiologi Karies
Ada yang membedakan penyebab karies atas faktor primer yang langsung mempengaruhi biofilm lapisan tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari
saliva dan faktor modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. Pada tahun
1960, Keyes dan Jordan menyatakan karies sebagai penyakit yang multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor
utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu. Untuk terjadinya
karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang
lama.
7-9,11,12
2.2.1 Faktor Host atau Tuan Rumah
Beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi ukuran dan bentuk gigi, struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Pada gigi susu, early childhood caries paling sering ditemukan pada permukaan halus gigi. Namun di masa kanak-kanak, karies paling
Universitas Sumatera Utara
sering ditemukan pada permukaan pit dan fisur. Orang dengan pit dan fisur yang dalam dan sempit mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya karies. Pit dan fisur
pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut, sehingga menyebabkan plak mudah melekat dan
membantu perkembangan karies gigi.
8,12
Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97 mineral kalsium, fosfat, karbonat, fluor, air 1 dan bahan
organik 2. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal
enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten.
8
Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah
satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
8
2.2.2 Faktor Agen atau Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
1,8
Hanya beberapa spesies mikroorganisme yang terlibat dalam proses karies, yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Lactobacillus spp, dan
Actonomyces. Meskipun virulensi mereka bervariasi, organisme ini adalah organisme indikator.
Walaupun demikian, mikroorganisme utama yang memulai proses karies adalah Streptococcus mutans karena Streptococcus mutans mempunyai sifat
asidogenik dan asidurik resisten terhadap asam.
8-10,12
Bakteri-bakteri tersebut menggunakan makanan sebagai sumber nutrisi mereka dengan cara mencerna sisa-
sisa makanan dan menghasilkan asam organik lemah seperti asam laktat sebagai
Universitas Sumatera Utara
produk hasil. Asam itulah yang bertanggung jawab untuk menyerang struktur mineral gigi dan menyebabkan demineralisasi. Namun, tidak semua makanan yang dimakan
dapat dipecah oleh bakteri menjadi asam organik lemah yang terlibat dalam karies gigi, jenis makanan utama yang diperlukan bakteri adalah karbohidrat.
10
2.2.3 Faktor Substrat atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.
8,9
Karbohidrat merupakan sumber makanan yang tergolong murah, sehingga orang cenderung untuk mengonsumsi dalam jumlah besar di sebahagian besar rumah
tangga. Namun, semakin tinggi kandungan karbohidrat yang dikonsumsi maka semakin besar kemungkinan untuk berkembangnya karies gigi. Selain itu, minuman
asam seperti jus buah murni dan minuman berkarbonasi adalah sumber lain dari asam yang berkaitan dengan karies gigi.
10
2.2.4 Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
8,13
2.3 Faktor Risiko Karies
Faktor risiko adalah faktor yang secara langsung menyebabkan karies. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan.
1,8
2.3.1 Pengalaman Karies
Pengalaman karies sebelumnya merupakan suatu indikator yang kuat untuk menentukan terjadinya karies di masa yang akan datang. Li and Wang mengatakan
bahwa anak yang mempunyai karies pada gigi sulung mempunyai kecenderungan tiga kali lebih besar untuk terjadinya karies pada gigi permanen.
14,15
2.3.2 Penggunaan Fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah erupsi. Pemberian fluor yang teratur
baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun
demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena
pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
8
Pada tahun 1938, Dr.Trendly Dean melaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies. Penelitian
epidemiologi Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum dan terjadi mottled enamel yang minimal apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
8
2.3.3 Oral Higiene
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.
8
Penyikatan gigi, penggunaan benang gigi dan profesional propilaksis dapat dikombinasikan dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan
gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga kebersihan mulutnya secara benar dan efektif, untuk itu
orang tua harus membantu anak dalam menyikat gigi setidaknya sampai anak berusia
Universitas Sumatera Utara
6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus menerus. Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tatacara penyikatan gigi harus
ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.
14
2.3.4 Jumlah Bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri didalam mulut disebabkan transmisi antar manusia,
yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S.mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada
gigi susunya. Walaupun Laktobasilus bukan merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat
dalam jumlah banyak.
8
2.3.5 Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa- sisa makanan didalam mulut. Faktor yang ada dalam saliva yang berhubungan dengan
karies antara lain adalah aksi penyangga dari saliva, komposisi kimiawi, aliran flow, viskositas dan faktor anti bakteri. Anak yang berisiko tinggi memiliki aliran saliva
yang rendah dimana tingkat tingkat unstimulated salivary flow USF 0,1 ml per menit dan stimulated salivary flow SSF 0,5 ml per menit. Pada individu yang
berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
8,14
2.3.6 Pola Makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah
fermentasi, konsentrasi dan bentuk fisik bentuk cair, tepung, padat dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan lamanya interval waktu
makan.
14
Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terutama jenis sukrosa, dan tidak membiasakan menyikat
gigi atau berkumur-kumur setelah makan, maka sisa makanan yang tinggal akan
Universitas Sumatera Utara
difermentasikan oleh mikroorganisme dalam plak menjadi asam, sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Diantara periode
makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Oleh karena itu, anak dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung gula di antara jam makan.
8,11,14
2.4 Faktor Risiko Demografi atau Faktor Modifikasi Karies
Faktor modifikasi adalah faktor yang secara tidak langsung menyebabkan karies, namun berpengaruh terhadap perkembangan karies.
1
2.4.1 Umur
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan
terhadap karies, hal ini dikarenakan sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi
antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies
akar.
8
2.4.2 Jenis Kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan rerata DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya kebersihan mulut wanita
lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M missing lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F filling yang lebih banyak dalam
indeks DMF.
8
2.4.3 Sosial Ekonomi
Prevalensi karies lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan mereka lebih sering mengonsumsi makanan yang bersifat
kariogenik, rendahnya pengetahuan akan kesehatan gigi, dan jarang melakukan kunjungan ke dokter gigi. Sebagaimana penelitian sebelumnya di Amerika Serikat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa kunjungan kedokter gigi sebagai upaya pencegahan masih kurang pada anak-anak miskin dengan tingkat pendidikan orangtua yang rendah.
13,14
2.5 Indeks Karies
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran untuk mendapatkan
data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa
digunakan seperti indeks Klein dan indeks WHO, namun belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries SiC untuk melengkapi indeks WHO
sebelumnya.
8
Indeks DMF diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun
1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Status karies dilakukan dengan cara memeriksa semua permukaan gigi dengan menggunakan alat
diagnostik. Apabila terdapat gigi dengan karies yang masih dapat ditambal, gigi dengan tambalan sementara, gigi dengan karies sekunder tetapi masih dapat ditambal
maka gigi tersebut dimasukan pada komponen Decayed D. Apabila hanya terdapat sisa akar atau gigi dengan indikasi pencabutan serta gigi yang sudah dicabut karena
karies maka gigi tersebut termasuk pada komponen Missing M. Sementara gigi yang sudah ditambal dengan sempurna dan kondisi tambalan masih baik atau sehat
maka gigi tersebut dikategorikan pada komponen Filling F.
8,11
Nilai DMFT merupakan penjumlahan dari komponen DMF. Indeks ini menunjukkan klinis penyakit karies gigi.
Perhitungan DMFT untuk populasi adalah :
a. DMFT Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan kedalam kategori D Jumlah DMFT populasi
DMFT = Jumlah populasi yang diperiksa
Universitas Sumatera Utara
2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D
3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D 4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam
kategori M 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan
perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F
7. Gigi sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F b. deft
Pengukuran ini digunakan untuk gigi susu. Komponen e dihitung bila gigi susu sudah dilakukan pencabutan karena karies.
8,11,12
2.6 Perilaku