e. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka
pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan
f. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah
lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 21 Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dyang dipersamakan untuk itu alam bentuk
: 1.
Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah; 2.
Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip syariah; b.
menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk : 1.
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah; 2.
Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; 3.
Pemiayaan berdasarkan Akad qardh; 4.
Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahita bittamlik; dan 5.
pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah; c.
menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah danatau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip syariah; d.
memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
yang ada di Bank Umum Syariah, bank Umum Konvensional, dan UUS; dan e.
menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
E. Persamaan dan Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Di dalam Islam, aktivitas keuangan dan perbankan dipandang sebagai wahana bagi masyarakat untuk membawa mereka kepada, paling tidak
pelaksanaan dua ajaran Al-Quran, yaitu prinsip saling at-Ta’awun membantu dan
Universitas Sumatera Utara
saling bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan dan prinsip menghindari al-Iktinaz menahan dan membiarkan dana menganggur dan tidak
diputar untuk transaksi yang bermanfaat. Salah satu fungsi vital perbankan adalah sebagai lembaga yang berperan menerima simpanan dari nasabah dan
meminjamkannya kepada nasabanh lain yang membutuhkan dana. Bagi perbankan konvensional, selisih spread antara besarnya bunga yang dikenakan kepada para
peminjam dana dengan imbalan bunga yang diberikan kepada para nasabah penyimpan dana itulah sumber keuntungan terbesar. Sekilas tampak peran
perbankan konvensional telah mampu memenuhi fungsi mobilisasi dan penyaluran dana masyarakat sejalan dengan kedua prinsip di atas.
130
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara
keduanya.
131
130
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Preneda Media, Jakarta, 2005, hlm. 46.
131
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 96.
Secara umum perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah seperti tabel di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan Antara Bank Ssyariah dan Konvensional
132
BANK SYARIAH BANK
KONVENSIONAL Akad Aspek
Legalitas Hukum Islam dan Hukum Positif
Huku m Positif
Lembaga Penyelesaian
Sengketa Peradilan Agama, Badan Arbitrase
Syariah Nasional BASYARNAS Peradilan Umum,
Badan Arbitrase Nasional Indonesia
BANI Struktrur
Organisasi Ada Dewan Syariah Nasional
DSN dan Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada DSN dan DPS
Investasi Halal
Halal dan Haram Prinsip
Organisasi Bagi hasil, jual beli, sewa
Perangkat bunga
Tujuan Profit dan Falah oriented
Profit oriented Hubungan
Nasabah Kemitraan
Debitor-Kreditor
Pada tabel di atas dapat kita lihat bahwa paling tidak ada 7 tujuh perbedaan antara sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan
konvensional. Konsep halal adalah konsep yang paling utama dalam investasi
132
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm. 34.
Universitas Sumatera Utara
yang dilaksanakan perbankan syariah, yang menjadi pembeda utama antara kedua sistem bank tersebut. Mengenai prinsip bagi hasil yang menjadi pembeda di
samping prinsip jual beli dan sewa menyewa dari sistem bunga yang digunakan oleh bank konvensional, mempunyai perbedaan khusus dengan sistem bunga
tersebut. Hal ini dapat kita lihat seperti tabel di bawah ini. Tabel Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil
133
BUNGA BAGI HASIL
a. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Penentuan besarnya rasio nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
b. Besarnya persentase berdasarkan
besarnya jumlah uang modal yang dipinjamkan
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh c.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah
pendapatan
133
Ibid., hlm 61.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi sedang “booming” e.
Eksistensi bunga diragukan kalau tidak dikecam oleh semua
agama, termasuk Islam Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil
Sedangkan secara khusus perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu :
134
1. Akad dan Aspek Legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi dunia dan
ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apapun yang dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan syariah, tidak akan
terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan ‘aqd, kata jamaknya al-‘uqud. Ada beberapa asas al-‘uqud yang harus
dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-undang Perbankan Syariah.
135
Asas- asas yang dimaksud terutama :
136
a Asas Ridha’iyyah rela sama rela
Yang dimaksud dengan asas ridha’iyyah ialah bahwa transaksi ekonomi Isalam dalam bentuk apa pun yang dilakukan perbankan dengan pihak lain
terutama nasabah harus didasarkan atas prinsip rela sama rela yang hakiki. Asas ini didasarkan pada sejumlah ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist, terutama surah An-
Nisa : 29. Atas dasar asas ’an-taradhin, maka semua bentuk transaksi yang
134
Gemala Dewi, Op. cit., hlm. 100.
135
M. Amin Suma, Ekonomi Syariah Sebagai Alternatif Sistem Ekonomi Konvensional, Jurnal Hukum Bisnis, Agustus, 2002 : 16.
136
Gemala Dewi, Loc., cit.
Universitas Sumatera Utara
mengandung unsur paksaan ikrah harus ditolak dan dinyatakan batal demi hukum. Itulah sebabnya mengapa Isalam mengharamkan bentuk transaksi
ekonomi apa pun yang mengandung unsur kebathilan al-bathil. b
Asas Manfaat Maksudnya adalah bahwa akad yang dilakukan oleh bank dengan nasabah
berkenan dengan hal-hal objek yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Itulah sebabnya Islam mengharamkan akad berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
mudharat mafsadat. c
Asas Keadilan Di mana para pihak yang bertransaksi bank dan nasabah harus berlaku
dan diperlakukan adil dalam konteks pengertian yang luas dan konkret. Hal ini didasarkan pada sejumlah ayat Al-Qur’an yang menjunjung tinggi keadilan dan
anti-kezaliman, termasuk pengertian kezaliman dalam bentuk riba seperti yang tersurat dalam QS. 57 Al-Hadid ayat 25.
d Asas Saling Menguntungkan
Setiap akad yang dilakukan para pihak harus bersifat memberi keuntungan bagi mereka. Itulah sebabnya Islam pun mengharamkan transaksi yang
mengandung unsur gharar penipuan, karena hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.
Selain asas-asas tersebut, ada beberapa hal lain yang juga harus diperhatikan dalam suatu akad, yaitu :
137
137
Ibid., hlm. 101.
Universitas Sumatera Utara
a Akad yang dilakukan para pihak bank dan nasabah bersifat mengikat
mulzim; b
Para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik husnun- niyah. Asas ini sangat penting diperhatikan dan akan turut menentukan
kelangsungan dari pelaksanaan akad itu sendiri; c
Memerhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip perekonomian yang telah di atur oleh Islam, dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-uqud konsep Hukum Perikatan Islam;
d Pada dasarnya, para pihak memiliki kebebasan untuk memetapkan syarat-
syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral
perekonomian dalam Islam. 2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat sengketa atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka terhadap
sengketa tersebut terdapat alternatif dalam penyelesaiannya. Para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikannya di pengadilan agama atau penyelesaian
sengketa tersebut dilakukan sesuai dengan isi akad melalui musyawarah, mediasi perbankan, melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS atau
lembaga arbitrase lain dan atau melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik, pada saat ini apabila ada perselisihan antara bank syariah dan nasabah, maka perselisihan tersebut lebih banyak diselesaikan di pengadilan
umum yang mana pengetahuan hakimnya terutama mengenai ekonomi syariah masih kurang. Padahal seharusnya perselisihan tersebut diselesaikan di Badan
Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS karena diharapkan masalah tersebut diselesaikan dan ditangani oleh mereka yang mengerti ekonomi syariah.
Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS berdiri secara otonom dan independen sebagai salah satu instrumen hukum yang menyelesaikan
perselisihan para pihak, baik yang datang dari dalam lingkungan bank syariah, asuransi syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya. Bahkan, dari kalangan
non muslim pun dapat memanfaatkan Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS selama yang bersangkutan mempercayai kredibilitasnya dalam
menyelesaikan sengketa. Prof. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan :
138
Bank syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional dalam hal komisaris dan direksi, namun unsur utama yang membedakannya
”Lahirnya Badan Arbitrase Syariah Nasional ini sangat tepat karena melalui Badan Arbitrase tersebut, sengketa-sengketa bisnis yang operasionalnya
mempergunakan hukum Islam dapat diselesaikan dengan mempergunakan hukum Islam.”
3. Struktur Organisasi
138
http:www.mui.or.idcontentsejarah-basyarnas yang diakses pada tanggal 6 Februari 2010
.
Universitas Sumatera Utara
adalah keberadaan Dewan Pengawas syariah DPS yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
DPS berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas
Syariah dan dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, setelah para anggota DPS tetrsebut mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional
DSN. DSN merupakan badan otonom Majelis Ulama Indonesia MUI yang secara ex-officio diketuai oleh Ketua MUI.
DSN didirikan berdasarkan SK MUI No. Kep. 754II1999, dengan 4 empat tugas pokok :
139
a. menumbuhkembangkan penetapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian; b.
mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan; c.
mengeluarkan fatwa atau produk keuangan syariah; d.
mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. Adapun fungsi Dewan Syariah Nasional adalah :
a. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan
syariah; b.
Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan lembaga keuangan syariah;
c. Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai DPS pada
suatu lembaga keuangan syariah;
139
A. Wirman Syafei, Optimalisasi Dewan Pengawas Syariah, Media Indonesia, Rabu, 11 Desember 2002.
Universitas Sumatera Utara
d. Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi penyimpangan
dari garis panduan yang telah ditetapkan. Sedangkan fungsi DPS adalah sebagai berikut :
a. Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan
ketentuan syariah; b.
Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah;
c. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
4. Bisnis dam Usaha yang Dibiayai Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah tidak terlepas dari
kriteria syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.
140
a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram;
Dengan kata lain, terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek
pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan
disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagai berikut :
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan dalam masyarakat;
c. Apakah proyek termasuk perbuatan yang melanggar kesusilaan;
d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian;
e. Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal;
140
M. Syafi’i Antonio, Prinsip dan Etika Bisnis dalam Islam, makalah disampaikan di Institut Agama Islam Negeri IAIN Sumatera Utara, 1994, s. n.
Universitas Sumatera Utara
f. Apakah proyek merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain itu, pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan,
di mana pada satu sisi nasabah merupakan penyandang dana atas usaha bank syariah, di sisi lain, nasabah merupakan pengelola atas bank syariah yang
sebagian besar juga merupakan dana nasabah. 5. Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja dan berusaha yang merupakan pantulan
dari Sunnah Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah.
141
a. Shiddiq
Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
Shiddiq adalah nilai yang lahir dari keyakinan yang mendalam bahwa Allah Maha Tahu dan Melihat setiap tindakan manusia. Nilai ini memastikan
bahwa pengelolan bank syariah wajib dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran.
b. Amanah Hal ini merupakan nilai yang lahir dari keyakinan bahwa segala tindakan
manusia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah sehingga tindakan manusia harus dapat dipertanggungjawabkan secara benar. Nilai dapt diterapkan
141
Fathurrahman Djamil, “Dual Banking Regulation : Dasar-Dasar Perbankan Syariah”, Makalah disampaikan pada Seminar Ekonomi Nasional : Menggagas Ekonomi Syariah yang
Mantap dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Mantap, Depok, 25-27 Februari 2003, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
dalam prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari shahibul maal pemilik dana sehingga timbul rasa saling percaya antara
pihak pemilik dana dan mudharib pengelola dana. c. Al-Huriyah Wal Maa’uliyah
Merupakan nilai yang lahir dari keyakinan bahwa Allah telah memberikan manusia potensi akal sebagai khalifah Allah di dunia. Potensi tersebut
menyebabkan manusia berkewajiban memakmurkan dunia dengan mengoptimalkan segala anugerah dengan baik dan benar. Nilai ini memastikan
bahwa pengelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan kebaikan maksimum bagi semua pihak.
d. Tablig Tablig adalah nilai yang lahir dari keyakinan adalah Allah adalah maha
benar, dan setiap manusia memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran. Karena itu, setiap manusia harus menyampaikan secara terbuka, transparan dan
komunikatif apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Nilai ini mewujudkan upaya secara berkesinambungan dalam melakukan sosialisasi dan mendidik
masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk, dan jasa perbankan syariah. 6. Paradigma Penghimpunan Dana
Dalam melakukan penghimpunan dana masyarakat, bank konvensional dan bank syariah mempunyai perbedaan paradigma yang mendasar yaitu :
a. Tujuan masyarakat menyerahkan dananya pada bank konvensional
dimaksudkan untuk menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
hal-hal yang tidak diharapkan di samping mengharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut.
b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk
diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, sedangkan apabila menderita kerugian, maka
masyarakat akan menanggung kerugian tersebut.
142
Adanya perbedaan paradigma tersebut menyebabkan masyarakat yang menyerahkan dananya pada bank konvensional tidak akan pernah menanggung
kerugian seandainya bank konvensional menanggung kerugian, justru dalam kondisi krisis moneter di mana tingkat bunga yang diterima semakin besar karena
pendapatan bunga yang diterima semakin tinggi. Sebaliknya, bank konvensional semakin terpuruk karena harus membayar bunga yang semakin tinggi sehingga
kerugian pun semakin besar. Hal tersebut tidak akan terjadi pada bank syariah karena masyarakat akan
memperoleh keuntungan yang diperoleh bank dan seandainya bank mengalami kerugian maka masyarakat tidak akan memperoleh imbalan.
7. Kegiatan Operasional dan Pengelolan Risiko Dengan adanya larangan riba dalam aktivitas ekonomi, para ahli hukum
Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi profit and loss sharing principle.
143
142
Duddy Yustiady, “Penjelasan Perbankan Syariah Secara Umum”, Makalah disampaikan pada Pelatihan Perbankan dan Asuransi Syariah di AJB Bumiputera FISIP UI, Depok
April 2003, hlm. 2.
143
M. Nejatullah Siddiqie, Partnership and Profit Sharing in Islam terjemahan, Dhana Wakaf Bakti, Yogyakarta, 1997, hlm. 2.
Di samping sistem bunga yang tidak digunakan oleh perbankan syariah, bank syariah
Universitas Sumatera Utara
juga bertransaksi langsung pada sektor riil di samping sektor finansial, sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial. Dalam
penanaman dananya perbankan syariah tidak melakukan pemberian kredit namun dengan kegiatan pembiayaan dengan prinsip mudharabah dan musyarakah,
bertransaksi jual beli dengan prinsip murabahah, salam, dan istishna, dan menyewakan aktiva dengan prinsip ijarah, di samping produk pelayanan
perbankan umum lainnya. Risiko usaha merupakan tingkat ketidakpastian mengenai suatu hasil yang
diperkirakan atau diharapkan akan diterima. Risiko-risiko tersebut tidak hanya dari sisi aktiva atau penanaman dana juga dari sisi pasiva yaitu penurunan jumlah
dana yang dapat dihimpun dari masyarakat. Dalam perbankan konvensional, semakin tinggi ketidakpastian yang dihadapi berarti semakin besar kemungkinan
risiko yang dihadapi, maka semakin tinggi pula premi risiko atau profit yang dibayar bank kepada nasabahnya. Di dalam perbankan syariah, karena sistem
bunga yang digunakan adalah profit sharing, maka premi atau profit tidak dikaitkan secara langsung dalam tingkat risiko yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
93
BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN BANK INDONESIA TERHADAP