BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia BPK RI bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara. Pemerintah pusatdaerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negaradaerah tersebut diwajibkan untuk
menyusun laporan keuangan yang melaporkan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negaradaerah sekaligus menggambarkan kondisi
keuangan negaradaerah. Hasil akhir dari pemeriksaan oleh BPK RI adalah pemberian opini mengenai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 7 ayat 1 dan 2, hasil
pemeriksaan tersebut akan digunakan oleh para pemakai informasi keuangan negaradaerah Dewan Perwakilan Rakyat DPR, Dewan Perwakilan Daerah
DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan.
Semakin meluasnya kebutuhan akan pengawasan yang andal terhadap pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan,
Universitas Sumatera Utara
menuntut profesi auditor eksternal dalam hal ini BPK RI untuk semakin meningkatkan kinerjanya secara profesional dan independen agar dapat
menghasilkan produk audit yang dapat menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektifitas dan efisiensi penggunaan
dana bisa dipertanggung-jawabkan. Peningkatan kinerja secara profesional ditempuh dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika profesi auditor yang diatur di
dalam standar profesional dan kode etik profesi. Kode Etik BPK RI mengamanatkan bahwa setiap anggota BPK RI dan
pemeriksa harus menjunjung tinggi dan mempertahankan independensi, integritas, dan profesionalitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan
independensi, ia akan bersikap netral dan tidak berpihak serta menghindari terjadinya benturan kepentingan. Independensi juga berarti adanya pertimbangan
yang objektif untuk merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretensi.
Dengan mempertahankan profesionalitas, ia akan menerapkan prinsip kehati- hatian, ketelitian, dan kecermatan. Dengan adanya kode etik ini, masyarakat akan
dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar- standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
Pengembangan nilai-nilai etika profesi akan menuntun auditor menerapkan professional judgment di dalam tugas pemeriksaannya. Definisi
professional judgment berdasarkan ISA 200 Overall Objective of the Independent Auditor, and The Conduct of an Audit in Accordance with International Standards
on Auditing dalam Tuanakotta, 2011:89 ialah “penerapan pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman yang relevan, dalam konteks auditing, akuntansi, dan standar etika, untuk mencapai keputusan yang tepat dalam situasi atau keadaan selama
berlangsungnya penugasan audit.” Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa untuk menerapkan professional judgment, seorang auditor dituntut untuk
memiliki kecakapan profesional yang memadai dan pengalaman untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.
Professional judgment auditor tidak terlepas juga dari pengaruh sikap skeptisisme profesional. Skeptisisme berasal dari kata skeptis yang berarti kurang
percaya atau ragu-ragu KUBI, 1976. Skeptisisme Profesional dapat digambarkan sebagai seorang pemeriksa yang tidak boleh menganggap bahwa manajemen
entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi BPK RI, 2007. Auditor harus
selalu mengembangkan konsep berpikir yang terus-menerus bertanya dan mempertanyakan bukti-bukti audit yang dikumpulkan walaupun menurut
anggapannya manajemen entitas yang diperiksa sudah jujur. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang dikeluarkan oleh BPK RI
melalui Peraturan BPK No. 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengungkapkan terdapat tiga jenis pemeriksaan berdasarkan tujuan
pemeriksaannya yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan
atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia BPK RI, 2007. Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas BPK RI, 2007. Pemeriksaan
Dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, investigatif, dan sistem pengendalian internal.
Audit atas laporan keuangan memiliki tiga proses yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan yang bertujuan memberikan pernyataan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Salah satu konsep penting dan mendasar dalam ketiga tahapan pemeriksaan tersebut adalah
konsep materialitas. Untuk mencapai keyakinan terhadap kewajaran informasi keuangan, maka konsep materialitas merupakan hal yang sangat penting guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan
material terhadap penyajian laporan keuangan. Selain itu keterbatasan waktu, sumber daya manusia dan biaya juga mengakibatkan auditor tidak mungkin
melakukan pengujian atas seluruh transaksi dalam entitas yang diperiksa sehingga kebutuhan akan pertimbangan materialitas dalam pemeriksaan menjadi sangat
penting bagi auditor. Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan
profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang karakteristik misalnya
Universitas Sumatera Utara
integritas manajemen atau karyawan dan besarnya entitas yang akan diperiksa, lingkungan entitas yang diperiksa, dan area dalam laporan keuangan yang menjadi
perhatian khusus pengguna laporan keuangan. Tanpa adanya suatu pelatihan yang cukup serta pengalaman di dalam situasi audit yang memiliki resiko tinggi, maka
sikap skeptisisme profesional tidak akan terbentuk dan pada akhirnya akan mengarah kepada judgment yang tidak tepat.
Dalam pelaksanaan audit di lapangan, tingkat materialitas yang telah ditetapkan pada tahap pembuatan program pemeriksaan dapat berubah seiring
dengan adanya perubahan lingkup pemeriksaan karena adanya perubahan lingkup pemeriksaan. Jika seorang auditor tidak dapat mempertahankan independensinya
misalnya, karena terlibat di dalam suatu conflict of interest, maka tingkat materialitas yang ditetapkan tidak akan sesuai dengan tujuan audit yang ingin
dicapai. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang: “Pengaruh Etika Profesi, Independensi, dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam
Proses Audit Laporan Keuangan Studi Empiris pada Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Banten, dan Jawa Barat”.
1.2 Perumusan Masalah