Konsep Residual dan Institusional. Kesejahteraan Sosial

31 2. Tujuan sistem tersebut adalah mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi relasi sosial dengan lingkungannya. 3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam menentaskan masalahnya maupun memenuhi kebutuhannya. Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan : “Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmania, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadiannya secara sempurna” Suparlan, 1983;53. Sementara itu Skidmore dalam Wibawa, 1982:13 sebagaimana dikutip menuturkan : “ Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”.

2.3.2. Konsep Residual dan Institusional.

Wilensky dan Lebeaux 1965 membagi dua konsep kesejahteraan sosial yaitu : 1. Konsep Residual. 2. Konsep Institusional. Konsep residual didasarkan pada anggapan bahwa di dalam masyarakat ada dua saluran alamiah, dan melalui kedua saluran itulah kebutuhan-kebutuhan 32 individu dapat terpenuhi, yaitu keluarga dan ekonomi pasar. Kedua saluran tersebut merupakan “structure of supply” yang biasanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia lain. Akan tetapi kedua saluran tersebut tidak selamanya berfungsi secara memadai. Hal itu disebabkan oleh gangguan dalam fungsi keluarga dan ekonomi pasar atau karena individu itu sendiri tidak dapat memanfaatkan “saluran-saluran” tersebut karena adanya hambatan-hambatan seperti sakit, usia tua dan hambatan-hambatan lainya. Dalam keadaan yang demikian, maka suatu mekanisme ketiga struktur kesejahteraan sosial perlu memainkan peranan secara aktif untuk memenuhi kebutuhan manusia. Konsep institusional didasarkan pada pandangan bahwa kehidupan masyarakat modern sangat kompleks, sehingga tidak setiap individu dapat memenuhi semua kebutuhannya, baik melalui keluarga maupun lingkungan kerja dan hal itu dianggap sebagai suatu kondisi yang normal. Oleh karena itu kesejahteraan dianggap sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Walaupun kedua konsep di atas kelihatannya bertentangan satu sama lain, dalam prakteknya dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Konsep manapun yang ditekankan dalam praktek, tidak ada satu pun dari konsep tersebut yang terjadi dalam keadaan vakum, setiap konsep lahir sebagai refleksi dari kondisi sosial dan kebudayaan masyarakat pada saat tertentu. Dengan kata lain, kondisi sosial dan budaya masyarakat sangat menentukan corak konsep yang paling sesuai untuk dilaksanakan. 33

2.3.3. Kesejahteraan Sosial

Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut : “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”. Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU No.11 Tahun 2009 dalam pasal 4, juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah di bidang kesejahteraan sosial, yang meliputi : 1. Menetapkan garis kebijaksanaan di bidang kesejahteraan sosial. 2. Mengembangkan kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial masyarakat. 3. Mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial Depsos, 2009. Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut maka pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial sebagai berikut : 1. Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan sosial karena berbagai macam bencana sosial maupun alamiah atau akibat-akibat lain. 2. Menyelenggarakan sistem jaminan sosial. 3. Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial. 4. Pengembangan dan penyuluhan sosial dan 34 5. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk tenaga- tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial 2.4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Corporate Sosial Responsibility 2.4.1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian perusahaan juga ikut melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian bantuan beasiswa, bukan berarti berarti mereka sedang tidak butuh laba. Perusahaan tersebut justru sedang mengejar laba yang sebenarnya, yang bukan sekedar selisih positif antara modal usaha dengan hasil usahanya, tetapi citra positif di mata publik yang bisa menjamin eksistensi dan kelangsungan usahanya. Laba semacam inilah yang belum dipahami para pemilik perusahaan dan pengelolanya. Jika diibaratkan seperti orang yang bersedekah, maka tidak akan ada perusahaan yang menjadi bangkrut karena bersedekah. Oleh karena itu patut didukung upaya-upaya dari dunia usaha yang melakukan “sedekah” melalui apa yang dinamakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility CSR. Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial tersebut. Akan tetapi setidaknya bisa diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari dunia usaha untuk menyumbang bagi pembangunan yang berkelanjutan, melalui bekerja dengan kalangan pekerjanya serta perwakilannya, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup sehingga tidak hanya menguntungkan bagi kepentingan bisnis mereka tetapi juga kepentingan pembangunan. 35 Bentuk-bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan sangat beragam, dari bentuknya yang paling sederhana seperti kegiatan kariatif yang sekedar memberikan bantuan uang atau barang, hingga pada program yang kompherensif yang ditujukan kepada suatu komunitas atau masyarakat. Program tersebut biasanya memakan waktu relative lama atau tahunan. Selain itu tanggung jawab sosial perusahaan juga bisa dimulai secara internal yang hanya mencakup karyawan beserta keluarganya seperti fasilitas kerja di atas standar, ruang perawatan bayi, beasiswa kepada anak anak karyawan, hingga yang bersifat eksternal yang ditujukan kepada komunitas atau masyarakat luas.

2.4.2. Sejarah Kemunculan Corporate Sosial Responbility di Indonesia