Sejarah Kemunculan Corporate Sosial Responbility di Indonesia

35 Bentuk-bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan sangat beragam, dari bentuknya yang paling sederhana seperti kegiatan kariatif yang sekedar memberikan bantuan uang atau barang, hingga pada program yang kompherensif yang ditujukan kepada suatu komunitas atau masyarakat. Program tersebut biasanya memakan waktu relative lama atau tahunan. Selain itu tanggung jawab sosial perusahaan juga bisa dimulai secara internal yang hanya mencakup karyawan beserta keluarganya seperti fasilitas kerja di atas standar, ruang perawatan bayi, beasiswa kepada anak anak karyawan, hingga yang bersifat eksternal yang ditujukan kepada komunitas atau masyarakat luas.

2.4.2. Sejarah Kemunculan Corporate Sosial Responbility di Indonesia

Pembangunan nasional yang sistematis dan terencana di Indonesia bermula sejak Orde Baru, yang dikenal dengan Pembangunan Lima Tahun Pelita, berlaku sejak 1 april 1969. Di awal pembangunan, prioritas utama adalah stabilitas nasional, yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Namun sejak Pelita II1 April 1974 sehingga pemerintahan Orde Baru 1998 pembangunan ekonomi dijadikan sebagai indikator keberjayaan pembangunan nasional. Akibat nyata penempatan pembangunan ekonomi sebagai indicator keberjayaan pembangunan nasional adalah kurang diperhatikannya masalah- masalah yang yang berkenaan dengan persekitaran maupun masalah-masalah sosial. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah ruah dimanfaatkan bahkan dieksploitasi sebesar besarnya untuk melaksanakn pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 36 Eksploitasi yang luar biasa atas sumber daya alam menjadikan pelaku pelaku pembangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah pemeliharaan. Pada umumnya pelaku ekonomi sering menyepelekan masalah-masalah yang ada dan yang bakal ada. Pelaku ekonomi sering sekali lupa dengan kepentingan masyarakat sekitar. Sebagai contoh, bagi merelka pemegang Hak Pengelolaan Hutan HPH hutan identik dengan “satuan meter kabik kayu” yang dapat dijual, yang kemudian masuk pada wilayah hitungan berapa laba yang diperoleh dan berapa pula devisa negara yang dihasilkan. Pelaku ekonomi maupun pemerintah lupa atas fungsi hutan yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat sekitar. Kondisi diatas tercipta juga karena lemahnya penegakan hukum dan belum diimplementasikannya prinsip Good Governance secara baik. Banyaknya persoalan menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pada tahun 1987 masih mengambang. Oleh karena itu para pelaku ekonomi dan pemerintah dituntut melakukan pergeseran dalam memandang eksistensi pembangunan melalui paradigma holistic-integrative. Melalui paradigma tersebut pembangunan bukan lagi hanya dipandang dari sudut pertumbuhan ekonomi, melainkan juga dari sudut daya sokong masyarakat sekitar terhadap keberlangsungan hidup manusia di masa mendatang. Harus diakui, bahwa hingga masa kini belum ada liberatur yang menguraikan secara khas tentang sejarah corporate sosial responsibility di Indonesia. Liberatur yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan kajian sejarah kemunculan CSR di Indonesia berasal dari dua sumber atau dua 37 arah, yakni berkembang dalam masyarakat setempat dan dipengaruhi oleh perkembangan konsep corporate sosial responsibility di berbagai negara. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan kesan yang ditimbulkan ternyata bertentangan dengan budaya masyarakat setempat. Kesadaran akan kondisi tersebut kemudian memunculkan dorongan pada pelaku ekonomi agar lebih memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan pemeliharaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat dengan maksud menggantikan peluang melakukan aktifitas ekonomi yang hilang akibat kehadiran perusahaan tersebut. Oleh karena itu muncullah kelakuan kedermawanan perusahaan, yakni memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat setempat. Beberapa program tanggung jawab sosial perusahaan yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata Porter dan Kramer, 2004. Dalam kaitan itulah, penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dipandang sebagai sebuah keharusan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka, bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesedaran terhadap lingkungan sekitar. Angka rata-rata perusahaan yang memberikan dana bagi kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi sumbangan dana tanggung 38 jawab sosial perusahaan pada tahun 1998 mencapai 21.51 miliar dollar dan tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah Saidi dan Abidin, 2004:64. Apa yang memotivasi perusahaan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan? Penjelasan berikut menggambarkan tiga tahap atau paradigma yang berbeda. 1. Tahap pertama adalah Corporate charity, dorongan amal berdasarkan keagamaan. 2. Tahap kedua corporate philantrophy, dorongan kemanusian yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial. 3. Tahap ketiga adalah corporate Citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi meujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial Saidi dan Abidin, 2004:69.

2.4.3. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan