Latar Belakang Respon Masyarakat Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir Terhadap Kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk

12 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Perusahaan memerlukan kemitraan timbal balik dengan institusi lain. Selain mengejar keuntungan ekonomi, perusahaan juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Sering sekali perusahaan-perusahaan besar tidak mampu menjalankan tanggung jawab sosialnya di tengah tengah masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan berdiri, sehingga mengakibatkan masyarakat memberikan respon yang negatif karena merasa dirugikan dengan kehadiran perusahaan. Konflik yang terjadi antara warga kecamatan Leupung, Aceh Besar, dengan PT.Semen Andalas Indonesia terjadi karena ketidakpuasan warga Leupung terhadap PT.Semen Andalas Indonesia yang belum mampu mengakomodir keinginan warga dan juga dinilai melanggar kesepakatan bersama. Aktivitas PT.Semen Andalas Indonesia Lhoknga 18 Desember 2007 yang lalu lumpuh akibat ruas jalan menuju pabrik semen itu diblokir oleh ratusan warga setempat. Pemblokiran itu dilakukan karena PT.Semen Andalas Indonesia dinilai melanggar kesepakatan mengenai penerimaan karyawan putra daerah. Massa yang datang memblokir ruas jalan menuju PT Semen Andalas Indonesia serta melarang 13 setiap karyawan memasuki area pabrik. Larangan itu mengakibatkan aktivitas pabrik semen yang berjarak 17 km dari kota Banda Aceh lumpuh. Selain memblokir jalan, warga juga menyebarkan selebaran dan poster berisikan desakan kepada PT.Semen Andalas Indonesia untuk menepati janji mengenai penerimaan putra daerah sebagai karyawan perusahaan. Konflik berakhir dengan kesepakatan PT. Semen Andalas Indonesia bersedia menganggarkan dana sebesar Rp.3 Milyar per tahun untuk program pengembangan masyarakat di dua kecamatan tersebut. Kehadiran perusahaan haruslah mampu memberikan dampak yang baik kepada masyarakat, kepedulian perusahaan terhadap masyarakat tidak hanya sebatas pemberdayaan masyarakat yang terbatas hanya pada satu aspek saja, tetapi juga perusahaan ikut serta dalam menyukseskan pembangunan daerah, termasuk memberdayakan tenaga kerja lokal. http:www.serambinews.comnewspt-sai- csr-dan-kearifan-lokal. PT. Arutmin dan PT. Adaro Indonesia memunculkan berbagai konflik lahan dengan masyarakat, baik para pemilik lahan maupun masyarakat pemanfaat kawasanlahan tersebut. Perusahaan dengan arogan menggusur lahan-lahan masyarakat sebelum adanya kesepakatan bersama antara masyarakat pemilik dan pengguna lahan dengan perusahaan mengenai pembebasan lahan. Pembebasan tanah masyarakat yang terkena areal tambang sangat tidak adil dengan hasil yang mereka tambang berupa kandungan batubara. Belum lagi muncul konflik horizontal antara masyarakat karena klaim perebutan lahan akibat ketidakberesan perusaahaan dalam proses pembebasan lahan tersebut. Sejak dibukanya areal tambang, masyarakat lokal berharap bisa mendapatkan pekerjaan terutama para pemuda dan kaum laki-lakinya. Mereka 14 merasakan perusahaan bersikap tidak adil karena mayoritas karyawan perusahaan berasal dari luar daerah Kalimantan Selatan. Kalau pun ada penerimaan tenaga kerja lokal, itu pun mesti didahului dengan aksi tuntutan dari masyarakat dan hanya menempati posisi sebagai satpamwakar, cheker, tenaga survai dan sedikit sekali sebagai operator apalagi staf kantor dan manajemen. Padahal dalam ketentuan AMDAL dikatakan perusahaan sebagian besar akan merekrut tenaga kerja lokal. Di beberapa lokasi ikatan kekerabatan di antara warga terlihat merenggang. Sebagai contoh terjadinya kecemburuan sosial khususnya yang berkaitan dengan permasalahan koperasi masyarakat yang keberadaannya di fasilitasi oleh perusahaan seperti PT. Arutmin melalui program Community Development CD dan persoalan rekruitmen tenaga kerja lokal sebagai satpam dan cheker. Konflik lahan tidak hanya terjadi antara perusahaan pertambangan dengan masyarakat tetapi juga terjadi dengan perusahaan sektor lainnya seperti perkebunan kelapa sawit dan HPHHTI. Hal ini diakibatkan oleh buruknya koordinasi antar sektor instansi di pemerintah. Tumpang tindih lahan ini mencerminkan betapa buruknya penataan ruang oleh pemerintah dan jelas berdampak pada semakin tidak tertata dan terkelolanya lingkungan secara baik dan benar. Masyarakat yang sebelumnya merasa dirugikan dan tidak mendapatkan keuntungan dari adanya eksploitasi pertambangan ini di beberapa daerah membuat portal-portal untuk melakukan pungutan bagi para penambang yang menggunakan jalan umum untuk angkutan batubara. Portal atau pos pungutan tersebut ada yang 15 dikelola oleh desa melalui aparat desa atau kesepakan kampung dan ada juga yang dikelola oleh kelompok tertentu. Tidak jarang hal ini menimbulkan konflik antara para sopir angkutan batubara dengan para penarik pungutan tersebut. Terjadinya pergeseran sosial dan budaya masyarakat. Dulunya petani pemilik dan sekarang menjadi buruh pekerja di perusahaan. Pergeseran pola hidup yang lebih konsumtif, penggunaan narkotika dan minuman keras oleh para anak remaja dan adanya praktek prostitusi, dan lain sebagainya sebagai akibat dari adanya perusahaan pertambangan batubara yang telah mengabaikan hak, nilai- nilai dan budaya masyarakat lokal. Lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali apalagi dilakukan reklamasi telah mengakibatkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Hasil penelitian Bapedalda Tabalong 2001 menyebutkan bahwa air yang berada pada lubang bekas galian batubara tersebut mengandung beberapa unsur kimia, yaitu : Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Seperti kita ketahui Fe dan Mn bersifat racun bagi tanaman dan mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 merupakan zat asam yang berpengaruh terhadap pH tanah dan tingkat kesuburan tanah. Sedangkan Hg dan Pb adalah logam berat yang bisa menimbulkan penyakit kulit pada manusia. Selain air kubangan, limbah yang dihasilkan dari proses pencucian juga mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup diatasnya. http:www.jatam.orgcontentview67221. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan diharapkan dapat diredam. Forum Ekonomi Dunia melalui Global Governance Initiative telah menggelar World Business Council for Sustainability Development di New York 16 pada 2005. Salah satu deklarasi penting, disepakati bahwa CSR jadi wujud komitmen dunia usaha untuk membantu PBB merealisasikan Millenium Development Goals MDGs. Tujuan utama MDGs mengurangi separuh kemiskinan dan kelaparan di tahun 2015. Sebab, seiring dengan pertumbuhan dunia bisnis, mengapa kemiskinan malah bertambah. Istilah CSR, pertama kali dalam tulisan Sosial Responsibility of the Businessman tahun 1953. Konsep ini digagas Howard Rothmann Bowen dalam menjawab “Keresahan dunia bisnis”. Karena tanpa CSR perusahaan bisa menjadi imej buruk bagi pengusahaan yang telanjur tertuduh sebagai pemburu uang yang tak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Melalui CSR, perusahaan tidak lagi perlu diusik “perasaan bersalah”. Tidak lagi terkesan kurang peduli terhadap kemiskinan dan warga lokal karena adanya kegiatan perusahaan baik secara langsung ataupun tidak. Dalam implementasinya, kewajiban CSR ternyata masih ada beberapa hal harus dikaji ulang. Pertama, wujud CSR kebanyakan cuma santunan, cepat tanggap atau respek. Padahal tuntutan responsibility tidaklah sesederhana itu. Responsibility yang arti harfiahnya tanggung jawab, yang hukum wajib. Tanggung jawab muncul sebelumnya ada apa-apa dengan perusahaan. Dalam menanganinya, tentu beda antara tanggung jawab dan sekadar kegiatan sosial. Kegiatannya CSR dalam pengertiannya menjadi berbeda ketika kegiatan CSR tidak muncul karena dorongan tanggung jawab sosial, tetapi khawatir melanggar UU. Memang mungkin kita akan melihat banyak wilayah yang menjadi maju dan berkembang, tetapi itu dalam jangka pendek. Dampak jangka panjangnya akan menurunkan daya saing usaha. Jika pemerintah memaksa nanti 17 akan lebih sulit menarik masuknya investor-investor baru, baik berasal dari dalam negeri maupun investor asing. Benar pendapat yang mengatakan bahwa kewajiban CSR rancu dengan beban pajak yang dibayar perusahaan. http:www.balebengong.netkabar-anyar20090331corporate-sosial-responsi bility-harus-berkelanjutan.html. Dalam hal ini PT.Toba Pulp Lestari Tbk yang semula memproses bubur kayu Pulp dan rayon dengan nama PT. Inti Indorayon Utama, juga telah mengakibatkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan PT. Inti Indorayon Utama Tbk yang didirikan pada tahun 1983. Pengoperasiannya didasarkan atas Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik IndonesiaKetua BPPT dengan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. SK681MBPPXI1986 dan No.Kep- 43MNKLH111986 tanggal13 november 1986. Produksi pertama terlaksana pada tahun 1989 untuk pulp dan tahun 1993 untuk rayon. Sejak persiapan pendiriannya hingga berproduksi PT. Inti Indorayon Utama kerap kali mendapat protes dan perlawanan dari masyarakat setempat,karena mereka merasa kehadiran PT. Inti Indorayon Utama Tbk menimbulkan pencemaran udara yang mengakibatkan kerusakan atap seng rumah dan menimbulkan bau tak sedap, dan berbagai macam penyakit. Disamping itu pencemaran mengakibatkan kemunculan penyakit kulit dan mengurangi produktivitas perikanan. Hampir seluruh masyarakat Siruar yang berpenduduk sekitar 300 kk menderita penyakit gatal-gatal yang diduga akibat dari pencemaran PT. Toba Pulp Lestari. Sungguh Ironis, karena beberapa hari yang lalu mendapat peringkat hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup KLH. Peringkat hijau 18 merupakan peringkat terbaik bagi setiap perusahaan yang mengelola lingkungan dengan baik. Dalam dialog saya dengan pihak manajemen perusahaan yang diwakili Leo Hutabarat tidak mengakui bahwa pihak PT.TPL sebagai sumber penyebabnya http:poltak.simanjuntak.or.id20080815tragedi-kemanu siaan- di-siruar-porsea-sumatera-utara. Secara kronologis protes masyarakat setempat dapat diuraikan secara rinci berikuti ini : 1. Juni-Agustus 1987 : Perlawanan penduduk yang pertama kali, wakil wakil penduduk desa Sianipar I dan II serta Simanombak mengajukan protes kepada PT. IIU mengenai longsor yang menutupi sawah mereka. Longsor akibat pembuatan jalan di hutan simare yang kurang memenuhi syarat. Seluas 15 ha sawah milik 43 kk tertimbun. 2. 7 Oktober 1987 : Korban tewas pertama 15 orang, Longsor kedua menimpa desa Natumingka Kecamatan Habinsaran, 16 km dari longsor pertama, 15 orang tewas. 3. 9 Agustus 1988 : Penampungan air limbah aerated lgoon jebol ketika diadakan uji produksi. Diperkirakan sejuta meter kubik limbah mencemari Sungai Asahan. 4. 15 Desember 1989 : 16 penduduk Sugapa, Kecamatan Silaen ditangkap karena mencabuti patok PT. IIU di lahan mereka seluas 52 ha. 5. 5 November 1993 : Boiler meledak, klorin bocor, pabrik ditutup. Penduduk merusak rumah karyawan pabrik, 125 rumah rusak, 5 mobil pikap, 5 sepeda motor, satu mini market, satu stasiun radio Bona Pasogit, dan satu traktor dibakar. Penduduk tutup jalan konvoi truk PT. IIU. 19 6. 2 Maret 1994 : Lagi lagi aerated lagon jebol. Asahan tercemar dan banyak ikan mati. Meskipun demikian penduduk tidak tampak marah. 7. 20-27 April 1998 : Penelitian FKM UI atas pencemaran di Porsea. Bekerja sama dengan Walhi. Hasilnya “ resiko penyakit kulit buat ibu 7x dan 2-5x balita, saluran pernafasan 3x buat ibu dan 2x buat balita, saluran pencernaan 6x buat ibu dan 6x juga buat balita, mata 2-3x, mual mual 6x, syaraf 2x. 8. 9 Juni 1998 : Gubernur Sumut hentikan operasi PT. IIU setelah penduduk sekitar pabrik bersama ribuan mahasiswa di Medan unjuk rasa ke kantor DPRD dan Gubernur. Berlaku sampai ada keputusan lebih lanjut. 9. 22 November 1998 : Bentrok ABRI- penduduk, Panuju luka parah. Unjuk rasa di depan pabrik, tentara menembak. Ir Panuju Manurung tertembak di paha, lalu lari. Ia tertangkap tentara dan diserahkan kepada karyawan pabrik. Truk- truk PT. IIU dibakar 25, mobil 4, dan sepeda motor 7 dibakar. Sebanyak 23 rumah penduduk yang disangka mendukung PT. IIU dirusak. 10. 23 November 1998 : Bentrok massal. Sekitar 10.000 penduduk bentrok dengan ABRI, polisi menggunakan gas air mata. Sebanyak 79 orang ditahan. 11. 16 Maret 1999 : 4 karyawan PT. IIU hilang. Konon diculik oleh penduduk. 3 meninggal dan satu lagi dirawat. Satu bukan karyawan tetapi kerabat karyawan. http:www.silaban.net20030608kronologi-kemelut-indorayon Sejak 13 Maret 1999 dihentikan sementara kegiatan operasionalnya sambil mencari upaya pemecahan yang komprehensif dari penolakan masyarakat disekitar pabrik, pihak manajemen terus melakukan pendekatan terhadap masyarakat sekitar, khususnya tokoh-tokoh masyarakat. Dalam hal ini pihak manajemen mengemukakan janjinya yaitu memperkenalkan teknologi ramah 20 lingkungan dan melakukan program pemberdayaan masyarakat atau community development sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Tahun 2003 akhirnya PT. Toba Pulp Lestari beroperasi kembali. Pengoperasian kembali fasilitas pulp tersebut sejalan dengan penegasan yang disampaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Perdagangan dan Perindustrian Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia,Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan Menteri Kehutanan RepublikIndonesia,kepada perusahaan tanggal 22 januari 2003 yang kemudian lebih ditegaskan lagi dengan adanya surat dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 72.HK.03.33.2003 tertanggal 29 januari 2003. Dalam pengoperasian kembali PT. Toba Pulp Lestari Tbk didahului dengan sosialisasi perusahaan kepada segenap masyarakat yang terkait dengan keberadaan perusahaan. Sosialisasi tersebut berupa penyulihan bahwa keberadaan perusahaan sekarang telah berbeda dengan keberadaan perusahaan sebelumnya. Perusahaan dengan nama PT.TPL,Tbk datang dengan membawa paradigma baru yang saling menguntungkan antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Adapun performa paradigma baru tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. 2. Pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan 3. Tanggung jawab sosial kemasyarakatan antara lain : a. Mengutamakan putra daerah setempat menjadi karyawan dan menduduki jabatan yang tersedia dengan persyaratan keahlian setiap jenjang 21 b. Melakukan kerjasama kemitraan bisnis dengan masyarakat lokal c. Menyisihkan dana konstribusi sosial untuk pengembangan masyarakat sebesar 1 dari net sales per tahun. 4. Menerima lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan paradigma baru perusahaan Sehingga dengan keempat jenis program paradigma baru perusahaan diharapkan berkelanjutan hubungan baik antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah dapat dijaga bahkan ditingkatkan lagi. Berdasarkan informasi yang dikemukakan sebelumnya peneliti tertarik mengkaji hal ini lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Respon Masyarakat Kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir terhadap kehadiran PT. Toba Pulp Lestari Tbk”. 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “ Bagaimana respon masyarakat kecamatan Parmaksian Kabupaten Toba Samosir terhadap kehadiran PT Toba Pulp Lestari Tbk .“

1.3. Tujuan Penelitian