Psikologi dan Bimbingan Konseling Lintas Budaya

61 psikis, akademis maupun sosial ekonomi. Karena semakin baik pemimpin mereka maka semakin tinggi prestise mereka dalam pandangan teman-teman sebaya. Dalam pemilihan pemimpin remaja juga memiliki standar individual mereka sendiri, misal remaja yang suka beladiri akan mengharapkan pemimpin yang kuat dan lebih ahli darinya. Remaja yang berperan sebagai pemimpin selain harus memiliki kemampuan diatas rata-rata anggota kelompoknya, ia juga harus memiliki sifat yang bersemangat, bertanggung jawab, lebih banyak akal, dan lebih dapat mengambil inisiatif, emosinya stabil dan penyesuaian dirinya baik.

D. Psikologi dan Bimbingan Konseling Lintas Budaya

Menurut Matsumoto 2008 : 4 mengemukakan bahwa psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang terutama menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam pengertiannya yang paling sempit, penelitian lintas budaya secara sederhana hanya berarti dilibatkannya partisipan dari latar belakang kultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya perbedaan antara para partisipan tersebut. Dalam pengertiannya yang lebih luas, psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis bersifat universal berlaku bagi semua orang di semua budaya ataukah khas budaya berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya tertentu. 62 Psikologi lintas budaya menjadi hal yang penting untuk dijabarkan karena mempengaruhi perilaku dari subyek remaja yang akan diteliti. Selanjutnya menurut Matsumoto 2008 : 7 perbedaan individual dalam budaya bisa diamati pada orang-orang dari satu budaya sampai batas dimana mereka mengadopsi dan terlibat dalam sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku-perilaku yang berdasarkan konsesuskesepakatan, membentuk budaya mereka. Bila anda bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan perilaku-perilaku tertentu, maka budaya tersebut hadir dalam diri anda namun apabila anda tidak memiliki nilai atau perilaku-perilaku tersebut,maka anda tidak termasuk dalam budaya itu. Salah satu cara utama mengkonseptualisasikan prinsip-prinsip psikologi lintas budaya adalah melalui penggunaan istilah etik etics dan emik emics. Etik mengacu pada temuan-temuan yang tampak konsisten atau tetap di berbagai budaya, dengan kata lain sebuah etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. Emik mengacu pada temuan-temuan yang tampak berbeda untuk budaya yang berbeda, dengan demikian sebuah emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas-budaya culture-specific Matsumoto, 2008:7-8. Selain teori mengenai psikologi lintas budaya, selanjutnya akan dijelaskan tentang konseling lintas budaya untuk mensinkronisasi teori-teori ini dengan tujuan dari penelitian. Menurut Draguns dan Pedersen Anak Agung Ngurah Adhiputra, 2013: 2 konseling lintas budaya cross-cultural counseling, counseling across cultures, multicultural counseling adalah konseling yang melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu 63 proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya cultural biases pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Semakin mudahnya akses orang terhadap jaringan internet yang berskala global melahirkan kecenderungan baru dalam konseling yang dikenal dengan Cyber Counseling, yang saat ini tampaknya semakin popular. Komunikasi konselor-klien menggunakan e-mail, tetapi bisa juga secara interaktif on-line dan melibatkan lebih dari dua orang. Layanan konseling ini umumnya masih cuma-cuma, tetapi di masa depan juga bisa mengarah ke layanan profesional yang komersil. Dalam model konseling ini, isu-isu lintas budaya sangat kental, misalnya seorang manajer Indonesia yang sedang mengalami stress berat meminta bantuan kepada seorang konselor di Amerika, dan kepadanya diberikan saran untuk melakukan sesuatu yang tidak lazim dilakukan di Indonesia Anak Agung Ngurah Adhiputra, 2013: 3. Konseling lintas budaya berpijak pada pengakuan terhadap pluralisme budaya, cirri-cirinya, dan dinamikanya yang mempengaruhi tafsir-tafsir budaya konselor dan dapat memfasilitasi atau justru menghambat proses konseling. Konselor lintas budaya yang sadar akan implikasi diversitas budaya terhadap proses konseling akan dengan sungguh-sungguh memperhitungkan diversitas budaya tersebut beserta berbagai dinamika yang terjadi di dalam dan antara budaya-budaya yang beragam itu. Banyak perilaku budaya yang terlibat dalam relasi konseling dan mempengaruhi efektivitas konseling dan mempengaruhi efektivitas konseling. Misalnya mahasiswa jurusan BK diajari tentang 64 bagaimana menciptakan rapport hubungan yang kondusif dengan kliennya, antara lain melalui penataan lingkungan konseling dan memahami bahasa non- verbal dalam konseling. Namun satu hal yang belum banyak disadari ialah betapa bahasa-bahasa nonverbal itu sangat kental bermuatan budaya. Adalah fakta bahwa ekspresi budaya bukan hanya dinyatakan dalam bentuk komunikasi verbal, melainkan dalam bahasa non-verbal. Dalam budaya yang tergolong high-context cultures, termasuk Indonesia dan Negara-negara non- Barat umumnya, bahasa non verbal bahkan jauh lebih penting daripada bahasa verbal Anak Agung Ngurah Adhiputra, 2013: 4. Kesalapahaman dapat terjadi apabila pihak yang berkomunikasi berasal dari budaya yang berbeda dan memiliki bahasa non verbal yang berbeda pula, tanpa ada saling memahami. Dalam konseling lintas-budaya, bahasa non-verbal menjadi persoalan penting yang harus diperhatikan oleh konselor Anak Agung Ngurah Adhiputra, 2013: 5.

E. Aspek Penilaian Pembelajaran dan Evaluasi Pendidikan