BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Sel
Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun
kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S sintesis dan fase M mitosis. Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA
kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel Nurse, 2000. Fase yang membatasi kedua fase
utama tersebut yang dinamakan Gap. G
1
Gap-1 terdapat sebelum fase S dan setelah fase S dinamakan G
2
Gap-2. Pada fase G
1
, sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi
dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G
2
, sel melakukan sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M Ruddon, 2007.
Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan
protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase CDK, khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak
sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase CDK4, CDK2, dan CDC2CDK1 terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin
D, E, A, dan B secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel G
1
-S-G
2
-M Nurse, 2000. Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK
inhibitor CKI, yang terdiri dari CipKip protein meliputi p21, p27, p57 dan
Universitas Sumatera Utara
keluarga INK4 meliputi p16, p18, p19. Selain itu, tumor suppressor protein p53 dan pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif Foster, et al., 2001.
Checkpoint pada fase G
2
terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated ATM kinase.
Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks
Cdc-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G
1
akan dapat dilalui jika ukuran sel memadai, ketersediaan nutrien mencukupi, dan adanya faktor
pertumbuhan sinyal dari sel yang lain. Checkpoint pada fase G
2
dapat dilewati jika ukuran sel memadai, dan replikasi kromosom terselesaikan dengan sempurna.
Checkpoint pada metaphase M terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel pada gelendong spindle mitosis. Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus
sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M mitosis terjadi jika benang spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan
tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel
untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan
kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker. Oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker Ruddon, 2007.
2.1.1 Apoptosis dan proliferasi
Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu sistem
Universitas Sumatera Utara
organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu
massa tumor yang akan mengarah pada kanker Sudiana, 2011. Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan
kerusakanfragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis. Apoptosis fisiologis
adalah kematian sel yang diprogram programmed cell death. Proses kematian sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami
aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada
ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri.
Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu level kritis akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya
sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi
dari enzim ribonukleoprotein telomerase secara terus menerus. Enzim ini sangat berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan
pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat
immortal Sudiana, 2011. Sedangkan apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses
suatu rangsangan. Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur sitotoksik, disfungsi mitokondria, dan kompleks fas dan ligan. Apoptosis dipicu oleh
Universitas Sumatera Utara
aktivitas p53 karena sel memiliki gen cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus oncovirus. Gen yang cacat dapat
memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan
p21 akan menekan semua CDK Cyclin Dependent Kinase dengan cyclin, dimana siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan
cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan
berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria
yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus
membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis Sudiana, 2011.
Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang
dihasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi. Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim
yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandung perforin dan granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat
sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade. Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami
apoptosis. Apoptosis dengan jalur disfungsi mitokondria terjadi karena adanya gangguan ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresi
Universitas Sumatera Utara
berlebih maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal. Terjadinya apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang
terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas. Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang
berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan akan mengaktifkan suatu protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain
FADD yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis Sudiana, 2011.
2.2 Kanker