Teori Subsidi TINJAUAN PUSTAKA

17 Gambar 2 menjelaskan tentang bentuk transfer uang tunai yang lebih efisien. Apabila bantuan pemerintah merupakan uang tunai, tentunya penerima bantuan tidak melihat adanya perubahan harga satuan. Untuk mencapai utilitas U F , kemiringan kurva kendala biaya tidak berubah, tetapi kurva tersebut bergeser ke atas menjadi FG sehingga menyinggung U F . Nilai FA mempunyai nilai lebih kecil dari Rp 60, karena IE = FA dan IE lebih kecil dari DE yang mempunyai nilai Rp 60. Kendala biaya FG yang kemiringannya ditentukan oleh harga pasar, lebih curam dari AC yaitu kendala biaya dengan program in kind. Semua titik pada U F dengan kemiringan yang lebih curam dari AC akan berada di sebelah kiri titik D, sehingga persentuhan dengan FG akan berada di sebelah kiri titik D. Karena FG harus melewati garis DE, bantuan dalam bentuk uang tunai akan menurunkan biaya program dibandingkan dengan bantuan dalam bentuk in kind.

2.2. Teori Subsidi

Stiglitz 2005 menjelaskan bahwa subsidi merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam penentuan kebijakan pengeluaran dana pemerintah. Menganalisa suatu program pemerintah, seperti subsidi rehabilitasi lahan milik, dengan jalan mempelajari perkembangan serta permasalahan program sering memberikan manfaat untuk dilakukan penyempurnaan. Analisa berikutnya, mencoba menghubungkan antara kebutuhan, sumber permintaan terhadap salah satu bentuk kegagalan pasar seperti kompetisi yang tidak sempurna, barang publik, eksternalitas, pasar yang tidak lengkap, dan informasi yang tidak sempurna. Walaupun keadaan ekonomi mencapai pareto, intervensi pemerintah dapat dilakukan apabila terdapat dua alasan. Pertama, pendapatan masyarakat 18 yang berasal dari suatu perekonomian pasar tidak terdistribusi dengan baik. Kedua, kurang sempurnanya kriteria penilaian kesejahteraan di dalam persepsi seseorang terhadap kesejahteraannya. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu kebijaksanaan untuk produksi publik, kebijakan produksi swasta dengan perlakuan pajak dan subsidi, serta kebijakan produksi swasta dengan adanya pengaturan dari pemerintah. Bentuk subsidi dapat berupa pengenaan suatu sistem perpajakan ataupun pemberian bantuan hibah secara langsung. Apabila subsidi berupa hibah langsung, maka persyaratan subsidi tersebut perlu ditetapkan sesuai dengan tujuan subsidi. Penilaian suatu subsidi harus dilihat dalam kurun waktu jangka panjang, dimana produsen dan konsumen telah menyesuaikan perilakunya, dan penilaian output dalam kurun waktu jangka pendek. Fogiel 1992 menjelaskan apabila subsidi dianggap sebagai kebalikan dari pajak, maka kebijakan subsidi pada suatu kegiatan dapat mempengaruhi keseimbangan pasar yang berhubungan dengan kegiatan tersebut. Sumber: Fogiel 1992 Gambar 3. Pengaruh Pajak atau Subsidi Q S Q F Q T P T P S S D D S S S S T P F 19 Pengaruh pajak atau subsidi terhadap suatu barang pada pasar persaingan sempurna, dapat dijelaskan seperti pada Gambar 3. Penerapan pajak pada suatu barang akan menggeser kurva penawaran S ke kiri, yaitu S T . Sebaliknya kebijakan subsidi akan menggeser kurva penawaran S ke kanan S S . Dengan adanya pajak, kuantitas barang akan menurun dan harga barang akan mengalami kenaikan. Sedangkan subsidi akan menyebabkan penurunan harga serta meningkatkan jumlah persediaan barang. Elastisitas penawaran dan permintaan akan berhubungan dengan kebijakan subsidi. Pada Gambar 4, kurva permintaan adalah inelastis sempurna. Oleh sebab itu, jumlah barang yang diminta akan tetap serta tidak dipengaruhi oleh kebijakan subsidi. Sumber: Fogiel 1992 Gambar 4. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Permintaan Inelastis Sempurna Namun demikian, harga barang akan turun sebesar nilai subsidi. Dalam hal ini, konsumen akan mendapat manfaat secara menyeluruh dari kebijakan subsidi tersebut. Sama halnya dengan kurva penawaran yang elastis sempurna pada Gambar 5, kebijakan subsidi akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh konsumen sejalan dengan turunnya harga keseimbangan dari P F ke P S . D Q P F P S S F S S 20 Sumber: Fogiel 1992 Gambar 5. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Penawaran Elastis Sempurna Sebaliknya, apabila kurva permintaan bersifat elastis sempurna, ataupun kurva penawaran yang bersifat inelastis sempurna, maka produsen akan menikmati semua keuntungan dari kebijakan subsidi. Di dalam Gambar 6, dimana kurva permintaan bersifat elastis sempurna, kebijakan subsidi tidak merubah harga kecuali ada perubahan dari sisi permintaan. Sumber: Fogiel 1992 Gambar 6. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Permintaan Elastis Sempurna P S P F Q F Q S D S S S F Q F Q S P D S S S F 21 Di dalam Gambar 7, volume barang yang ditawarkan tidak dipengaruhi oleh kebijakan subsidi, karena bentuk kurva penawaran yang bersifat inelastis sempurna. Mengingat subsidi tidak mempengaruhi kurva permintaan, maka keseimbangan akan tetap di tingkat harga P dan kuantitas barang sebanyak Q. Sumber: Fogiel 1992 Gambar 7. Pengaruh Subsidi dengan Kurva Penawaran Inelastis Sempurna Ketika kurva penawaran bersifat inelastis sempurna dimana pihak produsen menerima subsidi dari pemerintah serta tidak mempengaruhi situasi pasar, maka produsen tersebut mendapatkan keuntungan menyeluruh dari subsidi. Secara ringkas, apabila kurva penawaran bertambah inelastis atau kurva permintaan bertambah elastis, maka produsen akan menerima lebih banyak manfaat dengan adanya subsidi. Sebaliknya, kurva penawaran yang lebih elastis atau kurva permintaan yang lebih inelastis, maka kebijakan subsidi akan menyebabkan bertambahnya keuntungan bagi pihak konsumen. Pengenaan pajak, menurut Rosen 2005 akan mengakibatkan hilangnya kesejahteraan yang nilainya lebih besar dari perolehan pajak tersebut. Beban tersebut dikenal dengan excess burden yang kadang-kadang disebut welfare cost atau deadweight loss. Besarnya excess burden dapat diketahui dengan mencari D S P Q 22 besaran equivalent variation yaitu besaran pendapatan yang akan dikorbankan untuk memindahkan kurva indifference seperti terlihat pada Gambar 8. Nilai yang diperlukan untuk menggeser garis biaya AD ke HI adalah equivalent variation. HI sejajar dengan AD serta menyentuh kurva indifference ii. Jarak vertikal AD dan HI, yaitu ME 3 yang nilainya lebih besar dari GE 2 dengan perbedaan sebesar E 2 N. Pengenaan pajak konsumsi menyebabkan keadaan tidak menguntungkan yang nilainya lebih besar dari pungutan pajak sebesar E 2 N dan sering dikenal dengan excess burden. Sumber: Rosen 2005 Gambar 8. Equivalent Variation Selanjutnya Rosen 2005 berpendapat bahwa excess burden dapat dijelaskan dengan konsep surplus konsumen, yaitu perbedaan antara kemauan seseorang untuk membayar suatu komoditi dengan nilai yang sesungguhnya dibayarkan seperti terlihat dalam Gambar 9. Apabila diasumsikan biaya marginal sosial tetap, sehingga kurva penawaran S b horizontal. Pajak yang terkumpulkan sebesar gfdh . Penjumlahan nilai pajak dan surplus konsumen setelah pajak lebih Pounds of corn per year ii i E 1 D M G A H N I E 3 E 2 F B 3 B 2 C 3 C 2 Pounds of barley per year Tax revenues Equivalent variation 23 kecil dari surplus konsumen awal. Perbedaannya sebesar fid yaitu nilai excess burden. Sumber: Rosen 2005 Gambar 9. Excess Burden Akibat Pengenaan Pajak Seperti halnya pajak, kebijakan subsidi menyebabkan beban atau excess burden seperti terlihat pada Gambar 10 berikut: Sumber: Rosen 2005 Gambar 10. Excess Burden Akibat Pemberian Subsidi 1- s P h P h S h ‘ S h D h h 1 h 2 q n o r m Excess burden P ri c e p e r u n it of housi ng s e rv ices u v Housing services per year 1+t b P b P b S b ‘ S b D b q 2 q 1 a Tax revenues Excess burden of the tax P ric e p e r p oun d of barle y i Pounds of barley per year g f d h 24 Kurva permintaan diasumsikan garis lurus D h . Sedangkan kurva penawaran merupakan garis horizontal pada tingkat harga P h yang menunjukkan biaya marjinal. Volume keseimbangan awal sebesar h 1 . Pemerintah memberikan subsidi sebesar s, sehingga harga setelah subsidi menjadi 1 – sP h . Apabila tujuan subsidi untuk meningkatkan jumlah barang yang disediakan, maka kebijakan tersebut dikatakan berhasil. Lain halnya apabila tujuan subsidi untuk meningkatkan kesejahteraan. Sebelum adanya subsidi, surplus konsumen sebesar mno, dan setelah dilaksanakan kebijakan subsidi, surplus konsumen menjadi mqu, yang berarti terdapat peningkatan sebesar nouq. Mengingat biaya subsidi senilai nvuq, yang berarti melebihi keuntungan nouq, maka terjadi excess burden senilai ovu. Hal ini memberikan gambaran yang tidak efisien karena kebijakan subsidi mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi suatu komoditi yang nilainya lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya Stiglitz 2005 menjelaskan bahwa mekanisme pengenaan pajak dapat dikembangkan untuk menganalisa suatu kebijakan program pemerintah ataupun subsidi. Dengan adanya subsidi, dalam jangka pendek kurva penawaran relatif masih bersifat inelastis artinya respon terhadap volume cukup kecil tetapi perubahan terhadap harga cukup tinggi. Dengan demikian, dalam jangka pendek, adanya kebijakan subsidi akan dimanfaatkan banyak oleh para produsen termasuk petani. Dalam jangka panjang, banyak pelaku usaha yang masuk pasar. Para produsen dapat memperluas sarana produksi sehingga kurva penawaran menjadi lebih datar. Produktivitas lahan pertanian menjadi lebih baik sehingga kurva penawaran menjadi lebih datar dengan kurva permintaan yang bersifat downward sloping. Oleh sebab itu, kebijakan subsidi menurunkan kurva penawaran ke 25 bawah, sehingga pada keseimbangan yang baru, terdapat kuantitas barang yang lebih banyak tetapi harga yang diterima oleh petani tidak banyak berubah. Dalam jangka panjang, keuntungan akan lebih banyak diterima oleh pihak konsumen dibandingkan dengan manfaat yang dirasakan oleh pihak produsen.

2.3. Pengelolaan Hutan Milik