30 rakyat adalah tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan secara
langsung ikut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan sesuai dengan kemampuannya yang dapat dikelola tersendiri ataupun sebagai bagian dari
kelompok usaha besar Departemen Kehutanan, 2003. Uyang 1997 menjelaskan bahwa melalui proses sosialisasi, dialog,
negosiasi, dan partisipasi masyarakat adalah kontribusi nyata dalam kegiatan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan secara sadar. Bentuk kontribusi tersebut
dapat berupa tenaga, bahan, dan juga pemikiran sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki dan disepakati bersama pada waktu itu. Dalam
mengintensifkan rehabilitasi lahan milik, sejak tahun 19941995, Pemerintah Indonesia melalui Instruksi Presiden tentang Penghijauan telah menerapkan model
penanganan lahan kritis. Di wilayah hulu DAS Cimanuk, penanganan rehabilitasi lahan secara partisipatif dan terpadu mendapat bantuan investasi dari Bank Dunia
Loan IBRD no. 3658 IND dengan sasaran uji coba pada luasan 15 750 hektar, mencakup 31 500 rumah tangga petani lahan kering pada 13 kecamatan di
Kabupaten Garut dan 5 kecamatan di Kabupaten Sumedang.
2.4. Tinjauan Studi Peranan Sektoral dalam Perekonomian
Pada umumnya studi tentang peranan pembangunan ekonomi dilakukan dengan pendekatan sektoral. Studi dengan fokus utama pada sektor pertanian
dilakukan oleh Arndt et al. 1998 dan Nokkala 2002. Sistem Neraca Sosial Ekonomi atau Social Accounting Matrix SAM Mozambique 1995 yang
dinamakan MOZAM telah digunakan oleh Arndt et al. 1998 untuk memberikan pemahaman tentang kompleksitas perekonomian Mozambique termasuk
31 keterkaitan antar sektor dengan fokus utama pada peranan sektor pertanian. Data
MOZAM terdiri dari 40 aktivitas produksi, 40 komoditi dan 3 faktor produksi: pertanian dan non pertanian, tenaga kerja, dan kapital. Rumah tangga dibedakan
menjadi 2 tipe yaitu rumah tangga perkotaan dan perdesaan. Demikian juga dengan pengeluaran pemerintah government expenditure dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu pengeluaran rutin recurrent expenditure dan investasi pemerintah government invesment. Pembagian pengeluaran pemerintah ini dimaksudkan
untuk menangkap peran aliran dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rekonstruksi. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk
memfasilitasi pengamatan pengeluaran rutin relatif terhadap pajak penghasilan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis multiplier untuk mengukur dampak
kumulatif baik secara langsung maupun tidak langsung dari suatu shock. Setelah itu Structural Path Analysis SPA digunakan untuk mendekomposisi nilai
multiplier yang dihasilkan menjadi pilahan-pilahan. Hasil studi Arndt et al. 1998 ini menyimpulkan bahwa: Pertama,
pengembangan pertanian sangat sesuai dalam membangun keseluruhan kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumah tangga. Kedua, pengembangan
pertanian dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan. Ketiga, strategi pertumbuhan yang ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan harus memfokuskan diri pada sektor pertanian, hal ini diperlihatkan oleh dampak multiplier yang besar pada saat peubah-peubah ini melalui aliran
perekonomian masyarakat perdesaan. Arndt et al. 1998 juga melakukan studi yang menyajikan pengukuran
kuantitatif keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor
32 pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Analisis yang
dilakukan didasarkan pada analisis computable general equilibrium CGE, model untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian
Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikursertakan pemilahan biaya pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian
diaggregasi ke dalam 8 sub sektor. Permintaan rumah tangga dibedakan menjadi permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi
produk rumah tangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi dan bukan didasarkan pada harga pasar.
Hasil dari studi ini Arndt et al. 1998 mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk perekonomian
Mozambique, karena akan memberikan keuntungan potensial yang cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada dalam
lingkungan yang tidak kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup signifikan.
Penurunan ini akan mentransmisikan keuntungan dari faktor pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata membawa keuntungan
bagi rumah tangga perdesaan karena tersedianya pangan yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya konsumsi rumah tangga.
Nokkala 2002 melakukan studi dengan tujuan untuk menelaah implementasi program investasi sektor pertanian di Zambia dengan menggunakan
kerangka SAM 1995. Ada empat alternatif pola pengeluaran dana investasi sektor pertanian yang dipresentasikan sebagai suatu skenario kebijakan, yaitu skenario:
1 implementasi aktual, 2 implementasi optimal, 3 pengeluaran investasi
33 sepenuhnya pada pertanian non komersial, dan 4 setengah dari pengeluaran
investasi pada pertanian komersial dan setengahnya lagi pada pertanian non komersial. Kerangka SAM yang dibangun terdiri dari tiga neraca endogen dan
tiga neraca eksogen. Tiga neraca endogen tersebut adalah neraca produksi, faktor produksi dan institusi, sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca pemerintah,
kapital dan rest of the world ROW. Di samping itu, studi ini mendekomposisi matrik multiplier ke dalam empat komponen, yaitu: 1 initial injection injeksi
awal, 2 kontribusi bersih dari transfer efek multiplier sebagai hasil dari transfer langsung neraca endogen, 3 kontribusi bersih dari open-loop effect yang
menyerap interaksi antara tiga neraca endogen, dan 4 kontribusi bersih dari sirkulasi closed-loop effect yang menjamin bahwa arus pendapatan antara neraca
endogen saling berhubungan. Hasil analisis empat skenario kebijakan investasi oleh Nokkala 2002
menyatakan bahwa peran skenario shocks pengeluaran aktual Agricultural Sector Investment Program ASIP mendorong produksi pertanian komersial tumbuh
lebih besar daripada pertanian non komersial. Dari aspek pendapatan, program ASIP meningkatkan pendapatan rumah tangga perdesaan tidak berkeahlian lebih
besar daripada rumah tangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian. Hal ini mendukung pandangan bahwa investasi di sektor pertanian menguntungkan
penduduk perdesaan, dalam hal ini kelompok berpendapatan rendah. Hasil analisis skenario 2, 3, dan 4 memperlihatkan hal yang senada dengan skenario 1, namun
dengan komposisi besaran yang berbeda. Studi-studi yang secara tegas menganalisis keterkaitan antara sektor
pertanian dan sektor industri juga dilakukan oleh Vogel 1991, Suwandee 1996,
34 Bautista et al. 1999, dan Bautista 2000 yang semuanya menggunakan
pendekatan SAM. Sedangkan Suwandee 1996 dalam analisisnya menggunakan pendekatan ekonometrika, yaitu dengan analisis cointegration dan error
correction. Bautista 2000 melakukan studi tentang pembangunan industri berbasis
pertanian dengan membangun sebuah model SAM untuk wilayah Vietnam Pusat, yang terdiri dari 25 sektor produksi, 5 faktor produksi, 4 kelompok pendapatan
rumah tangga, 2 perusahaan dan masing-masing satu item dalam neraca pemerintahan, kapital dan rest of the world ROW. Dari hasil analisis dapat
disimpulkan bahwa: Pertama, nilai multiplier output sektor pertanian secara keseluruhan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier sektor
pertambangan dan industri pengolahan. Kedua, distribusi pendapatan pada sektor pertanian dan industri menunjukkan perkembangan positif. Ketiga, nilai multiplier
pendapatan sektor pertanian secara keseluruhan dan dua sektor industri yang mengolah komoditi pertanian, selalu lebih tinggi pada kelompok rumah tangga
yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan yang berpendapatan tinggi, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Keempat, ada hubungan timbal balik
antara pertumbuhan pendapatan rumah tangga pertanian dengan rumah tangga industri. Mekanisme keterkaitan ini pada akhirnya akan membentuk suatu
kekuatan sosial ekonomi guna memperbaiki tingkat produktivitas sektor-sektor tersebut di wilayah pusat perekonomian. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa strategi agricultural demand-led industry ADLI atau industri berbasis permintaan sektor pertanian sangat relevan diterapkan di wilayah Vietnam Pusat
karena kenaikan sumberdaya publik bisa dialokasikan kepada sektor pertanian dan
35 perdesaan. Hal ini akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan
pendapatan rumah tangga di perdesaan, selanjutnya akan menciptakan kekuatan permintaan terhadap barang-barang produksi non pertanian dalam pasar lokal.
Studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian juga dilakukan oleh Vogel 1991. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan strategi ADLI
dengan membangun kerangka SAM 27 sektor. Pengukuran matrik multiplier SAM dengan mentransformasikan data ini dalam tiga tahap. Pertama, neraca luar
negeri dimasukkan dalam blok endogen dalam rangka untuk mengeksplorasi open-economy linkages. Kedua, mereduksi SAM ke suatu disaggregasi umum
untuk menghilangkan urban bias dari matrik multiplier, dengan memodifikasi metode agar aliran pendapatan sektor pertanian ke rumah tangga perdesaan dapat
dipertahankan. Ketiga, path analysis memperhitungkan dekomposisi institusi dari multiplier SAM. Ukuran agregasi kuantitatif dari expenditure paths dengan
mendekomposisi multiplier SAM ke dalam empat kontribusi: input-output, pengeluaran rumah tangga perdesaan dan perkotaan, dan efek perdagangan luar
negeri. Regresi cross-section dilakukan terhadap 10 multiplier pertanian dan dekomposisinya untuk menggambarkan perubahan struktural sektor pertanian dan
industri. Hasil analisis yang dilakukan Vogel 1991 menyimpulkan bahwa: Pertama,
sektor pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat dan keterkaitan ke depan yang lemah dalam memenuhi kualifikasi pertanian sebagai leading sector
dalam strategi industrialisasi Hirschman. Dekomposisi multiplier produksi ini menyoroti kontribusi penting dari permintaan rumah tangga pertanian, membuat
ADLI sebagai suatu alternatif kebijakan yang menarik. Kedua, multiplier
36 pendapatan sektor pertanian rumah tangga perdesaan lebih mendominasi daripada
rumah tangga perkotaan pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebaliknya untuk negara-negara berpendapatan tinggi. Dekomposisi multiplier
pendapatan rumah tangga perkotaan memberikan imbas terhadap konsumen rumah tangga perdesaan dan permintaan input antara sektor pertanian. Ketiga,
multiplier pengeluaran rumah tangga pada sektor pertanian dan dekomposisinya menggambarkan efek Engel dan efek substitusi dari produksi pertanian terhadap
permintaan akhir untuk penggunaan input antara. Multiplier pengeluaran rumah tangga perdesaan pada sektor non pertanian ditemukan menjadi kunci keterkaitan
sektor pertanian terhadap sektor industri. Keempat, path dari perubahan struktural multiplier impor sektor pertanian memperlihatkan suatu hambatan struktural
dalam mengimplementasi strategi ADLI untuk negara-negara berpendapatan rendah.
Studi tentang strategi pembangunan industri yang lebih kompleks dilakukan Bautista et al. 1999, yang mengukur pengaruh dari tiga alternatif pembangunan
industri terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis multiplier SAM dan CGE. Tiga alternatif industri yang dimaksudkan adalah
agricultural demand-led industry ADLI atau industri berbasis permintaan sektor pertanian, food processing-based industry FPB atau industri berbasis pengolahan
pangan, dan light manufacturing-based industry LMB atau industri berbasis manufaktur ringan.
Analisis menggunakan data SAM Indonesia tahun 1995 ini lebih difokuskan dari sisi permintaan. Model SAM yang dibentuk terdiri dari 17 sektor produksi, 6
faktor produksi, 7 kelompok pendapatan rumah tangga, 3 neraca pemerintahan
37 dan 1 neraca masing-masing untuk perusahaan, modal, serta rest of the world
ROW. Analisis yang dilakukan meliputi: Pertama, analisis multiplier yang menghitung pengaruh multiplier langsung dan tidak langsung akibat adanya
injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang mendorong strategi pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Dalam hal ini, multiplier
pendapatan yang diperoleh akan menunjukkan dampak keterkaitan ekonomi pada sektor-sektor produksi, dengan asumsi bahwa tidak ada kendala dalam penawaran.
Multiplier pendapatan yang dihitung juga selalu dihubungkan dengan kelompok- kelompok rumah tangga yang berbeda, dengan maksud untuk menggambarkan
adanya hubungan antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, mengukur tingkat pemerataan pendapatan dengan membandingkan perubahan pendapatan pada
berbagai kelompok rumahtangga menurut strategi ADLI, FPB dan LMB, dengan pusat perhatian pada kelompok farm worker tenaga kerja pertanian, small farm
usahatani kecil, nonfarm low-income rumah tangga di luar pertanian yang berpendapatan rendah, dan urban low-income rumah tangga perkotaan
berpendapatan rendah. Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. 1999 dapat disimpulkan bahwa
pembangunan industri yang berorientasi pada komoditi pertanian lebih tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia dibandingkan
dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan GDP lebih
besar terhadap perubahan pendapatan kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian.
38 Suwandee 1996 melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis
hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian dan industri. Perhatian studi ini adalah untuk memperoleh bukti bahwa kemajuan
sektor pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain dalam proses pembangunan. Studi ini menggunakan data Jepang, Korea Selatan,
dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat proteksi yang tinggi terhadap sektor pertanian, di sisi lain digunakan data Indonesia, Malaysia, dan Thailand
yang cenderung tidak berpihak terhadap sektor pertanian. Analisis yang dilakukan Suwandee 1996 terdiri dari dua tahap
menggunakan teknik time series. Tahap pertama, menyelidiki keberadaan hubungan jangka panjang antara output pertanian dan industri menggunakan
analisis cointegration. Tahap kedua, menyelidiki hubungan jangka pendek antara pertumbuhan output pertanian dan industri dengan menggunakan metode error
correction. Hasil analisis cointegration dari model bivariate menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara output pertanian dan industri pada kasus
Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand, sedangkan pada kasus Indonesia tidak ada hubungan. Dari analisis dengan metode error correction
ditemukan bahwa ada hubungan bi-directional dua arah antara sektor pertanian dan pertumbuhan industri pada semua negara, kecuali pada kasus Malaysia.
Studi tentang pembangunan ekonomi lainnya dilakukan oleh Halder dan Thorbecke 1989 dan Sinha et al. 1999. Halder dan Thorbecke 1989
melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis efek makroekonomi dari pemilihan teknologi terhadap output, tenaga kerja, dan distribusi pendapatan. Efek
makroekonomi, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemilihan
39 teknologi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka SAM Indonesia yang
terdiri dari 78 neraca. Dalam studi ini pilihan teknologi pada tingkat sektoral disajikan dengan melakukan agregasi beberapa sektor secara dualistik-pilihan
teknologi yang digunakan terdiri dari dua teknik, yaitu tradisional dan modern. Dalam studi ini diambil sebanyak 12 sektor yang dianggap mewakili kriteria
teknologi yang didasarkan pada asumsi peneliti dengan menggolongkan ke-12 sektor tersebut ke dalam 6 sektor tertentu, dampak dari adanya substitusi secara
menyeluruh dari teknologi tradisional ke dalam teknologi modern, teramati dengan menggunakan agregasi SAM. Dalam studi ini peneliti menggunakan alat
analisis fixed price multiplier multiplier harga tetap yang membantu memperlihatkan dampak awal dari pemilihan teknik teknologi yang digunakan.
Dari analisis yang dilakukan Halder dan Thorbecke 1989 dapat disimpulkan bahwa: Pertama, pola distribusi pendapatan dan tenaga kerja sangat
sensitif terhadap pengadopsian teknik baru. Kedua, teknik tradisional menghasilkan efek output, tenaga kerja, dan pendapatan yang lebih besar
dibandingkan teknik modern jika pilihan teknologi difokuskan pada penggunaan teknologi modern. Namun jika pilihan ditujukan pada penggunaan teknologi
modern maka rumah tangga perkotaan akan lebih menikmati dampaknya, meskipun secara umum teknologi dengan teknik modern akan memberikan
pendapatan yang lebih besar bagi perusahaan sebagai institusi lain di dalam kerangka SAM dibandingkan dengan yang diberikan oleh teknologi dengan teknik
tradisional. Sinha et al. 1999 melakukan studi dengan menggunakan model SAM,
mencoba membangun suatu kerangka makroekonomi sektor formal dan informal
40 dalam kerangka perekonomian India, dengan fokus analisis adalah sektor formal
dan informal pada faktor produksi dan rumah tangga. Model SAM yang dibangun terdiri atas 24 sektor produksi dan nilai tambahnya, masing-masing dipisahkan
menjadi sektor formal dan informal. Faktor produksi dari 24 sektor tersebut kemudian dibedakan atas empat kelompok, yaitu informal labor, formal labor,
informal capital dan formal capital. Keempat faktor produksi tersebut dianalisis menurut wilayah urban perkotaan dan rural perdesaan. Lebih lanjut, analisis
terhadap rumah tangga di perkotaan dan perdesaan, dipisahkan tipe-tipe rumah tangga sebagai berikut: 1 untuk sektor formal terdiri atas: rural poor, rural
middle, rural rich, urban poor, urban middle dan urban rich; 2 untuk kelompok sektor informal terdiri atas: rural poor-agriculture, rural middle-agriculture,
rural rich-agriculture, urban poor, urban middle dan urban rich. Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa simulasi kenaikan ekspor tekstil pada sektor
formal dan informal sebesar 20 merupakan skenario yang paling baik, karena dapat meningkatkan pendapatan faktor produksi dan rumah tangga yang paling
tinggi, baik pada sektor formal maupun informal. Nilai rata-rata yang dihasilkan menunjukkan bahwa faktor produksi pada sektor formal tampaknya lebih banyak
merasakan dampak dari naiknya ekspor tekstil tersebut. Sedangkan dari aspek distribusi pendapatan dapat diungkapkan bahwa pendapatan rumah tangga di
sektor informal meningkat lebih besar dibandingkan sektor formal. Studi peranan sektoral dalam perekonomian, khususnya sub sektor
kehutanan di Indonesia, antara lain dilakukan oleh Darusman et al. 2003 dan Haeruman et al. 1990. Darusman et. al. 2003 menyatakan bahwa masyarakat
petani perdesaan sudah lama terlibat dalam usaha hutan rakyat. Dalam
41 kenyataannya, distribusi manfaat dari keberadaan hutan rakyat, tidak merata
diantara pelaku yang terlibat. Hal ini menunjukkan masih diperlukannya upaya
pengembangan usaha hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat perlu difokuskan
pada penciptaan efisiensi dan informasi pasar, perluasan usaha kayu rakyat, dan menciptakan iklim kondusif untuk usaha. Prioritas penanganan diarahkan kepada
pihak yang selama ini dalam posisi paling lemah atau paling kecil menerima manfaat dari sistem pembangunan hutan rakyat. Output yang dikehendaki dalam
sistem pengembangan usaha yang menggunakan bahan baku kayu rakyat adalah pendapatan petani, dan kelestarian usaha serta sumberdaya. Usaha pengembangan
hutan rakyat diharapkan akan mampu memberikan dampak ekonomi yang optimal, dalam arti dapat menciptakan dan meningkatkan keseimbangan antara
manfaat yang berupa perbaikan pendapatan terhadap petani kayu rakyat, para pekerja yang terlibat dalam usaha kayu rakyat, para pedagang dan industri, serta
dapat dijadikan sumber pendapatan daerah. Lebih lanjut Darusman et al. 2003 menyatakan bahwa setiap tahapan
kegiatan dalam pembangunan hutan rakyat mempunyai dampak ekonomi seperti halnya pembibitan, penanaman, pemeliharaan tegakan, penebangan, dan
pengolahan. Keberadaan tegakan hutan rakyat, bahkan bisa menarik para wisatawan untuk membelanjakan uangnya di wilayah tegakan tersebut.
Di samping itu, dalam setiap pembangunan hutan rakyat mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung. Adanya lapangan pekerjaan dalam pembangunan
hutan rakyat merupakan manfaat langsung. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti peningkatan kesempatan kerja dan upah, akan mengintensifkan kegiatan
dalam sektor lain, misalnya pada sektor rumah makan, pusat perbelanjaan, dan di
42 sektor publik lainnya, seperti sekolah, kepadatan di jalan raya, serta jasa lainnya.
Manfaat-manfaat dimaksud merupakan efek pengganda multiplier effect dari keberadaan hutan rakyat.
Hasil penelitian Haeruman et al. 1990 menyatakan bahwa unit produksi usaha kayu rakyat umumnya berskala kecil dan bersifat individualperorangan.
Pola usahatani kayu rakyat ini masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi, yakni usaha yang lebih
menguntungkan. Petani hutan milik umumnya belum menggantungkan kehidupannya pada hasil hutan kayu yang akan termanfaatkan pada waktunya.
Usahatani kayu rakyat ini merupakan sumber pendapatan sampingan, selain hasil pertanian di luar hutan milik, dan penghasilan dari sektor lainnya. Usahatani hutan
ini merupakan tabungan yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bila diperlukan. Di beberapa daerah, usahatani kayu rakyat merupakan tradisi turun-temurun
sebagai warisan dari orang tua mereka. Belakangan ini usaha kayu rakyat berkembang pesat terutama karena adanya
peluang pasar yang cukup baik terhadap kayu rakyat. Nilai lahan akan lebih tinggi apabila pasar tegakan kayu menjadi lebih terbuka. Industri yang berbasis kayu
akan berkompetisi dalam memperoleh bahan baku dan mampu membayar dengan tingkat harga yang lebih tinggi. Dalam keadaan tertentu, dimana industri dapat
membayar produk kayu pada suatu tingkat harga, maka harga kayu gelondongan yang akan dikirimkan ke industri tersebut sangat dipengaruhi oleh jarak
pengangkutan. Lokasi hutan yang jauh dengan industri akan cenderung menekan harga kayunya. Demikian juga halnya, apabila biaya penyiapan tanaman ataupun
biaya eksploitasi hutan cukup mahal, biasanya akan memperkecil harga lahan.
43 Secara umum, dampak ekonomi dari keberadaan tegakan hutan milik adalah
penyerapan tenaga kerja yang akan memberikan pendapatan petani, distribusi pendapatan, perolehan pajak pemerintah dan pendapatan asli daerah,
pembentukan tempat pariwisata, dan bahkan mempengaruhi nilai lahan.
2.5. Tinjauan Studi Perilaku Petani