Tinjauan Studi Peranan Sektoral dalam Perekonomian

30 rakyat adalah tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan secara langsung ikut berpartisipasi dalam pengelolaan hutan sesuai dengan kemampuannya yang dapat dikelola tersendiri ataupun sebagai bagian dari kelompok usaha besar Departemen Kehutanan, 2003. Uyang 1997 menjelaskan bahwa melalui proses sosialisasi, dialog, negosiasi, dan partisipasi masyarakat adalah kontribusi nyata dalam kegiatan rehabilitasi lahan yang dilaksanakan secara sadar. Bentuk kontribusi tersebut dapat berupa tenaga, bahan, dan juga pemikiran sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki dan disepakati bersama pada waktu itu. Dalam mengintensifkan rehabilitasi lahan milik, sejak tahun 19941995, Pemerintah Indonesia melalui Instruksi Presiden tentang Penghijauan telah menerapkan model penanganan lahan kritis. Di wilayah hulu DAS Cimanuk, penanganan rehabilitasi lahan secara partisipatif dan terpadu mendapat bantuan investasi dari Bank Dunia Loan IBRD no. 3658 IND dengan sasaran uji coba pada luasan 15 750 hektar, mencakup 31 500 rumah tangga petani lahan kering pada 13 kecamatan di Kabupaten Garut dan 5 kecamatan di Kabupaten Sumedang.

2.4. Tinjauan Studi Peranan Sektoral dalam Perekonomian

Pada umumnya studi tentang peranan pembangunan ekonomi dilakukan dengan pendekatan sektoral. Studi dengan fokus utama pada sektor pertanian dilakukan oleh Arndt et al. 1998 dan Nokkala 2002. Sistem Neraca Sosial Ekonomi atau Social Accounting Matrix SAM Mozambique 1995 yang dinamakan MOZAM telah digunakan oleh Arndt et al. 1998 untuk memberikan pemahaman tentang kompleksitas perekonomian Mozambique termasuk 31 keterkaitan antar sektor dengan fokus utama pada peranan sektor pertanian. Data MOZAM terdiri dari 40 aktivitas produksi, 40 komoditi dan 3 faktor produksi: pertanian dan non pertanian, tenaga kerja, dan kapital. Rumah tangga dibedakan menjadi 2 tipe yaitu rumah tangga perkotaan dan perdesaan. Demikian juga dengan pengeluaran pemerintah government expenditure dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pengeluaran rutin recurrent expenditure dan investasi pemerintah government invesment. Pembagian pengeluaran pemerintah ini dimaksudkan untuk menangkap peran aliran dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rekonstruksi. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk memfasilitasi pengamatan pengeluaran rutin relatif terhadap pajak penghasilan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis multiplier untuk mengukur dampak kumulatif baik secara langsung maupun tidak langsung dari suatu shock. Setelah itu Structural Path Analysis SPA digunakan untuk mendekomposisi nilai multiplier yang dihasilkan menjadi pilahan-pilahan. Hasil studi Arndt et al. 1998 ini menyimpulkan bahwa: Pertama, pengembangan pertanian sangat sesuai dalam membangun keseluruhan kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumah tangga. Kedua, pengembangan pertanian dapat membantu mengurangi kesenjangan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan. Ketiga, strategi pertumbuhan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan harus memfokuskan diri pada sektor pertanian, hal ini diperlihatkan oleh dampak multiplier yang besar pada saat peubah-peubah ini melalui aliran perekonomian masyarakat perdesaan. Arndt et al. 1998 juga melakukan studi yang menyajikan pengukuran kuantitatif keuntungan potensial karena peningkatan produktivitas sektor 32 pertanian dan membangun jaringan pemasaran yang lebih baik. Analisis yang dilakukan didasarkan pada analisis computable general equilibrium CGE, model untuk menangkap keunggulan struktural yang penting dari perekonomian Mozambique. Model ini secara eksplisit mengikursertakan pemilahan biaya pemasaran untuk kegiatan ekspor, impor dan juga penjualan domestik. Pertanian diaggregasi ke dalam 8 sub sektor. Permintaan rumah tangga dibedakan menjadi permintaan atas barang-barang yang dipasarkan dan barang-barang konsumsi produk rumah tangga dengan penilaian harga didasarkan pada biaya produksi dan bukan didasarkan pada harga pasar. Hasil dari studi ini Arndt et al. 1998 mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas pertanian adalah hal yang sangat penting untuk perekonomian Mozambique, karena akan memberikan keuntungan potensial yang cukup besar bagi perekonomian. Namun, peningkatan output pertanian ini berada dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu terdapatnya biaya pemasaran yang cukup tinggi di sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga cukup signifikan. Penurunan ini akan mentransmisikan keuntungan dari faktor pendapatan ke sektor pertanian dan faktor produksi. Namun, kondisi ini ternyata membawa keuntungan bagi rumah tangga perdesaan karena tersedianya pangan yang lebih banyak dan rendahnya harga produsen yang akan menurunkan biaya konsumsi rumah tangga. Nokkala 2002 melakukan studi dengan tujuan untuk menelaah implementasi program investasi sektor pertanian di Zambia dengan menggunakan kerangka SAM 1995. Ada empat alternatif pola pengeluaran dana investasi sektor pertanian yang dipresentasikan sebagai suatu skenario kebijakan, yaitu skenario: 1 implementasi aktual, 2 implementasi optimal, 3 pengeluaran investasi 33 sepenuhnya pada pertanian non komersial, dan 4 setengah dari pengeluaran investasi pada pertanian komersial dan setengahnya lagi pada pertanian non komersial. Kerangka SAM yang dibangun terdiri dari tiga neraca endogen dan tiga neraca eksogen. Tiga neraca endogen tersebut adalah neraca produksi, faktor produksi dan institusi, sedangkan neraca eksogen terdiri dari neraca pemerintah, kapital dan rest of the world ROW. Di samping itu, studi ini mendekomposisi matrik multiplier ke dalam empat komponen, yaitu: 1 initial injection injeksi awal, 2 kontribusi bersih dari transfer efek multiplier sebagai hasil dari transfer langsung neraca endogen, 3 kontribusi bersih dari open-loop effect yang menyerap interaksi antara tiga neraca endogen, dan 4 kontribusi bersih dari sirkulasi closed-loop effect yang menjamin bahwa arus pendapatan antara neraca endogen saling berhubungan. Hasil analisis empat skenario kebijakan investasi oleh Nokkala 2002 menyatakan bahwa peran skenario shocks pengeluaran aktual Agricultural Sector Investment Program ASIP mendorong produksi pertanian komersial tumbuh lebih besar daripada pertanian non komersial. Dari aspek pendapatan, program ASIP meningkatkan pendapatan rumah tangga perdesaan tidak berkeahlian lebih besar daripada rumah tangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian. Hal ini mendukung pandangan bahwa investasi di sektor pertanian menguntungkan penduduk perdesaan, dalam hal ini kelompok berpendapatan rendah. Hasil analisis skenario 2, 3, dan 4 memperlihatkan hal yang senada dengan skenario 1, namun dengan komposisi besaran yang berbeda. Studi-studi yang secara tegas menganalisis keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri juga dilakukan oleh Vogel 1991, Suwandee 1996, 34 Bautista et al. 1999, dan Bautista 2000 yang semuanya menggunakan pendekatan SAM. Sedangkan Suwandee 1996 dalam analisisnya menggunakan pendekatan ekonometrika, yaitu dengan analisis cointegration dan error correction. Bautista 2000 melakukan studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian dengan membangun sebuah model SAM untuk wilayah Vietnam Pusat, yang terdiri dari 25 sektor produksi, 5 faktor produksi, 4 kelompok pendapatan rumah tangga, 2 perusahaan dan masing-masing satu item dalam neraca pemerintahan, kapital dan rest of the world ROW. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa: Pertama, nilai multiplier output sektor pertanian secara keseluruhan selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai multiplier sektor pertambangan dan industri pengolahan. Kedua, distribusi pendapatan pada sektor pertanian dan industri menunjukkan perkembangan positif. Ketiga, nilai multiplier pendapatan sektor pertanian secara keseluruhan dan dua sektor industri yang mengolah komoditi pertanian, selalu lebih tinggi pada kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan yang berpendapatan tinggi, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Keempat, ada hubungan timbal balik antara pertumbuhan pendapatan rumah tangga pertanian dengan rumah tangga industri. Mekanisme keterkaitan ini pada akhirnya akan membentuk suatu kekuatan sosial ekonomi guna memperbaiki tingkat produktivitas sektor-sektor tersebut di wilayah pusat perekonomian. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa strategi agricultural demand-led industry ADLI atau industri berbasis permintaan sektor pertanian sangat relevan diterapkan di wilayah Vietnam Pusat karena kenaikan sumberdaya publik bisa dialokasikan kepada sektor pertanian dan 35 perdesaan. Hal ini akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan pendapatan rumah tangga di perdesaan, selanjutnya akan menciptakan kekuatan permintaan terhadap barang-barang produksi non pertanian dalam pasar lokal. Studi tentang pembangunan industri berbasis pertanian juga dilakukan oleh Vogel 1991. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan strategi ADLI dengan membangun kerangka SAM 27 sektor. Pengukuran matrik multiplier SAM dengan mentransformasikan data ini dalam tiga tahap. Pertama, neraca luar negeri dimasukkan dalam blok endogen dalam rangka untuk mengeksplorasi open-economy linkages. Kedua, mereduksi SAM ke suatu disaggregasi umum untuk menghilangkan urban bias dari matrik multiplier, dengan memodifikasi metode agar aliran pendapatan sektor pertanian ke rumah tangga perdesaan dapat dipertahankan. Ketiga, path analysis memperhitungkan dekomposisi institusi dari multiplier SAM. Ukuran agregasi kuantitatif dari expenditure paths dengan mendekomposisi multiplier SAM ke dalam empat kontribusi: input-output, pengeluaran rumah tangga perdesaan dan perkotaan, dan efek perdagangan luar negeri. Regresi cross-section dilakukan terhadap 10 multiplier pertanian dan dekomposisinya untuk menggambarkan perubahan struktural sektor pertanian dan industri. Hasil analisis yang dilakukan Vogel 1991 menyimpulkan bahwa: Pertama, sektor pertanian memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat dan keterkaitan ke depan yang lemah dalam memenuhi kualifikasi pertanian sebagai leading sector dalam strategi industrialisasi Hirschman. Dekomposisi multiplier produksi ini menyoroti kontribusi penting dari permintaan rumah tangga pertanian, membuat ADLI sebagai suatu alternatif kebijakan yang menarik. Kedua, multiplier 36 pendapatan sektor pertanian rumah tangga perdesaan lebih mendominasi daripada rumah tangga perkotaan pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sebaliknya untuk negara-negara berpendapatan tinggi. Dekomposisi multiplier pendapatan rumah tangga perkotaan memberikan imbas terhadap konsumen rumah tangga perdesaan dan permintaan input antara sektor pertanian. Ketiga, multiplier pengeluaran rumah tangga pada sektor pertanian dan dekomposisinya menggambarkan efek Engel dan efek substitusi dari produksi pertanian terhadap permintaan akhir untuk penggunaan input antara. Multiplier pengeluaran rumah tangga perdesaan pada sektor non pertanian ditemukan menjadi kunci keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor industri. Keempat, path dari perubahan struktural multiplier impor sektor pertanian memperlihatkan suatu hambatan struktural dalam mengimplementasi strategi ADLI untuk negara-negara berpendapatan rendah. Studi tentang strategi pembangunan industri yang lebih kompleks dilakukan Bautista et al. 1999, yang mengukur pengaruh dari tiga alternatif pembangunan industri terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan analisis multiplier SAM dan CGE. Tiga alternatif industri yang dimaksudkan adalah agricultural demand-led industry ADLI atau industri berbasis permintaan sektor pertanian, food processing-based industry FPB atau industri berbasis pengolahan pangan, dan light manufacturing-based industry LMB atau industri berbasis manufaktur ringan. Analisis menggunakan data SAM Indonesia tahun 1995 ini lebih difokuskan dari sisi permintaan. Model SAM yang dibentuk terdiri dari 17 sektor produksi, 6 faktor produksi, 7 kelompok pendapatan rumah tangga, 3 neraca pemerintahan 37 dan 1 neraca masing-masing untuk perusahaan, modal, serta rest of the world ROW. Analisis yang dilakukan meliputi: Pertama, analisis multiplier yang menghitung pengaruh multiplier langsung dan tidak langsung akibat adanya injeksi dari penerimaan eksogen terhadap sektor-sektor yang mendorong strategi pembangunan ketiga alternatif industri tersebut. Dalam hal ini, multiplier pendapatan yang diperoleh akan menunjukkan dampak keterkaitan ekonomi pada sektor-sektor produksi, dengan asumsi bahwa tidak ada kendala dalam penawaran. Multiplier pendapatan yang dihitung juga selalu dihubungkan dengan kelompok- kelompok rumah tangga yang berbeda, dengan maksud untuk menggambarkan adanya hubungan antara pertumbuhan dan pemerataan. Kedua, mengukur tingkat pemerataan pendapatan dengan membandingkan perubahan pendapatan pada berbagai kelompok rumahtangga menurut strategi ADLI, FPB dan LMB, dengan pusat perhatian pada kelompok farm worker tenaga kerja pertanian, small farm usahatani kecil, nonfarm low-income rumah tangga di luar pertanian yang berpendapatan rendah, dan urban low-income rumah tangga perkotaan berpendapatan rendah. Dari analisis yang dilakukan Bautista et al. 1999 dapat disimpulkan bahwa pembangunan industri yang berorientasi pada komoditi pertanian lebih tinggi dan signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan riil GDP Indonesia dibandingkan dengan pembangunan industri yang berorientasi pada pengolahan makanan dan industri ringan. Dari aspek distribusi pendapatan, pengaruh kenaikan GDP lebih besar terhadap perubahan pendapatan kelompok rumah tangga yang berpendapatan rendah, baik di sektor pertanian maupun di sektor non pertanian. 38 Suwandee 1996 melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian dan industri. Perhatian studi ini adalah untuk memperoleh bukti bahwa kemajuan sektor pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain dalam proses pembangunan. Studi ini menggunakan data Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat proteksi yang tinggi terhadap sektor pertanian, di sisi lain digunakan data Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang cenderung tidak berpihak terhadap sektor pertanian. Analisis yang dilakukan Suwandee 1996 terdiri dari dua tahap menggunakan teknik time series. Tahap pertama, menyelidiki keberadaan hubungan jangka panjang antara output pertanian dan industri menggunakan analisis cointegration. Tahap kedua, menyelidiki hubungan jangka pendek antara pertumbuhan output pertanian dan industri dengan menggunakan metode error correction. Hasil analisis cointegration dari model bivariate menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara output pertanian dan industri pada kasus Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, dan Thailand, sedangkan pada kasus Indonesia tidak ada hubungan. Dari analisis dengan metode error correction ditemukan bahwa ada hubungan bi-directional dua arah antara sektor pertanian dan pertumbuhan industri pada semua negara, kecuali pada kasus Malaysia. Studi tentang pembangunan ekonomi lainnya dilakukan oleh Halder dan Thorbecke 1989 dan Sinha et al. 1999. Halder dan Thorbecke 1989 melakukan studi dengan tujuan untuk menganalisis efek makroekonomi dari pemilihan teknologi terhadap output, tenaga kerja, dan distribusi pendapatan. Efek makroekonomi, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pemilihan 39 teknologi ini dianalisis dengan menggunakan kerangka SAM Indonesia yang terdiri dari 78 neraca. Dalam studi ini pilihan teknologi pada tingkat sektoral disajikan dengan melakukan agregasi beberapa sektor secara dualistik-pilihan teknologi yang digunakan terdiri dari dua teknik, yaitu tradisional dan modern. Dalam studi ini diambil sebanyak 12 sektor yang dianggap mewakili kriteria teknologi yang didasarkan pada asumsi peneliti dengan menggolongkan ke-12 sektor tersebut ke dalam 6 sektor tertentu, dampak dari adanya substitusi secara menyeluruh dari teknologi tradisional ke dalam teknologi modern, teramati dengan menggunakan agregasi SAM. Dalam studi ini peneliti menggunakan alat analisis fixed price multiplier multiplier harga tetap yang membantu memperlihatkan dampak awal dari pemilihan teknik teknologi yang digunakan. Dari analisis yang dilakukan Halder dan Thorbecke 1989 dapat disimpulkan bahwa: Pertama, pola distribusi pendapatan dan tenaga kerja sangat sensitif terhadap pengadopsian teknik baru. Kedua, teknik tradisional menghasilkan efek output, tenaga kerja, dan pendapatan yang lebih besar dibandingkan teknik modern jika pilihan teknologi difokuskan pada penggunaan teknologi modern. Namun jika pilihan ditujukan pada penggunaan teknologi modern maka rumah tangga perkotaan akan lebih menikmati dampaknya, meskipun secara umum teknologi dengan teknik modern akan memberikan pendapatan yang lebih besar bagi perusahaan sebagai institusi lain di dalam kerangka SAM dibandingkan dengan yang diberikan oleh teknologi dengan teknik tradisional. Sinha et al. 1999 melakukan studi dengan menggunakan model SAM, mencoba membangun suatu kerangka makroekonomi sektor formal dan informal 40 dalam kerangka perekonomian India, dengan fokus analisis adalah sektor formal dan informal pada faktor produksi dan rumah tangga. Model SAM yang dibangun terdiri atas 24 sektor produksi dan nilai tambahnya, masing-masing dipisahkan menjadi sektor formal dan informal. Faktor produksi dari 24 sektor tersebut kemudian dibedakan atas empat kelompok, yaitu informal labor, formal labor, informal capital dan formal capital. Keempat faktor produksi tersebut dianalisis menurut wilayah urban perkotaan dan rural perdesaan. Lebih lanjut, analisis terhadap rumah tangga di perkotaan dan perdesaan, dipisahkan tipe-tipe rumah tangga sebagai berikut: 1 untuk sektor formal terdiri atas: rural poor, rural middle, rural rich, urban poor, urban middle dan urban rich; 2 untuk kelompok sektor informal terdiri atas: rural poor-agriculture, rural middle-agriculture, rural rich-agriculture, urban poor, urban middle dan urban rich. Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa simulasi kenaikan ekspor tekstil pada sektor formal dan informal sebesar 20 merupakan skenario yang paling baik, karena dapat meningkatkan pendapatan faktor produksi dan rumah tangga yang paling tinggi, baik pada sektor formal maupun informal. Nilai rata-rata yang dihasilkan menunjukkan bahwa faktor produksi pada sektor formal tampaknya lebih banyak merasakan dampak dari naiknya ekspor tekstil tersebut. Sedangkan dari aspek distribusi pendapatan dapat diungkapkan bahwa pendapatan rumah tangga di sektor informal meningkat lebih besar dibandingkan sektor formal. Studi peranan sektoral dalam perekonomian, khususnya sub sektor kehutanan di Indonesia, antara lain dilakukan oleh Darusman et al. 2003 dan Haeruman et al. 1990. Darusman et. al. 2003 menyatakan bahwa masyarakat petani perdesaan sudah lama terlibat dalam usaha hutan rakyat. Dalam 41 kenyataannya, distribusi manfaat dari keberadaan hutan rakyat, tidak merata diantara pelaku yang terlibat. Hal ini menunjukkan masih diperlukannya upaya pengembangan usaha hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat perlu difokuskan pada penciptaan efisiensi dan informasi pasar, perluasan usaha kayu rakyat, dan menciptakan iklim kondusif untuk usaha. Prioritas penanganan diarahkan kepada pihak yang selama ini dalam posisi paling lemah atau paling kecil menerima manfaat dari sistem pembangunan hutan rakyat. Output yang dikehendaki dalam sistem pengembangan usaha yang menggunakan bahan baku kayu rakyat adalah pendapatan petani, dan kelestarian usaha serta sumberdaya. Usaha pengembangan hutan rakyat diharapkan akan mampu memberikan dampak ekonomi yang optimal, dalam arti dapat menciptakan dan meningkatkan keseimbangan antara manfaat yang berupa perbaikan pendapatan terhadap petani kayu rakyat, para pekerja yang terlibat dalam usaha kayu rakyat, para pedagang dan industri, serta dapat dijadikan sumber pendapatan daerah. Lebih lanjut Darusman et al. 2003 menyatakan bahwa setiap tahapan kegiatan dalam pembangunan hutan rakyat mempunyai dampak ekonomi seperti halnya pembibitan, penanaman, pemeliharaan tegakan, penebangan, dan pengolahan. Keberadaan tegakan hutan rakyat, bahkan bisa menarik para wisatawan untuk membelanjakan uangnya di wilayah tegakan tersebut. Di samping itu, dalam setiap pembangunan hutan rakyat mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung. Adanya lapangan pekerjaan dalam pembangunan hutan rakyat merupakan manfaat langsung. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti peningkatan kesempatan kerja dan upah, akan mengintensifkan kegiatan dalam sektor lain, misalnya pada sektor rumah makan, pusat perbelanjaan, dan di 42 sektor publik lainnya, seperti sekolah, kepadatan di jalan raya, serta jasa lainnya. Manfaat-manfaat dimaksud merupakan efek pengganda multiplier effect dari keberadaan hutan rakyat. Hasil penelitian Haeruman et al. 1990 menyatakan bahwa unit produksi usaha kayu rakyat umumnya berskala kecil dan bersifat individualperorangan. Pola usahatani kayu rakyat ini masih dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi, yakni usaha yang lebih menguntungkan. Petani hutan milik umumnya belum menggantungkan kehidupannya pada hasil hutan kayu yang akan termanfaatkan pada waktunya. Usahatani kayu rakyat ini merupakan sumber pendapatan sampingan, selain hasil pertanian di luar hutan milik, dan penghasilan dari sektor lainnya. Usahatani hutan ini merupakan tabungan yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bila diperlukan. Di beberapa daerah, usahatani kayu rakyat merupakan tradisi turun-temurun sebagai warisan dari orang tua mereka. Belakangan ini usaha kayu rakyat berkembang pesat terutama karena adanya peluang pasar yang cukup baik terhadap kayu rakyat. Nilai lahan akan lebih tinggi apabila pasar tegakan kayu menjadi lebih terbuka. Industri yang berbasis kayu akan berkompetisi dalam memperoleh bahan baku dan mampu membayar dengan tingkat harga yang lebih tinggi. Dalam keadaan tertentu, dimana industri dapat membayar produk kayu pada suatu tingkat harga, maka harga kayu gelondongan yang akan dikirimkan ke industri tersebut sangat dipengaruhi oleh jarak pengangkutan. Lokasi hutan yang jauh dengan industri akan cenderung menekan harga kayunya. Demikian juga halnya, apabila biaya penyiapan tanaman ataupun biaya eksploitasi hutan cukup mahal, biasanya akan memperkecil harga lahan. 43 Secara umum, dampak ekonomi dari keberadaan tegakan hutan milik adalah penyerapan tenaga kerja yang akan memberikan pendapatan petani, distribusi pendapatan, perolehan pajak pemerintah dan pendapatan asli daerah, pembentukan tempat pariwisata, dan bahkan mempengaruhi nilai lahan.

2.5. Tinjauan Studi Perilaku Petani