memperlihatkan keinginan untuk menanam pohon lebih banyak untuk beberapa tujuan sehingga pengembangan hutan milik cukup signifikan untuk
dikembangkan.
6.2.2. Partisipasi dalam Bimbingan Teknis
Partisipasi petani dalam pelatihan, pendampingan, dan penyuluhan merupakan indikator yang cukup kuat untuk menjelaskan kelembagaan petani.
Kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan milik menjelaskan bahwa dana bantuan teknis yang disediakan untuk memfasilitasi
kelembagaan kelompok tani hanya berjalan sampai tahun kedua. Hal ini memperlihatkan bahwa kelompok tani tidak akan mendapat pembinaan yang
berkelanjutan dalam mengelola tanaman kayu pada hutan miliknya. Dalam kurun waktu dua tahun, pembinaan terhadap kelompok tani dikhawatirkan belum
mencakup aspek pemeliharaan tanaman kayu agar berproduksi optimal dan aspek pengelolaan lahan yang dapat memberikan manfaat untuk menunjang kehidupan
kelompok. Selama ini, sebagian besar materi penyuluhan yang diberikan terbatas pada aspek penanaman, yang merupakan tahap awal dalam proses produksi
tanaman kayu. Materi yang berhubungan dengan pemeliharaan tanaman, pemanfaatan hasil hutan milik, pengolahan hasil, serta pemasaran hasil hutan
milik, belum bisa diberikan kepada petani walaupun materi tersebut sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan petani. Di samping itu,
kondisi tanaman masih dalam taraf pertumbuhan awal dan belum bisa memberikan hasil kegiatan. Petani dapat memperoleh tambahan pendapatan
dengan jalan memanfaatkan lahan diantara tegakan tanaman kayu atau bekerja di luar kegiatan rehabilitasi lahan milik. Untuk meningkatkan kemampuan,
dinamika, serta wawasan kelompok tani, beberapa materi penyuluhan dan pelatihan perlu diarahkan agar dapat membuka pandangan kelompok dalam
meningkatkan produktivitas lahan. Sebagai tanggapan terhadap tingginya partisipasi petani dalam kegiatan
setiap pelatihan, pendampingan, dan penyuluhan, maka penyempurnaan metode dan materi penyampaian informasi kepada kelompok petani harus diciptakan. Para
petani harus mampu meningkatkan kualitas kelompok tani dalam mengelola rehabilitasi lahan milik. Jadwal waktu pembinaan kelompok sebaiknya tidak
dibatasi dalam kurun waktu 2 dua tahun. Memperhatikan profil peserta kegiatan rehabilitasi lahan milik, bantuan teknik pemerintah dalam bentuk pelatihan,
penyuluhan, dan pertemuan seharusnya terus dilakukan sampai kemampuan lembaga kelompok tani ini lebih respon dalam menghadapi kendala untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Di lain pihak, para petugas pelaksana asistensi kelembagaan petani harus dapat memahami hambatan dan kualitas kegiatan
rehabilitasi lahan. Pelaksana penyuluhan harus mampu menguasai materi yang akan diberikan kepada petani.
Sesuai dengan karakteristik petani hutan milik di Kabupaten Garut, pengalaman berusaha dalam mengelola lahan milik sebagian besar sudah cukup
lama yaitu di atas 15 tahun, walaupun pengelolaan lahan dengan menggunakan komoditi tanaman kayu masih perlu mendapatkan bimbingan teknis. Dalam
pelaksanaan penggunaan bantuan dana rehabiltasi lahan milik, asistensi teknik dari pemerintah terhadap kelompok tani masih diperlukan untuk meningkatkan
tingkat kemampuan lembaga kelompok tani tersebut. Penyuluhan dalam pengembangan hutan milik diarahkan untuk memfasilitasi keterkaitan variabel
produktivitas lahan dan merancang kesesuaian langkah pengembangan hutan milik dalam suatu sistem informasi yang mencakup hasil penelitian kehutanan,
pendidikan kehutanan, dan sejumlah besar informasi yang berhubungan dengan kelayakan berusaha dalam hutan milik. Peningkatan kemampuan individu maupun
kelompok tani diharapkan dapat memberikan pemecahan terhadap masalah dan hambatan yang sangat relevan sehingga tercipta kerangka tindakan perbaikan
dalam produktivitas dan manfaat kegiatan rehabilitasi lahan milik. Penyuluhan dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan diarahkan agar dapat mengkondisikan
adanya tukar informasi secara langsung diantara petani produsen hutan milik dalam mendiagnosa permasalahan, memperkuat pengetahuan individu dan
kelompok tani, penyebaran pengalaman dalam peningkatan kualitas serta kinerja yang terbukti baik dan layak untuk dilakukan.
Selama ini metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani tidak mendapat perhatian yang seksama dari para pengelola hutan milik. Metode yang
paling tepat perlu ditentukan sejalan dengan sasaran penyuluhan. Metoda penyuluhan rehabilitasi lahan milik yang selama ini dilaksanakan perlu dievaluasi
untuk memungkinkan ditingkatkannya efektivitas penyuluhan. Dasar pemikiran penyuluhan yang utama adalah bagaimana membuat dampak penyuluhan terhadap
output pengelolaan hutan milik, kesejahteraan masyarakat tani, dan lingkungan sehat yang berkelanjutan tanpa mengabaikan kepentingan konsumen. Pendekatan
baru terhadap sistem penyuluhan kehutanan bidang rehabilitasi lahan milik perlu didasarkan pada analisa keberhasilan dan kegagalan kegiatan yang ada sekarang.
Keberhasilan dari program penyuluhan harus direncanakan untuk jangka panjang. Godtland 2003, menjelaskan bahwa metode sekolah lapang mempunyai
pengaruh yang lebih baik dibandingkan metode tradisional yang dilaksanakan
oleh para penyuluh.
Bimbingan teknis terhadap pelaksanaan rehabilitasi lahan milik sering dipandang sebagai pelengkap kegiatan. Di dalam proses penyuluhan, kemampuan
kelompok tani harus diidentifikasi, dianalisa, dikembangkan, diinformasikan, dan disebarkan. Kelompok tani tidak hanya memerlukan informasi teknis, tetapi
beberapa aspek tentang informasi pasar, fasilitas modal dan kredit, dan permintaan konsumen. Penyediaan informasi saja kurang cukup untuk berjalannya
suatu kegiatan secara efektif. Dalam berbagai rangkaian kegiatan, kelompok tani harus mampu menganalisa tentang hambatan, mencari solusi, mencoba
memecahkan masalah, yang pada akhirnya dapat memutuskan suatu tindakan dari berbagai alternatif pemecahan tersebut.
6.2.3. Persepsi Terhadap Bimbingan Teknis