Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

(1)

PENGARUH LATIHAN FLEKSIBILITY TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI KLINIK GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA

MEDAN

SKRIPSI

Oleh

FRISKA Br SEMBIRING 131121012

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

(4)

Judul : Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Penulis : Friska Br Sembiring

Jurusan : Fakultas Keperawatan

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus yang memerlukan terapi hemodialisa dan penyakit jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah demografi pasien, lembar observasi dan pengukuran pasien secara langsung. Penelitian ini di lakukan di klinik ginjal rasyida medan dengan jumlah sampel 27 orang dan desain penelitian quasi eksperimen. Hasil uji paired test diperoleh pada kelompok intervensi p=1,000 dan kelompok kontrol p=0,273 sehingga tidak terdapat pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah dan hasil uji t-independent pada data sebelum latihan p=1,000 dan sesudah latihan p=0,18 sehingga dapat di simpulkan tidak pengaruh perubahan tekanan darah pada kelompok kontrol dan intervensi baik sebelum dan sesudah latihan fleksibilitas, tetapi latihan fleksibilitas dapat menstabilkan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik, Terapi Hemodialisa, Latihan Fleksibilitas, Tekanan Darah.


(5)

Title of the Thesis : The Influence of Flexibility Exercise on the Change In Blood Pressure of Chronic Kidney Failure Patients Treated with Hemodialysis Therapy in Rasyida Kidney and Hypertension Clinic, Medan

Name : Friska Br Sembiring Department : Nursing

ABSTRACT

Chronic kidney failure is kidney damage or the decrease in the capacity of glomerular filtration which needs hemodyalisis therapy. Heart disease is the main cause of morbidity and mortality of chronic kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy. The objective of the research was to find out the influence of flexibility exercise on the change in blood pressure of chronic kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy. The instrument of the research was patients’ demography, observation sheets, and patients’ direct measurement. The research was conducted in Rasyida Kidney Clinic, Medan, with 27 respondents as the samples, taken by using quasi experiment. The Result of paired t-test showed that in the intervention group, p = 1.000 and the control group, p = 0.273 which indicated that there was no influence of flexibility exercise on the change in blood pressure; the result of independent t-test before the exercise was done, p = 1.000, and after the exercise was done, p = 0.18 so that it could be concluded that there was no influence on the change in blood pressurein the control and intervention groups, either before or after flexibility exercise, but flexibility exercise could stabilize blood pressure in chronic Kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy.

Keywords: Chronic Kidney Failure, Hemodyalisis Therapy, Flexibility Exercise, Blood Pressure


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal Rasyida Medan” sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penulisan proposal penelitian ini, penulis telah memperoleh beberapa arahan dan bimbingan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp.,MNS, Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU 3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp.,MNS, Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan USU

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS

5. Ibu Cholina Trisa Srg, S.Kep.,Ns, M.Kep, Sp.KMB, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

, Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan USU

6. Ibu Elita Aizar S.Kp, selaku dosen penguji 2 dan Rosina S.Kp, M.Kep.,Sp.KMB, selaku dosen penguji 3.


(7)

7. Kedua orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan material selama penulis mengikuti program pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan masukan dan berbagi ilmu serta mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunans kripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dan karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Januari 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 3

4. Tujuan Penelitian ... 4

5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

1. Tekanan Darah ... 6

1.1 Pengertian ... 6

1.2 Fisiologi ... 7

1.3 Klasifikasi ... 7

1.4 Curah Jantung ... 7

1.5 Tahanan perifer ... 8

1.6 Volume Darah ... 9

1.7 Viskositas ... 10

1.8 Elastisitas ... 10

1.9 Faktor Mempengaruhi Tekanan Darah ... 11

1.10 Pengukuran Tekanan Darah ... 13

2. Latihan Fleksibilitas ... 15

2.1 Pengertian Latihan Fleksibilitas ... 15

2.2 Pathofisiologi Perubahan Tekanan Darah ... 16

2.3 Jenis Latihan Fleksibilitas ... 17

2.4 Kontraindikasi latihan Fleksibilitas ... 19

3. Konsep Gagal Ginjal Kronik ... 19

3.1 Pengertian ... 19

3.2 Klasifikasi ... 20

3.3 Etiologi GGK ... 21

3.4 Pathofisiologi GGK ... 23

3.5 Manifestasi Klinis ... 23

3.6 Perjalanan Klinik ... 26

3.7 Komplikasi ... 27


(9)

4. Konsep Hemodialisa ... 28

4.1 Pengertian ... 28

4.2 Komplikasi ... 30

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 32

1. Kerangka Penelitian ... 32

2. Defenisi Operasional ... 34

3. Hipotesis ... 35

BAB 4 METODELOGI PENELITIAN ... 36

1 Desain Penelitian ... 36

2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

4 Pertimbangan Etik ... 38

5 Instrumen Penelitian ... 40

6 Alat dan Bahan ... 41

7 Pengumpulan Data ... 42

8 Analisa Data ... 43

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

1 Hasil Penelitian ... 45

1.1 AnalisisUnivariat ... 45

1.2 AnalisisBivariat ... 45

2 Pembahasan ... 50

1.1 Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah latihan Fleksibilitas ... 50

1.2 Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah dan Sesudah Latihan Fleksibilitas Pada Kelompok Kontrol dan Intervensi ... 51

1.3 Perbedaan Tekanan Darah Antara kelompok Kontrol dan Kelompok Intevensi ... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 55

1 Kesimpulan ... 55

2 Rekomendasi ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Defenisi Operasional ... 34 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kelompok Intervensi dan Kelompok

Kontrol Berdasarkan Data Demografi ... 47 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah

Latihan Fleksibilitas pada Kelompok Intervensi dan

Kelompok Kontrol ... 48 Tabel 5.3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Latihan

Fleksibilitas pada Kelompok Intervensi dan Kontrol ... 49 Tabel 5.4. Perbedaan Perubahan Tekanan Darah Antara Kelompok


(11)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1. Kerangka Penelitian Pengaruh Latihan Fleksibilitas

Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pasien Gagal Ginjal


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent ... 32

Lampiran 2. Kuesioner ... 61

Lampiran 3. Lembar Observasi Tekanan Darah ... 62

Lampiran 4. Prosedur Mengukur Tekanan Darah ... 64

Lampiran 5. SOP Latihan Fleksibilitas ... 68

Lampiran 6. Persetujuan Komite Etik Keperawatan ... 76

Lampiran 7. Izin Penelitian Klinik Rasyida ... 77

Lampiran 8. Data Demografi Responden ... 78

Lampiran 9. Hasil SPSS ... 80

Lampiran 10. Jadwal Kegiatan ... 87

Lampiran 11. Daftar Riwayat Hidup ... 88

Lampiran 12. Surat Selesai Penelitian ... 89


(13)

Judul : Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Penulis : Friska Br Sembiring

Jurusan : Fakultas Keperawatan

ABSTRAK

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus yang memerlukan terapi hemodialisa dan penyakit jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah demografi pasien, lembar observasi dan pengukuran pasien secara langsung. Penelitian ini di lakukan di klinik ginjal rasyida medan dengan jumlah sampel 27 orang dan desain penelitian quasi eksperimen. Hasil uji paired test diperoleh pada kelompok intervensi p=1,000 dan kelompok kontrol p=0,273 sehingga tidak terdapat pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah dan hasil uji t-independent pada data sebelum latihan p=1,000 dan sesudah latihan p=0,18 sehingga dapat di simpulkan tidak pengaruh perubahan tekanan darah pada kelompok kontrol dan intervensi baik sebelum dan sesudah latihan fleksibilitas, tetapi latihan fleksibilitas dapat menstabilkan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Kata Kunci : Gagal Ginjal Kronik, Terapi Hemodialisa, Latihan Fleksibilitas, Tekanan Darah.


(14)

Title of the Thesis : The Influence of Flexibility Exercise on the Change In Blood Pressure of Chronic Kidney Failure Patients Treated with Hemodialysis Therapy in Rasyida Kidney and Hypertension Clinic, Medan

Name : Friska Br Sembiring Department : Nursing

ABSTRACT

Chronic kidney failure is kidney damage or the decrease in the capacity of glomerular filtration which needs hemodyalisis therapy. Heart disease is the main cause of morbidity and mortality of chronic kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy. The objective of the research was to find out the influence of flexibility exercise on the change in blood pressure of chronic kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy. The instrument of the research was patients’ demography, observation sheets, and patients’ direct measurement. The research was conducted in Rasyida Kidney Clinic, Medan, with 27 respondents as the samples, taken by using quasi experiment. The Result of paired t-test showed that in the intervention group, p = 1.000 and the control group, p = 0.273 which indicated that there was no influence of flexibility exercise on the change in blood pressure; the result of independent t-test before the exercise was done, p = 1.000, and after the exercise was done, p = 0.18 so that it could be concluded that there was no influence on the change in blood pressurein the control and intervention groups, either before or after flexibility exercise, but flexibility exercise could stabilize blood pressure in chronic Kidney failure patients who are treated withhemodyalisis therapy.

Keywords: Chronic Kidney Failure, Hemodyalisis Therapy, Flexibility Exercise, Blood Pressure


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penderita gagal ginjal kronik hanya dapat memproduksi sedikit urin atau bahkan tidak sama sekali karena ginjal tidak dapat lagi membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh penderita mengalami pembengkakan karena penumpukan cairan, sesak nafas dan betambahnya berat badan sehingga pasien perlu mendapat terapi hemodialisa (Broggi, 2009).

Menurut Silberberg (2007) penyakit diabetes dan hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik yang dialami 2 dari 1000 penduduk Amerika. Penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan hemodialisa di Amerika mencapai 450.000 pasien, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahun karena insiden atau kasus baru gagal ginjal kronik sampai dengan tahun 2008 tercatat sebesar 330 per tahun. Penderita gagal ginjal kronik stadium 1 dan 2 mencapai 6% dari populasi dewasa sedangkan stadium 3 dan 4 diperkirakan berjumlah 4% dari populasi tersebut.

Fauci (2008) mengatakan kasus baru gagal ginjal kronik di Indonesia dari data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150 per 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250 per 1 juta penduduk dan sampai dengan tahun 2009 telah menempati urutan petama dari semua penyakit ginjal. Data rekam medik di klinik Ginjal Rasyida Medan tahun 2013 prevalensi pasien hemodialisa sebanyak 310 orang.


(16)

Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer, serta kelemahan otot, hal ini di sebabkan ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri (Smeltzer & Bare, 2008).

Gordon,et al (2012) mengatakan penyakit jantung (CVD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit penyakit ginjal ginjal kronik (CKD) dan pasien yang menjalani hemodialisa. Penyebab kematian terbanyak pada pasien ESRD adalah kematian sehubungan dengan kardiovaskular dan hampir 80 % pasien ESRD mempunyai riwayat hipertensi.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).

Penelitian Ouzouni et al (2009)berpendapat bahwa upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa seperti gangguan kardiovaskuler dan kelemahan otot adalah dengan latihan fisik bagi pasien yang menjalani therapy hemodialisa, oleh karena itu, latihan jasmani sangat potensial menurunkan mortalitas pada populasi ini.

Latihan fisik yang diberikan pada pasien dapat berdampak pada laju aliran, yang mana pada umumnya akan terjadi peningkatan laju aliran darah dan latihan fisik juga meningkatkan hormon epinefrin sehingga berpengaruh dengan aliran


(17)

darah (Hoeman, 2002). Aliran darah berhubungan erat dengan tekanan darah, karena aliran darah juga disebut curah jantung yang merupakan jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam satuan waktu tertentu (Guyton dan Hall, 2010). Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskular perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri (smeltzer & bare, 2001).

Melihat akibat yang dapat di timbulkan oleh gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal Rasyida Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa sebelum dan sesudah diberikan latihan fleksibility?”

3. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa sebelum dan sesudah dilakukan latihan fleksibility?


(18)

b. Bagaimana tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa sebelum dan sesudah dilakukan latihan fleksibility?

c. Adakah pengaruh Latihan fleksibility terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa?

4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi gambaran tekanan darah sebelum dan sesudah latihan fleksibilitas pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa b. Mengidentifikasi pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan

tekanan darah sebelum dan sesudah latihan fleksibility pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

c. Mengidentifikasi pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien yang di berikan latihan dengan pasien yang tidak di beri latihan.

5. Manfaat Penelitian a. Bagi Pasien

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dengan melakukan latihan fleksibility ini dapat memberikan manfaat dalam pencegahan gangguan kardiovaskuler dan kelemahan otot bagi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.


(19)

b. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh latihan fleksibilitas terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa, serta menjadi acuan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam memantau tekanan darah dan memberikan latihan fleksibilitas pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa.

c. Bagi Perawat Hemodialisa

Dari hasil penelitian ini diharapkan perawat memberikan latihan fleksibilitas pada pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa untuk meningkatkan kekuatan otot serta mencegah terjadinya gangguan kardiovaskuler akibat dari GGK dan tidak mengabaikan keadaan hemodinamik pasien tersebut.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam meneliti pasien hemodialisa lainnya pada penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tekanan Darah 1.1.Pengertian

Tekanan darah adalah gaya (atau dorongan) darah ke arteri saat darah dipompakan keluar dari jantung ke seluruh tubuh (Palmer, 2007). Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan menurunkan tekanan darah (Ronny, 2010).

Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60mmHg sampai 140/90mmHg. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Tekananan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah dalam sejarah fisiologi. Kadang-kadang tekanan juga dinyatakan dalam sentimeter air (Guyton, 1996).


(21)

1.2.Fisiologi Tekanan Darah

Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri (Potter & Perry, 2005).

1.3.Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120-129 <80-85

Pre-Hipertensi 130-139 85-89

Hipertensi Derajat 1 (ringan)

140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 (sedang)

160-179 100-109

Hipertensi Derajat 3 (berat)

≥ 180 ≥ 110

1.4.Curah Jantung

Curah jantung adalah volume darah yang dipompakan jantung (volume sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung):

Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup


(22)

Tekanan darah = curah jantung x tahanan vaskuler perifer

Bila volume darah meningkat dalam spasium tertutup, seperti pembuluh darah, tekanan dalam spasium tersebut meningkat. Jadi, jika curah jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak, menyebabkan tekanan darah naik.

Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung, atau peningkatan volume darah. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi lebih cepat daripada perubahan perubahan kontraktilitas otot atau volume darah. Peningkatan frekuensi jantung tanpa perubahan kontraktilitas atau volume darah, mengakibatkan penurunan tekanan darah (Potter & Perry, 2005).

1.5.Tahanan Perifer

Sirkulasi darah melalui jalur arteri, arteriol, kapiler, venula dan vena. Arteri dan arteriol dikelilingi oleh oto polos yang berkontraksi atau rileks untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran arteri dan arteriol berubah untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan local. Misalnya, apabila lebih banyak darah yang dibutuhkan oleh organ utama, arteri perifer berkontriksi, menurunkan suplai darah. Darah menjadi lebih banyak tersedia bagi organ utama karena perubahan tekanan di perifer. Normalnya, arteri dan arteriol tetap berkontriksi sebagian untuk mempertahankan aliran darah yang konstan. Tahanan pembuluh darah perifer adalah tahanan terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus otot vaskuler dan diameter pembuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh, semakin besar tahanan


(23)

vaskuler terhadap aliran darah. Dengan naiknya tahanan, tekanan arteri juga naik. Pada dilatasi pembuluh darah dan tahanan turun, tekanan darah juga turun. (Potter & Perry, 2005).

Tahanan terhadap aliran darah terutama terletak di arteri kecil tubuh, yang disebut arteriol, tetapi meskipun setiap kapiler akan memberikan tahanan yang lebih besar di banding sebuah arteriol, terdapat sejumlah besar kepiler yang tersusun parallel dan berasal dari satu arteriol. Akibatnya terdapat sejumlah lintasan alternative bagi darah dalam perjalanannya dari arteriol ke vena, dan karena inilah maka jaringan kepiler ini tidak memberikan tahanan terhadap aliran darah seperti yang diberikan arteriol (Green, 2008).

1.6.Volume Darah

Volume sirkulasi darah dalam sistem vaskuler mempengaruhi tekanan darah. Pada kebanyakn orang dewasa volume sirkulasi darahnya adalah 5000 ml. Normalnya darah tetap konstan. Bagaimana pun juga, jika volume darah meningkat, tekanan terhadap dinding arteri menjadi lebih besar. Misalnya, pemberian cairan infuse yang cepat dan tidak terkontrol dari cairan intravena meningkatkan tekanan darah. Bila volume darah yang bersirkulasi didalam tubuh menurun, seperti pada kasus hemoragi atau dehidrasi, tekanan darah menurun (Potter & Perry, 2005).


(24)

1.7.Viskositas

Kekentalan atau viskositas darah mempengaruhi kemudahan aliran darah melewati pembuluh darah yang kecil. Hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan viskositas darah. Apabila hematokrit meningkat, dan aliran darah lambat, tekanan darah arteri naik. Jantung harus berkontraksi lebih kuat lagi untuk mengalirkan darah yang kental melewati sistem sirkulasi (Potter & Perry, 2005).

1.8.Elastisitas

Normalnya dinding darah arteri elastic dan mudah berdistensi. Jika tekanan dalam arteri meningkat, diameter pembuluh darah meningkat untuk mengakomodasi perubahan tekanan. Kemampuan distensi arteri mencegah pelebaran fluktasi tekanan darah. Bagaimana pun juga, pada penyakit tertentu, seperti arteriosklerosis, dinding pembuluh kehilangan elastisitas dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat merenggang dengan baik. Dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah. Akibatnya, bila ventrikel kiri menginjeksi volume sekuncupnya, pembuluh tidak lagi memberi tekanan. Sedangkan, volume darah yang diberikan dorongan melewati dinding arteri yang kaku dan tekanan sistemik yang meningkat. Kenaikan tekanan sistolik lebih signifikan daripada tekanan diastolik sebagai akibat dari penurunan elastisitas arteri.

Setiap faktor hemodinamik secara signifikan mempengaruhi yang lainnya. Misalnya, jika elastisitas arteri turun tahanan vaskuler perifer meningkat.


(25)

Pengontrolan yang kompleks dari sistem kardiovaskuler secara normal mencegah salah satu faktor secara permanen mengubah tekanan darah (Potter & Perry, 2005).

1.9.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: a. Volume darah

Berkurangnya volume darah yang bersirkulasi, misalnya akibat perdarahan atau syok, dapat menyebabkan penurunan tekanan sistolik maupun diastolik. b. Frekuensi jantung

Tekanan darah meningkat sejalan dengan meningkatnya frekuensi jantung agar volume darah yang bersirkulasi tidak berubah.

c. Usia

Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia akibat penurunan elastisitas dinding arteri (Johnson & Wendy, 2005). Pada tingkat tekanan darah anak-anak atau remaja dikaji dengan memperhitungkan ukuran tubuh dan usia. Selama remaja tekanan darah tetap bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. Namun, kisaran normal pada anak yang berusia 19 tahun adalah 124-136/77-84 mmHg untuk anak laki-laki dan 124-127/63-74 mmHg untuk anak perempuan. Tekanan darah orang dewasa cenderung meningkat seiring pertambahan usia. Pada lansia cenderung meningkat. Tekanan darah lansia normalnya adalah 140-90 mmHg (Potter & Perry, 2005).


(26)

d. Variasi diurnal

Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam hari.

e. Berat badan

Orang dengan berat badan berlebihan cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi.

f. Jenis kelamin

Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada laki-laki pada usia tersebut. g. Alkohol

Asupan alkohol yang tinggi dan harus terus-menerus berkaitan dengan tekanan darah yang tinggi, meskipun alkohol juga dapat menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormone antidiurertik, yang menimbulkan vasoldilatasi.

h. Merokok

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, yang berlangsung selama 30-60 menit.

i. Makan


(27)

j. Stress, takut, nyeri dan ansietas dapat mengakibatkan stimulasi sistem saraf simpatis, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Efek simpatik meningkatkan tekanan darah.

k. Latihan Fisik

Latihan fisik meningkatkan tekanan darah yang berlangsung selama 30-60 menit.

l. Penyakit

Proses penyakit apapun yang mempengaruhi isi sekuncup, diameter pembuluh darah, tahanan perifer atau pernapasan akan mempengaruhi tekanan darah. m. Renin

Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya tekanan darah (Perry & Potter, 2005)

1.10.Pengukuran Tekanan Darah

Untuk mengontrol tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung , kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan


(28)

rongga manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan tekanan dalam millimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakilis (Smeltzer & Bare, 2001).

Cara mengukur tekanan darah yaitu dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radikal atau brakial menghilang.

Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampau dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmhg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik yang kebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat dibawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul di antara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun dibawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).


(29)

2. Latihan Fleksibility 2.1. Defenisi

Fleksibilitas atau kelenturan/kelentukan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi di sekitarnya untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak maksimal yang diharapkan. Fleksibilitas optimal memungkinkan sekelompok atau satu sendi untuk bergerak dengan efisien. Kelenturan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam sendi. Selain itu, kelentukan ditentukan juga oleh keelastisan otot-otot tendon dan ligamen. Fleksibilitas menunjukkan besarnya pergerakan sendi yang dilakukan secara maksimal. Dengan bertambah umur seseorang memiliki konsekuensi munculnya gangguan pada persendian.

Latihan fleksibilitas merupakan latihan yang membuat kerja sendi menjadi lebih baik, dan pergerakan lebih mudah. dapat dilakukan setiap hari dengan melakukan peregangan otot dengan gerakan yang lambat.Latihan ini dilakukan dengan meregangkan otot-otot hingga terasa tegangan yang ringan, dan menahannya hingga 10 – 20 detik, bernafas dalam dan perlahan ketika peregangan dilakukan, lalu keluarkan nafas perlahan saat menahan pada posisi tersebut. Latihan dimulai dari kepala , leher dan kebawah menuju kaki. Pengulangan sedikitnya dilakukan sebanyak 3 kali. Latihan fleksibilitas dikarakteristikkan dengan peningkatan aktivitas otot dalam berespon terhadap tahanan dan dilakukan pengulangan. Lama waktu latihan yang dapat mengubah kekuatan otot sekitar 4-6 minggu. Latihan mempunyai peranan penting untuk adaptasi termasuk hipertropi otot (Montagu, 2005). Dalam penelitian Sulistyaningsih (2010) dilakukan latihan


(30)

fleksibilitas kepada pasien hemodialisa yang dilakukan dalam waktu 4 minggu selama 30 menit dan hasil penelitian ditemukan adanya pengaruh latihan fleksibilitas untuk kekuatan otot pasien hemodialisa.

2.2. Pathofisiologi Perubahan Tekanan Darah Saat Latihan

Pada saat melakukan latihan fisik peningkatan tersebut akan meningkatkan aktivitas pernafasan dan otot rangka, dari peningkatan aktivitas pernafasan akan meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curahjantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena penurunan ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood, 2005).

Pengaruh epinefrin pada pembuluh darah dapat menyebabkan pelebaran (dilatasi). Peningkatan pelebaran pembuluh darah saat latihan juga disebabkan karena meningkatnya suhu tubuh. Banyak keringat yang keluar akan menyebabkan plasma darah keluar, volume darah menurun sehingga tidak naik berlebihan.

Fritz (2005) mengatakan perubahan fisiologis yang terjadi khususnya pada repon kardiovaskuler dengan melakukan latihan, yaitu stimulasi serat-seratotot


(31)

pada otot rangka meliputi respon syaraf simpatik. Respon sistem syaraf simpatis secara umum meliputi vasokontriksi pembuluh darah periferdan meningkatkan kontraktilitas otot jantung, meningkatkan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah sehingga akan meningkatkan dan distribusi kembali cardiac output. Meningkatnya cardiac output karena peningkatan kontraktilitas otot jantung, denyut jantung dan aliran darah sepanjang otot yang bekerja. Perubahan selama istirahat meliputi penurunan denyut nadi dengan penurunan dominasi syaraf simpatik dan kadar epinephrine dan norepinephrine. Terjadi penurunan tekanan darah dan seringkali terjadi peningkatan volume darah dan hemoglobin yang memfasilitasi pengiriman oksigen.

2.3. Jenis exercise flexibility.

1. Latihan pergerakan kepala dan leher

a. Duduk atau berdiri tegak, pandangan lurus kedepan. b. Perlahan dekatkan telinga kanan kearah bahu kanan.

c. Putar kepala kearah belakang dan dekatkan telinga kiri kebahu kiri.

d. Dekatkan dagu kedada dan putar perlahan dagu kearah sepanjang dada sehingga telinga kiri menyentuh bahu kiri.

e. Tegakkan kembali dagu hingga pandangan lurus kedepan. 2. Latihan Peregangan lengan dan tangan.

a. Duduk atau berdiri tegak.

b. Luruskan lengan kedepan setinggi bahu.


(32)

d. Lengan tetap lurus kedepan lalu buat putaran dipergelangan tangan pertama searah jarum jam kemudian berlawanan arah dengan jarum jam.

3. Latihan Peregangan pinggang a. Berdiri atau duduk tegak b. Angkat kedua tangan ke atas

c. Jatuhkan lengan sebelah kanan dan rasakan tarikan, lalu tegak kembali d. Lakukan yang sama pada lengan kiri

4. Latihan peregangan dada dan punggung belakang a. Berdiri atau duduk tegak

b. Letakkan tangan dibahu dengan siku diluar

c. Buat lingkaran dgn siku ,pertama kedepan lalu kebelakang d. Stop membuat lingkaran lalu buat siku berdekatan didepan dada e. Buka kembali siku dan lalu regangkan rasakan tekanan didada 5. Latihan Peregangan Paha Belakang

a. Duduk tegak

b. Lengkungkan badan raih lutut kiri dgn kedua tangan dan tarik menuju dada c. Letakkan ujung dagu kearah dada dan cobalah menyentuhkan kening ke

lutut, lakukan semampu anda dan tahan

d. Turunkan kembali lutut kiri dan lakukan ulang pada lutut kanan 6. Latihan Peregangan kaki

a. Duduk tegak dengan kaki dilantai, berpegangan pada kursi b. Perlahan angkat kaki kanan sampai lurus didepan


(33)

d. Gerakkan tumit memutar pertama kekanan lalu kekiri.

e. Letakkan kaki kanan kelantai dan lakukan juga pada kaki kiri. 7. Latihan Peregangan betis

a. Letakkan tangan pada sandaran kursi dan berdiri tegak lurus b. Mundurkan kaki kanan selangkah dan tekan tumit kanan dilantai c. Lengkungkan kaki kiri dan rasakan tarikan pada betis kanan

d. Lengkungkan lutut kanan dan rasakan tarikan pada tumit kanan dan tahan. 2.4. Kontraindikasi Latihan fleksibilitas

1. Latihan fleksibilitas tidak boleh dilakukan bila latihan tersebutmengganggu proses penyembuhan seperti pada keadaan patah tulang.

2. Latihan fleksibilitas harus dilakukan dengan hati hati pada area tumit dan kaki untuk meminimalkan stasis vena dan pembentukan thrombus. Tanda-tanda latihan yang tidak tepat adalah timbulnya rasa nyeri dan peradangan.

3. Latihan fleksibilitas harus di monitor dengan ketat pada keadaan setelah gangguan jantung.

2. Gagal ginjal kronik 3.1.Definisi

Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal


(34)

ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003).

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora, 2009).

3.2.Klasifikasi gagal ginjal kronik

Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya adalah: a. Stage 1

Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73 m2 ) atau LFG normal

b. Stage 2

Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2.

c. Stage 3

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.


(35)

d. Stage 4

Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73. e. Stage 5

Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (Arora, 2009). 3.3.Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu penyakit diabetik, penyakit ginjal non diabetik dan penyakit ginjal transplan. Pada ginjal diabetik dapat disebabkan oleh diabetes tipe 1 dan 2. penyebab pada penyakit ginjal non diabetik adalah penyakit glomerulus (penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasia), penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati) penyakit tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat) dan penyakit kistik (penyakit ginjal polikistik).

Pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplan (Suhardjono, 2003 dikutip dari Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi:

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia).


(36)

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa.

g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik tergolong penyebab yang sering pula.

h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab yang lebih sering.

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.

j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.


(37)

3.4.Patofisiologi

Apabila ginjal kehilangan sebahagian fungsinya oleh sebab apapun, nefron yang masih utuh akan mencoba mempertahankan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal. Keadaan ini akan menyebabkan nefron yang tersisa harus bekerja melebihi kapasitasnya, sehingga timbul kerusakan yang akan memperberat penurunan fungsi ginjal (Azmi, 2003).

Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh badan kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsobsi tubulus dalam setiap nefron meskipun filtrasi glomerulus untuk seluruh masa nefron yang terdapat pada ginjal turun dibawah nilai normal. Mekanisme dari adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Bila sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan tubulus glomerulus tidak dapat lagi dipertahankan (Price & Wilson, 1995).

3.5.Manifestasi klinik

Gejala awal gagal ginjal kronik tidak jelas dan sering diabaikan. Gejala umum berupa letargi, malaise, dan kelemahan sering tertutup dan dianggap sebagai gejala penyakit primer. Pada tahap lebih lanjut penderita merasa gatal, mual, muntah dan gangguan pencernaan lainnya. Makin lanjut progresif gagal ginjal kronik makin menonjol keluhan dan gejala uremik organ non ginjal lain


(38)

(Zulkhair, 2004). Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronik menurut Suparman (1990) terdiri atas :

a. Hematologik

Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.

b. Gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui. 4) Gastritis erosif, Ulkus peptikus, dan colitis uremik. c. Syaraf dan otot

1) Miopati

2) Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal. 3) Ensefalopati metabolik Lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,

asteriksis, mioklonus, kejang.

4) Burning feet syndrome Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.


(39)

5) Restless leg syndrome

Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan. d. Kulit

1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.

2) Echymosis akibat gangguan hematologis.

3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat. 4) Bekas garukan karena gatal.

e. Kardiovaskuler

1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau akibat peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensi-aldosteron.

2) Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik.

4) Edema akibat penimbunan cairan. f. Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.


(40)

g. Gangguan Sistem Lain

1) Tulang: Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.

2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.

3) Elektrolit : hiperfosfatermia, hiperkalemia, hipokalsemia. 3.6.Perjalanan Klinik

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama, stadium kedua, dan stadium ketiga atau akhir (Price & Wilson, 1995).

a. Stadium pertama

Stadium pertama ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea daerah normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal dapat di ketahui dengan tes pemekatan kemih yang lama atau dengan tes glomerulus filtrasi yang teliti.

b. Stadium kedua

Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal, gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.


(41)

c. Stadium ketiga atau stadium akhir

Stadium ini disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia, timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap glomerulus filtrasi yang mengalami penurunan.

3.7.Komplikasi gagal ginjal kronik

Bila ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran (ekskresi), maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi racun bagi tubuh sendiri dan mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer (Noer, 2003).

Komplikasi lain yang dapat di sebabkan oleh gagal ginjal kronik adalah cairan dan elektrolit (dehidrasi, hiperkalemia, edema, asidosis metabolik), kalsium fosfat dan tulang (hiperfosfatemia, hipokalsemi, hiperparatiodisme sekunder, osteodictrofi renal), hematologi (anemia, diatesis perdarahan), kardiopulmonal (hipertensi, gagal jantung kongestif, perikarditis uremik), gastrointestinal (nausea, vomitus, esofagitis, gastritis), neuromuskular (miopati, neuropati perifer, enselopati), dermatologi (warna kulit pucat, pruritis, dermatitis) (Robbins, 1999).

Pada sebagian kecil kasus (10%), hipertensi mungkin tergantung renin dan refrakter terhadap kontrol volume natrium ataupun dengan anti hipertensi ringan. Bila K+ serum mencapai kadar sekitar 7 mEq/l, dapat terjadi aritmia yang serius dan juga henti jantung. Hiperkalemia makin diperberat lagi oleh hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia


(42)

biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Anemia berupa penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal yang sakit maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Pada hiperurisemia kadar asam urat yang meninggi maka dihambat biosintesis yang dihasilkan oleh tubuh dan neuropati perifer biasanya simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap akhir (Behrman, 1997 dikutip dari Noer, 2003). Pada pasien gagal ginjal kronik dapat juga mengakibatkan.

3.8.Penatalaksanaan gagal ginjal kronik

Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progresif gagal ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium dan fosfor untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia (Susalit, 2001).


(43)

4. Hemodialisa 4.1.Definisi

Hemodialisis berasal dari dua kata yaitu hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti difusi partikel larut satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membrane semipermeabel (Smeltzer, 2002).

Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir (Nursalam, 2006).

Menurut Le Mone (1996) hemodialisa menggunakan prinsip dari difusi dan ultrafltrasi untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh. Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira-kira sama dengan komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain. Semua larutan molekul lebih kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui difusi.

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena melalui pembedahan (NKF, 2006)


(44)

4.2.Komplikasi hemodialisa

Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).

Meskipun hemodialisis dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Pasien yang mengalami hemodialisis akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai perubahan pada bentuk dan fungsi sistem dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2008).

Tindakan hemodialisa dapat menyebabkan timbulnya berbagai komplikasi yang berasal dari pemasangan kateter di pembuluh darah, berhubungan dengan air yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak, embolisme,


(45)

hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya. Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potassium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (Lameire dan Mehta, 2000).


(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini menggambarkan pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Klinik Ginjal Rasyida Medan. Latihan fleksibilitas dalam penelitian ini menjadi variabel bebas (independen) sedangkan tekanan darah menjadi variabel terikat (dependen). Secara skematis kerangka penelitian tersebut di gambarkan sebagai berikut :


(47)

Kelompok Intervensi Normal Pre hipertensi H.grade 1 H.grade 2 H.grade 3 Kelompok Kontrol Normal Pre Hipertensi H.Grade 1 H.grade 2 H.Grade 3 : Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak di teliti

Skema 3.1. Kerangka penelitian pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Klinik Ginjal Rasyida Medan.

Tekanan darah sebelum latihan fleksibilitas Latihan fleksibilitas Tekanan darah Tidak dilakukan latihan fleksibilitas Tekanan darah Variabel Confounding -Jenis Kelamin -Usia -Riwayat merokok - Penolakan Tekanan darah setelah latihan fleksibilitas


(48)

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian N o Variabel Penelitian Defenisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. 2. Variabel Independen: Latihan Fleksibilitas Variabel Dependen: Tekanan darah Latihan Fleksibilitas adalah kegiatan menggerakkan sendi pada ekstremitas pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa Tekanan darah adalah tekanan yang di timbulkan pada dinding arteri ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh yang terdiri dari tekanan diastolik dan sistolik. Format Latihan Fleksibilitas Stetoskop dan sphygmoma nometer air raksa. Dilakukan latihan dan tidak di lakukan latihan Tekanan darah 1. Pre Hipertensi: 130/85-139/89 mmHg 2.Hipertensi derajat 1: 140/90-159/99 mmHg. 3.Hipertensi derajat 2: 160/100-179/109 Interval


(49)

3. Hipotesa

Berdasarkan kerangka penelitian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian Ha : Terdapat Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pasien GGK Yang Menjalani Terapi Hemodialisa.


(50)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Penelitian di awali dengan membagi responden menjadi dua kelompok. Satu kelompok intervensi diberi latihan fleksibilitas dan kelompok kontrol yang tidak di lakukan latihan fleksibilitas. Setelah pemberian intervensi akan di lakukan kembali pengukuran tekanan darah, selanjutnya hasil pengukuran kelompok intervensi di bandingkan dengan kelompok kontrol.

Desain penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Klinik Ginjal Rasyida Medan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoadmojo, 2012). Berdasarkan rekam medik Klinik Rasyida Medan jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa pada tahun 2013 sebanyak 310, dengan rata-rata populasi selama satu bulan 180 orang pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa di Klinik Ginjal Rasyida Medan.


(51)

2.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojdjo, 2012). Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitiaan ini menggunakan cara non probability sampling dengan teknik kuota sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan menentukan ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang telah di tentukan.

Menurut Arikunto 2006, apabila jumlah subjeknya populasi lebih dari 100 bisa diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari: 1. Kemampuan peneliti dari waktu, tenaga dan dana

2. Sempit luasnya wilayah pengambilan dari subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data

3. Besar kecilnya resiko yang diambil peneliti

Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah 15% dari populasi selama satu bulan dan setelah dilakukan penghitungan maka sampel yang diambil yaitu 27 orang sehingga kelompok intervensi 14 orang dan kelompok kontrol sebanyak 13 orang.

Kriteria sampel dalam penelitian ini sama antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi, yaitu :

Kriteria inklusi :

a. Pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa b. Pasien yang belum mulai melakukan terapi hemodialisa

c. Pasien yang tidak mengalami hipertensi berat d. Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian.


(52)

e. Lama HD kurang dari satu tahun

Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak dapat beraktivitas dengan normal atau tidak dapat berjalan sendiri

2.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Klinik Ginjal Rasyida Medan dengan alasan klinik ginjal tersebut merupakan salah satu klinik yang menangani pasien khusus gangguan ginjal dan hemodialisa dengan jumlah yang besar sehingga dapat mendukung penelitian serta belum pernah di lakukan penelitian untuk melihat pengaruh latihan fleksibility terhadap perubahan tekanan darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Waktu penelitian dimulai dari bulan April-Desember 2014.

2.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan. Peneliti juga akan meminta surat telah dilakukan ethical clearance

ke Komite etik penelitian kesehatan fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian, memberikan surat permohonan untuk mendapatkan izin dari Klinik Ginjal Rasyida Medan. Setelah mendapatkan persetujan, penelitian dapat melakukan intervensi mengukur tekanan darah pada pasien GGK yang menjalani terapi Hemodialisa.

Dalam pengumpulan data terdapat beberapa hal yang berkaitan dengann permasalahan etik yaitu meberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia,


(53)

maka responden menandatangani Informed Consent (surat perjanjian). Tetapi, apabila calon responden tidak bersedia, maka calon berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi responden baik itu resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga baik dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen. Data-data yang diperoleh juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Penelitian ini, juga memperhatikan etik yaitu sebagai berikut:

a. Informed Concent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.

b. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, pada lembar pengumpulan data (kuesioner) tetapi lembar tersebut diberikan kode tertentu.

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti

d. Keadilan

Semua penelitian yang melibatkan manusia didalamnya harus dilakukan tiga prinsip etik mendasar yaitu penghormatan, kebaikan dan keadilan. Kelompok


(54)

kontrol akan dilakukan juga latihan fleksibilitas setelah dilakukan pengukuran tekanan darah (post), sebagai bukti keadilan bahwa setiap responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini akan mendapat perlakuan yang sama dengan pasien intervensi.

2.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan), dengan jenis pengamatan sitematis. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuesioner yang terdiri dari data demografi, lembar observasi dan pengukuran pasien secara langsung dengan klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH 2003 yang terlampir pada bab 2. 2.5.1. Data demografi

Mencakup nomor responden, jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, suku, riwayat merokok, riwayat alkohol dan lama terapi hemodialisa. Data demografi ini bertujuan untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini.

2.5.2. Lembar observasi Tekanan Darah

Hasil pengukuran tekanan darah pada pasien sebelum dilakukan latihan fleksibilitas dan setelah dilakukan latihan disajikan pada lembar observasi yang dilakukan peneliti dengam menggunakan skala mmHg.


(55)

2.5.3. Prosedur Mengukur Tekanan Darah dan Prosedur Latihan Fleksibilitas

Pengukuran tekanan darah dan intervensi latihan fleksibilitas yang akan diberikan kepada pasien yang bersedia untuk menjadi responden dilakukan berdasarkan prosedur pengukuran tekanan darah dan prosedur latihan fleksibilitas.

2.6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a. Alat pengukur tekanan darah (sphygmomanometer) yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah yang bekerja secara manual saat memompa maupun mengurangi tekanan pada manset. Alat ini terdiri dari manset, bola tensi, selang, tabung skala dan air raksa.Agar sphygmomanometer masih dapat digunakan untuk mengukur tekanan darah dengan baik, perlu dilakukan kalibrasi. Cara melakukankalibrasi yang sederhana adalah sebagai berikut:

1. Sebelum dipakai, air raksa harus selalu tetap berada pada level angka nol (0 mmHg).

2. Pompa manset sampai 200mmHg kemudian tutup katup buang rapat-rapat. Setelah beberapa menit, pembacaan mestinya tidak turun lebih dari 2mmHg ( ke 198mmHg). Disini kita melihat apakah ada bagian yang bocor.

3. Laju Penurunan kecepatan dari 200 mmHg ke 0 mmHg harus 1 detik, dengan cara melepas selang dari tabung kontainer air raksa.


(56)

4. Jika kecepatan turunnya air raksa di sphygmomanometer lebih dari 1 detik, berarti harus diperhatikan keandalan dari sphygmomanometer tersebut. Karena jika kecepatan penurunan terlalu lambat, akan mudah untuk terjadi kesalahan dalam menilai. Biasanya tekanan darah sistolic pasien akan terlalu tinggi (tampilan) bukan hasil sebenarnya. Begitu juga dengan diastolik.

b. stetoskop

c. lembar observasi pengukuran tekanan darah d. format latihan fleksibilitas.

2.7. Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian melalui institusi pendididikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, selanjutnya mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Klinik Ginjal Rasyida Medan. Setelah mendapatkan izin maka dilakukan pengumpulan data. Selanjutnya, peneliti menetukan responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian dan meminta kesediaan responden. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani Informed Consent (surat perjanjian).

Peneliti mengisi lembar kuesioner data demografi pasien bardasarkan hasil wawancara, setelah itu peneliti mengobservasi tekanan darah pasien sebelum dilakukan intervensi latihan fleksibilitas (pre). Kemudian, peneliti melakukan intervensi latihan fleksibilitas sambil memperhatikan keadaan pasien dan latihan dilakukan dalam waktu 30 menit, gerakan di ulang minimal 3 kali pada setiap


(57)

bagian gerakan dan gerakan ini dilakukan dalam waktu 1 minggu dan pengukuran tekanan darah dilakukan pada tangan sebelah kanan kepada semua responden dengan posisi duduk dengan menggunakan spygmomanometer air raksa. Setelah intervensi dilakukan, peneliti mengobservasi lagi tekanan darah pasien (post). Pada kelompok kontrol tidak dilakukan latihan fleksibilitas hanya mengukur tekanan darah (pre) dan setelah 30 menit pasien di ukur kembali tekanan darah

(post). Data yang diperoleh akan dikumpulkan untuk dianalisa dan akan di lakukan selama satu minggu.

2.8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang merupakan hasil wawancara peneliti pada saat pengisian kuoesioner data demografi dan hasil. pengukuran tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum dan setelah dilakukan latihan fleksibilitas. Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

a. AnalisisUnivariat

Analisis univariat digunakan untuk menyajikan distribusi frekuensi data-data demografi pasien GGK yang menjalani terapy hemodialisa, tekanan darah sebelum dilakukan latihan fleksibilitas dan tekanan darah sesudah dilakukan latihan fleksibilitas dalam bentuk tabel. Pada kelompok kontrol hanya di ukur tekanan darah (pre) dan setelah 30 menit dukur kembali (post) dalam bentuk tabel. b. Analisis Bivariat

AnalisisBivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah pada pasien yang dilakukan latihan fleksibilitas dan yang tidak dilakukan latihan


(58)

fleksibilitas.Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik T test Dependent dimana untuk melihat perubahan tekanan darah pada pada pasien yang dilakukan latihan fleksibilitas dengan pasien yang tidak dilakukan latihan fleksibilitas dan uji statistik paired t-test untuk melihat perubahan tekanan darah pada pasien sebelum dilakukan latihan dan sesudah dilakukan latihan


(59)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini akan menguraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang terapi hemodialisa di Klinik Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan. Pengumpulan data dilakukan dari bulan oktober sampai dengan desember 2014 dengan jumlah responden sebanyak 27 orang. Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang dilakukan latihan fleksibilitas dan kelompok kontrol yang tidak dilakukan latihan fleksibilitas.

1.1. Deskripsi Karakteristik Responden

Data deskriptif karakteristik responden pada tabel 5.1 mencakup usia, jenis kelamin, suku, riwayat merokok, riwayat alkohol, lama terapi hemodialisa, frekwensi hemodialisa dan penyakit penyebab gagal ginjal kronik. Hasil penelitian menunjukkan dari 13 orang kelompok kontrol menunjukkan bahwa, sebagian besar responden berada pada usia dewasa tengah (40-64 tahun) 85%. Berdasarkan jenis kelamin di dapatkan responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (69%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (31%). Berdasarkan suku responden dengan suku terbanyak adalah suku batak sebanyak 9 orang (70%). Responden dengan riwayat perokok sebanyak 8 orang (62%). Responden yang tidak pernah memiliki riwayat minum alkohol sebanyak 11 orang (85%), lama terapi hemodialisa selama 7 bulan sebanyak 7 orang (54%), frekuensi hemodialisa yang dijalani responden dua kali seminggu sebanyak 14 orang


(60)

(100%), penyakit penyebab gagal ginjal kronik pada responden adalah hipertesi sebanyak 9 orang (69%).Sedangkan hasil penelitian pada kelompok intervensi dari 14 orang responden berdasarkan usia responden terbanyak pada usia dewasa tengah (40-64 tahun) sebanyak 8 orang (57%). Responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang (64%) berbanding dengan perempuan sebanyak 5 orang (36%). Berdasarkan suku responden terbanyak dengan suku batak sebanyak 10 orang (72%), responden dengan riwayat perokok dan bukan perokok sebanyak 7 orang (50%), responden yang tidak pernah memiliki riwayat alkohol sebanyak 13 orang (100%), lama terapi hemodialisa pasien selama 10 bulan sebanyak 7 orang (50%), frekuensi terapi hemodialisa pasien dua kali seminggu sebanyak 13 orang (100%), penyakit penyebab gagal ginjal kronik yang dialami responden adalah hipertensi sebanyak 9 orang (64%).


(61)

Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Berdasarkan data demografi di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Bulan September sampai Oktober 2014 (n=27)

Kontrol Intervensi Karakteristik Frekuensi % Frekuensi % Usia

Dewasa muda(21-39) 2 15 6 43 Dewasa tengah(40-64) 11 85 8 57 Jenis Kelamin

Perempuan 4 31 5 36 Laki-laki 9 69 9 64 Suku

Batak 9 70 10 72 Jawa 0 0 2 14 Melayu 2 15 2 14 dll 2 15 0 0 Riwayat merokok

Pernah 8 62 7 50 Tdk pernah 5 38 7 50 Riwayat alkohol

Pernah 2 15 0 0 Tdk pernah 11 85 14 100 Lama Terapi HD

7 bulan 7 54 2 14 8 bulan 5 38 5 36 10-12 bulan 1 8 7 50 Frekuensi HD

1x/minggu 0 0 0 0 2x/minggu 13 100 14 100 Penyakit penyebab GGK

Hipertensi 9 69 9 64 Diabetes Mellitus 4 31 5 36


(62)

1.2. Gambaran Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Latihan Fleksibilitas Pada Kelompok kontrol dan Intervensi

Dari hasil penelitian maka dapat diketahui gambaran tekanan darah responden sebelum dan sesudah latihan fleksbilitas pada tabel 2 berikut

Tabel 5.2.Distribusi Frekuensi Tekanan darah responden dan post latihan Fleksibilitas pada Kelompok Kontrol dan Intervensi

Tekanan Darah Pre Lat.Fleksibilitas Post Lat.Fleksibilitas K.Intervensi K.kontrol K.intervensi K.kontrol n % n % n % n % Pre-hipertensi 4 28,6 4 30,8 4 28,6 2 15,4 Hipertensi grade 1 6 42,9 5 38,5 6 42,9 6 46,2 Hipertensi grade 2 4 28,6 4 30,8 4 28,6 5 38,5

Dari hasil tabel diatas di temukan bahwa pre latihan fleksibilitas kelompok intervensi hasil terbesar yaitu pada hipertensi grade 1 sebanyak 6 orang (42,9%) dan post intervensi data terbanyak pada hipertensi grade 1 sebanyak 6 orang (42,9%) dan tekanan darah pasien pada kelompok intervensi stabil sedangkan pada kelompok kontrol hasil terbesar yaitu pada hipertensi grade 1 sebanyak 5 orang (38,5%) dan pengukuran darah terakhir sebanyak 6 orang (46,2%) dan tekanan darah pada kelompok kontrol di temukan tidak stabil.

1.3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan sesudah Latihan Fleksibilitas Hasil penelitian pada tabel ini menggunakan uji t dependent yang menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah pada pasien sebelum dan sesudah latihan fleksibilitas. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.


(63)

Tabel 5.3.Perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan fleksibilitas pada kelompok kontrol dan intervensi

Kelompok Mean SD P value n t Intervensi 150 3,922 1,000 14 0,000 Kontrol 165,38 4,082 0,584 13 0,562

Dari Tabel diatas ditemukan bahwa pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak adanya pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah dengan nilai p> 0,05 dengan nilai 1,000, tetapi latihan fleksibilitas dapat menstabilkan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

1.4. Perbedaan Tekanan Darah Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Pada hasil perbedaan antara kelompok kontrol dan intervensi menggunakan uji t-independent, hasil yang di dapatkan tidak ada perbedaan antara kelompok kontrol dan intervensi baik sebelum dan sesudah latihan karena nilai yang di dapatkan p value >0,05. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 5.4. Perbedaan Perubahan Tekanan Darah Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.

Variabel K.Intervensi K.Kontrol P Value t Mean SD Mean SD

Pre 150/90 12,403 150,77/87 14,979 0,885 -0,146 Post 150/87 13,587 150,77/87 14,977 0,890 -0,140

Dari hasil tabel diatas ditemukan pada uji t-independent bahwa tidak ada di temukan pengaruh latihan fleksibilitas antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan nilai p>0,05 dimana nilai p pada sebelum latihan 0,885 dan


(64)

sesudah latihan nilai p=0,890, tetapi latihan fleksibilitas dapat menstabilkan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

2. Pembahasan

Peneliti membahas masalah mengenai bagaimana pengaruh latihan fleksibilitas terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa

2.1. Distribusi Frekuensi Tekanan Darah Responden Sebelum dan Sesudah Latihan Fleksibilitas

Hasil penelitian mengenai gambaran tekanan darah responden baik kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang terbanyak pada hipertensi grade 1 dimana dikatakan hipertensi grade 1 yaitu 140/90 mmHg-159/99 mmHg. Hal ini disebabkan oleh faktor usia karena menurut Potter&Perry (2005) tekanan darah seseorang dapat meningkat sesuai dengan usia, semakin tua usia maka tekanan darah semakin meningkat dan pada lansia tekanan darah mencapai 140/90 mmHg. Anggara (2013) juga mengemukakan dengan bertambahnya usia terjadi regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif dan adanya faktor alamiah dalam tubuh yaitu pembuluh darah dan hormone serta arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga pembuluh darah akan menyempit dan kaku. Hasil penelitian yang di peroleh bahwa pasien dengan usia dewasa tengah (40-64) merupakan responden yang terbanyak pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, tekanan darah yang meningkat juga di akibatkan oleh faktor penyakit


(65)

gagal ginjal kronik yang di alami pasien dan riwayat penyebab penyakit yang di alami pasien terbanyak adalah hipertensi.

2.2. Tekanan Darah Sebelum Dan Sesudah Latihan Fleksibilitas Pada Kelompok Kontrol Dan Intervensi

Hasil penelitian yang di temukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan nilai p>0.05 sehingga disimpulkan bahwa hipotesa ditolak atau tidak ada nya perbedaan tekanan darah .Secara teori yang di kemukakan oleh Sherwood (2005) latihan fisik menyebabkan peningkatan volume sekuncup yang akan langsung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri meningkat dan setelah tekanan darah arteri meningkat akan terjadi fase istirahat terlebih dahulu, akibat dari fase ini dapat menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka dan menyebabkan aktivitas saraf simpatis dan epinefrin menurun, namun aktivitas saraf simpatis meningkat, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung menurun.

Ada pun faktor yang mempengaruhi tidak ada nya perbedaan tekanan darah adalah responden mengkonsumsi obat anti hipertensi yang bekerja dalam tubuh selama 6-12 jam sehingga latihan fleksibilitas yang di berikan tidak berpengaruh terhadap tekanan darah pasien karena obat anti hipertensi yang di konsumsi oleh pasien menurunkan tekanan darah dengan menyekat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, mencegah vasokotriksi dan menurunkan produksi aldosteron dan retensi cairan, mengurangi volume cairan bersirkulasi (Anggara, 2013)


(66)

Ada pun faktor lain yaitu karena riwayat merokok pada ke dua kelompok di temukan data terbesar pasien memiliki riwayat merokok hal ini seperti yang dikemukakan oleh Perry&Potter (2005) merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut Depkes (2007) rokok dapat mengakibtkan hipertensi karena nikotin dan karbon dioksida yang terkandung dalam rokok akan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan elastisitas pembuluh darah berkurang dan nikotin memiliki efek langsung terhadap arteri koronaria dan platelet darah dan inhalasi karbon dioksida mengurangi kapasitas eritrosit membawa oksigen selain itu juga dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.

2.3. Perbedaan Tekanan Darah Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian mengenai perbedaan tekanan darah kelompok kontrol dan intervensi di lakukan dengan menggunakan uji t-independent dimana hasil yang di temukan nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga dapat di simpulkan bahwa hipotesa penelitian ditolak. Faktor yang menjadi penyebab tidak ada nya perbedaan tekanan darah adalah karena pasien mengkonsumsi obat antihipertensi dimana obat ini bekerja di dalam tubuh selama 6-12 jam sehingga latihan yang di berikan kepada pasien tidak berpengaruh karena fungsi obat anti hipertensi tersebut menurunkan tekanan darah dengan menyekat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, mencegah vasokotriksi dan menurunkan produksi aldosteron dan retensi cairan, mengurangi volume cairan bersirkulasi (Anggara, 2013).

Hal lain yaitu responden mudah lemah karena pasien yang menjalani terapi hemodialisa kurang dari setahun dan belum dapat menerima sepenuhnya tentang


(67)

penyakit dan responden terbanyak menjalani terapi hemodialisa adalah pada usia dewasa tengah (40-64 tahun) baik dari kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dan usia termuda 28 tahun. Usia merupakan faktor yang dapat menggambarkan kondisi dan mempengaruhi kesehatan seseorang dan mempengaruhi tekanan darah. Hal ini disebabkan oleh faktor usia karena menurut Potter&Perry (2005) tekanan darah seseorang dapat meningkat sesuai dengan usia, semakin tua usia maka tekanan darah semakin meningkat dan pada lansia tekanan darah mencapai 140/90 mmHg. Anggara (2013) juga mengemukakan dengan bertambahnya usia terjadi regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif dan adanya faktor alamiah dalam tubuh yaitu pembuluh darah dan hormone serta arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga pembuluh darah akan menyempit dan kaku.

Faktor lain seperti jenis kelamin juga berpengaruh terhadap tekanan darah, menurut Potter&Perry (2005) bahwa pria memiliki tekanan darah lebih tinggi dari wanita. Menurut Susalit (2001) tekanan darah pria lebih tinggi dari pada wanita karena komposisi tubuh wanita lebih banyak lemak sehingga butuh oksigen lebih untuk pembakaran tetapi setelah menopause tekanan darah wanita lebih tinggi dari pada pria akibat hormonal dan responden terbanyak pada penelitian ini adalah laki-laki baik pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Faktor riwayat merokok juga dapat mempengaruhi tekanan darah responden dilihat dari data terbesar reponden banyak yang memiliki riwayat merokok. Menurut Perry&Potter (2005) merokok dapat meningkatkan tekanan


(68)

darah, karena efek nikotin dan karbon dioksida. Ada pun faktor lain yaitu penolakan, karena di temukan pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa dibawah 1 tahun adanya perasaan tidak menerima akan tindakan yang diberikan karena menganggap selain hemodialisa tidak ada terapi yang bergua lagi untuk dirinya.

Oleh karena itu, faktor mengkonsumsi obat antihipertensi,jenis kelamin, usia, merokok dan penolakan, maka latihan fleksibilitas yang diberikan selama 1 minggu kepada responden tidak berpengaruh, tetapi latihan fleksibilitas dapat membuat tekanan darah pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa tetap stabil.


(69)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Kesimpulan

Latihan fleksibilitas merupakan latihan yang membuat kerja sendi menjadi lebih baik, dan pergerakan lebih mudah. dapat dilakukan setiap hari dengan melakukan peregangan otot dengan gerakan yang lambat.

Latihan ini dilakukan dengan meregangkan otot-otot hingga terasa tegangan yang ringan, dan menahannya hingga 10 – 20 detik, bernafas dalam dan perlahan ketika peregangan dilakukan, lalu keluarkan nafas perlahan saat menahan pada posisi tersebut. Latihan dimulai dari kepala , leher dan kebawah menuju kaki. Pengulangan sedikitnya dilakukan sebanyak 3 kali. latihan fisik yang dilakukan selama 30 menit dapat meningkatkan tekanan darah.

2. Rekomendasi

Hasil penelitian ini di harapkan memberi manfaat pada pendidikan dan dan penelitian keperawatan. Adapun rekomendasi yang peneliti ajak adalah sebagai berikut:

2.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diketahui tidak ada perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan latihan fleksibilitas tetapi dapat menstabilkan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa, latihan ini juga dapat membuat kerja sendi menjadi lebih baik dan pergerakan lebih mudah, dimana hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan.


(1)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_kontrol .197 13 .176 .819 13 .012

Post_kontrol .233 13 .053 .825 13 .014


(2)

Hasil Uji Paired Test

Kelompok Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre_Intervensi 150.00 14 12.403 3.315

Post_Intervensi 150.00 14 13.587 3.631

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Pre_Intervensi &

Post_Intervensi 14 .959 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Me

an Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

Pre_Intervensi - Post_Intervensi

.00

0 3.922 1.048 -2.265 2.265 .00

0 13 1.000

Kelompok Kontrol

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pre_Kontrol 165.38 13 18.980 5.264

Post_Kontrol 163.85 13 18.502 5.131

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Pre_Kontrol & Post_Kontrol 13 .957 .000


(3)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Me

an

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Low

er Upper Pair 1 Pre_Kontrol -

Post_Kontrol 1.5

38 5.547 1.538 -1.81 4


(4)

Hasil Uji T-Independent

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Sebelum Intervensi 14 150.00 12.403 3.315

kontrol 13 150.77 14.979 4.154

Sesudah Intervensi 14 150.00 13.587 3.631

kontrol 13 150.77 14.979 4.154

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Sebelu

m

Equal variances

assumed .887 .355

-.146 25 .885 -.769 5.277 -11.637 10.099 Equal variances

not assumed

-.145

23.3

92 .886 -.769 5.315 -11.754 10.215 Sesuda

h

Equal variances

assumed .260 .615

-.140 25 .890 -.769 5.497 -12.091 10.552 Equal variances

not assumed

-.139

24.2


(5)

Lampiran 11

Jadwal Kegiatan

No

Kegiatan

Bulan

April

2014

Mei 2014

Juni

2014

Juli

2014

Sept

2014

Okt

2014

Nov

2014

Dec

2014

Januari

2014

Feb

2014

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Pembahasan judul

proposal kepada

dosen pembimbing

2

Pembuatan proposal

dan konsultasi

kepada dosen

pembimbing

3

Pengajuan surat

penelitian ke fakultas

keperawatan USU

4

Pengajuan surat

penelitian ke klinik

Rasyida meda

5

Penelitian ke Klinik

Rasyida Medan

6

Penyusunan skripsi

dan konsultasi

skripsi kepada dosen


(6)

Lampiran 11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

:

Friska Br Sembiring

Tempat, Tanggal Lahir

:

Batam, 18 September 1992

Jenis Kelamin

:

Perempuan

Agama

:

Kristen

Alamat :

Lingga, Kecamatan simpang IV

Kabupaten Karo

Riwayat Pendidikan

1.

Tahun 1996 - 1998

:

TK Malikussaleh Lhoksumawe

2.

Tahun 1998 - 2004

:

SD Methodist Kabanjahe

3.

Tahun 2004 - 2007

:

SMP Methodist Kabanjahe

4.

Tahun 2007 - 2010

:

SMA N 1 Kabanjahe

5.

Tahun 2010 - 2013

:

STIKes Santa Elisabeth Medan


Dokumen yang terkait

Luaran Pasien Anak dengan Gagal Ginjal Terminal

0 19 8

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

0 40 9

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

2 45 9

Perbedaan Tekanan Darah Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa BLUD Dr Pirngadi Medan

10 63 66

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik GGK Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 1997-1999

0 38 73

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi Tahun 2007-2008.

0 31 105

Studi Diagnosa Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Disebabkan Oleh Penyakit Hipertensi Yang Menimbulkan Dampak Spesifik Pada Keseimbangan Elektrolit Tubuh Terutama Kadar Na Dan K.

2 42 53

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tekanan Darah 1.1.Pengertian - Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 26

Pengaruh Latihan Fleksibility Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 12

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Klinik Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 30