BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penderita gagal ginjal kronik hanya dapat memproduksi sedikit urin atau bahkan tidak sama sekali karena ginjal tidak dapat lagi membuang limbah sisa
metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh penderita mengalami pembengkakan karena penumpukan cairan, sesak
nafas dan betambahnya berat badan sehingga pasien perlu mendapat terapi hemodialisa Broggi, 2009.
Menurut Silberberg 2007 penyakit diabetes dan hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik yang dialami 2 dari 1000 penduduk Amerika.
Penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan hemodialisa di Amerika mencapai 450.000 pasien, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahun karena insiden atau
kasus baru gagal ginjal kronik sampai dengan tahun 2008 tercatat sebesar 330 per tahun. Penderita gagal ginjal kronik stadium 1 dan 2 mencapai 6 dari populasi
dewasa sedangkan stadium 3 dan 4 diperkirakan berjumlah 4 dari populasi tersebut.
Fauci 2008 mengatakan kasus baru gagal ginjal kronik di Indonesia dari data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150 per 1 juta
penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250 per 1 juta penduduk dan sampai dengan tahun 2009 telah menempati urutan petama dari semua penyakit
ginjal. Data rekam medik di klinik Ginjal Rasyida Medan tahun 2013 prevalensi pasien hemodialisa sebanyak 310 orang.
Universitas Sumatera Utara
Gagal ginjal kronik dapat mengakibatkan hipertensi, anemia, asidosis, ostedistrofi ginjal, hiperurisemia dan neuropati parifer, serta kelemahan otot, hal
ini di sebabkan ginjal tidak berfungsi sebagai salah satu alat pengeluaran ekskresi, maka sisa metabolisme yang tidak dikeluarkan tubuh akan menjadi
racun bagi tubuh sendiri Smeltzer Bare, 2008. Gordon,et al 2012 mengatakan penyakit jantung CVD merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit penyakit ginjal ginjal kronik CKD dan pasien yang menjalani hemodialisa. Penyebab
kematian terbanyak pada pasien ESRD adalah kematian sehubungan dengan kardiovaskular dan hampir 80 pasien ESRD mempunyai riwayat hipertensi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi,
hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran
kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa Hudak Gallo, 1996. Penelitian Ouzouni et al 2009berpendapat bahwa upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa seperti gangguan kardiovaskuler dan kelemahan otot adalah dengan
latihan fisik bagi pasien yang menjalani therapy hemodialisa, oleh karena itu, latihan jasmani sangat potensial menurunkan mortalitas pada populasi ini.
Latihan fisik yang diberikan pada pasien dapat berdampak pada laju aliran, yang mana pada umumnya akan terjadi peningkatan laju aliran darah dan latihan
fisik juga meningkatkan hormon epinefrin sehingga berpengaruh dengan aliran
Universitas Sumatera Utara
darah Hoeman, 2002. Aliran darah berhubungan erat dengan tekanan darah, karena aliran darah juga disebut curah jantung yang merupakan jumlah darah yang
dipompa oleh jantung dalam satuan waktu tertentu Guyton dan Hall, 2010. Tekanan darah menggambarkan interaksi dari curah jantung, tekanan vaskular
perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri smeltzer bare, 2001.
Melihat akibat yang dapat di timbulkan oleh gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di Klinik
Ginjal Rasyida Medan.
2. Rumusan Masalah