8
bertanggung jawab atas pengikatan dan pengiriman toksin ke dalam sel inang. Toksin proteolitik berperan dalam pemecahan protein inang menjadi gejala penyakit, contohnya
botulinum dari Clostridium botulinum. Target botulinum adalah synaptobrevin yang mencegah pengeluaran neurotransmitter yang dapat menyebabkan paralysis. Botulinum
dapat mencerna synaptobrevin dan menyebabkan paralysis susunan saraf periferi. Membrane-disrupting toxins ditemukan pada beberapa spesies bakteri dan membentuk
pori pada membran sel inang yang akhirnya sel menjadi lisis Wilson et al. 2002. Toksin pembentuk pori merupakan toksin yang mampu membentuk pori pada sel target yang
memfasilitasi masuknya toksin yang disekresikan, sebagai contoh Colicin pada E. coli Parker dan Feil 2004.
2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri
Pada dasarnya gejala penyakit pada tanaman disebabkan oleh masuknya protein tertentu atau toksin yang dihasilkan oleh patogen ke dalam sel inang. Masuknya protein
ini ke dalam sel tanaman menyebabkan dua fenomena. Pada tanaman yang rentan, infeksi menyebabkan gejala dan dapat diikuti dengan kematian jaringan dan akhirnya
kematian tanaman compatible interaction. Pada tanaman yang resisten atau tanaman bukan inang akan terjadi reaksi hipersensitif yang ditandai dengan adanya nekrosis
pada area yang terinfeksi incompatible interaction Wiggerich et al. 2000. Selama kurun waktu dua dekade ini, penelitian yang mengarah ke mekanisme
patogenisitas pada bakteri terhadap tanaman ataupun hewan dan manusia sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian ini menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang
mekanisme patogenisitas pada bakteri. Ada beberapa hipotesis yang menunjukkan jalur sekresi protein pada bakteri Gram negatif. Hueck et al. 1998 menyatakan ada empat
tipe jalur sekresi, yaitu Type I sec -independent pathway T1SS, Type III sec- independent pathway T3SS, serta Type II dan Type IV sec-dependent secretion
pathway T2SS dan T4SS. Gambar 2 menunjukkan bagan skematik sistem sekresi protein. Hueck et al.
1998, Buttner Bonas 2002 dan Noel et al. 2002 menyatakan bahwa sistem sekresi tipe I T1SS serupa dengan tipe III T3SS, yaitu tidak tergantung pada sistem
sekresi dan tidak melibatkan proses amino terminal dari protein yang disekresikan. Beberapa T1SS ditunjukkan pada sistem sekresi alpha-hemolisin E. coli, adenilat siklase
oleh B. pertusis, leukotoksin oleh Pasteurella haemolytica, dan protease oleh P. aeruginosa dan Erwinia crysanthemi. T1SS memerlukan tiga protein sekretori, yaitu
9
pada membran dalam suatu ATP-binding cassette protein ABC protein, yang menyediakan energi untuk sekresi protein. Protein membran luar yang mengeluarkan
protein melalui jalur sekresi. Membran fusi protein yang membantu protein meninggalkan membran dalam dan menjangkau ruang periplasmik.
Paling sedikit piranti T3SS tersusun atas 20 protein, sebagian ada di membran dalam dan memerlukan ATP-ase yang terikat membran. Protein yang disekresi melalui
jalur tiga tidak mengalami proses amino terminal selama sekresi. Sistem ini sebagai mesin translokasi protein patogenisitas ke dalam sitosol sel eukariotik. Sekresi protein
diregulasi oleh kontak dengan permukaan sel target. Pada T3SS melibatkan needle yang menghubungkan sel bakteri dengan sel tanaman.
Gambar 2. Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif dan Gram positif http:www.jenner.ac.ukBacBix3pPvir_facs.htm
protein membran
lipoprotein
enzim, chaperone
10
Gambar 3. Skematik lima jalur utama sistem sekresi.
Keterangan : ABC eksporter E. coli Hly T1SS, jalur Xcp P. aeruginosa T2SS, sistem Ysc untuk sekresi protein Yop pada Yersinia T3SS, sistem VirB dan Cag
A. tumefaciens dan H. pylori T4SS, dan sekresi IgA1-protease pada N.gonorrhoeae autotransport er atau T5SS. IM, membran dalam; OM,
Membrane luar; N, amino terminal; C, karboksil terminal Omori dan Idei 2003
11
Jalur T2SS dan T4SS melibatkan tahap yang terpisah dari transpor melalui membran dalam ke membran luar. Protein yang dikeluarkan pada jalur ini ditandai
adanya 30 asam amino, terutama berupa signal sekuen amino terminal yang hidrofobik. Signal sekuen membantu protein ke luar dan dipotong oleh signal peptidase yang ada di
periplasmik ketika protein mencapai periplasmik. Jalur T4SS termasuk kelompok autotransporter, diantaranya immunoglobulin
gonococcal dan protease lain dari Helicobacter pylori. Pada jalur T4SS, protein dikeluarkan dari sitoplasma melalui jalur sekresi dan terjadi pemotongan signal peptida
amino terminal. Pada bakteri Gram positif, eksotoksin dikeluarkan melalui ABC transporter.
Desvaux et al. 2006 menyatakan bahwa T3SS terdapat juga pada bakteri Gram positif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor virulen pada bakteri Gram positif
dikeluarkan melalui ABC transporter dan melalui T3SS. Omori dan Idei 2003 mengemukakan bahwa sistem transport eksoprotein pada
bakteri Gram negatif melibatkan lima tipe. Autotransporter mempunyai kelompok tersendiri, yaitu T5SS, seperti terlihat pada Gambar 3.
Eksotoksin di dalam sel tanaman dapat menyebabkan gejala penyakit atau hanya reaksi hipersensitif. Hal ini sangat tergantung dari genotip tanaman. Butner dan Bonas
2002 mengemukakan hipotesis mekanisme terjadinya penyakit atau pertahanan pada tanaman setelah diinfeksi oleh patogen seperti terlihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4
dapat dijelaskan bahwa protein AvrBs3 mempunyai karakteristik 34 asam amino berulang, dua karboksil terminal fungsional sebagai sinyal lokalisasi di inti NLSs dan
suatu acidic activation domain AAD. AvrBs3 masuk ke dalam sel inang melalui T3SS. Di dalam sel tanaman, NLSs berikatan dengan importin
α dan bersama-sama dengan
importin β
menuju inti sel. Secara langsung maupun tidak langsung melalui protein X interaksi antara AvrBs3 dengan DNA tanaman memulai untuk modulasi transkriptom
inang dan muncul gejala penyakit pada tanaman yang rentan. Pada tanaman yang resisten respons pertahanan diinduksi pengenalan AvrBs3 protein R Bs3 Butner dan
Bonas 2002.
12
Gambar 4. Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan avirulen dari AvrBs3 pada Xanthomonas campestris pv vesicatoria
Buttner dan Bonas 2002.
2.5 Protein Membran Dalam Inner Membrane Proteins