Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines

(1)

MEMBRAN, impX, YANG TERLIBAT DALAM

PATOGENISITAS PADA

Xanthomonas axonopodis

pv. glycines

ANY FITRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 0 0 7


(2)

DALAM PATOGENISITAS PADA Xanthomonas axonopodis pv. glycines

Merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2007

Any Fitriani G361020021


(3)

Any Fitriani. Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam

patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Dibimbing oleh Antonius

Suwanto, Budi Tjahjono dan Aris Tri Wahyudi.

Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) adalah bakteri penyebab penyakit

pustul pada tanaman kedelai. Mutan non patogenik (Xag M715) telah dikonstruksi

melalui mutagenesis transposon untuk mengetahui gen yang terlibat patogenisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada Xag

M715.

DNA sekitar penyisipan Tn5 dari Xag YR32 diisolasi melalui inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). Analisis BLASTN dari urutan DNA memperlihatkan similaritas

pada nukleotida yang terlibat patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv citri

(GenBank accession No. NC003919) dengan identity 99%. BLASTX menunjukkan

bahwa urutan nukleotida menyandikan inner membrane protein (imp) dan cystein

protease (cp) (identity 90% dan 99%). Analisis Open Reading Frame (ORF) finder

menunjukkan dua arah transkripsi yang berlawanan dari gen impX dan cp. Putative

promoter, ribosom binding site (RBS), kodon awal dan akhir ditemukan pada gen impX.

Putative promoter, RBS, kodon awal dan akhir ditemukan pada gen cp. Analisis ini

menunjukkan bahwa transposon menyisip pada C-terminal impX. Analisis fungsi protein

menunjukkan sebagai putative ABC-ATPase, suatu protein transmembran, famili ABC

transporter, termasuk kelompok ABC-A1 yang mengekspor molekul. Analisis menunjukkan bahwa transposon menyisip pada ATP-ase dari ABC-ATPase. Analisis

transkrip pada Xag YR32 menunjukkan bahwa gen ditranskrip tetapi hanya terdeteksi

sangat tipis pada Xag M715. Analisis hibridisasi Northern memperlihatkan bahwa gen

impX bersifat monosistronik dengan ukuran sekitar 546 bp. Introduksi impX ke dalam

Xag M715 dapat mengembalikan sifat patogen pada bioesai kotiledon kedelai. Xag

M715 menjadi patogen kembali. Sepuluh hari setelah infeksi, kotiledon yang terinfeksi

oleh Xag YR32 menjadi coklat, sedangkan Xag M715 (pRP06) mencoklat pada 14 hari

setelah infeksi. Analisis statistik menunjukkan bahwa fenotip Xag M715 berbeda dengan

Xag M715 (pRP06) dan fenotip Xag YR32 sama dengan Xag M715 (pRP06). Analisis

awal ekspresi protein menunjukkan bahwa gen impX diekspresikan pada E. coli

BL21(DE3)pLysS. Fenotip non-patogenik dari Xag M715 disebabkan oleh penyisipan

transposon pada ATP-ase dari ABC-ATPase transporter.


(4)

transposon mutagenesis to identify gene involved in pathogenicity. The objective of this

study are (1) to isolate gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (2) to

characterize gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (3) to study structure and

function of gene involved pathogenicity in Xag YR32, (4) to determine position of

transposon insertion in Xag M715.

DNA from Xag YR32 surrounding the Tn5 insertion (1,3 kb) was isolated employing inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). BLASTN analysis of the DNA sequence

showed similarity to a region involved in pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv

citri (GenBank accession No. NC 003919) 99% identity. BLASTX showed the sequence encodes inner membrane protein (imp) and cystein protease (cp) (identity 90% and 99%, respectively). Open Reading Frame (ORF) finder analysis showed two opposite transcription direction of impX and cp genes. Putative promoter, ribosome binding site

(RBS), start and stop codon, and stop transcription were found in impX. However,

promoter, RBS, start and stop codon were found in cp. This analysis showed that the

transposon was inserted in C-terminal portion of ImpX. Analysis of protein function indicated as putative ABC-ATPase. It is a transmembrane protein ABC transporter family, include in ABC-A1 type cluster that exported molecule. This analysis revealed

that transposon was inserted in ATPase of ABC-ATPase. Transcript analysis in Xag

YR32 revealed that the gene was transcribed but could only be detected as a very thin in

Xag M715. Northern hybridization analysis showed that the gene is monocistronic of

about 546 bp. Introduction of impX into Xag M715 could restore pathogenicity in

soybean cotyledon assay, Xag M715 recovered to pathogenic. Ten days after infection,

cotyledon infected by Xag YR32 were browning, meanwhile Xag M715(pRP06) were

browning in 14-days after infection. Statistical analysis revealed that phenotype of Xag

M715 was different from Xag M715(pRP06) and phenotype of Xag YR32 was the same

as Xag M715(pRP06). Preliminary protein expression of impX in E. coli showed that

gene of impX was expressed in E. coli BL21(DE3)pLysS. Non pathogenic phenotype of

Xag M715 was caused by transposon insertion in ATPase of ABC-ATPase transporter.


(5)

MEMBRAN, impX, YANG TERLIBAT DALAM

PATOGENISITAS PADA

Xanthomonas axonopodis

pv. glycines

ANY FITRIANI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi : Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(6)

Program Studi : Biologi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc.

Anggota Anggota

Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. Dr. Drs. Aris Tri Wahyudi, M.Si.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Analisis Gen Penyandi Protein

Terikat Membran, impX, yang Terlibat dalam Patogenisitas pada Xanthomonas

axonopodis pv glycines”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. atas segala bimbingan dan dedikasinya selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Research Center Microbial Diversity (RCMD) dan penulisan disertasi. Atas kebaikan dan perhatian Beliau yang tulus, penulis dapat melakukan sebagian penelitian di Laboratorium Research and Development Charoen Phokpand Indonesia. Diskusi-diskusi yang menarik dan sarat dengan ilmu, selalu Beliau tumpahkan dan tidak mengenal waktu. Banyak hal dari Beliau yang dapat dijadikan teladan sebagai ilmuwan dan pendidik yang baik. Selama menjadi bimbingan Beliau, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum matakuliah Rekayasa Genetika Tahun 2004/2005, Tahun 2005/2006, dan Tahun 2006/2007 PS Bioteknologi, SPs IPB, pengajar pada Pokok Bahasan Bioteknologi Mikroba pada matakuliah Prinsip-prinsip Bioteknologi (BIO-400) pada Tahun 2005/2006,

Departemen Biologi, IPB, Reviewer pada Majalah Biosains Hayati, November 2006.

Selain itu, penulis diminta untuk memberi Kuliah khusus pada matakuliah Kapita Selekta Bioteknologi Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB pada 6 November 2006. Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya untuk Dr.

Aris Tri Wahyudi, M.Si. atas pengarahan pada metode Inverse Polymerase Chain

Reaction (IPCR) dan segala masukan dalam diskusi selama penelitian dan penulisan disertasi ini. Beliau juga selalu memberikan dukungan semangat selama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Agr. atas dukungan dan doa selama proses penelitian berlangsung. Penulis tak lupa sampaikan rasa terima kasih pada Bapak Dr. Muhammad Machmud, M.Sc., APU dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Departemen Pertanian atas masukan dan penyempurnaan disertasi ini. Juga kepada Bapak Dr. Ir. Giyanto, M.Si dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB atas masukan dan wawasan tentang ilmu yang dipelajari pada disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan


(8)

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat, Dr. Yaya Rukayadi, atas dorongan semangat yang tak henti-henti dan bantuan literatur yang sulit diperoleh. Dr. Irawan Tan, atas dukungan dan persahabatan yang tulus. Juga kepada teman-teman alumni RCMD, Dr. Andi Khaeruni R., Ir. Cecilia A. Semahu, M.Si., Dra. Nurhasanah, M.Si, Ir. Dede Abdulrakhman, dan teman satu bimbingan di RCMD, Ir. Tati Barus , M.P. dan Artini Pangastuti, SSi, M.Si. atas persahabatan yang tulus.

Kepada Mamah dan Bapak, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dorongan moril dan doa selama menempuh pendidikan ini. Terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Taufik Mahpudin atas doa, kasih sayang, dukungan moril dan materil, pengertian dan pengorbanannya selama penulis mengikuti program S3 di IPB.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan tak tersebutkan namanya, penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Semoga budi baik yang diberikan diterima Allah SWT sebagai amal shaleh. Semoga disertasi ini menjadi sumbangan ilmu yang bermanfaat. Amien.

Bogor, April 2007 Any Fitriani


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 2 Februari 1965 sebagai anak sulung dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Achmad Sumantri dan Ibu Emi Rustemi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di Bandung.

Pada tahun 1983 penulis diterima sebagai mahasiswa Biologi Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui jalur Proyek Perintis II. Pada tahun 1987 sampai dengan 1989, penulis menjadi staf peneliti di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Fitokimia, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati, ITB. Pada tahun 1989 penulis lulus sebagai Sarjana Biologi. Pada tahun 1989 sampai dengan 1991, penulis menjadi Kepala Bagian Research and Development Plant Tissue Culture pada PT Purwasari Nusantara, Yayasan Bunga Nusantara. Pada tahun 1995 penulis mendapat beasiswa Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) dari Departemen Pedidikan dan Kebudayaan RI, diterima pada Program Studi Biologi, Program Pascasarjana ITB dan menamatkannya pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis mendapat beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional RI untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia sejak tahun 1991.

Selama mengikuti Program Doktor, penulis berkesempatan menyajikan karya ilmiah

berjudul “Analysis of A Gene Involved in Pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv.

glycines” pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PIT PERMI) 2006 di Solo, 26-27 Agustus 2006. Sebagian dari Disertasi ini akan dipublikasikan pada Journal Microbiology Indonesia dengan judul “Evidence for a Link Between Pathogenicity and the Role of Imp Bacterial Transport Effector Proteins in

Soybean Infection by Xanthomonas axonopodis pv glycines” (telah diterima untuk


(10)

xi II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroorganisme Penyebab Pustul Bakteri ... 4

2.2 Gejala dan Epidemiologi Pustul Bakteri ... 5

2.3 Patogenisitas pada Bakteri... 7

2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri ... 8

2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins)... 12

2.6 ATP Binding Cassette Transporter (ABC transporter)... 16

2.7 ATPase... 18

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid... 19

3.2.2 Media Tumbuh ... 20

3.3 Metodologi 3.3.1 Isolasi DNA Genom Total ... 20

3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR)... 21

3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa... 21

3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas ... 22

3.3.5 Isolasi DNA Plasmid ... 23

3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA ... 23

3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino ... 23

3.3.8 Isolasi RNA dan RT-PCR ... 24

3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern ... 24

3.3.10 Uji Komplementasi... 26

3.3.11 Konjugasi Tiga Tetua ... 26

3.3.12 Bioesai Patogenisitas pada Kotiledon Kedelai ... 27

3.3.13 Kloning dan Ekspresi Gen impX... 27

3.3.14 Isolasi Protein... 28

3.3.15 Elektroforesis Protein dengan SDS-PAGE... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inverse PCR... 29

4.2 Analisis urutan DNA ... 30

4.3 Analisis Struktur Gen ... 32

4.4 Analisis Fungsi ImpX ... 39

4.5 Analisis RNA... 43

4.6 Uji Komplementasi ... 46

4.7 Bioesai Kotiledon ... 48


(11)

xii

4.9 Implikasi Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya ... 59 4.10 Hipotesis Mekanisme Patogenisitas pada Xag... 60

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 62 5.2 Saran... 62


(12)

3 Hasil analisis FASTX ……….. 32 4 Hasil pengujian patogenisitas dengan bioesai kotiledon ……… 48

5 Persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai ……… 49 6 Tabel kontingensi efek nekrosis setiap perlakuan galur bakteri .. 53


(13)

xiv

Nomor Halaman

1 Pustul bakteri pada kedelai ... 7 2 Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri

Gram negatif dan Gram positif ... 10 3 Skematik lima jalur utama sistem sekresi... 11 4 Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan

avirulen dari AvrBs3 dari Xanthomonas campestris pv vesicatoria 13 5 Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer ... 15 6 Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli …………. 16 7 Struktur skematik beberapa ABC transporter ... 18 8 Hidrolisis ATP ... 19 9 Elektroforesis gel agarosa DNA produk dari hasil inverse PCR .... 29 10 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil verifikasi pFT3551 ... 30 11 Plasmid rekombinan pFT3551 ... 30 12 Hasil analisis BLASTN... 31 13 Hasil penyejajaran urutan nukleotida ukuran 1,3 kb

dengan database... 31 14 Hasil analisis ORF untuk Imp ... 33

15 Hasil analisis ORF untuk Cp ... 34 16 Struktur gen pada fragmen 1,3 kb dari

Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32... 35 17 Posisi situs restriksi pada fragmen 1,3 kb Xag YR32 ... 36 18 Hasil analisis ORF sekuen imps yang telah digabungkan ... 36 19 Urutan DNA dari struktur gen impX dan asam aminonya serta


(14)

xv

22 Peta fisik putative ABC-ATPase transporter ImpX pada

Xag YR32 ... 42 23 Hasil elektroforesis sampel RNA total dari berbagai

Xanthomonas... 43 24 Elektroforesis gel agarosa DNA hasil RT-PCR

dari RNA total sampel... 44 25 Elektroforesis gel agarosa terdenaturasi RNA dan analisis

hibridisasi RNA Xag YR32 dan Xag M715... 46 26 Konstruksi plasmid pRP06 ... 47 27 Hasil verifikasi pRP06... 48

28 Diagram persentase gejala nekrosis pada kotiledon kedelai setelah diinfeksi beberapa galur bakteri ... 49 29 Hasil uji komplementasi... 50 30 Konstruksi plasmid pEG01 untuk ekspresi protein heterologous .. 57 31 Verifikasi hasil PCR impX dan verifikasi plasmid pEG01

dengan NdeI dan BamHI... 58 32 Hasil SDS-PAGE protein total ... 58

33 Uji patogenisitas Xag YR32 dan Xag M715 in planta ... 59 34 Hipotesis mekanisme patogenisitas pada Xag YR32 dan


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L. Merr.) merupakan salah satu bahan pangan yang

termasuk kategori kacang-kacangan dan menduduki lima besar sebagai pangan dunia. Kedelai bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang tergolong skala kecil-menengah ini berada dalam jumlah yang sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedelai yang mencapai lebih dari 2.24 juta ton setiap tahunnya.

Produksi kedelai dunia tahun 2006 didominasi oleh Amerika Serikat (82,8 juta ton/thn), Brazil (50,2 juta ton/thn), Argentina (38,3 juta ton/thn), China (16,9 juta ton/thn), India (6,0 juta ton/thn), Paraguay (3,5 juta ton/thn), Canada (3,0 juta ton/thn) dan Bolivia (1,7 juta ton/thn). Produksi Indonesia pada tahun 2006 hanya 0,749 juta ton, sementara itu keperluan Nasional adalah 2,119 juta ton. Hal ini berarti ketergantungan akan suplai kedelai impor sekitar 1,37 juta ton. Lonjakan impor kedelai disebabkan peningkatan konsumsi produk industri dan impor kedelai Indonesia menghabiskan devisa sebanyak 200-300 juta dollar Amerika Serikat pertahun (Departemen Pertanian 2006).

Kandungan gizi kedelai sangat baik untuk nutrisi manusia. Komposis i kimia biji kedelai terdiri atas 40% protein, 20% lemak atau minyak, 35% karbohidrat, dan 5 persen serat. Kandungan protein dalam biji kedelai sebagian besar terdiri atas asam amino leusin. Kandungan lemak didominasi oleh lemak tak jenuh seperti asam linolenat, asam linoleat dan asam oleat. Karbohidrat terdiri atas disakarida sukrosa (2,5-8,2%), trisakarida raffinosa (0,1-1,0%), dan tetrasakarida stachyosa (1,4-4,1%). Kedelai juga mengandung fitoestrogen berupa isoflavon yang dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Serat pada kedelai merupakan polisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi, kedelai dijuluki sebagai Gold from The Soil. Selain itu, karena kandungan protein yang sangat baik sebagai bahan nutrisi manusia, juga kandungan

asam amino yang beragam, maka kedelai dijuluki sebagai World’s Miracle

(Soybean-Wikipedia, the free encyclopedia.htm).

Sampai saat ini, Indonesia adalah pengimpor potensial kedelai. Hal ini kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai, karena Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai, yaitu 1,4 juta ha setelah China (8 juta ha) dan India (4,5 juta ha). Peningkatan


(16)

tanaman kedelai disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengendalian hama dan penyakit yang belum baik. Ada lima jenis penyakit utama kedelai yaitu, busuk akar dan batang (Rhizoctonia solani), karat (Phakopsora pachyrhizi), kerdil kedelai

(Soybean Stunt Virus), bakteri hawar daun (Pseudomonas syringae pv. glycines),

dan pustul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv. glycines) (Departemen Pertanian

2005).

Penyakit pustul bakteri termasuk salah satu penyebab rendahnya produktivitas

kedelai yang paling menentukan. Awal mula terjadinya infeksi, Xanthomonas

axonopodis pv glycines (Xag) masuk ke dalam ruang antar sel daun melalui angin

dan air. Xag melakukan kolonisasi dan mulai menunjukkan gejala pada 20-30 hari

setelah tanam. Gejala awal ditandai dengan adanya bercak hijau pada permukaan atas dan bawah daun. Kemudian terbentuk penonjolan di bagian tengah bercak permukaan bawah daun. Tonjolan ini akan membesar dan jaringan sekitarnya akan mati. Pada saat terkena angin, jaringan yang mati akan terbawa dan akhirnya berlubang (Hartman et al. 1999).

Penanganan penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya dengan rotasi tanaman atau tanaman dengan genotip resisten terhadap penyakit ini. Selain itu, pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan biokontrol. Di Laboratorium kami, telah dilakukan penelitian tentang biokontrol penyakit pustul

bakteri yaitu Pseudomonas fluorescens B29 yang mampu berkompetisi dengan Xag.

Mekanisme kompetisi kedua jenis bakteri ini adalah karena kedua jenis bakteri tersebut hidup menempati relung ekologi yang sama pada filosfer (Suwanto 1994a). Selain itu, pengendalian penyakit dapat didekati dengan pemahaman mekanisme patogenisitas. Penelitian yang mengarah ke mekanisme patogenisitas

pada Xag telah dilakukan, diantaranya oleh Rukayadi (1998), Akhdiya (2000), dan

Pratiwi (2004). Rukayadi (1998) telah mengkonstruksi peta genetik parsial dan

mengkarakterisasi sintasan epifitik mutan Xag M715 yang bersifat non patogenik.

Mutan Xag M715 dikonstruksi dari Xag YR32 tipe liar melalui mutagenesis dengan

transposon menggunakan pYR103. Pada pYR103 terdapat transposon komposit

miniTn5-KmR yang merupakan turunan dari Tn5 dengan penambahan gen resisten

trimetrophim (TpR). Hasil hibridisasi Southern menggunakan pelacak pYR103

berukuran 2,8 kb-EcoRI menunjukkan bahwa transposon menyisip pada potongan


(17)

melakukan pengujian in planta pada tanaman kedelai dan tomat dari isolat-isolat Xag

yaitu YR32 (tipe liar) dan M715 (mutan nonpatogenik). Hasilnya menunjukkan bahwa YR32 bersifat patogen pada tanaman kedelai dan reaksi hipersensitif pada tomat sedangkan M715 tidak menunjukkan sifat patogenisitas pada tanaman kedelai dan reaksi hipersensitif pada tomat.

Akhdiya (2000) telah mengamplifikasi fragmen DNA pengapit transposon berukuran 0,7 kb yang telah disisipkan pada pGEM-T Easy (pAA01) dengan menggunakan primer Km-Tn903 dan M13F. Pratiwi (2004) telah mengidentifikasi

posisi penyisipan transposon pada mutan Xag M715 dengan menggunakan pAA01

sebagai pelacak. Fragmen DNA kemudian diurut nukleotidanya dan diperoleh urutan DNA berukuran 1,8 kb. Berdasarkan analisis bioinformatikanya, terdapat tiga kerangka, yaitu : (1) kerangka I ialah 68 nukelotida yang mirip dengan ujung

karboksil gen xcsN penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas

axonopodis pv. citri str. 306, (2) kerangka II mirip dengan akhir sekuen AEO11699

atau gen penyandi protein sistem sekresi tipe II pada Xanthomonas axonopodis pv

citri str. 306., (3) kerangka III mirip dengan gen iroN penyandi TonB dependent-receptor pada Xanthomonas axonopodis pv. citri str. 306.

Berdasarkan penelitian terakhir, belum ditemukan dengan jelas gen yang terlibat

dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines YR32, demikian

juga dengan posisi penyisipan transposon pada genom Xag M715. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patogenisitas pada Xag.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat

patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada

Xag M715. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dilakukan serangkaian

eksperimen lain, yaitu : (1) mempelajari transkrip gen yang terlibat patogenisitas

pada Xag YR32 dan M715, (2) membuktikan gen yang terlibat patogenisitas melalui

uji komplementasi dan bioasai kotiledon, (3) mempelajari ekspresi heterologous gen

tersebut pada E.coli. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

ilmiah tentang mekanisme patogenisitas pada Xag khususnya dan bakteri lain


(18)

pustul pada tanaman kedelai (Moffet dan Croft 1983). Sinonimnya adalah Xanthomonas campestris pv. phaseoli (Semangun 1991). Berdasarkan homologi DNA-DNA,

Xanthomonas campestris pv. glycines diusulkan namanya menjadi Xanthomonas axonopodis pv. glycines (Vauterin 2000).

Morfologi sel Xag berbentuk batang, berukuran 0,5-0,9 x 1,4-2,4 µm, mempunyai satu flagela polar dan bersifat Gram negatif. Pada medium Beef Infusion Agar koloninya berwarna kuning pucat dan semakin lama akan menjadi kuning tua, berukuran kecil, dan sirkuler dengan tepian yang halus. Bakteri ini sangat cepat menghidrolisis pati, menghasilkan auksin, bakteriosin, dan eksopolisakarida (Sinclair dan Beckman 1989).

Sebagai anggota dari genus Xanthomonas, bakteri ini bersifat oksidatif, dan aerobik

obligat (Briyant et al. 1979). Sedangkan menurut Lelliot dan Stead (1987),

patovar-patovar X. campestris mempunyai sifat Gram negatif, katalase positif, pertumbuhan

terhambat oleh 0,02-0,1% TZC (triphenyl tetrazolium chloride), koloni berwarna kuning

madu pada medium kentang agar dekstrosa, dan melakukan respirasi aerobik.

Temperatur optimum pertumbuhan bakteri ini adalah berkisar 30-33oC, temperatur

maksimum 38oC dan temperatur minimum 10oC. Bakteri ini sangat sesuai untuk

berkembang dengan baik di daerah beriklim hangat (Kennedy dan Tachibana 1973).

Genom Xag terdiri atas kromosom dan dilaporkan beberapa spesies Xanthomonas

mengandung plasmid-plasmid kriptik (Kado 1992). Widjaya (1996) melaporkan bahwa

Xag YR32 mempunyai satu kromosom sirkuler dengan ukuran sekitar 5020 kilo pasang

basa (kb). Berdasarkan pada hasil analisis menggunakan pulse fieldgel electrophoresis

(PFGE), diketahui bahwa strain Xag YR32 memiliki plasmid indigenous yang berukuran

lebih dari 10,5 kb (Suwanto 1994b). Pada strain lain, Rosana et al. (1995) melaporkan

bahwa strain Xag 8ra mempunyai satu kromosom sirkuler dan diduga memiliki plasmid

endogenous. Sementara itu, pada strain Xag 333 dari Brazil diperoleh adanya dua

plasmid indigenous multikopi yang masing-masing berukuran sekitar 25 kb dan 1,7 kb (Baldini 1999). Selanjutnya Sharma et al. (1994) melaporkan bahwa strain Xag yang diisolasi dari tanaman kedelai dari Maharashtra, India, memiliki dua jenis plasmid kriptik

yang masing-masing ukuran 1,5 kb dan 25 kb. Genom X. campestris mengandung %


(19)

2.2 Gejala dan Epidemiologi Penyakit Pustul Bakteri

Penyakit pustul bakteri banyak terdapat di daerah yang beriklim lembab, hangat, dan sering hujan, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pustul bakteri termasuk salah satu penyakit yang sangat merugikan petani kedelai. Serangan bakteri pustul mengakibatkan

perontokan daun lebih cepat (premature defoliation) dan penurunan ukuran dan jumlah

biji. Gejala awal penyakit ini ditandai munculnya bintik hijau pucat pada permukaan daun, terutama permukaan bawah daun. Titik kuning akan terbentuk pada bagian tengah bintik (Gambar 1). Pelukaan daun sering terjadi di daerah anak tulang daun (vena) dan bintik akan bergabung dan membentuk luka den gan bentuk yang tidak beraturan.

Berdasarkan epidemiologinya, pustul bakteri dibawa oleh angin atau hujan atau tetesan air pantulan dari tanah. Penyakit dapat menyebar selama penanaman melalui daun yang basah. Bakteri dapat masuk pada tanaman melalui bagian tanaman yang terbuka seperti stomata atau luka. Iklim hangat dan seringnya hujan akan mempercepat perkembangan penyakit.

Infeksi terjadi dan masuk ke ruang antar sel. Di dalam ruang antar sel, bakteri memperbanyak diri dengan suplai nutrien berasal dari inang. Gejala penyakit timbul setelah 20-30 hari setelah infeksi, hal ini ditandai dengan penonjolan kearah abaksial dan adaksial daun. Gejala penyakit diikuti dengan penguningan daerah sekitar yang terinfeksi. Gejala ini menunjukkan terjadinya kematian di sekitar sel daun yang terinfeksi. Nekrosis akan semakin besar dan akhirnya terbentuk lubang.

Bakteri pustul dapat bertahan hidup selama 2,5 tahun dalam benih. Apabila benih yang mengandung patogen tersebut ditanam, patogen akan aktif kembali, oleh karena itu biji yang terinfeksi merupakan sumber inokulum atau sumber penularan yang sangat penting bagi terjadinya epidemi penyakit pustul bakteri di lapangan. Satu biji terinfeksi dalam seribu biji sehat, apabila ditanam dalam kondisi yang sesuai, sudah cukup sebagai sumber terjadinya epidemi untuk patogen ini di lapangan (Agarwal dan Sinclair 1987).


(20)

Gambar 1. Pustul bakteri pada kedelai (Rukayadi 1998)

Keterangan : Gejala kuning pada permukaan bawah daun. Titik kuning terbentuk pada tengah bintik

Umumnya penyakit pustul bakteri sangat merugikan para petani kedelai di Indonesia. Demikian juga di dunia, 40% hasil panen kedelai berkurang setiap tahunnya. Pengendalian penyakit pustul bakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, rotasi tanaman, termasuk metode yang efektif untuk menghindari inokulum yang berasal dari tanaman kedelai sebelumnya. Di laboratorium kami, penelitian yang mengarah pada pengendalian penyakit pustul bakteri dilakukan oleh Khaeruni (1998) yang melaporkan bahwa aplikasi suspensi biokontrol yang disuplementasi dengan bakteri kitinolitik WS7b dan fotosintetik anoksigenik MB7 sangat signifikan terhadap kesintasan P. fluorescent

B29, selain itu dapat menghambat populasi Xag endogen dan Xag YR32, menekan

populasi jamur filosfer, menghambat kecepatan penyakit, meningkatkan berat basah tanaman, polong dan berat kering kedelai.


(21)

2.3 Patogenisitas pada Bakteri

Patogenisitas merupakan kemampuan patogen untuk menimbulkan suatu penyakit dengan melumpuhkan pertahanan inang, sedangkan virulensi adalah derajat patogenisitas. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit mempunyai faktor-faktor khusus sebagai faktor virulen. Faktor-faktor virulen berperan dalam mempertahankan kesintasan bakteri pada lingkungan yang sangat ekstrim bagi mikrob tersebut, terutama lingkungan endogen inang. Beberapa sinyal dapat mengontrol ekspresi faktor virulen, misalnya kadar oksigen, temperatur, konsentrasi ion, dan pH (Pettersson et al. 1996). Bakteri patogen melakukan beberapa strategi untuk dapat melumpuhkan inang, diantaranya harus dapat masuk ke dalam inang, menembus pertahanan inang, dan merusak sel inang. Bakteri patogen dapat masuk ke dalam inang melalui beberapa

portals of entry. Pada tanaman, bakteri patogen dapat masuk melalui stomata, hidatoda, atau luka. Bakteri patogen dapat menembus pertahanan inang melalui beberapa cara, diantaranya dengan membentuk kapsul untuk mencegah fagositosis. Komponen dinding sel berupa protein dinding sel sebagai fasilitas pencegahan fagositosis. Enzim -enzim yang disekresikan oleh mikrob dapat membantu melumpuhkan pertahanan inang. Bakteri patogen dapat merusak sel inang secara langsung dan tidak langsung. Sel inang dirusak secara langsung oleh hasil metabolisme dan multiplikasi bakteri di dalam sel inang. Selain itu, sel inang dirusak secara tidak langsung oleh toksin yang dihasilkan bakteri, yaitu eksotoksin dan endotoksin (Wilson et al. 2002).

Toksin analogi dengan senjata biologi yang berupa molekul protein atau nonprotein yang dihasilkan oleh bakteri untuk menghancurkan atau merusak sel inang. Toksin nonprotein adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan endotoksin pada bakteri Gram negatif dan asam teikoat pada bakteri Gram positif. Toksin protein umumnya adalah eksotoksin. Toksin ini adalah enzim yang dikirimkan ke sel eukariotik dengan dua metode yang berbeda, yaitu : (1) sekresi ke dalam lingkungan sekitar atau (2) langsung diinjeksikan ke sitoplasma sel inang melalui sistem sekresi tipe III atau mekanisme lainnya. Eksotoksin bakteri dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe berdasarkan komposisi dan fungsi asam aminonya, yaitu : (1) toksin A-B, (2) toksin proteolitik, dan (3) toksin pembentuk pori (pore forming toxin) (Wilson et al. 2002).

Beberapa spesies bakteri yang memproduksi toksin A-B diantaranya adalah

Pseudomonasaeruginosa, Escherichia coli, Vibrio cholerae. Toksin A-B mempunyai dua komponen, yaitu subunit A yang mempunyai aktivitas enzimatik dan subunit B yang


(22)

dapat mencerna synaptobrevin dan menyebabkan paralysis susunan saraf periferi.

Membrane-disrupting toxins ditemukan pada beberapa spesies bakteri dan membentuk pori pada membran sel inang yang akhirnya sel menjadi lisis (Wilson et al. 2002). Toksin pembentuk pori merupakan toksin yang mampu membentuk pori pada sel target yang

memfasilitasi masuknya toksin yang disekresikan, sebagai contoh Colicin pada E. coli

(Parker dan Feil 2004).

2.4 Mekanisme Patogenisitas pada Bakteri

Pada dasarnya gejala penyakit pada tanaman disebabkan oleh masuknya protein tertentu atau toksin yang dihasilkan oleh patogen ke dalam sel inang. Masuknya protein ini ke dalam sel tanaman menyebabkan dua fenomena. Pada tanaman yang rentan, infeksi menyebabkan gejala dan dapat diikuti dengan kematian jaringan dan akhirnya

kematian tanaman (compatible interaction). Pada tanaman yang resisten atau tanaman

bukan inang akan terjadi reaksi hipersensitif yang ditandai dengan adanya nekrosis pada area yang terinfeksi (incompatible interaction) (Wiggerich et al. 2000).

Selama kurun waktu dua dekade ini, penelitian yang mengarah ke mekanisme patogenisitas pada bakteri terhadap tanaman ataupun hewan dan manusia sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian ini menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang mekanisme patogenisitas pada bakteri. Ada beberapa hipotesis yang menunjukkan jalur

sekresi protein pada bakteri Gram negatif. Hueck et al. (1998) menyatakan ada empat

tipe jalur sekresi, yaitu Type I sec -independent pathway (T1SS), Type III

sec-independent pathway (T3SS), serta Type II dan Type IV sec-dependent secretion pathway (T2SS dan T4SS).

Gambar 2 menunjukkan bagan skematik sistem sekresi protein. Hueck et al.

(1998), Buttner & Bonas (2002) dan Noel et al. (2002) menyatakan bahwa sistem

sekresi tipe I (T1SS) serupa dengan tipe III (T3SS), yaitu tidak tergantung pada sistem sekresi dan tidak melibatkan proses amino terminal dari protein yang disekresikan. Beberapa T1SS ditunjukkan pada sistem sekresi alpha-hemolisin E. coli, adenilat siklase

oleh B. pertusis, leukotoksin oleh Pasteurella haemolytica, dan protease oleh P.


(23)

pada membran dalam suatu ATP-binding cassette protein (ABC protein), yang menyediakan energi untuk sekresi protein. Protein membran luar yang mengeluarkan protein melalui jalur sekresi. Membran fusi protein yang membantu protein meninggalkan membran dalam dan menjangkau ruang periplasmik.

Paling sedikit piranti T3SS tersusun atas 20 protein, sebagian ada di membran dalam dan memerlukan ATP-ase yang terikat membran. Protein yang disekresi melalui jalur tiga tidak mengalami proses amino terminal selama sekresi. Sistem ini sebagai mesin translokasi protein patogenisitas ke dalam sitosol sel eukariotik. Sekresi protein

diregulasi oleh kontak dengan permukaan sel target. Pada T3SS melibatkan needle

yang menghubungkan sel bakteri dengan sel tanaman.

Gambar 2. Skema prediksi lokasi subselular faktor virulen pada bakteri Gram negatif dan Gram positif (http://www.jenner.ac.uk/BacBix3/pPvir_facs.htm)

protein membran lipoprotein

enzim, chaperone


(24)

Gambar 3. Skematik lima jalur utama sistem sekresi.

Keterangan : ABC eksporter E. coli Hly (T1SS), jalur Xcp P. aeruginosa (T2SS), sistem Ysc untuk sekresi protein Yop pada Yersinia (T3SS), sistem VirB dan Cag A. tumefaciens dan H. pylori (T4SS), dan sekresi IgA1-protease pada

N.gonorrhoeae (autotransport er atau T5SS). IM, membran dalam; OM, Membrane luar; N, amino terminal; C, karboksil terminal (Omori dan Idei 2003)


(25)

Jalur T2SS dan T4SS melibatkan tahap yang terpisah dari transpor melalui membran dalam ke membran luar. Protein yang dikeluarkan pada jalur ini ditandai adanya 30 asam amino, terutama berupa signal sekuen amino terminal yang hidrofobik. Signal sekuen membantu protein ke luar dan dipotong oleh signal peptidase yang ada di periplasmik ketika protein mencapai periplasmik.

Jalur T4SS termasuk kelompok autotransporter, diantaranya immunoglobulin

gonococcal dan protease lain dari Helicobacter pylori. Pada jalur T4SS, protein

dikeluarkan dari sitoplasma melalui jalur sekresi dan terjadi pemotongan signal peptida amino terminal.

Pada bakteri Gram positif, eksotoksin dikeluarkan melalui ABC transporter.

Desvaux et al. (2006) menyatakan bahwa T3SS terdapat juga pada bakteri Gram positif.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor virulen pada bakteri Gram positif dikeluarkan melalui ABC transporter dan melalui T3SS.

Omori dan Idei (2003) mengemukakan bahwa sistem transport eksoprotein pada bakteri Gram negatif melibatkan lima tipe. Autotransporter mempunyai kelompok tersendiri, yaitu T5SS, seperti terlihat pada Gambar 3.

Eksotoksin di dalam sel tanaman dapat menyebabkan gejala penyakit atau hanya reaksi hipersensitif. Hal ini sangat tergantung dari genotip tanaman. Butner dan Bonas (2002) mengemukakan hipotesis mekanisme terjadinya penyakit atau pertahanan pada tanaman setelah diinfeksi oleh patogen seperti terlihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa protein AvrBs3 mempunyai karakteristik 34 asam amino berulang, dua karboksil terminal fungsional sebagai sinyal lokalisasi di inti (NLSs) dan

suatu acidic activation domain (AAD). AvrBs3 masuk ke dalam sel inang melalui T3SS.

Di dalam sel tanaman, NLSs berikatan dengan importin α dan bersama-sama dengan

importin β menuju inti sel. Secara langsung maupun tidak langsung (melalui protein X) interaksi antara AvrBs3 dengan DNA tanaman memulai untuk modulasi transkriptom inang dan muncul gejala penyakit pada tanaman yang rentan. Pada tanaman yang resisten respons pertahanan diinduksi pengenalan AvrBs3 protein R Bs3 (Butner dan Bonas 2002).


(26)

Gambar 4. Hipotesis model mekanisme molekuler aktivitas virulen dan avirulen dari AvrBs3 pada Xanthomonas campestris pv vesicatoria

(Buttner dan Bonas 2002).

2.5 Protein Membran Dalam (Inner Membrane Proteins)

Beberapa protein membran seperti reseptor, protein pembentuk pori, pompa ion, pengangkut nutrien dan metabolit, protein fotosintetik dan protein transport determinan virulen, dan toksin sangat penting untuk komunikasi sel dengan lingkungannya.

Protein-protein tersebut termasuk Protein-protein membran dalam atau inner membranproteins (IMPs).

Pada dasarnya IMPs merupakan protein transmembran atau protein integral yang tertanam pada membran dalam bakteri Gram negatif atau Gram positif. Fungsi IMPs pada bakteri Gram negatif sangat erat kaitannya dengan transportasi molekul dari dalam sel (sitosol) menuju ke luar sel (lingkungan) vice versa. Selain itu, IMPs juga mempunyai fungsi yang sama pada Gram positif, yaitu sebagai sarana transportasi molekul, tetapi masih terbatas literatur yang mendukung tentang IMPs pada Gram positif.


(27)

Karakteristik IMPs sangat unik untuk setiap jenis atau famili, sangat tergantung pada fungsi dari protein itu pada sel. Alberts et al. (2002) menyatakan bahwa beberapa membran protein melalui lipid bilayer, protein transmembran ini bersifat ampifatik, mempunyai daerah hidrofobik dan daerah hidrofilik. Daerah hidrofobik melalui membran dan berinteraksi dengan ekor hidrofobik di dalam molekul lipid di bagian dalam bilayer. Bagian hidrofilik terdedah air pada satu atau sisi lain dari membran. Beberapa jenis protein transmembran berdasarkan jenis dan bentuknya dapat dilihat pada Gambar 5.

Menurut Alberts et al. (2002), protein transmembran selalu mempunyai orientasi yang

unik pada membran yang menunjukkan model asimetris yang sangat tergantung pada mekanisme sintesis dan menyisipnya protein tersebut pada lipid bilayer membran dan perbedaan fungsi pada domain sitoplasmik atau nonsitoplasmik. Kedua domain ini dipisahkan oleh rentang ikatan polipeptida yang berhubungan dengan daerah hidrofobik lipid bilayer dan sebagian besar tersusun atas residu asam amino nonpolar.

Pemahaman tentang fungsi dan struktur IMPs perlu disertai dengan pemahaman biogenesisnya. Sebagai bakteri model, penelitian biogenesis IMPs lebih fokus pada

Escherichia coli (E. coli),. Sementara itu, penelitian-penelitian serupa pada bakteri lain belum pernah diteliti. Pada dasarnya IMPs berfungsi sebagai alat transportasi metabolit, ion, gula, dan protein dari sel ke lingkungannya vice versa, dan protein yang ditranspor berupa toksin atau protein virulen determinan yang terlibat dalam petogenisitas. Pada E.

coli, integrasi protein dapat terjadi melalui mekanisme Sec-dependent atau

Sec-independent. Mayoritas IMPs dibawa ke membran oleh signal recognition particle (SRP)

dan dibantu reseptor Fts Y yang menjadi media pembawa pada Sec-translocon. SRP E.

coli mempunyai homologi dengan SRP eukariot, tetapi komposisinya lebih sederhana.

Inti Sec-translocon terdiri atas komponen membran integral SecY, SecE, dan SecG, yang membentuk suatu heterotrimer dan SecA suatu subunit perifer. Translocon, sebagai suatu porus translokasi untuk protein sekretori dan IMPs. SecA adalah ATPase yang berfungsi sebagai motor molekuler dan mengendalikan translokasi protein sekretori melalui porus SecYEG (de Gier & Luirink 2001).


(28)

Gambar 5. Beberapa tipe protein terikat membran lipid bilayer.

Keterangan : Sebagian besar protein transmembran terikat melintasi lipid sebagai (1) single α heliks, (2) multipel α heliks atau (3) β-sheet (β barrel). Beberapa protein single-pass dan multipass terikat secara kovalen pada ikatan asam lemak pada lipid-monolayer sitosol (1). Membran protein lain terdedah hanya pada satu sisi membrane. (4) beberapa terikat pada permukaan sitosol suatu α helix ampifatik ke dalam monolayer lipid bilayer sitosol melalui permukaan hidrofobik heliks. (5) Lainnya, terikat pada bilayer oleh ikatan kovalen dalam monolayer sitosol atau (6) melalui suatu ikatan oligosakarida pada fosfatidilinositol dalam monolayer nonsitosolik. (7,8) beberapa protein terikat pada membran hanya oleh interaksi nonkovalen dengan protein membran lain (Alberts et al. 2002).

Untuk memahami biogenesis IMPs pada E. coli, diperlukan beberapa

pengetahuan translokasi protein. Sebagian besar komponen melibatkan protein

translokasi membran dalam (IM) E. coli, yang disebut sekresi. Protein sekretori

dipelihara dalam suatu translocation-competent state oleh chaperon SecB. Preprotein

dikirimkan pada Sec translocon dan Sec translocon menjadi perantara translokasi

protein sekretori melewati IM. Inti dari Sec translocon terdiri atas protein membran

integral SecY, SecE, dan SecG, dan subunit perifer SecA. SecA terdiri atas dimer,

bersama-sama dengan SecYEG membentuk mesin proton motive force dan ATP-driven


(29)

sekresi protein lain yaitu jalur TAT. Preprotein yang ditransport oleh jalur TAT biasanya mengikat kofaktor dan melipat sebelum translokasi melewati IM, sedangkan Sec hanya dapat mengakomodasi ikatan peptida yang tidak melipat (Gambar 6) (de Gier dan Luirink 2001).

Akhir-akhir ini telah dibuktikan bahwa IMPs YidC terlibat dalam penyusunan IMPs

Sec-translocase-dependent pada membran. Bukti menunjukkan bahwa YidC merupakan bagian dari Sec -translocase dan terlibat dalam pelepasan sebagian IMPs transmembran dari Sec-translocase ke dalam lapisan lipid bilayer. Selain itu, YidC terlibat juga dalam

penyusunan IMPs Sec-translocase-dependent dan Sec-translocase-independent

(Froderberg et al. 2003).

Gambar 6. Jalur target dan insersi protein membran pada E. coli.

Keterangan : Dalam E. coli, jalur insersi terdiri atas modul SRP , SecYEG, SecAYEG dan YidC. Kombinasi berbeda dari modul ini (SRP/YidC, SRP/SecYEGYidC, dan YidC) menjadi jalur insersi yang memperantarai masuknya IMPs ke dalam IM. Modul SecAYEG dapat bekerjasama dengan chaperon SecB untuk translokasi protein melintasi IM (de-Gier dan Luirink 2001).


(30)

transportasi berbagai substrat termasuk produk metabolit, lemak dan sterol, antibiotik, protein seperti toksin, virulen determinan, gula, dan ion melintasi membran dalam dan luar. Protein diklasifikasikan sebagai ABC transporter berdasarkan ATP-binding domain, juga diketahui sebagai nucleotide-binding folds (NBFs) (Nikaido 2002).

Gen ABC transporter pertama kali diidentifikasi 30 tahun lalu pada prokariot. Protein ini menggunakan energi hidrolisis ATP untuk transportasi beberapa substrat melintasi membran sel. Pada eukariot, ABC transporter terutama mentranspor molekul ke luar membran plasma atau ke dalam pada mitokondria, dan retikulum endoplasma. Idealnya struktur suatu ABC transporter terdiri atas dua transmembran domain

(TMs), masing-masing terdiri atas α-heliks yang melintasi fosfolipid bilayer beberapa

kali. Heliks ini membentuk multipas tiga sampai lima kali, antara TMs terdapat ligand

binding domain yang menghadap sisi ekstraseluler protein sebagai importer dan pada

sisi sitoplasmik sebagai eksporter. Protein ABC juga terdiri atas satu atau dua

ATP-binding domain(s), suatu nucleotide-binding folds (NBFs) dan terdapat pada membran

sisi sitoplasmik. ATP-binding domain terbagi menjadi dua motif, yaitu Walker A dan

Walker B yang dipisahkan oleh sekitar 90-120 asam amino. Motif lainnya adalah motif C

atau motif signature (LSGGQ) yang terdapat diantara Walker Motif A dan Walker Motif

B. Motif signature terdiri atas asam amino pendek dan sangat conserved (Nikaido 2002).

Pearson et al. (2004) menyatakan bahwa suatu ABC transporter mempunyai beberapa

kriteria, yaitu N-terminal tersusun atas asam amino hidrofobik, mempunyai tiga sampai

lima putative transmembran region, mempunyai signal peptida, C-terminal mempunyai

ABC ATP-ase Walker motif, Walker motif A (GXXGKT), Walker motif B (KXHD ), X

merupakan residu asam amino nonconserved, motif signature (LSGGQ), dan motif EAA

pada sistem impor ABC.

Menurut Saurin et al. (1998), berdasarkan fungsinya, protein ABC dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu ABC-A dan ABC-B. ABC-A berfungsi sebagai protein ABC yang mengekspor molekul dari dalam sel ke luar sel, sedangkan ABC-B berfungsi sebagai protein ABC yang mengimpor molekul dari luar sel ke dalam sel. ABC-A terbagi menjadi ABC-A1 dan ABC-A2. ABC-A1 diantaranya mengekspor molekul protein, bakteriosin, toksin. ABC-A2 mengekspor polisakarida, dan antibiotik. ABC-A umumnya


(31)

terdapat pada prokariot dan eukariot. ABC-B juga terbagi menjadi ABC-B1 dan ABC-B2. ABC-B1 diantaranya mengimpor ion besi siderophore dan metal, ion oligosakarida, molybdenum, asam amino polar, glycine-betaine, nitrat, dan oligopeptida. ABC-B2 mengimpor antibiotik resisten, monosakarida-C, monosakarida-N. ABC-B hanya dijumpai pada prokariot (Saurin et al. 1998).

ABC transporter dapat diklasifikasi menjadi half transporter atau full transporter.

Fulltransporter terdiri atas dua TMs dan NBFs. Half transporter hanya terdiri atas satu

TMs dan NBFs dan harus berkombinasi dengan half transporter lain agar dapat

berfungsi. Half transporter dapat membentuk homodimer jika dua ABC transporter

identik bersatu dan heterodimer jika dua ABC transporter tidak identik bersatu (http://en.wikipedia.org/wiki). Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 7.

A B C

Gambar 7. Struktur skematik beberapa ABC transporter.

Keterangan : (A) Pada bakteri, beberapa transporter tersusun atas dua subunit transmembran (persegi) dan dua subunit ATPase (bulat). Jika suatu importer, diperlukan suatu subunit ke lima, suatu periplasmik-binding protein. (B) Pada beberapa transporter bakteria, dua domain ATPase berfusi menjadi protein tunggal. (C) Sebagian besar transporter pada jamur dan hewan, semua domain berfusi menjadi polipeptida tunggal (Nikaido 2002).


(32)

mengendalikan reaksi kimia lainnya. Secara luas, proses ini digunakan dalam semua bentuk kehidupan (Gambar 8).

Transmembran ATPase mengimpor beberapa metabolit penting yang terlibat metabolisme sel dan mengekspor toksin, sampah dan ion-ion yang dapat mengganggu proses seluler. Suatu contoh penting adalah pertukaran ion Na+ dan K+ (atau Na+/K+ ATPase), yang menjadikan keseimbangan konsentrasi ionik dan memelihara potensial sel. Contoh lain adalah hidrogen K+ ATPase (H+/K+ ATPase atau pompa proton lambung) yang memelihara keasaman lambung.

Transmembran ATPase membentuk energi potensial kimia ATP karena terjadi perpindahan metabolit yang melawan gradien konsentrasi. Pada model transpor ini terjadi perpindahan metabolit dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi tinggi. Proses ini dikenal dengan transpor aktif (Alberts et al. 2000).

Gambar 8. Hidrolisis ATP.

Keterangan : Hidrolisis fosfat terminal dari ATP menghasilkan antara 11 dan 13 kcal/mol tergantung pada kondisi intraseluler. Lepasnya fosfat terminal membentuk muatan negatif, lepasnya ion fosfat inorganik (Pi) distabilkan oleh pembentukan ikatan hydrogen dengan air (Alberts et al. 2002).


(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2005 sampai dengan November 2006 di Laboratorium Pusat Studi Keragaman Mikrob Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Baranangsiang Bogor, dan Research and Development Charoen Phokphand Indonesia, Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Galur-galur Bakteri dan Plasmid

Bakteri dan plasmid yang digunakan pada penelitian ini tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Galur-galur bakteri dan plasmid yang digunakan dalam penelitian

Galur dan plasmid

Karakteristik Referensi

X.a.pv.glycines

(Xag) YR32

Tipe liar, Rif-R asal Muara-Bogor Rukayadi (1995)

Xag M715 KanR,Rif-Rpat- Rukayadi (1998)

X.c.pv campestris Tipe liar, Bogor Khaeruni (2005)

Escherichia coli

DH5 α

supE44rlacU169

(φ80lacZrM15)hsdR17recA1endA1gyrA96

thi -1relA1

Sambrook dan Russel (2001)

Escherichia coli

BL21(DE3)pLysS

F-ompThsdS(r

1-m1-)gal dcm(DE3)pLysS

(camR)

Novagen (2006)

Plasmid

pFT3551 ApR, amplikon hasil IPCR berukuran 1.3 kb

(gen imps,cp) dari Xag YR32 diligasi dengan

vektor pGEM-T Easy

Penelitian ini

pGOE12 ApR, amplikon hasil PCR gen imps berukuran

0,519 kb dari Xag YR32 diligasi dengan vektor

pGEM-T Easy

Penelitian ini

pEG01 ApR, gen imps 0,519 kb diligasi pada situs

NdeI dan BamHI pada vektor pET15b

Penelitian ini

pRP06 TcR, gen imps,cps 1,3 kb diligasi pada situs

EcoRI pada vektor pRK415

Penelitian ini

pET15b ApR T7 cassette lacI rop Novagen (2006)

pGEM-T Easy ApR, lacZ Promega (2005)

pRK415 TcR, kisaran inang luas Ditta et al. (1980)

pRK2013 KmR, colE1 replikon, tra+ pada RK2, lacZ Ditta et al. (1980)

Keterangan : imps adalah gen inner membran protein dan cps adalah gen cystein

protease. RifR, ApR, TcR, CamR, dan KmR berturut-turut menunjukkan resistensi terhadap antibiotik rifampisin, ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan kanamisin.


(34)

polimerase (New England Biolabs (NEB) USA, dan Finnzymes OY, Finland). Purifikasi

DNA (Wizard®SV Gel and PCR Clean-Up System, Promega, USA). Proteinase-K,

RNase dan lisozim dari Sigma Chemical Co, Australia.

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat piranti elektroforesis mini gel (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA), kamera Polaroid Hoefer’s Photoman DS32 (Kodak), UV Transilluminator (Hoefer Scientific Instruments, San

Fransisco, USA), Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA), Automated DNA Sequencer

2720 Thermal Cycler (Applied Biosystems, USA), GeneAmp PCR system 2400 (Applied Biosystems, USA), Gel Documentation (Herolab UVT, USA), seperangkat piranti

elektroforesis protein Miniprotean® (Bio-Rad Mini-Sub Cell GT, CA, USA),

Spektrofotometer U-2010 (Hitachi, Japan).

3.2.2 Media Tumbuh

Bakteri X. axonopodis pv glycines YR32 tipe liar maupun mutannya M715,

ditumbuhkan pada media Yeast Dextrose CaCO3 (YDC). Setiap liter medium YDC

mengandung ekstrak khamir 10 g, dekstrosa 5 gram, CaCO3 20 gram, agar-agar 15

gram dan air suling 1000 ml. Bakteri Xanthomonas diinkubasi pada suhu 28-30 oC

selama 24-48 jam, sedangkan Escherichia coli ditumbuhkan pada media Luria Bertani

(LB) (ekstrak khamir lima gram, triptone 10 gram, dan NaCl 10 gram, air suling 1000 ml)

pada suhu 37 oC selama 12-16 jam. Antibiotika yang ditambahkan pada media adalah

rifampisin (Rif) 100 µg/ml, ampisilin (Ap) 100 µg/ml, tetrasiklin (Tc) 15 µg/ml, kanamisin (50 µg/ml), atau kloramfenikol (34 µg/ml).

3.3 Metodologi

3.3.1 Isolasi DNA Genom Total

Isolasi total DNA genom mengikuti metode Lazo et al. (1987). Sel Xag ditumbuhkan

selama semalam di dalam lima mililiter medium LB cair yang diinkubasi pada suhu 28oC,

dan dipanen dengan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama empat menit.

Sentrifugasi dilakukan menggunakan Microcentrifuge (SORVALL® Pico, USA). Pelet

dicuci dengan satu mililiter buffer STE (100mM NaCl, 10mM Tris-HCl, satu mM EDTA pH 8.0) kemudian diresuspensikan dan disentrifugasi pada kecepatan yang sama selama empat menit. Pelet diresuspensikan dengan satu mililiter buffer STE dan


(35)

disentrifugasi selama 12000 rpm selama empat menit. Setelah pelet diresuspensi

dengan 200 µl buffer STE dan ditambahkan 40 µl larutan SDS 10%, suspensi diinkubasi

pada suhu 65oC selama 30 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Lisis sel

dilakukan dengan menambahkan empat µl 10 mg/ml Proteinase-K, lalu diinkubasi pada

suhu 37oC selama tiga jam. Setelah ditambah 200 µl buffer STE, suspensi diekstraksi

dengan larutan fenol dan kloroform sebanyak 250 µl, lalu dibolak balik secara perlahan

sampai terbentuk emulsi kemudian disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini

dilakukan sebanyak lima kali. Supernatan ditambah kloroform sebanyak 200 µl dan

disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit. Tahap ini dilakukan dua kali. Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke tabung mikro steril dan dipresipitasi dengan satu mililiter etanol 95% dingin. Benang-benang DNA dililit menggunakan ujung tip mikro

ukuran 200 µl, lalu dikeringudarakan. DNA disuspensikan dalam ddH20 yang

mengandung 10 µg/ml RNase. Setelah diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65oC,

DNA disimpan pada suhu –20oC.

3.3.2 Inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR)

Inverse PCR dilakukan sesuai dengan metode seperti yang diterangkan Wahyudi

et al. (2001). Primer didisain dari sekuen Pratiwi (2004) dengan urutan nukleotida P1 : 5’-ATCCTTGCCGCCATTGACCTG-3’ dan P2: 5’-CCACCGAACTTGAACTGGTC-3’. PCR dilakukan dengan LA Taq polimerase (TaKaRa Bio Inc. Japan) dengan kondisi

prePCR pada suhu 94oC selama satu menit, denaturasi pada suhu 95oC selama dua

menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC

selama satu menit, postPCR pada suhu 72oC selama 10 menit. PCR dilakukan

sebanyak 30 siklus.

3.3.3 Isolasi dan Pemurnian Hasil PCR dan Fragmen DNA dari Gel Agarosa

Fragmen DNA dengan ukuran yang sesuai diisolasi dari gel dengan metode pemurnian DNA melalui sentrifugasi (Wizard SV Gel and PCR Clean-UP System,

Promega, USA). Gel sisipan dipotong-potong berbentuk kubus satu mm3, lalu

dimasukkan ke dalam tabung mikro steril. Kemudian pada tabung mikro tersebut

ditambahkan 10 µl Membrane Binding Solution per 10 mg gel, divortex dan diinkubasi

pada suhu 65oC sampai gel larut. SV Minicolumn dimasukkan ke dalam Collection Tube.

Campuran gel terlarut dipindahkan pada Minicolumn kemudian diinkubasi pada suhu

ruang selama satu menit. Campuran disentrifugasi pada 12000 rpm selama satu menit.

Cairan dibuang dan Minicolumn dimasukkan kembali ke Collection Tube. Untuk mencuci


(36)

ddH2O, diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit. Hasil elusi disentrifugasi pada

12000 rpm selama satu menit, lalu disimpan pada –20 oC. Pemurnian hasil PCR

dilakukan sama dengan isolasi DNA dari gel, hanya Membrane Binding Solution

ditambahkan dengan volume yang sama dengan volume PCR.

3.3.4 Kloning Gen Patogenisitas

Hasil purifikasi DNA dari Inverse PCR diklon pada vektor pGEM-T Easy.

Campuran diligasi dan diinkubasi pada suhu 16oC selama semalam. Transformasi

dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan sel kompeten. Sel E. coli DH5α

ditumbuhkan pada media LB pada suhu 37oC semalam. Lalu disubkultur dengan

memindahkan satu persen kultur E. coli pada medium LB dan diinkubasi selama tiga jam

pada 37oC. Sebanyak 1.5 mililiter kultur dimasukkan ke dalam tabung mikro steril,

kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet ditambahkan satu mililiter NaCl dingin, kemudian diresuspensi dan diinkubasi selama 20 menit di atas es. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Dua ratus µl CaCl2-Tris dingin ditambahkan pada pelet dan diresuspensi, lalu diinkubasi

selama 30 menit di atas es. Setelah itu sel kompeten siap digunakan untuk transformasi.

Transformasi dilakukan dengan mencampurkan hasil ligasi ke dalam 200 µl sel

kompeten. Campuran tersebut kemudian diinkubasi di atas es selama 30 menit,

kemudian diinkubasi pada suhu 42oC selama 60 detik untuk proses heat –shock. Untuk

memulihkan kondisi fisiologi sel, campuran ditambahkan 250 µl medium LB cair dan

digoyang horisontal pada suhu 37oC selama satu jam. Seluruh campuran disentrifugasi

dengan kecepatan 6000 rpm selama dua menit. Pada pelet ditambahkan 200 µl medium

LB cair dan disuspensikan. Suspensi disebar pada medium selektif LA+(X-Gal 40 µg/ml)

dan antibiotika yang sesuai.

Koloni transforman yang tumbuh dan berwarna putih diambil untuk dilakukan verifikasi plasmid. Untuk mengetahui ukuran DNA sisipan pada plasmid transforman,


(37)

3.3.5 Isolasi DNA Plasmid

Isolasi plasmid dilakukan dengan metode lisis alkalin (Sambrook dan Russel 2001). Lima mililiter kultur sel ditumbuhkan semalam, kemudian dipanen dengan

disentrifugasi pada kecepatan 6000 selama dua menit. Pelet disuspensi dengan 200 µl

1XTE yang mengandung 50 mM glukosa, kemudian diinkubasi di suhu ruang selama

lima menit. Kemudian ditambahkan 200 µl larutan 1%SDS dalam 0.2 M NaOH, dan

suspensi dibolak balik secara perlahan sampai terjadi lisis yang ditandai dengan

berubahnya larutan menjadi bening dan kental. Sebanyak 200 µl larutan Na-asetat (pH

4,8) ditambahkan dan di vortex, lalu diinkubasi selama 10 menit. Tabung mikro disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan diekstraksi menggunakan fenol+kloroform+isoamilalkohol (25:24:1). Fase cair dipindahkan ke

tabung mikro steril lalu diendapkan dengan 2x volum etanol absolut dingin pada –20oC

selama 30 menit. Setelah disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit, DNA dicuci dengan 70% (V/V) etanol dingin dan dikeringudarakan. DNA disuspensi dalam ddH2O

dan mengandung 10 µg/ml RNAse (Sigma Chemical Co., Australia). Setelah diinkubasi

pada suhu 37oC selama 30 menit, DNA disimpan pada suhu –20oC.

3.3.6 Sekuensing dan Analisis Sekuen DNA

Sekuensing DNA dilakukan dengan piranti DNA sequencer ABI PRISM 3100-AVANT Genetic Analyzer. DNA sisipan disekuen menggunakan primer universal M13-Reverse dan M13-Forward . Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen DNA/protein yang ada di database European Bioinformatics Institute (EBI) BLASTX 2.0 pada situs http://www.ebi.ac.uk. Untuk mengetahui fungsi protein yang disandikan oleh gen tersebut dilakukan pelacakan dengan BLAST pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis ORF juga dilakukan dengan akses http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis promotor dilakukan dengan piranti lunak dari www.softberry.com. Struktur gen diketahui dengan perunutan sekuen setelah diketahui kodon awal dan kodon akhir.

3.3.7 Analisis Urutan Asam Amino

Urutan asam amino ImpX dibandingkan dengan database European Bioinformatics Institute (EBI) SWISS-MODEL REPOSITORY. Urutan asam amino diperoleh dari hasil pengolahan data bioinformatik dari urutan nukleotida yang diperoleh.


(38)

USA). Kualitas RNA yang terisolasi diverifikasi dengan melarikannya pada gel elektroforesis gel agarosa 1,5% terdenaturasi. Hasil elektroforesis diwarnai dengan 0,5

µM ethidium bromida. RNA dikuantifikasi dengan spektrofotometri pada 260 nm dan 280

nm. Sampel RNA total (5µg) dilakukan transkriptase terbalik oleh enzim reverse

transcriptase M-MuLV (ProtoScript First Strand cDNA Synthesis Kit, New England Biolabs, Beverly, USA) dengan primer gen spesifik Reverse menggunakan metode

standard dalam volume reaksi 20 µl. cDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan

primer (imp-forward dan imp-reverse). Perancangan primer menggunakan Netprimer

Analysis Software dari PRIMER Biosoft International. PCR dilakukan pada kondisi

praPCR pada suhu 95oC selama tiga menit, denaturasi pada suhu 95oC selama satu

menit, penempelan primer pada suhu 62oC selama satu menit, sintesis pada suhu 72oC

selama satu menit dan postPCR pada suhu 72oC selama tujuh menit. PCR dilakukan

sebanyak 30 siklus. Amplikon dilarikan pada elektroforesis gel agarosa menggunakan buffer TAE. 16S rDNA diamplifikasi dengan PCR menggunakan universal primer spesifik prokaryot (63F dan 1387R). Amplifikasi 16S rDNA dilakukan pada kondisi prePCR pada

suhu 94oC selama lima menit, denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, penempelan

pada suhu 55oC selama 30 detik, sintesis pada suhu 72oC selama satu menit, postPCR

pada suhu 72oC selama lima menit. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus.

3.3.9 Analisis Hibridisasi Northern

Transfer RNA pada Membran Nilon. Gel yang berisikan RNA total dari Xag

YR32 dan Xag M715 (5 µg) dilarikan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1%

terdenaturasi selama dua jam pada 65V. Gel kemudian diwarnai dengan µM ethidium

bromida 0,5 selama 15 menit dan divisualisasi menggunakan UV transilluminator. Gel

dicuci dengan DEPC-treated water, lalu direndam dalam 200 ml 0,05 N NaOH selama

10 menit. Gel dipindahkan ke dalam 200 ml 20xSSC (3,0 M NaCl ; 0,3 M Na-asetat) pH 7,0 selama 40 menit. Gel segera ditransfer pada membran nilon (Amersham Life-Science, USA) semalam pada suhu ruang menggunakan larutan 20xSSC pH7,0 dengan metode kapiler (Sambrook dan Russel 2001). Membran dicuci dalam 6xSSC pada suhu ruang dengan agitasi selama 15 menit, lalu dikeringkan di atas kertas blotting (Amersham Life-Science, USA), dilanjutkan dengan fiksasi nukleotida pada membran


(39)

Pelabelan Pelacak dan Deteksi Hibridisasi. DNA pelacak dilabel dengan

menggunakan NEBlotTM PhototopeTM Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Sebanyak

5 ng – 1 µg DNA hasil RT-PCR (375 bp) dalam 34 µl akuabides di dalam tabung mikro,

didenaturasi dalam air dengan pemanasan 100oC selama lima menit. Untuk menjaga

DNA tetap terdenaturasi, tabung mikro segera disimpan di atas es selama lima menit. Tabung mikro disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 detik. Selanjutnya secara

berturut-turut ke dalam tabung ditambahkan 10 µl 5x mix labelling, lima µl mix dNTP,

dan satu µl fragmen Klenow. Tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37oC

selama semalam. Reaksi dihentikan dengan menambahkan lima µl 0,2 M EDTA pH 8,0.

DNA dipurifikasi dengan NucTrap Probe Purification Column (Stratagen, USA). Pada

tabung mikro ditambahkan lima µl satu persen Tween 20 dan 15 µl 1 kali bufer STET

(0,1 M NaCl; 10 mMTris pH 8,0; satu mM EDTA pH 8,0; 5% Triton X-100). Kolom dibasahi dengan 1x bufer STET sampai jenuh dan dikeluarkan dari kolom dengan syringe. Sampel dimasukkan ke dalam kolom, lalu dikeluarkan dengan syringe. Untuk mengeluarkan sisa-sisa DNA yang ada di dalam kolom, kolom dicuci dengan 1 kali buffer STET dengan syringe. DNA yang diperoleh digunakan sebagai pelacak. DNA

pelacak disimpan pada suhu -20oC sebelum digunakan.

Membran diletakkan di dalam tabung hibridisasi, kemudian dimasukkan 10 ml larutan hibridisasi yang berisi formamide lima mililiter, 50xDenhardts satu mililiter,

20xSSPE 2,5 mililiter, 10% SDS 0,1 mililiter, DEPC-treated water 1,335 ml dan Salmon

sperm DNA (Sigma, USA) 45 µl. Salmon sperm terlebih dahulu dipanaskan pada suhu

95oC selama 10 menit, dan disimpan di atas es selama lima menit. Tabung hibridisasi

yang berisi membran diinkubasi selama dua jam pada 42oC. Pelacak yang telah dilabel

dipanaskan dalam air dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 10 menit, kemudian

disimpan di atas es selama lima menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung

hibridisasi, lalu diinkubasi pada suhu 42oC selama 16 jam sambil digoyang lemah.

Proses hibridisasi dihentikan dengan melakukan pencucian membran menggunakan Larutan Pencuci I (1 kali SSC, 0,1% SDS) sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit pada suhu ruang, dan Larutan Pencuci II (0,5 kali SSC, 0,1%SDS) sebanyak

dua kali masing-masing selama lima menit pada suhu 50oC. Pencucian dilakukan

dengan agitasi lemah. Membran dikeringudrakan dan siap untuk dideteksi.

Deteksi hasil hibridisasi RNA-DNA dilakukan dengan kit PhototopeTM Detection

Kit (New England Biolab, Beverly, USA). Secara berturut-turut membran dicuci dengan

Blocking solution, Larutan Streptavidin, Larutan Pencuci I, Biotinylated Alkaline Phosphatase, Blocking Solution, Larutan Pencuci II, dan Lumigen-PPD Reagent.


(40)

cara direndam di dalam larutan high performance X-ray film developer (Fuji Photo Film Co., Ltd, Japan) sampai pada kontras yang diinginkan. Setelah dibilas dengan air, film X-ray dimasukkan ke dalam larutan X-X-ray film fixer (Fuji Photo Co., Ltd., Japan). Sesudah dibilas dengan air, film ray dikeringudarakan dan sinyal-sinyal yang muncul di film X-ray diamati.

3.3.10 Uji Komplementasi

Uji komplementasi dilakukan untuk mempelajari ada tidaknya pemulihan

patogenisitas pada mutan non-patogenik Xag M715 jika diintroduksi dengan gen imps-cp

dari Xag YR32. Gen imp-cp diklon pada vektor berspektrum luas pRK415, menghasilkan

plasmid rekombinan pRP06, kemudian plasmid rekombinan ini diintroduksikan ke Xag

M715 melalui konjugasi tiga tetua, dengan menggunakan E. coli HB101(pRK2013)

sebagai penolong.

Pemulihan patogenisitas pada Xag mutan M715 (pRP06) dibandingkan tingkat

patogenisitasnya dengan Xag YR32 tipe liar, mutan Xag M715 melalui bioesai kotiledon

(Mesak et al. 1994). Gejala patogenisitas diamati mulai hari ke tiga hingga 14 hari

setelah inokulasi.

3.3.11 Konjugasi Tiga Tetua

Resipien Xag M715 ditumbuhkan pada medium Luria Bertani (LB) yang ditambah 50

µg/ml kanamisin pada suhu 28oC selama 16 jam. E. coli HB101 yang membawa plasmid

pRK2013 (penolong) ditumbuhkan pada medium LB yang ditambah 50 µg/ml kanamisin

pada suhu 37oC selama 16 jam. Donor E. coli (pRP06) ditumbuhkan pada medium LB

dengan penambahan 15 µg/ml tetrasiklin pada suhu 37oC selama 16 jam.

Perbandingan resipien, penolong dan donor adalah 15:1:1. Sebanyak 1500 µl sel

resipien, 100 µl penolong dan 100 µl donor disatukan dalam tabung mikro steril. Lalu

disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama dua menit. Pelet dicuci dengan NaCl 0,85% dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang sama. Tahap ini

dilakukan tiga kali. Pelet ditambah dengan 25 µl LB dan diresuspensikan dan di spot

semuanya pada media LB agar. Kultur diinkubasi selama 16 jam pada suhu ruang. Koloni yang tumbuh diambil semuanya dan dipindahkan ke dalam tabung mikro steril


(41)

pada medium LA yang ditambah 50 µg/ml kanamisin, 100 µg/ml rifampisin dan 15 µg/ml tetrasiklin. Kultur diinkubasi pada suhu ruang. Koloni yang tumbuh digores kembali. Setelah itu dilakukan isolasi plasmid untuk mengecek sisipan yang ada di dalam plasmid.

3.3.12 Bioesai Patogenisitas pada Kotiledon Kedelai

Bioesai patogenisitas pustul bakteri menggunakan benih kedelai varietas Wilis yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB-Biogen,) Bogor. Biji kedelai didesinfeksi dengan NaOCl 0,5%, lalu digulung di dalam kertas merang dan diletakkan pada wadah berpenyangga berisi air, sehingga air meresap dan membasahi seluruh kertas merang. Kotiledon digunakan setelah berumur tujuh hari. Selanjutnya kotiledon dipisahkan dari tanaman dengan silet bersih dan steril lalu didesinfeksi dengan NaOCl 0,5% selama lima menit dan dibilas dengan akuades steril tiga kali untuk membersihkan sisa-sisa NaOCl. Bagian abaksial kotiledon ditusuk dengan seperangkat lima jarum steril yang diikat menjadi satu (Mesak

et al. 1994). Koloni bakteri dari biakan umur 48 jam yang akan diuji dioleskan pada

bekas luka tusukan pada kotiledon. Bakteri yang diuji adalah Xag YR32 tipe liar, Xag

M715, Xag M715(pRP06), dan X. campestris campestris (kontrol negatif). Inkubasi

dilakukan dalam ruang tumbuh bercahaya selama 3-14 hari pada suhu ruang. Parameter yang diamati adalah munculnya bercak kuning pada ktiledon.

3.3.13 Kloning dan Ekspresi Gen impX

Untuk mendapatkan gen impX, kromosom Xag YR32 tipe liar diamplifikasi

menggunakan PCR dengan primer A : 5’-GGGGGACATATGAAATCCCTGAAAGTG-3’ dan B : 5’-GGGGGATCCAAACCGCGGGAATTCGAT-3’. Huruf yang digarisbawahi

masing-masing menunjukkan situs restriksi NdeI dan BamHI. Primer dirancang dari

urutan nukleotida yang berhasil diisolasi dari Xag YR32. PCR dilakukan pada kondisi

prePCR 94oC selama satu menit, denaturasi 95oC selama dua menit, penempelan

primer 60oC selama satu menit, sintesis 72oC selama satu menit dan postPCR 72oC

selama 10 menit. Siklus PCR sebanyak 30 siklus. Hasil PCR dipurifikasi dengan

WizardR SV Gel and PCR Clean-UP System (Promega, USA) lalu diligasi dengan

pGEM-T Easy. Plasmid rekombinan ditransformasikan pada E. coli DH5α.

Plasmid rekombinan dalam E. coli DH 5α diisolasi dengan dipotong NdeI dan

BamHI, lalu sisipan yang berukuran 519 bp diligasikan dengan pET15b yang

sebelumnya telah dipotong dengan enzim restriksi yang sama. Plasmid rekombinan


(1)

Froderberg L. Houben ENG, Baars L, Luirink J, de Gier JW. 2004. Targeting and translocation of two lipoproteins in Escherichia coli via the SRP/Sec/YidC pathway. J Biol Chem 279:31026-31032.

Han W, Nattel S, Noguchi T, Shrier A. 2006. C-terminal domain of KV4.2 and associated KCHIP2 interactions regulate functional expression and gating of KV4.2. JBC Papers in Press.

Hartman GL, Sinclair JB, Rupe JC. 1999. Compedium of soybean disease. Ed. Ke-4. APS Pr.

He YW, Xu M, Lin K, Ng A, Wen CM, Wang LH, Liu ZD, Zhang HB, Dong YH, Dow JM, Zhang LH. 2006. Genome scale analysis of diffusible signal factor regulon in Xanthomonas campestris pv. campestris: identification of novel cell-cell comm unication-dependent genes and functions. Mol Microbiol 59(2):610-622. Hueck CJ. 1998. Type III protein secretion system in bacterial pathogens of animals and

plants. Microbiol Mol Biol Rev. 62(2): 379-433.

Jaakola L, Pirttila AM, Hohtota A. 2001. cDNA blotting offers an alternative method for gene expression studies. Plant Mol Biol Rep 19:125-128.

Johnson TL, Abendroth J, Hol WGJ, Sandkvist M. 2006. Type II secretion: from structure to function. FEMS Microbiol 255:175-186.

Kado CI.1992. Plant pathogenic bacteria. In A Balows, HG Truper, M Dworkin, M Harder, KH Schleifer (ed.) The prokaryotes, 2nd Ed. Vol.1 Springer-Verlag, New York.

Katzen F, Becker A, Zorreguita A, Puhler A, Lelpi L. 1996. Promoter analysis of the Xanthomonas campestris pv campestris gum operon directing biosynthesis of the xanthan polysaccharide. J Bacteriol 178:4313-4318.

Kennedy BW, Tachibana. 1973. Bacterial diseases. In BE Caldwell, RW Judd, HW Johnson (Ed.). Soybeans. Amer. Soc. Agron. Inc. Madison-Wiaconsin, USA. p.491-504.

Khaeruni AR. 1998. Pengaruh bakteri kitinolitik dan fotosintetik anoksigenik terhadap kemampuan Pseudomonas fluorescens B29 sebagai biokontrol penyakit bisul bakteri pada kedelai. Thesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Khaeruni AR. 2005. Keragaman genetic dan pengembangan metode deteksi cepat

penyebab bisul bakteri (Xanthomonas axonopodis pv glycines) pada kedelai. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Lazo, GR., Roffey, R., Gabriel, DW. 1987. Conservation of plasmid DNA sequences and pathovar identification of strains of Xanthomonas campestris. Pytopathology. 77:1461-1467.


(2)

65

Lelliot RA, Stead DE.1987. Methods for the diagnosis of bacterial diseases of plants. In TF Preac e (ed.) Methods in plant pathology. Vol.2. Blackwell Scientific Pub. Oxford, London, Edinburgh, Boston, Palo Alto, Melbourne. 216p.

Li J, Wolf SG, Elbaum M, Tzfira T. 2005. Exploring cargo transport mechanics in the type IV secretion system. Trends in Microbiology 13:295-383.

Machler-Bauer A, Bryant SH. 2004. CD-search:protein domain annotations on the fly. Nucleic Acids Res. 32:327-331.

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock biology of microorganism. Tenth Ed. Pearson Ed. NJ. USA.

Mesak, F.M. Suwanto, A. Tjahjono, B., Guhardja, E. 1994. Modifikasi bioesei kotiledon kedelai untuk uji patogenisitas Xanthomonas campestris pv glycines. J. Il. Pert. Indon. 4: 77-82.

Moffet MJ, Croft BJ.1983. Xanthomonas, p.189-228. In P.C. Fahy, G.L. Persley (ed). Plant bacterial disease : A diagnostic guide. Academic Press, Sydney, New York, London, Paris, San Diego, San Francisco, Sao Paulo, Tokyo, Toronto. Mota LJ, Cornelis GR. 2005. The bacterial injection kit: Type III secretion systems.

Annals of Medicine 37:234-249.

Narvel JM, Jakkula LR, Phillips DV, Wang T, Lee SH, Boerma HR. 2001. Molecular mapping of Rxp conditioning reaction to bacterial pustule in soybean. J Hered 92:267-270.

Nikaido H. 2002. How are the ABC transporters energized? PNAS 99: 9609-9610. Noel L, Thieme F, Nennstiel D, Bonas U. 2002. Two novel type III-secreted proteins of

Xanthomonas campestris pv vesicatoria are encoded within the hrp pathogenicity island. J Bacteriology 184:1340-1348.

Novagen. 2006. The GOLD standard for protein expression. Catalog. Merck Biosciences. La Jolla, CA, USA.

Omori K, Idei A. 2003. Gram-negative bacterial ATP-Binding Cassette protein export family and diverse secretory protein. J Biosci Bioengineer 95:1-12.

Parker MW, Feil SC. 2005. Pore-forming protein toxins: from structure to function. Progress in Biophysics & Molecular Biology 88: 91-142.

Pearson LA, Hisbergues M, Borner T, Dittmann E, Neilan. 2004. Inactivation of an ABC transporter gene, mcyH, result in loss of microcystin production in the Cyanobacterium Microcystis aeruginosa 7806. App Environ Microbiol. 70:6370-6378.

Petterson J, Nordfelth R, Dubinina E, Bergman T, Gustaffsson M, Magnusson KE, Wolf-Watz H. 1996. Modulation of virulence factor by pathogen target cell contact. Science 273:1231-1233.


(3)

Pratiwi E. 2004. Analisis sekuen DNA yang terlibat dalam patogenisitas dan perancangan primer PCR spesifik untuk Xanthomonas axonopodis pv glycines YR32. Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.

Promega. 2005. Life Science Catalog. Madison. USA.

Rosana LA, Suwanto A, Tjahjono B, Guhardja E. 1995. Profil DNA genom Xanthomonas campestris pv glycines dan Xanthomonas campestris pv campestris dengan menggunakan schizotyping. Hayati, 1:28-33.

Rukayadi Y. 1995. Analisis profil DNA genom sejumlah isolat Xanthomonas campestris pv glycines dengan menggunakan elektroforesis gel medan berpulsa. Thesis Pascasarjana. IPB.

Rukayadi Y. 1998. Konstruksi peta parsial dan karakterisasi sintasan epifitik mutan non-patogenik dari Xanthomonas axonopodis (campestris) pv glycines YR32. Disertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor.

Rukayadi Y, Suwanto A, Tjahjono B, Harling R. 2000. Survival and epiphytic fitness of a non-pathogenic mutant of Xanthomonas campestris pv glycines. J. of AEM, 66(3): 1183-1189.

Saurin W, Hofnung M, Dassa E. 1999. Getting in or out : Segregation between importers and exporters in the evolution of ATP-Binding Cassette (ABC) transporters. J Mol Evol 48:22-41.

Sambrook J, Russel.2001. Molecular cloning. A laboratory manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory press. New York.

Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr.

Sharma, A. Syed, AN, Nair, PM. 1994. Characterization and plasmid profile of Xanthomonas campestris pv glycines from maharasthra India. Phytopathol. 141:53-58.

Shirasu K, Nakajima H, Rajasekhar VK, Dixon RA, Lamb C. 1997. Salicylic acid potentiates an agonist-dependent gain control that amplifies pathogen signals in the activation of defense mechanism. Plant Cell 9:261-270.

Sinclair JB, Beckman PA .1989. Conpendium of soybean diseases.3rd

ed. APS Press, St Paul.

Speziali CD, Dale SE, Henderson JA, Vines ED, Heinrichs DE. 2006. Requirement of Staphyloc occus aureus ATP-Binding Cassette-ATPase FhuC for Iron-restricted growth and evidence that it function with more than one iron transporter. J Bacteriology 188:2048-2055.

Suwanto A. 1994a. Mikroorganisme untuk biokontrol, strategi penelitian dan penerapannya dalam bioteknologi pertanian. Agrotek 2:40-46.


(4)

67

Suwanto A. 1994b. Pulsed-field gel electrophoresis : A revolution in microbial genetics. AsPac J Mol Biol Biotechnol 2 : 78-85.

Swarts HGP, Hermsen HPH, Koenderink JB, Stekhoven FMAHS, De Pont JJHHM. 1998. Constitutive activation of gastric H+

, K+

-ATPase by a single mutation. The EMBO Journal 17:3029-3035.

Tang J. 1991. Genetic and molecular analysis of a cluster of rpf genes involved in positive regulation of synthesis of extracellular enzymes and polysaccharide in Xanthomonas campestris pv campestris. Mol Gen Genet 199:338-343.

Takazaki S, Abe Y, Kang D, Li C, Jin X, Ueda T, Hamasaki N. 2006. The functional role of arginine 901 at the C-terminus of the human anion transporter band 3 protein. J Biochem 139:903-912.

Tateno T, Nakamura N, Hirata Y, Hirose S. 2006. Role of C-terminal of Kir7.1 potassium channel in cell-surface expression. Cell Biol Int 30(3):270-7.

Turner PC, McLennan AG, Bates AD, White MRH. 2000. Molecular Biology. BIOS Scientific Pub. Lim. Springer-Verlag Hong Kong.

Vauterin L, Rademaker J, Swings J. 2000. Synopsis on the taxonomy of the genus Xanthomonas. Phytopathol. 90:677-682.

Wahyudi AT, Takeyama H, Matsunaga T. 2001. Isolation of Magnetospirillum magneticum AMB-1 mutants defective in bacterial magnetic particle synthesis by transposon mutagenesis. Appl Biochem Biotechnol 91-93:147-154.

Wang LH, He Y, Gao Y, Wu JE, Dong YH, He C, Wang SX, Weng LX, Xu JL, Tay L, Fang RX, Zhang LH. 2004. A bacterial cell-cell communication signal with cross -kingdom structural analogues. Mol Microbiol 51(3): 903-912.

Weiggerich H, Puhler A. 2000. The exbD2 gene as well as the iron-uptake genes tonB, exbB and exbD1 of Xanthomonas campestris are essential for the induction of a hypersensitive response on pepper (Capsicum annum). Microbiology 146:1053-1060.

Widjaja R. 1996. Pemetaan fisik dan genetic kromosom Xanthomonas campestris pv glycines YR32. Magister Sains Thesis, Program Studi Biologi, Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 86 hal.

Wilson JW, Schurr MJ, Ramamurthy R, Buchanan KL, Nickerson CA. 2002. Mechanism of bacterial pathogenicity. Postgrad Med J. 78:216-224.


(5)

Any Fitriani. Analisis gen penyandi protein terikat membran, impX, yang terlibat dalam patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Dibimbing oleh Antonius Suwanto, Budi Tjahjono dan Aris Tri Wahyudi.

Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) adalah bakteri penyebab penyakit pustul pada tanaman kedelai. Mutan non patogenik (Xag M715) telah dikonstruksi melalui mutagenesis transposon untuk mengetahui gen yang terlibat patogenisitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengisolasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (2) mengkarakterisasi gen/gen-gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (3) mempelajari struktur dan fungsi gen yang terlibat patogenisitas pada Xag YR32, (4) menentukan posisi penyisipan transposon pada Xag M715.

DNA sekitar penyisipan Tn5 dari Xag YR32 diisolasi melalui inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). Analisis BLASTN dari urutan DNA memperlihatkan similaritas pada nukleotida yang terlibat patogenisitas pada Xanthomonas axonopodis pv citri (GenBank accession No. NC003919) dengan identity 99%. BLASTX menunjukkan bahwa urutan nukleotida menyandikan inner membrane protein (imp) dan cystein protease (cp) (identity 90% dan 99%). Analisis Open Reading Frame (ORF) finder menunjukkan dua arah transkripsi yang berlawanan dari gen impX dan cp. Putative promoter, ribosom binding site (RBS), kodon awal dan akhir ditemukan pada gen impX. Putative promoter, RBS, kodon awal dan akhir ditemukan pada gen cp. Analisis ini menunjukkan bahwa transposon menyisip pada C-terminal impX. Analisis fungsi protein menunjukkan sebagai putative ABC-ATPase, suatu protein transmembran, famili ABC transporter, termasuk kelompok ABC-A1 yang mengekspor molekul. Analisis menunjukkan bahwa transposon menyisip pada ATP-ase dari ABC-ATPase. Analisis transkrip pada Xag YR32 menunjukkan bahwa gen ditranskrip tetapi hanya terdeteksi sangat tipis pada Xag M715. Analisis hibridisasi Northern memperlihatkan bahwa gen impX bersifat monosistronik dengan ukuran sekitar 546 bp. Introduksi impX ke dalam Xag M715 dapat mengembalikan sifat patogen pada bioesai kotiledon kedelai. Xag M715 menjadi patogen kembali. Sepuluh hari setelah infeksi, kotiledon yang terinfeksi oleh Xag YR32 menjadi coklat, sedangkan Xag M715 (pRP06) mencoklat pada 14 hari setelah infeksi. Analisis statistik menunjukkan bahwa fenotip Xag M715 berbeda dengan Xag M715 (pRP06) dan fenotip Xag YR32 sama dengan Xag M715 (pRP06). Analisis awal ekspresi protein menunjukkan bahwa gen impX diekspresikan pada E. coli BL21(DE3)pLysS. Fenotip non-patogenik dari Xag M715 disebabkan oleh penyisipan transposon pada ATP-ase dari ABC-ATPase transporter.


(6)

ABSTRACT

Any Fitriani. Analysis of a gene encoding transmembrane protein, impX, involved in pathogenicity in Xanthomonas axonopodis pv. glycines. Under supervision of Antonius Suwanto, Budi Tjahjono, and Aris Tri Wahyudi.

Xanthomonas axonopodis pv glycines (Xag) is the cause of bacterial pustule disease in soybean. A non pathogenic mutant (Xag M715) has been constructed by transposon mutagenesis to identify gene involved in pathogenicity. The objective of this study are (1) to isolate gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (2) to characterize gene/genes involved pathogenicity in Xag YR32, (3) to study structure and function of gene involved pathogenicity in Xag YR32, (4) to determine position of transposon insertion in Xag M715.

DNA from Xag YR32 surrounding the Tn5 insertion (1,3 kb) was isolated employing inverse Polymerase Chain Reaction (IPCR). BLASTN analysis of the DNA sequence showed similarity to a region involved in pathogenicity of Xanthomonas axonopodis pv citri (GenBank accession No. NC 003919) 99% identity. BLASTX showed the sequence encodes inner membrane protein (imp) and cystein protease (cp) (identity 90% and 99%, respectively). Open Reading Frame (ORF) finder analysis showed two opposite transcription direction of impX and cp genes. Putative promoter, ribosome binding site (RBS), start and stop codon, and stop transcription were found in impX. However, promoter, RBS, start and stop codon were found in cp. This analysis showed that the transposon was inserted in C-terminal portion of ImpX. Analysis of protein function indicated as putative ABC-ATPase. It is a transmembrane protein ABC transporter family, include in ABC-A1 type cluster that exported molecule. This analysis revealed that transposon was inserted in ATPase of ABC-ATPase. Transcript analysis in Xag YR32 revealed that the gene was transcribed but could only be detected as a very thin in Xag M715. Northern hybridization analysis showed that the gene is monocistronic of about 546 bp. Introduction of impX into Xag M715 could restore pathogenicity in soybean cotyledon assay, Xag M715 recovered to pathogenic. Ten days after infection, cotyledon infected by Xag YR32 were browning, meanwhile Xag M715(pRP06) were browning in 14-days after infection. Statistical analysis revealed that phenotype of Xag M715 was different from Xag M715(pRP06) and phenotype of Xag YR32 was the same as Xag M715(pRP06). Preliminary protein expression of impX in E. coli showed that gene of impX was expressed in E. coli BL21(DE3)pLysS. Non pathogenic phenotype of Xag M715 was caused by transposon insertion in ATPase of ABC-ATPase transporter.