Dari hasil penilaian keseluruhan diperoleh zona peringkat akseptibilitas dan peluang ekonomi masyarakat yang meliputi zona sangat aktif S1, zona cukup
aktif S2, zona kurang aktif S3 dan zona tidak aktif S4. Zona sangat aktif merupakan zona dengan nilai akseptibilitas masyarakat dan nilai peluang ekonomi
masyarakat tinggi. Zona cukup aktif merupakan zona dengan nilai akseptibilitas masyarakat dan peluang ekonomi masyarakat sedang, atau nilai akseptibilitas
tinggi dan niali peluang ekonomi masyarakat sedang, atau nilai akseptibilitas sedang dan nilai peluang ekonomi masyarakat tinggi. Zona kurang aktif
merupakan zona dengan nilai akseptibilitas sedang dan niali peluang ekonomi masyarakat rendah, atau nilai akseptibilitas rendah dan nilai peluang ekonomi
masyarakat sedang. Zona tidak aktif merupakan zona dengan nilai akseptibilitas masyarakat dan nilai peluang ekonomi masyarakat rendah.
d. Kesesuaian tapak untuk wisata pesisir
Integrasi antara penilaian terhadap kualitas lingkungan pesisir, potensi kepariwisataan pesisir dan potensi pemberdayaan masyarakat menghasilkan
kesesuaian tapak untuk wisata dengan tiga zona pengembangan wisata, yaitu 1
Zona pengembangan tinggi merupakan zona dengan seluruh aspek penilaian memiliki kategori S1 atau minimal terdapat satu aspek berada
pada kategori S2, tanpa kategori S3. 2
Zona pengembangan sedang merupakan zona pengembangan dengan minimal terdapat dua aspek berkategori S2, tanpa kategori S3.
3 Zona pengembangan rendah merupakan zona dengan kategori penilaian
minimal memiliki satu kategori S3. 4
Zona pengembangan sangat rendah merupakan zona dengan penilaian terendah dan maksimal hanya terdapat satu kategori S3.
e. Aktifitas dan fasilitas wisata pesisir
Pengembangan aktifitas dan fasilitas wisata pesisir yang akan digunakan dalam menentukan rencana pengembangan wisata pesisir.
Rencana pengembangan wisata pesisir dihasilkan melalui analisis kesesuaian tapak, pengembangan aktifitas dan fasilitas untuk wisata pesisir yang
diwujudkan dalam bentuk konsep perencanaan, konsep tata ruang dan konsep sirkulasi bagi wisata pesisir.
Tahap 2. Perencanaan Pengembangan Interpretasi Wisata Pesisir
Pengembangan interpretasi didasarkan pada potensi sumber daya dan konsep yang akan dikembangkan. Potensi sumber daya dikembangkan menjadi
obyek dan atraksi wisata yang menjadi daya tarik wisata. Konsep interpretasi yang akan dikembangkan ialah ”apresiasi alam dan budaya pesisir Teluk Konga” yang
kemudian dijabarkan ke dalam jalur interpretasi alternatif wisata pesisir. Skoring nilai obyek wisata menjadi acuan bagi waktu berkunjung pada masing-masing
obyek wisata. Selain itu, pengembangan interpretasi juga menghasilkan media interpretasi yang digunakan sebagai sarana interpretasi wisata pesisir.
Tahap 3. Perencanaan Lanskap Wisata Pesisir Berkelanjutan
Rencana lanskap wisata pesisir merupakan rencana lanjutan untuk mendapatkan tatanan lanskap pendukung kawasan wisata pesisir. Rencana ini
berdasarkan pada metode Simonds 1983 yaitu tapak, organisasi ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap.
Tahap 4. Pengelolaan Wisata Pesisir Berkelanjutan Pengelolaan wisata pesisir dikaji dengan menentukan program bagi
pengelolaan jalur interpretasi wisata pesisir. Pengkajian ini menggunakan metode Proses Hierarki Analitik PHA Saaty 1970 yang mampu memberikan prioritas
bagi pengelolaan jalur interpretasi wisata pesisir yang akan dilakukan guna mewujudkan wisata yang berkelanjutan.
Prinsip penilaian PHA pada penentuan prioritas pengelolaan jalur interpretasi wisata adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara
satu elemen dengan elemen lainnya yang berada pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Struktur yang dibangun
Gambar 8 terdiri atas empat tingkatan yaitu 1
Tujuan, yaitu target yang akan dicapai dengan menggunakan metode AHP. Target yang ingin dicapai ialah pengelolaan jalur interpretasi wisata pesisir
Teluk Konga yang sesuai dan berkelanjutan. Tujuan dibuat sebagai landasan guna membantu penilaian expert dalam membandingkan masing-masing
elemen terhadap elemen lainnya. 2
Faktor-faktor Faktor merupakan aspek-aspek penting yang menjadi landasan penilaian
dalam mencapai tujuan. Faktor yang terkait berupa manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya, dan manfaat wisata.
3 Kriteria-kriteria
Kriteria merupakan elemen yang dibangun sebagai parameter penilaian untuk mencapai tujuan dan didasarkan pada faktor-faktor penilaian yang
terdapat pada satu tingkat atau level di atasnya. Kriteria-kriteria yang digunakan ialah perlindungan aspek ekologis, perbaikan kualitas
lingkungan, pelestarian nilai budaya lokal, pemberdayaan masyarakat lokal, pengembangan potensi wisata, dan keberlanjutan usaha pariwisata.
4 Skenario
Skenario merupakan alternatif model pengelolaan Teluk Konga di masa yang akan datang. Skenario ditentukan berdasarkan jalur interpretasi wisata
pesisir yaitu jalur interpretasi wisata alam, jalur interpretasi wisata budaya, dan jalur interpretasi wisata alam dan budaya ekowisata.
Penilaian PHA dilakukan oleh tujuh orang responden dengan disiplin ilmu yang berbeda, yaitu dua responden mewakili bidang ilmu pesisir dan kelautan, dua
responden mewakili bidang ilmu budaya dan antropologi, dua responden mewakili bidang ilmu lanskap dan satu responden mewakili bidang ilmu wisata.
Seluruh responden merupakan pakar dibidangnya. Pemilihan responden ini didasarkan pada faktor penentu dalam prioritas pengelolaan jalur interpretasi
wisata pesisir di Teluk Konga, yaitu lingkungan, sosial budaya, dan wisata.
Gambar 8 Struktur hierarki pengelolaan jalur interpretasi wisata pesisir di Teluk Konga. Pengelolaan Kawasan dan Wisata Pesisir Teluk Konga
Manfaat sosial budaya Manfaat lingkungan
Manfaat Wisata
Perlindungan aspek ekologis
Perbaikan kualitas lingkungan
Pengembangan potensi wisata
Keberlanjutan usaha pariwisata
Pelestarian nilai budaya lokal
Pemberdayaan masyarakat lokal
Jalur interpretasi wisata alam
Jalur interpretasi wisata budaya
Jalur interpretasi wisata alam dan budaya ekowisata
Batasan Istilah
Pesisir adalah daerah peralihan antara darat dan laut dengan batas ke arah laut
sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia keluaran Bakosurtanal sedangkan batas ke arah darat
mencakup batas administrasi seluruh desa pantai sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah,
Departemen Dalam Negeri Ketetapan RAKERNAS MREP 1994 dalam Dahuri et al. 2004.
Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai yang berupa daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai, minimal 100 m titik pasang tertinggi ke arah daratan Triatmodjo 1999.
Lingkungan akuatik adalah sumber daya fisik dan biologis yang berasal dari laut
dan menjadi kebutuhan dasar manusia masyarakat untuk dapat bertahan Nurisyah et al. 2003.
Lingkungan terestrial adalah sumber daya fisik dan biologis yang berasal dari
darat dan menjadi kebutuhan dasar manusia masyarakat untuk dapat bertahan Nurisyah et al. 2003.
Pemberdayaan masyarakat adalah pelibatan masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan dan proses perencanaan, dimana masyarakat ikut ambil bagian dan menentukan dalam mengembangkan, mengurus dan
mengontrol rencana secara komprehensif Buchsbaum 2004
Obyek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya
serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan Nurisyah et al. 2003.
Atraksi wisata pesisir ialah daya tarik yang paling penting dalam wisata pesisir
didasarkan pada daya tarik sumber daya alam kelautan dan daya tarik sumber daya alam daratan. Selain itu, adat istiadat dan budaya masyarakat
pesisir juga dapat merupakan bagian dari obyek dan daya tarik wisata pesisir Nurisyah et al. 2003.
Wisata alam nature tourism adalah wisata dengan kekayaan alam sebagai
obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan dan pengalaman yang didasarkan pada fitur-fitur lingkungan alam dan karakteristik
lingkungan alam Inskeep 1991
Wisata budaya cultural tourism adalah wisata dengan kekayaan alam sebagai
obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan dan pengalaman yang menggabungkan budaya dengan warisan alam, sosial dan sejarah
Inskeep 1991.
Ekowisata pesisir adalah penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung
jawab di daerah pesisir yang masih alami danatau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam, yang mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan alam dan kebudayaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat Nurisyah et al. 2003.
Pariwisata berkelanjutan sustainable tourism adalah bentuk pariwisata yang
memenuhi kebutuhan wisatawan dan daerah penerima saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang.
Mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil
memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan WTO dalam
Nurisyah et al. 2003
Lanskap wisata pesisir adalah bentukan lanskap yang terbentuk dari hasil
hubungan antara alam dan kebudayaan pesisir dimana bentukan lanskap alami dan kebudayaan pesisir tersebut sering menjadi motivasi dari
kegiatan wisata pesisir Simonds 1983.
Pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya pesisir yang dapat
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia pada saat ini tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di
masa mendatang Nurisyah et al. 2003.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi dan Administrasi
Lokasi studi merupakan sebuah teluk yang berada di antara dua tanjung, yaitu Tanjung Lopi di sebelah utara dan Tanjung Watoblou di sebelah selatan.
Berdasarkan posisi geografis, Tanjung Lopi berada pada 08 27’20”LS dan
22 52’25”BT sedangkan Tanjung Watoblou berada pada 8
33’45”LS dan 122
50’40”BT. Terdapat tujuh desa yang bersinggungan langsung dengan garis pantai Teluk Konga, yaitu Desa Watotikaile, Desa Lamika, Desa Lewoingu, Desa
Lewolaga, Desa Konga, Desa Nobokonga, dan Desa Nurri. Tanjung Lopi secara administrasi terletak di Desa Watotikaile, sedangkan Tanjung Watoblou berada
pada Desa Nurri. Sejak tahun 2002 Kabupaten Flores Timur dibagi menjadi 13 Kecamatan
yaitu Kecamatan Tanjung Bunga, Larantuka, Ile Mandiri, Titehena, Wulang Gitang, Adonara Barat, Wotanulumado, Adonara Timur, Ile Boleng, Klubagolit,
Witihama, Adonara Barat, dan Adonara Timur. Dari 13 kecamatan tersebut, terdapat tiga kecamatan yang letaknya bersinggungan langsung dengan Teluk
Konga. Tiga kecamatan tersebut ialah Larantuka, Titehena, dan Wulang Gitang. Desa Watotikaile dan Desa Lamika merupakan desa yang terletak di Kecamatan
Larantuka. Desa Lewoingu, Desa Lewolaga, dan Desa Konga terletak di Kecamatan Titehena. Sedangkan Desa Nobokonga dan Desa Nurri berada dalam
cakupan administrasi Kecamatan Wulang Gitang. Secara keseluruhan luasan lokasi studi ini ialah 3337.05 ha. Nama desa dan kecamatan serta luasan desa
dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kecamatan dan desa yang bersinggungan langsung dengan Teluk Konga
Luas Desa No Desa
Kecamatan
ha 1. Watotikaile
Larantuka 220.00
6.6 2. Lamika
Larantuka 888.00
26.6 3. Lewoingu
Titehena 820.00
24.6 4. Lewolaga
Titehena 445.05
13.3 5. Konga
Titehena 150.00
4.5 6. Nobokonga
Wulang Gitang
654.80 19.6
7. Nurri Wulang
Gitang 160.00
4.8
Total 3337.05 100
Sumber : Data Desa 2006
Kondisi Biofisik
Pulau Flores merupakan pulau vulkanik. Pulau vulkanik ialah pulau yang terbentuk dari kegiatan gunung berapi magma yang keluar dari dalam perut
bumi. Hal ini diperjelas dengan masih adanya beberapa gunung berapi yang hingga kini masih aktif, antara lain Gunung Egon dan Gunung Lewotobi.
Sedangkan berdasarkan tipe morfologi pembentuk pulau-pulau kecil, pulau Flores tergolong ke dalam pulau bergunung. Pulau bergunung secara topografi
memperlihatkan tonjolan-tonjolan elevasi, berbukit atau bahkan bergunung- gunung topografi bergelombang.
Jenis tanah di kabupaten Flores Timur pada umumnya mempunyai jenis
tanah mediteran daratan Flores, P.Adonara dan P.Solor, litosol P.Lembata dan
regosol Boru. Jenis-jenis ini menjadikan Flores Timur cocok untuk tanaman perkebunan. Keadaan tekstur tanah, yaitu tanah bertekstur halus seluas 3.856
1,25, bertekstur sedang seluas 170.559 ha 55,39, bertekstur kasar seluas 133.508 ha 99,79. Luas daerah yang tergenang periodik seluas 690 ha 0,20
dan tergenang seluas 2 ha. Kandungan batuan terbentuk oleh hasil aktivitas gunung berapi, yang terdiri dari lava, breksi, aglomerat dan tufa dengan akifer
produktivitas rendah. Jenis batuan pada umumnya ialah batu gamping atau koral dengan sifat pejal dan tidak berlapis serta mempunyai sifat kelulusan sedang.
Teluk Konga sendiri memiliki kondisi geologi yang terdiri dari aluvium, batuan gunung berapi muda, batuan gunung api tua, dan batu gamping koral Bappeda
Flores Timur, 1992. Secara keseluruhan, kabupaten Flores Timur memiliki tingkat kemiringan
tanah lereng, yaitu lebih dari 40 seluas 142.335 Ha 46,23, 15 – 40 seluas 101.298 Ha 32,89, 2 – 15 seluas 35.122 Ha 11,41, 0 – 2 29.148 Ha
9,47. Kemampuan tanah mempunyai kedalaman efektif yang berkisar 30cm seluas 76.130 Ha 24,72, 30 – 60 cm seluas 138.960 Ha 45,13 , 60 – 90 cm
seluas 34.350 Ha 11,16, 90 cm 58.483 Ha 18,99. Teluk Konga berada di antara kelerengan 15 – 40 .
Sifat hidrologis Teluk Konga dicirikan dengan bentuk pantai yang berkelok-kelok. Hal ini menunjukkan keanekaragaman habitat yang tinggi di
pantai Teluk Konga. Pada musim barat arah arus menuju tenggara, sedangkan
pada musim timur arah arus menuju barat laut. Teluk Konga memiliki tipe pasang surut dengan jenis pasang surut campuran condong ke harian ganda mixed tide
prevailing semidiurnal , yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua
kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasang high water tertinggi bulanan pada bulan Juli 2006 terjadi pada tanggal 11 hingga 13. Surut low water
terendah di bulan Juli 2006 terjadi pada tanggal 10 hingga 13. Selisih antara pasang naik dan pasang surut ialah 2 m Dinas Hidro-Oseanografi, 2006.
Musim panas di Teluk Konga terjadi antara bulan April hingga Oktober, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Nopember sampai Maret. Kelembaban
nisbi tinggi terjadi pada bulan Desember hingga April, sedangkan kelembaban nisbi rendah terjadi pada bulan Mei hingga Nopember. Iklim selama sepuluh
tahun tidak banyak mengalami perubahan, kecuali suhu rata-rata dan kecepatan angin yang mengalami peningkatan di tahun 2003 hingga 2005. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor pemanasan global. Data iklim di Flores Timur selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Data iklim di Flores Timur tahun 1996 hingga tahun 2005
Suhu Udara C
Tahun Rata-
rata Maks Min
Curah Hujan
mmbln Penyinaran
Matahari Tekanan
Udara mb
Kelemba- ban Nisbi
Kece- patan
Angin knots
1996 27.50 31.60 23.27 67.83 73.09
1016.03 75.75 3.26
1997 26.78 31.48 22.49 136.83 75.58
1018.19 77.17 2.29
1998 28.14 32.34 23.66 66.05 67.00
1017.14 81.50 2.50
1999 27.44 31.68 21.17 82.03 62.18
1016.15 78.64 3.27
2000 27.67 31.90 21.39 96.02 58.18
1015.65 78.00 3.18
2001 27.43 32.06 23.28 81.08 69.33
1016.23 78.08 3.33
2002 27.85 32.23 22.64 42.18 74.17
1017.34 76.08 3.58
2003 28.23 32.38 23.64 104.22 67.67
1016.93 81.08 4.67
2004 28.16 32.42 23.28 75.71 72.01
1017.15 83.17 4.75
2005 28.28 32.78 21.36 103.85 64.76
1016.88 81.00 3.75
Rata- rata
27.75 32.08 22.62 85.58 68.40