Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Dalam hal ini hanya DPR yang dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. Namun dalam pengambilan sikap tentang adanya pendapat semacam ini harus melalui proses pengambilan keputusan di DPR yaitu melalui dukungan 23 dua pertiga jumlah seluruh anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 23 dua per tiga anggota DPR.

1.5 Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Asas secara umum diartikan sebagai dasar atau prinsip yang bersifat umum yang menjadi titik tolak pengertian atau pengaturan. Asas di satu sisi dapat disebut sebagai landasan atau alasan pembentukan suatu aturan hukum yang memuat nilai, jiwa, atau cita- cita sosial yang ingin diwujudkan. Asas hukum merupakan jantung yang menghubungkan antara aturan hukum dengan cita-cita dan pandangan masyarakat di mana hukum itu berlaku asas hukum objektif. Di sisi lain, asas hukum dapat dipahami sebagai norma umum yang dihasilkan dari pengendapan hukum positif asas hukum subjektif. Dalam konteks Hukum Acara Mahkamah Konstitusi yang dimaksud dengan asas dalam hal ini adalah prinsip-prinsip dasar dan bersifat umum yang menjadi panduan atau bahkan ruh dalam penyelenggaraan peradilan konstitusi yang keberadaannya diperlukan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan peradilan itu sendiri, yaitu tegaknya hukum dan keadilan, khususnya supremasi konstitusi dan perlindungan hak konstitusional warga negara. Asas-asas tersebut harus dijabarkan dan dimanifestasikan baik di dalam peraturan maupun praktik hukum acara. Dengan sendirinya asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi menjadi pedoman dan prinsip yang memandu hakim dalam menyelenggarakan peradilan serta harus pula menjadi pedoman dan prinsip yang dipatuhi oleh pihak-pihak dalam proses peradilan. Adapun asas-asas Mahkamah Konstitusi adalah seagai berikut : 1. Asas Independensi atau Noninterfentif, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 UU Mahkamah Konstitusi bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 2. Asas Praduga Rechtmatige, yaitu sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi, objek yang menjadi perkara misalnya suatu UU yang diuji tetap sah dan berlaku sebelum ada putusan akhir hakim Mahkamah Konstitusi. 3. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 40 ayat 1 UU Mahkamah Konstitusi, bahwa sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Dalam pembacaan putusan hakim Mahkamah Konstitusi wajib dalam sidang terbuka untuk umum Pasal 28 ayat 5 UU Mahkamah Konstitusi yang mana apabila persidangan dan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum Pasal 28 ayat 6 UU Mahkamah Konstitusi. 4. Asas Hakim Majelis, sebagaimana ditegaskan Pasal 28 UU Mahkamah Konstitusi yang mana dalam memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno dengan 9 sembilan hakim konstitusi, kecuali keadaan luar biasa dengan tujuh hakim konstitusi. 5. Asas Objektivitas, untuk tercapainnya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terkit hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugt, penggugat atau penasehat hukum atau antara hakim dan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang disebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mmpunnyai kepentingan langsung atau tidak langsung. 6. Asas Keaktifan Hakim Konstitusi Dominus Litis, hakim konstitusi cukup berperan dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada asas ini tercermin salah satunya dari asas pembuktian yang menunjukkan bahwa hakim konstitusi dapat mencari kebenaran materiel yang tidak terikat dalam menentukan atau memberikan penilaian terhadap kekuatan alat buktinya. Selain itu, asas keaktifan hakim juga tercermin dalam kewenangan hakim konstitusi memerintahkan para pihak untuk hadir sendiri dalam persidangan sekalipun telah diwakili oleh kuasa hukum. Ketentuan ini dimaksudkan agar hakim konstitusi dalam menemukan kebenaran materiel yang dapat diperoleh dari kesaksian dan penjelasan para pihak yang berperkara. Hal ini mencerminkan karakteristik hukum public didalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. 7. Asas Pembuktian Bebas Vrij Bewij, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 45 ayat 1 dan 2 UU Mahkamah Konstitusi, bahwa Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan UUD 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Alat bukti yang dimaksud sekurang-kurangnya 2 dua. 8. Asas Putusan Mengikat secara Erga Omnes, artinya putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang tidak hanya mengikat para pihak interparties, tetapi juga harus ditaati oleh siapapun Erga Omnes. Asas ini tercermin dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan lembaga atau pejabat yang lain. 9. Asas Putusan Berkekuatan Hukum Tetap dan Bersifat Final, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 47 UU Mahkamah Konstitusi bahwa putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum yang bersifat final dan tidak ada upaya hukum lain karena Mahkamah Konstitusi mengadili tingkat pertama dan terakhir Pasal 10 UU Mahkamah Konstitusi. 10. Asas Sosialisasi, artinya putusan Mahkamah Konstitusi wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat secara terbuka Pasal 13 UU Mahkamah Konstitusi. 11. Asas Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, untuk memenuhi harapan para pencari keadilan maka pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif serta dengan biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkaratidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan Pasal 4 ayat 2 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004. Sutiyoso,2006:38-44

2.7. Kerangka Berfikir