Penyerapan Tenaga Kerja Peran Tenaga Kerja Kebun Plasma terhadap Produksi Kebun Plasma

35

4.3.3. Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang digunakan secara produktif dalam usaha perkebunan. Penggunaan tenaga kerja dihitung dalam satuan hari kerja pria HKP, dimana HKP adalah sekitar tujuh jam kerja dengan tingkat konversi : 1. Satu hari kerja wanita HKW = 0,8 HKP 2. Satu hari kerja anak HKA = 0,5 HKP Untuk mengetahui persentase tenaga kerja yang terserap pada usaha perkebunan terhadap jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam keluarga, perlu diketahui potensi kerja. Potensi kerja dihitung dengan menghitung jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga dikonversikan dalam hari kerja pria HKP dan dikalikan 300 atau jumlah hari kerja dalam setahun. Dengan demikian akan diperoleh angka ketersediaan tenaga kerja pertahun dalam rumah tangga. Curahan jam kerja untuk kegiatan perkebunan dihitung berdasarkan alokasi jam kerja anggota keluarga dalam sehari untuk kegiatan perkebunan.

4.3.4. Peran Tenaga Kerja Kebun Plasma terhadap Produksi Kebun Plasma

Analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel tak bebas pada satu atau lebih variabel tak bebasnya, dengan maksud menaksir atau meramalkan nilai rata-rata hitung mean atau rata-rata populasi variabel tak bebas. Diantara model-model regresi, model regresi linear merupakan model yang paling sederhana dan paling sering digunakan. Model regresi linear diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa method of ordinary least sguare. Metode ini dilakukan dengan meminimumkan jumlah kuadrat simpangan nilai yi 36 terhadap Eyi atau disebut dengan galat atau error. Metode kuadrat terkecil biasa dikemukakan oleh Carl F Gauss Gujarati, 1978. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam metode kuadrat terkecil adalah : 1. Kehomogenan ragam sisaan 2. Kenormalan galat 3. Hasil plot sisaan yang saling bebas Untuk mencapai tujuan keempat digunakan alat analisis kuantitatif linear dengan menggunakan rumus analisis regresi : Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 Dimana : Y : Produksi kebun plasma ton X 1 : Modal usaha Rp X 2 : Tenaga kerja di kebun plasma HOK a : Konstanta b 1, b 2 : Koefisien regresi Pengujian hipotesis : Uji R 2 Penjelasan persentase variasi total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebas digunakan dengan pengujian R 2 . Uji ini digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. 37 Uji F-Statistik Uji F digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesis : H : β 1 = β 2 = β 3 = 0 H 1 : Minimal terdapat satu β i ≠ 0 ; dimana i = 1,2,3,…n F Hitung = F tabel = F αk-1, n-k Kriteria uji : F-Hitung F αk-1, n-k , maka tolak H F-Hitung F αk-1, n-k , maka terima H Dimana : R : Koefisien determinasi n : Banyaknya data k : Jumlah koefisien regresi dugaan Jika H ditolak berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap total besarnya output, dan sebaliknya jika H diterima maka tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap output. Uji t-Statistik Uji t digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh suatu peubah bebas secara individu atau masing-masing berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tidak bebas. k n R k R − − − 2 2 1 1 38 Hipotesis : H : b i = 0 H 1 : b i ≠ 0 ; dimana i = 1,2,3,…k t-hitung = t-tabel = t α 2n-k Dimana : Sb = simpangan baku koefisien dugaan Kriteria uji : t-hitung t α 2n-k, maka tolak H0 t-hitung t α 2n-k , maka terima H0 Jika H ditolak berarti variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model dan sebaliknya jika H0 diterima maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa konsekuensi diantaranya adalah : 1. Meskipun penaksiran OLS mungkin bisa diperoleh namun kesalahan standarnya mungkin akan cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antara peningkatan variabel. 2. Standar error dari parameter diduga sangat besar sehingga selang keyakinan untuk parameter yang relevan cenderung lebih besar. b S b i 39 3. Jika multikolinearitasnya tinggi kemungkinan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar. 4. Kesalahan standar akan semakin besar dan sensitif bila ada perubahan data. 5. Tidak mungkinnya mengisolasi pengaruh individual dari variabel yang menjelaskan Gujarati, 1978. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat korelasi antara peubah bebasnya X. Multikolinearitas dapat dilihat dengan nilai VIF Variance Inflation Factor . Nilai VIF yang lebih besar dari 10 merupakan indikasi adanya multikolinearitas.

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. PT Perkebunan Nusantara VI Persero PTPN VI Kebun Ophir 5.1.1. Sejarah Ringkas Kebun Ophir di Kabupaten Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat sudah ada sejak masa penjajahan Belanda yang pada waktu itu disebut Onderneming Ophir . Pada tahun 1932 Onderneming Ophir dengan lahan seluas 4.600 Ha ditanami kelapa sawit dan kopi secara besar-besaran oleh perusahaan NV Kultuur Maatschapply Ophir yang berpusat di Amsterdam Belanda. Tahun 1942, Belanda menyerah kepada Jepang sehingga kebun Ophir dikuasai oleh Jepang sampai Indonesia merdeka tahun 1945. Masuknya Jepang ke Indonesia menyebabkan Onderneming Ophir terganggu keberlanjutannya, tanaman rusak berat, sebagian besar peralatan dan perlengkapan tidak dapat dipergunakan lagi. Tahun 1955 kebun Ophir dibeli oleh Departemen Hankam RI dari pihak konsesi Belanda. Rencana membuka kembali kebun Ophir gagal karena terjadi pemberontakan PRRI. Pemberontakan PRRI menyebabkan bekas puing-puing peninggalan Belanda yang masih ada menjadi hancur sehingga segala peralatan kebun Ophir tidak dapat dipergunakan lagi. Setelah pemberontakan usai banyak pihak perusahaan swasta yang berusaha mengelola kebun Ophir, tetapi belum berhasil karena memerlukan modal dan tenaga ahli yang cukup besar. Keadaan ini berlangsung hingga tahun 1970-an, ketika pemerintah Indonesia mulai memikirkan strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit dari daerah yang potensial.